You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk
melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu
yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan
hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-
baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian
adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah
satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam
perekonomian Islam.
Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah
profit and loss sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang
direkomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba. Dalam makalah
ini penulis berusaha mendiskripsikan mudharabah dan musyarakah serta
implementasinya dalam perbankan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pembiayaan mudharabah dan musyarakah?
2. Apa saja jenis-jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah?
3. Bagaimana skema pembiayaan mudharabah dan musyarakah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mudharabah dan musyarakah.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan mudharabah dan
musyarakah.
3. Untuk mengetahui skema pembiayaan mudharabah dan musyarakah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata
dharaba ‫ب‬ َ ‫ ض ََر‬yang bermakna memukul, bergerak, pergi, mewajibkan,
mengambil bagian, berpartisipasi.1 Dalam kaitannya dengan pengertian
mudharabah maka yang lebih cocok adalah mengambil bagian dan
berpartisipasi. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Jadi,
kontrak ini disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya
membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan
perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi.
Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain:
a. Menurut Sayyid Sabiq
Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu pihak
mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. 2

b. Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut


Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lain menjadi pengelola dan keuntungan usaha secara dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
si pengelola. 3
c. Adiwarman A. Karim
Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak
dengan kerja dari pihak lain, dimana satu pihak berperan sebagai pemilik
modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak
kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan
untung. 4
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah
akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-
mal) dengan pengelola usaha (mudharib) dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang dibagi berdasarkan kesepakatan yang
tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan mengalami

1 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 2003), cet. VIII, hlm. 1205-1206
2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), penerjemah: Nor
Hasanuddin, hlm. 218
3 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), hlm. 95
4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo,
2007), hlm. 204-205.

2
kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha.
Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah juga telah diatur
melalui fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan
mudharabah (Qiradh).
Berdasarkan fatwa tersebut perlu dikemukakan hal-hal yang menjadi
rukun dan syarat dari pembiayaan mudharabah, yaitu :
1) Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus
cakap hukum.
2) Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)
dengan memerhatikan :
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan
tujuan kontrak (akad).
b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak dan
akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3) Modal adalah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh
penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat :
a) Modal harus diketahui jumlah dan jenismya.
b) Modal dapat berbentuk uang dan atau barang yang dinilai (jika
modal diberikan dalam bentuk aset tersebut harus dinilai pada
waktunya akad).
c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan
kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai
dengan kesepakatan dalam akad.
4) Keuntungan mudharib adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal. Pembagian keuntungan antara shahibul maal
dengan mudharib juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a) Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak dan harus
diketahui serta dinyatakan pada waktu kontrak disepakati
dalam bentuk persentase/ nisbah (perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepaktan.
c) Penyedia dana nanggung semua kerugian atas usaha yang
dikelola oleh mudharib, dan pengelola tidak boleh menanggung
kerugian apa pun. Kecuali terhadap kerugian yang diakibatkan
oleh kesalahan berupa kesenghajaan, kelalaian atau
pelanggaran kesepakatan.
5) Kegiatan usaha boleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
modal yang disediakan oleh penyedia dana juga harus
memerhatian:
a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, penyedia dana
tidak berhak melakukan intervensi. Akan tetapi, ia mempunyai
hak untuk melakukan pengawasan (monitoring) atas usaha
yang dilakukan oleh nasabah (mudharib)

3
b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikan rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharib, yaitu keuntungan.
c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus
mematuhi kebijaksanaan yang berlaku dalam aktivitas itu.5
2. Landasan Syariah Mudharabah
Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma'
(kesepakatan) ulama. Di dalam Al-Qur'an maupun hadis banyak dijumpai
ayat maupun hadis yang menganjurkan manusia untuk menjalankan usaha.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan
anjuran untuk melakukan usaha.
   …
 …     

Artinya:
"…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah…." (Q.S. al-Muzammil: 20)
    
  

Artinya:
"tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu…" (Q.S. al-Baqarah : 198)

Hadits Nabi:
Artinya:
"Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-
Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni
lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan
tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau
membolehkannya." (H.R. Thabrani)

3. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama
antara pemodal (shahib al-mal) dan pengusaha (mudharib) yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal
memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam
mengelola modal dan usahanya.

5 Khotibul umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah, (Jakarta:Rajawali Pers, 2017),
hlm.133-135

4
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana
pengelola usaha (mudharib) dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau
tempat usaha. 6
4. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan
pada:
a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa;
b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau
ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja
perdagangan dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah,
dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank).
Esensi dari kontrak mudharabah adalah kerjasama untuk mencapai profit
(keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal,
dimana keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga
menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung resiko
kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib
menanggung resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan
usaha yang telah dijalankannya.

