Professional Documents
Culture Documents
memasukkan sebuah batang ke kerangka yang berbentuk vertikal. Subyek harus fokus
pada sinyal internal, karena sinyal eksternal dari lingkungan terdistorsi. Subyek
didudukkan dalam sebuah ruangan gelap dimana tidak ada apapun yang terlihat kecuali
batang dan bingkai yang bercahaya. Subyek diminta untuk memasukkan batang ke dalam
bingkai secara vertikal. Apabila subyek memasukkan batang secara parallel pada bingkai,
secara vertikal pada sebuah sisi dari bingkai tersebut ia menunjukkan dominasi sinyal
internal. Subyek yang menunjukkan dominasi sinyal eksternal disebut FD, sementara
Wolf (1955) mencoba untuk melihat perubahan performa individual pada RFT dalam
ruang berputar. Dalam tes ini sinyal internal terdistorsi oleh perputaran kursi/ruangan.
Ada 2 perbedaan RRT dan RFT : (i) pada RFT sinyal eksternal dimanipulasi sementara
di dalam RRT sinyal internal yang dimanipulasi. Pada RRT tugas subyek adalah untuk
mengatur posisi tubuhnya menjadi tegak lurus. Subyek di dudukkan di dalam sebuah
kotak mirip ruangan yang berputar pada lintasan sirkular. Ruangan tersebut berputar di
keseimbangan di dalam tubuh. Subyek didudukkan pada kursi yang dapat di sesuaikan
sehingga ia berada pada posisi yang tegak lurus ketika ruangan diputar. Individu yang
dapat mencapai posisi tegak lurus disebut FI, sementara individu yang persepsi
EFT adalah sebuah tes perseptual dimana tugas subyek adalah untuk menemukan sebuah
figur sederhana dari figur yang kompleks yang telah terlihat sebelumnya. Figur tersebut
tampak sangat beraturan sehingga mengaburkan pencarian figur yang sederhana. Figur
yang sederhana dan kompleks ini dipilih berdasarkan apa yang digunakan oleh Gottschedt
(1926) dalam studi klasiknya mengenai peran relatif faktor kontekstual dan pengalaman
dalam persepsi. Dalam EFT, 24 figur kompleks dan 8 figur sederhana digabungkan,
dimana setiap figur sederhana ditanamkan pada beberapa figur kompleks yang berbeda.
Peneliti memberikan kartu dihadapan subyek dan subyek harus menelusuri figur
sederhana yang terdapat di dalam figur yang kompleks yang ada. Peneliti mencatat waktu
yang dibutuhkan oleh subyek untuk menemukan figur sederhana yang diminta.
Identifikasi FD atau FI didasarkan pada rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh subyek,
diaman seorang FD membutuhkan waktu yang lebih lama. EFT dapat digunakan pada
Witkin dan kawan-kawan (1971) telah mengembangkan berbagai macam tes pensil-dan-
kertas- untuk meneliti FI atau FD dari seorang pelajar. Group Embedded Figurs Test
(GEFT) adalah versi yang paling banyak digunakan dalam penelitian Pemerolehan
Bahasa Kedua. Menurut Skehan (1998) para subyek diberi buklet dengan dengan figur
tertanam yang sederhana di dalamnya dan secara prgersif menjadi figur fisual yang lebih
kompleks. Para subyek diharapkan dapat menemukan bentuk sederhana didalam figur
yang kompleks dalam waktu yang telah dberikan (12 menit) subyek yang cenderung
bergantung pada sinyal eksternal disebut FD. Dengan demikian subyek yang bergantung
pada sinyal internal disebut FI. Terdapat 18 figur kompleks pada GEFT, dimana di setiap
figur ditanamkan figur yang sederhana. Berdasarkan jumlah jawaban yang benar, skor
GEFT dinilai dari 0 (FD terbesar hingga 18 FI terbesar). Terlepas dari halaman awal
buklet yang berisi arahan teliti dengan beberapa contoh untuk mengilustrasikan prosedur
dari subyek, tes ini terdiri atas tiga bagian: Bagian pertama bertujuan untuk membuat
siswa familiar dengan tes yang diberikan, sedangkan dua bagian lain adalah pokok dari
GEFT. Bagian pertama memiliki batasan waktu 2 menit, terdiri atas 7 pertanyaan mudah
untuk latihan, dan hasil tes tahap ini tidak disertakan dalam penilaian akhir. Tugas yang
sebenarnya dimulai pada tes tahap kedua dan tahap ketiga, dimana peserta harus memulai
pemecahan masalah pada tiap 9 set item dengan batas waktu masing-masing 5 menit.
