You are on page 1of 22

REFERAT

HERPES ZOSTER OTICUS

Penyusun :

Eva Liyanti

030.14.057

Pembimbing :

dr. Arief, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

PERIODE 15 JANUARI – 15 FEBRUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Eva Liyanti

NIM : 030.14.057

Universitas : Universitas Trisakti

Fakultas : Fakultas Kedokteran

Program Studi : Program Studi Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit THT

Periode : 15 januari – 15 februari

Judul : Herpes Zoster Oticus

Pembimbing : dr. Arief, Sp.THT

TELAH DIPERIKSA dan DISETUJUI TANGGAL:

Bagian Ilmu Penyakit THT

RSAL Dr. Mintohardjo

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 11 Februari

Pembimbing,

dr. Arief, Sp.THT

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Herpes Zoster
Oticus”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini, terutama
kepada dr. Arief, Sp.THT selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan
bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagi saran dan masukan
untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam bidang kedokteran, khususnya untuk
bidang ilmu penyakit THT.

Jakarta, 11 Februari 2019

Eva Liyanti

030.14.057

2
DAFTAR ISI

HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................1
KATA PENGANTAR ................................................................................................2
DAFTAR ISI ...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................6
2.1 Anatomitelinga..................................................................................................6
2.2 Herpes Zoster Oticus .......................................................................................8
2.3 Epidemiologi ………........................................................................................9
2.4 Etiologi …….....................................................................................................9
2.5 Patofisiologi ……….....................................................................................10
2.6 Gejala Klinis ……….....................................................................................11
2.7 Diagnosis .................................................................................................13
2.8 Penatalaksanaan …….....................................................................................15
2.9 Paralisis fasialis pada Herpes Zoster Otikus ...................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes zoster otikus dikenal sebagai sindrom Ramsay Hunt adalah
komplikasi herpes zoster yang jarang terjadi di mana reaktivasi infeksi virus varicella
zoster laten dalam geniculate ganglion menyebabkan otalgia, vesikula auricular, dan
kelumpuhan wajah perifer. Herpes zoster oticus atau sindrom Ramsay Hunt adalah
penyakit yang mempengaruhi saraf kranial 7 dan 8. Kelumpuhan wajah perifer akut
ditandai dengan disfungsi vestibulocochlear dan ruam herpes di sekitar pinna telinga
dan saluran telinga bagian luar.
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3 – 5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di
bawah 20 tahun.3,4 Ramsay Hunt Syndrome adalah penyebab 2-10% dari seluruh
kasus paralisis fasialis yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan ± 5% pada anak-
anak. Insidens laki-laki dan wanita adalah sama. Insiden Ramsay Hunt syndrome ± 5
kasus/100.000 populasi. Kedua terbanyak penyebab paralisis fasial atraumatik
dibandingkan dengan Bell’s palsy, Ramsay Hunt Syndrome onset paralisisnya lebih
berat dan prognosisnya jelek. Pada beberapa studi kasus, hanya 10-22% individu
dengan paralisis fasialis yang signifikan dapat sembuh sempurna. Penelitian Mayo
menemukan insiden Ramsay Hunt Syndrome 130 kasus / 100.000 populasi. Penyakit
ini meningkat secara signifikan pada usia lebih dari 60 tahun, 10% dari populasi ini
berisiko menurunnya sistem imun yang meliputi karsinoma, trauma, radioterapi atau
kemoterapi.2,3,4

4
Herpes zoster virus selain dapat menginfeksi secara langsung, juga dapat
timbul oleh karena reaktivasi dari infeksi endogen yang sebelumnya merupakan
infeksi laten virus varicella. Virus ini secara laten bersarang pada akar ganglion saraf
sensoris selama bertahun-tahun pada pasien yang menderita chicken pox stadium
awal.1,2,3 Individu-individu dengan sistem imun yang rendah seperti penderita kanker
yang menjalani radioterapi atau kemoterapi, penderita HIV mempunyai risiko yang
lebih besar terhadap reaktivasi infeksi laten virus varicella zoster. Stress fisik dan
emosional juga merupakan faktor presipitasi terjadinya Ramsay Hunt Syndrome.4,5
Pengobatan herpes zoster otikus secara keseluruhan sama dengan terapi
herpes zoster karena pada dasarnya herpes zoster menimbulkan manifestasi herpes
zoster otikus. Komplikasi herpes zoster otikus yang sering ditemukan adalah
neuralgia pasca herpatik dan infeksi sekunder.1,2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga


Telinga adalah bagian panca indra untuk pendengaran dan keseimbangan,
terletak di sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu
telinga luar (auris eksterna), telinga tengah (auris media), dan telinga dalam (auris
interna).
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga (meatus
akustikus eksternus) sampai membran timpani. Aurikula atau pinna adalah cuping
telinga yaitu bagian menonjol dan membentuk daun telinga yang terdiri dari heliks,
antiheliks, tragus, konka aurikularis dan lobulus. Kerangka aurikula terdiri dari
tulang rawan elastik kecuali pada lobulus yang hanya terdiri dari jaringan ikat dan
lemak. Meatus akustikus eksternus adalah liang telinga yang bermula dari konka
aurikularis sampai membran timpani. Panjangnya pada orang dewasa berkisar antara
25 mm. Meatus akustikus eksternus dibagi 2 yaitu:
1. Pars kartilageneus: terletak 1/3 lateral yang kerangkanya terdiri atas tulang rawan
elastik sehingga dapat digerakkan, arah sumbunya medial kranio dorsal. Kulit yang
melapisinya ditumbuhi rambut dan mengandung glandula serumenosa.
2. Pars osseus: terletak 2/3 medial terdiri dari tulang keras dengan arah sumbu medio
ventral kaudal. Kulit yang melapisinya tidak mengandung jaringan lemak, folikel
rambut dan kelenjar.6,7

6
1.1.1. Gambar Anatomi Telinga8
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani, batas
depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis). Membran
timpani berukuran kurang lebih 3-6 mm, mempunyai posisi miring menghadap ke
bawah. Bentuknya tidak rata, tetapi menyerupai kerucut dengan diameter sekitar 10
mm. Membran ini terdiri dari bagian keras di bawah (pars tensa) yang merupakan
bagian terbesar dan bagian lunak (pars flaccida) di bagian atas. Bagian tengahnya
dinamakan umbo, merupakan kedudukan tulang pendengaran (os maleus). Dari
umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu jam 7 untuk
membran timpani kiri dan jam 5 untuk membran timpani kanan. Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu
maleus, incus dan stapes.8,9
Ke arah depan, rongga ini mempunyai saluran yang berhubungan dengan
nasofaring, yaitu melalui tuba auditiva atau tuba eustachius. Saluran ini diperlukan
untuk menyesuaikan tekanan di dalam ruangan dengan tekanan udara luar.
Penyesuaian tekanan dilakukan melalui gerakan menelan ludah jika seseorang
merasa telinganya tidak nyaman.8
Dinding dalam telinga tengah berbatasan dengan tulang pembatas telinga
dalam. Pada tulang ini terlihat penonjolan akibat keberadaan kanalis semisirkularis
(penerima rangsang keseimbangan). Selain itu, juga terdapat tempat lekat tulang
pendengaran, yaitu os stapes, di bawahnya terdapat foramen rotundum, yang
menutup membran mukosa yang penting untuk memelihara keseimbangan tekanan di
ruang telinga dalam.8
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Bentuk
telinga dalam sedemikian kompleks sehingga disebut labirin. Tulang dan membran
labirin memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibular (skala

7
vestibuli) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklear (skala
timpani) merupakan organ pendengaran.8
Telinga di inervasi oleh beberapa saraf, yaitu n.VII, n.VIII, dan n. X. Saraf
fasialis (n.VII) mempunyai dua subdivisi, subdivisi pertama merupakan saraf fasialis
yang mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, dan subdivisi kedua adalah saraf
intermediate.8,9
2.2. Herpes Zoster Otikus
Herpes zoster otikus adalah infeksi pada telinga bagian dalam, tengah, dan
luar oleh virus herpes zoster. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi
klinis herpes zoster, biasanya sudah terjadi infeksi virus yang lama pada penderita
sehingga sampai terjadi infeksi pada saraf kranial. Disebut juga geniculate neuralgia
atau otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunt’s
syndrome, disease atau neuralgia. Herpes zoster otikus ditandai dengan otalgia pada
daerah telinga. Ketika berhubungan dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini
disebut sindrom Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1907 oleh James Ramsay Hunt pada pasien yang mengalami otalgia dan
ruam kulit, yang dianggap berasal dari infeksi virus varicella zoster (VZV).4-7

(a) (b)
2.2.1. (a) Gambaran vesikel pada aurikula sinistra pada herpes zoster otikus;
(b) Gambaran krusta pada auris destra pada herpes zoster otikus, tampak seperti
gambaran madu10,11

8
(a) (b)
2.2.2. (a) Gambaran krusta dan erosi yang telah mengering pada auris destra
pada herpes zoster otikus; (b) Tampak gambaran krusta kehitaman dengan
discharge yang keluar dari MAE11