5. Skema pembiayaan mudharabah

B. Musyarakah

6 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm 97

5
1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang
diambil dari kata syaraka َ‫ش ََرك‬yang bermakna bersekutu, meyetujui.
Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. 7
Lewis dan Algaoud juga memberikan definisi musyarakah sebagai
sebuah bentuk kemitraan dimana dua orang atau lebih menggabungkan
modal atau kerja mereka untuk merbagi keuntungan, menikmati hak-hak
dan tanggung jawab yang sama.
Musyarakah telah diatur dalam ketentuan fatwa DSN No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Adapun ketentuan pembiayaan
musyarakah sebagai berikut:
1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak / akad
dengan sebagai berikut:
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad)
b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui koresponden atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern seperti melalui media
telepon atau internet.
2) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap secara hukum dengan
memerhatikan hal-hal berikut:
a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c) Setiap mitra harus meimiliki hak untuk mengatur aset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan
memerhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disenghaja.
e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingan sendiri.
3) Objek akad (modal,kerja,keuntungan dan kerugian)
a) Modal
 Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak,
atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset
perdagangan, seperti barang-barang properti dan sebagainya.

7 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm. 90

6
Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan
tunai dan disepakati oleh para mitra.
 Para pihak tidak boleh meminjamkan, menyumbangkan,
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali
atas dasar kesepakatan.
 Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan
suatu LKS dapat meminta jaminan.
b) Kerja
 Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsri kerja
bukanlah merupakan syarat seorang mitra boleh melaksanakan
kerja lebih banyak dari yang lainnya dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
 Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing
dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c) Keuntungan
 Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindari perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
 Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional
atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang
ditemukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
 Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu
diberikan kepadanya.
 Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas
dalam akad.
 Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal.
 Biaya opersional. Biaya opersional dari musyarakah
ditanggung secara bersama sesuai dengan kesepakatan.8

2. Landasan Hukum Syariah Musyarakah


Dasar hukum dari Musyarakah ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Shaad
ayat 24:
   
    
  

   

Artinya:

8 Khotibul umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah, (Jakarta:Rajawali Pers, 2017),
hlm.136-139

7
“… Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini". (Q.S. Shad: 24)
Hadits Nabi:
Artinya:
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya Allah
berfirman 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah
satunya tidak mengkhianati lainnya.'" (H.R. Abu Dawud)
Ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang
eksistensi perkongsian serta membolehkannya selama salah satu pihak
yang bersekutu tetap memegang teguh kesepakatan yang telah dibuat dan
tidak berkhianat.

3. Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu: syirkah al-milk dan syirkah uqud
(kontrak). Syirkah al-milk terjadi karena warisan, wasiat, dan kondisi
lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau
lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi
dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan asset tersebut.
Syirkah uqud tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal
musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah uqud terbagi menjadi: al-'inan, al-mufawwadhah, al- a'mal
dan al-wujuh. Para ulama berbeda berbeda pendapat tentang al-
mudharabah, apakah ia termasuk jenis musyarakah atau bukan. Beberapa
ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori musyarakah karena
memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun
ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai
musyarakah.
Syirkah al-'inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih,
dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan
kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi
masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak
harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua
orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap pihak
membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah
inisyarat utamanya adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung
jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
Syirkah al-a'mal atau syirkah abdan adalah kontrak kerja sama dua
orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
keuntungan dari pekerjaan itu.
Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, dimana mereka

8
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang
tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra.
Jenis syirkah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut dengan
musyarakah piutang.

4. Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah


Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada
pembiayaan-pembiayaan seperti:
a. Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek
dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan
investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam
skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu
tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan
mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan)
antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati
bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan musyarakah
berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut :
Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana
yang dibutuhkan mudharib, dan dalam manajemen shahib al-mal tidak
diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak
pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil
diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai
dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah, kedua belah pihak ikut andil
dalam pemodalan (equity participation) dan masing-masing pihak dapat
turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh
sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan
frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha
merugi, maka kedua pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut
karena musyarakah menganut azas PLS.
Dari pemaparan di atas, baik mengenai mudharabah maupun
musyarakah bahwasanya perbedaan bank syariah dengan bank
konvensional dapat dilihat pada hubungan antara bank dengan
nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya bukan
hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan
antara penyandang dana (shahib al-mal) dengan pengelola dana
(mudharib). Sedangkan pada bank konvensional, para pemilik dana
tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang
dijanjikan. Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-

9
pihakyang memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar
tingkat bunga tertentu.

5. Skema pembiayaan Musyarakah

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian tentang mudharabah dan musyarakah
serta implementasinya dalam perbankan syariah di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda
dengan mudharabah karena keduanya merupakan sistem perkongsian
(kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha
tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang
disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Dan kedua jenis
perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan kerugian.
Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa
hal: pertama, dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh
dana yang dibutuhkan mudharib, sedang dalam musyarakah kedua belah
pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation); kedua, dalam
manajemen mudharabah, shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan
intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk
mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang dalam musyarakah
masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen; ketiga, dalam
mudharabah bagi hasil (porsi nisbah) ditentukan pada awalakad yang
diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai
dijalankan, sedang dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang
diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan
dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam
mudharabah kerugian ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian
tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian dari pihak mudharib, sedang
dalam musyarakah kedua pihak sama-sama menanggung kerugian
tersebut.

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang turut andil dalam penulisan makalah ini,
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Dan tak lupa kami menyadari
bahwa dari penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, dari itu saran
dan kritik yang membangun selali kami tunggu dan perhatikan.

11

You might also like