Peserta dengan score diatas 12 dari total 18 disebut FI sementara nilai 11 kebawah disebut
FD.
menekankan point penting pada penelitian ini yaitu gaya belajar kognitif yang berasal
dari laboratorium dan bahwa konsep serta metode assessment saat ini mencerminkan awal
Karya awal kami terfokus pada bagaimana seseorang menemukan posisi tegak lurus
dalam ruangan (sebagai contoh, Witkin, 1949, 1950, 1952; Witkin & Asch, 1948). Kami
mengetahui arah mana yang menuju ke atas melalui informasi dasar yang kami terima
dari lingkungan visual di sekitar. Sebuah ruangan, misalnya, diisi dengan banyak vertical
yang terhubung dengan sisi atas yang sebenarnya. Sebagai tambahan, kami membuat
referensi sensasi dari dalam tubuh, karena tubuh secara terus menerus menyesuaikan diri
dengan tarikan gravitasi ke bawah saat mempertahankan posisi tegak lurus dan berusaha
menyeimbangkannya. Sebenarnya standar yang diturunkan dari ranah visual dan standar
yang diturunkan dari tubuh bertemu dalam sebuah jalur, saling melemkapi satu sama lain
untuk memberikan arah lokasi yang akurat sisi atas sebenarnya. Pada eksperimen awal
kami membuang dunia visual yang kompleks tempat kita hidup dan digantikan dengan
kerangka kerja visual yang dapat dimanipulasi. Pada saat yang kami kami memisahkan
Gambar 1 menunjukkan satu dari beberapa situasi yang kami kembangkan, sesuai dengan
strategi tersebut. Dalam situasi ini, kerangka kerja visual pengganti adalah sebuah
kerangka persegi bercahaya yang diberikan pada subyek pada ruangan gelap gulita.
Kerangka ini dapat berputar sesuai arah atau berlawanan jarum jam. Sebuah batang
bercahaya berputar pada poros yang sama, juga dapat diputar sesuai arah atau berlawanan
jarum jam namun tidak bergantung pada kerangka tersebut. Kerangka dan batang yang
berputar adalah satu-satunya benda yang terlihat oleh subyek di ruang gelap (meski lebih
banyak benda terlihat pada Gambar 1 karena kebutuhan cahaya untuk mengambil
gambar). Tugas subyek adalah untuk mengatur letak batang pada posisi yang
dianggapnya sisi atas, sedangkan kerangka di sekitarnya tetap ada di posisi semula.
Hal yang penting dalam permasalahan ini adalah penemuan awal perbedaan individual
pada beberapa orang dari bagaimana mereka menjalankan tugas ini. Pada beberapa orang,
agar batang dapat tegak berdiri di sisi atas, mereka membuat batang tersebut sejajar
miring 30 derajat ke kana, misalnya, mereka juga memiringkan batas tersebut ke arah
yang sama, kemudian mengatakan bahwa batang tersebut telah berada dalam posisi tegak
lurus ke atas. Pada sisi yang berlawanan terdapat orang-orang yang meletakkan batang
tersebut lebih dekat atau lebih jauh dari sisi atas, membuatnya lebih lurus tanpa
mempedulikan posisi kerangka. Mereka menganggap batang tersebut sebagai entitas yang
berlainan dari kerangkan visual yang ada, serta menemukan sisi atas dari batang tersebut
dalam persepsi sisi atas terlihat pada Gambar 2. Disini terlihat bahwa persepsi obyek
adalah tubuh, bukan obyek eksternal seperti batang, dan masalahnya adalah bagaimana
orang tersebut menemukan posisi tubuh di dalam ruangan. Subyek didudukkan pada kursi
yang dapat diputar searah atau berlawanan arah jarum jam. Kursi tersebut diletakkan
dalam ruang kecil yang juga dapat diputar, baik searah atau berlawanan dengan arah
jarum jam secara mandiri, terlepas dari ruang tersebut. Setelah subyek duduk, kursi dan
ruangan diputar. Subyek kemudian diminta untuk menempatkan kursi dalam posisi yang
dianggapnya adalah tegak lurus. Dari sini tidak sulit untuk melihat situasi penyesuaian
tubuh dan kerangka-dan-batang yang secara structural adalah sama. Pada masing-masing
ruangan—dan pertanyaannya adalah sampai tahap apa persepsi item ditentukan oleh
Perbedaan performa individual dalam situasi penyesuaian tubuh sangat mirip dengan
menganggap tubuh mereka tegak lurus ketika mereka sejajar dengan ruang sekitar yang
dimiringkan. Mungkin terdengar luar biasa saat seseorang dapat miring sebanyak 35
derajat, dan jika dalam posisi tersebut ia sejajar dengan ruangan dan miring kea rah yang
sama, ia akan melaporkan bahwa posisi tubuhnya lurus semurna, dan bahwa “seperti
inilah posisiku duduk saat makan malam,” atau “seperti inilah posisiku duduk di kelas”.
Di sisi lain, kami menemukan seseorang yang menyesuaikan tubuhnya mendekati atau
justru menjauhi posisi tegak lurus, terlepas dari posisi ruangan di sekelilingnya. Mereka
nampaknya mampu mempersepsikan tubuhnya sebagai sebuah entitas yang terlepas dari
ranah di sekelilingnya. Inilah penjelasan mengenai pengelompokan manusia ke dalam
Disini kami dapat menambahkan bahwa setiap orang sangat akurat ketika tugas yang
sama untuk meluruskan tubuh diberikan dengan mata tertutup. Perbedaan individual yang
kami temukan adalah konsekuensi dari konflik yang diciptakan oleh standar
ketegaklurusan yang diturunkan dari ranah di sekeliling dan standar yang diturunkan dari
dalam tubuh.
Gambar 3. Meski tidak melibatkan percepsi tegak lurus atau badan, metode ini
dalam struktur perseptual yang esensial. Dalam situasi figur-tertanam ini, subyek
dihadapkan pada figur sederhana di sisi kiri yang kemudian dihilangkan. Secara
bergantian ia akan dihadapkan dengan figur kompleks di sisi kanan dengan arahan untuk
Tujuan penciptaan figur kompleks adalah untuk “menghabiskan” garis-garis pada figure
sederhana dalam berbagai sub bagian figur kompleks tersebut, sehingga secara perseptual
figur yang lebih sederhana tidak nampak lagi. Penjelasan yang demikian telah
memperjelas kesamaan pada situasi orientasi dua ruang. Pada tahap ini subyek juga
kompleks yang terorganisir. Dan sekali lagi, pengamatan difokuskan pada tahap mana
kerangka kerja visual di sekitar mendominasi persepsi item yang ada di dalamnya.
Perbedaan performa individual ditandai dan sangat mirip dengan apa yang dijelaskan
pada dua tahap sebelumnya. Pada orang-orang yang cenderung mencari figur yang
sederhana dapat menemukannya dalam waktu singkat di antara figur yang kompleks,
sedangkan orang-orang di sisi yang lain tidak dapat mengidentifikasi figur sederhana
Pada ketiga situasi tersebut, kami menemukan indicator kuantitatif pada tahap dimana
ranah sekeliling yang terorrganisir telah mempengaruhi persepi seseorang terhadap item
yang ada di dalamnya. Pada dua situasi awal, skor subyek ditentutkan oleh kemiringan
batang atau tubuh dalam derajat, sementara item pada situasi ketiga dileporkan lurus.
Pada situasi figur-tertanam ini, skor diambil dari waktu yang dibutuhkan untuk
Pentingnya hal ini untuk isu gaya kognitif adalah bukti konsistensi-diri dalam performa
lintas tugas. Jika orang yang sama diuji dalam situasi yang telah kami amati, dietmukan
bahwa seseorang yang memiringkan batang menjauhi kerangka yang miring untuk
membuatnya lurus adalah orang yang cenderung memiringkan tubuhnya menjauhi ruang
yang miring dengan anggapan tubuhnya tegak lurus, dan ia juga seseorang yang
memerlukan waktu lama untuk menemukan figur sederhana dalam figur yang kompleks.
Konsistensi-diri semacam ini telah ditemukan pada tahap lintas tugas yang meliputi
modalitas akal yang tidak termasuk dalam tiga tugas yang telah kami amati—termasuk,
misalnya, tugas figur-tertanam auditorial. Pada tugas tersebut, sebuah nada sederhana
harus ditemukan di antara melodi yang kompleks, menyusun kontur yang meningkat,
harus diidentifikasi dalam figur yang kompleks, mirip dengan penyusunan kontur yang
meningkat. (Axelrod & Cohen, 1961; White, 1954; Witkin, Birnbaum, Lomonaco, Lehr,
Pada tahun 1980-an dan 1990-an, AKN dikembangkan di Australia oleh Clements (1980,
1982, 1984) bekerja sama dengan Ellerton (misalnya Celemnts dan Ellerton, 1992, 1993,
1995; Ellerton dan Clements 1991, 1996, 1997) juga penelitian lainnya (misalnya, Casey,
1978; Clarkson, 1980; Watson, 1980; Tuck, 1983; Faulkner, 1992). AKN juga menyebar
luas di seluruh wilayah Asia Pasifik seperti Brunei (Mohidin, 1991); India (Kaushil,
Sajjin Singh & Clements, 1985); Malaysia (Marinas & Clements, 1990; Clements &
Ellerton, 1992; Sulaiman & Remorin, 1993); Papua Nugini (Clements, 1982; Clarkson,
1983, 1991); Singapura (Kaur, 1995); Filipina (Jiminez, 1992); dan Thailand (Singhatat,
Momentum awal ini ditolak di New South Wales dan AKN hamper menghilang menyusul
inkulsi pada program Counting On tahun 2007 yang sangat kebetulan. Clements
program belajar professional nasional untuk guru dengan judul Matematika Aktif di
dalam Kelas (Active Mathematics In Classrooms, AMIC; White & Clements. 2005).
Program ini menarget perhitungan angka dan memiliki Sembilan aspek spesifik, salah
satunya adalah AKN. Enam aspek dari AMIC dilaporkan dalam jurnal sekolah utama
New South Wales, Square One untuk Asosiasi Guru Matematika New South Wales.
Sebuah artikel tentang penggunaan AKN dipilih dan ditambahkan ke dalam sesi pada
para guru dalam laman NSWDET pada 2006 (White, 2005). Artikel ini menciptakan
ketertarikan baru dari para guru terhadap AKN dan kemudian ditambahkan pada program
matematika yang tertulis, maka orang tersebut harus melewati serangkaian masalah yang
Ketrampilan proses, dan 5 Menyandi (lihat Tabel 1 untuk perintah wawancara). Selama
proses tersebut, selalu ada kemungkinan untuk membuat kesalahan yang ceroboh dan ada
pula yang memberikan jawaban salah karena mereka tidak menjawab sesuai dengan
bahwa anak-anak mengalami kesulitan lebih jauh pada struktur semantic, kosa kata, dan
terjadi pada tahap Komprehensi dan Transformasi sangatlah besar (Marinas &
sebagian besar penelitian melaporkan bawah sekitar 70 persen kesalahan dibuat oleh
siswa Kelas 7 pada pertanyaan umum matematika ada pada tahap Komprehensi atau
terhitung kurang dari 5 persen dari seluruh kesalahan awal. Jumlah yang sama juga
berlaku pada kesalahan dalam Ketrampilan proses, sebagian besar terkait dengan operasi
numeric standar (Ellerton & Calrkson, 1996). Penelitian Newman secara konsisten juga
menyoroti banyak program remedial matematika yang tidak sesuai di sekolah, dimana
revisi alogaritma terlalu ditekankan tanpa memberikan perhatian pada kesulitan yang
Terdapat dua macam prosedur dan adaptasi yang memodifikasi prosedur wawancara yang
1. Mohon bacakan pertanyaan kepada saya. Jika Anda tidak mengerti satu kata pun,
tinggalkan saja.
2. Katakana kepada saya apa yang pertanyaan tersebut meminta Anda melakukan
apa.
3. Katakn kepada saya bagaimana Anda akan mencari jawabannya.
4. Tunjukkan kepada saya apa yang harus dilakaukan untuk mendapatkan jawaban.
“Berbicara keras” seperti yang Anda lakukan, sehingga saya dapat mengerti apa
Adaptasi pertama oleh Casey (1978) dalam sebuah penelitian terhadap keselahan yang
pewawancara untuk membantuk kesalahan yang dibuat siswa tersebut. Jika seseorang
menjelaskan makna pertanyaan tersebut. Proses ini akan terus berlanjut hingga siswa
mampu menjawab pertanyaan. Dengan demikian dalam penelitian yang dilakukan oleh
Casey, seseorang dapat melakukan beberapa kesalahan dalam satu pertanyaan sehingga
metode Casey dianggap menarik oleh para guru yang terfokus pada performa para siswa
di tahap Proses.
Adaptasi kedua yang dilakukan oleh Ellerton dan Clements (1997) yang menggunakan
bentuk modifikasi dari metode wawancara Newman untuk menganalisa tanggapan siswa
dari Kelas 5 hingga Kelas 8 terhadap 46 set pertanyaan. Semua jawaban dianalisa, terlepas
dari itu benar atau salah. Jawaban yang benar setelah analisis tidak dianggap memadai
hubungan, atau dihubungkan dengan kategori kesalahan Newman yang diuji melalui
Terfokus pada menghubungkan jawaban yang benar yang setara dengan pemahaman dan
telah diteliti dalam konteks yang lain. sebagai contoh, Ellerton dan Olson (2005)
melakukan studi pada 83 siswa Kelas 7 dan Kelas 8 di Amerika dalam sebuah tes yan
terdiri atas item yang diambil dari Illinois Standards Achievement Tests. Penemuan
mereka memperkuat fakta bahwa skor yang diperoleh siswa dalam tes tersebut tidak
menunjukkan tingkat pemahaman mereka atas sebuah konsep matematika dan hubungan.
yang memberikan jawaban benar dengan sedikit atau tidak adanya pemahaman, dengan
siswa yang memberikan jawaban salah namun memiliki sedikit pemahaman. Peneliti
meragukan adanya penggunakan program uji skala besar sebagai alat untuk membuat
AKN menawarkan salah satu strategi termudah yang dapat digunakan dan dipalikasikan,
serta telah membuktikan popularitasnya di antara guru di New South Wales karena fitur
diagnostiknya yang mudah. AKN berbeda dengan pendekatan teoretis lain yang
ditawarkan kepada para guru. Hal yang mengejutkan adalah bagaimana AKN telah
digunakan oleh para guru sebagai strategi pemecahan masalah untuk para siswa dan
sebagai strategi pedagogis di dalam kelas. Pada bagian berikutnya, data yang didapatkan
dari laporan evaluasi tahun 2008 (White, 2009) akan mengamatai hasil belajar siswa dan
Witkins dan kawan kawan (1971) telah mengembangkan berbagai macam tes tulis untuk
menginvestigasi pelajar tipe FI dan FD. GEFT adalah versi yang paling umum digunakan
dalam penelitian Pemerolehan Bahasa Kedua. Menurut Skehan (1998), para subyek diberi
sebuah buklet dengan figure visual sederhana yang ditanamkan di dalamnya dan menjadi
figure visual yang kompleks secara progresif. Para subyek diharapkan untuk menemukan
bentuk atau figure sederhana yang tersembunyi di dalam figure yang lebih kompleks
dalam jangka waktu yang diberikan (12 menit). Mereka yang bergantung pada sinyak
eksternal akan kesulitan dalam menemukan figure tersebut, sehingga disebut FD.
Sementara mereka yang bergantung pada sinyal internal dapat menemukan figur dengan
lebih baik, disebut FI. Terdapat 18 figur kompleks di dalam GEFT, di mana masing-
masing memiliki figure sederhana sendiri. Berdasarkan jumlah jawaban benar yang
diberikan oleh para siswa, skor GEFT diukur mulai angka 0 (FD terbesar) hingga 18 (FI
terbesar). Terlepas dari halaman awal buklet yang berisi arahan tegas dengan beberapa
contoh untuk mengilustrasikan prosedur pada subyek, tes ini terdiri ada tiga tahap: tahap
pertama bertujuan untuk membuat siswa familiar dengan tes tersebut, dan dua bagian
lainnya adalah bagian utama GEFT. Bagian pertama yang memiliki batas waktu 2 menit
meliputi 7 pertanyaan mudah untuk latihan, dan hasil dari tahap ini tidak masuk dalam
penilaian. Tugas yang sebenarnya dimulai pada tes tahap kedua dan tahap ketiga, dimana
peserta harus memulai pemecahan masalah pada tiap 9 set item dengan batas waktu
masing-masing 5 menit. Peserta dengan score diatas 12 dari total 18 disebut FI sementara