2.3. Epidemiologi
Ramsay Hunt syndrome adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus parese
fasialis yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan ± 5% pada anak-anak. Insidens
laki-laki dan wanita adalah sama. Insiden Ramsay Hunt syndrome ± 5 kasus/100.000
populasi. Penyakit ini merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab paralisis fasial
atraumatik dibandingkan dengan Bell’s palsy, Ramsay Hunt syndrome onset
paralisisnya lebih berat dan prognosisnya jelek. Penelitian Mayo menemukan insiden
Ramsay Hunt syndrome 130 kasus / 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara
signifikan pada usia lebih dari 60 tahun, 10% dari populasi ini berisiko karena
menurunnya sistem imun yang meliputi karsinoma, trauma, radioterapi atau
kemoterapi. Di RSUP H. Adam Malik Medan, sejak tahun 2008 – oktober 2010
terdapat 15 pasien herpes zoster otikus yaitu 7 wanita dan 8 laki-laki dengan usia
rata-rata di atas 40 tahun. Sindrom Ramsay Hunt didiagnosis pada 16,7% anak-anak
dan 18,1% orang dewasa dengan kelumpuhan wajah [9]. Insiden sindrom Ramsay
Hunt meningkat secara signifikan pada anak-anak berusia lebih dari 6 tahun (24,3%),
dibandingkan dengan anak-anak berusia lebih muda dari 6 tahun (10,5%)3,4

2.4. Etiologi

Virus varicella zoster adalah anggota dari famili herpes viridae yang
berukuran 140-200 mikron, mempunyai struktur yang khas seperti nukleokapsid
yang dikelilingi oleh lemak. Golongan virus ini mempunyai struktur yang sama
dengan DNA virus. Berdasarkan sifat biologinya seperti siklus replikasi, penjamu,
sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan ke dalam 3 subfamilia
yaitu alfa, beta, dan gamma. Virus varicella zoster dalam subfamilia alfa mempunyai

9
sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi
vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes zoster alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion. Virus yang
laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in
vitro herpes zoster alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi
meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.7,8

Adapun yang menjadi faktor risiko herpes zoster adalah :5


1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia lanjut, disebabkan
oleh daya tahan tubuh melemah. Semakin tua usia penderita herpes, semakin
tinggi pula risiko terserang.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV
dan leukemia
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi
4. Orang dengan transplantasi organ mayor, seperti transplantasi sumsum tulang.

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi primer terletak pada ganglion genikulatum nervus fasialis.
Ganglion genikulatum ini mudah terinfeksi oleh virus Varicella zoster. Penyakit ini
disebabkan reaktivasi virus varicella zoster, bertanggung jawab untuk 2 infeksi klinis
utama pada manusia, yaitu varicella (chickenpox) dan herpes zoster. Setelah infeksi
primer (varicella) sembuh, virus varicella zoster menjadi laten tinggal di dalam tubuh
penderita selama bertahun-tahun yaitu di dalam dorsal akar ganglion dari nervus
spinalis atau ekstra ganglia medula dari saraf kranialis. Pada 3-5 dari 1000 individu,
virus varicella zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang
dikenal dengan nama herpes zoster atau reaktivasi virus dihubungkan keadaan cell-
mediated immune yang menurun, yang dapat disebabkan oleh bertambahnya usia,
proses keganasan, perawatan keganasan (kemoterapi atau radioterapi), pemakaian
obat-obat imunosupresan dan infeksi.12,13

10
Setelah reaktivasi, virus bermigrasi dari saraf sensoris ke kulit yang
menyebabkan ruam dermatomal yang disertai nyeri berat. Virus yang berdiam di
dalam ganglion kranialis, saat aktif akan menginfeksi persarafan termasuk saraf
fasialis dan vestibulokoklearis. Akibat infeksi langsung virus varicella zoster pada
nervus vestibulokoklearis, maka timbul gejala berkurangnya pendengaran, tinnitus,
gangguan keseimbangan dan keluhan vertigo, karena secara anatomi, letak nervus
fasialis sangat dekat dengan nervus vestibulokoklearis, virus dengan mudah
menginfeksi nervus fasialis, sehingga tidak jarang herpes zoster otikus disertai
dengan parese wajah akibat infeksi pada nervus fasialis. Setelah terinfeksi
vestibulokoklearis, virus akan terdistribusi sepanjang saraf sensoris yang
menginervasi telinga dan akan menimbulkan timbulnya ruam merah yang kemudian
terbentuk vesikel pada telinga.11,13

2.5.1. Patofisiologi Herpes Zoster13

2.6. Gejala Klinis


Setelah masa inkubasi 4 – 20 hari, muncul gejala prodromal berupa demam,
sakit kepala, malaise, kadang-kadang mual dan muntah. Kemudian diikuti dengan
nyeri yang hebat pada daerah telinga dan mastoid yang biasanya mendahului
timbulnya lesi yang berupa vesikula yang berada diatas kulit yang hiperemis. Virus
yang menetap di ganglion genikulatum akan menyebabkan hiperakusis, gangguan
sekresi kelenjar lakrimalis, fasial paralisis, gangguan sekresi kelenjar liur dan
penurunan rasa pengecapan pada duapertiga depan lidah. Bila lesi terjadi di distal
korda timpani menyebabkan kelumpuhan otot- otot wajah unilateral. Bila lesi lebih

11
proksimal pons sampai ke meatus akustikus internus akan disertai gejala strabismus,
gangguan pendengaran dan keseimbangan.11-14

2.6.1 (A) Gambaran klinis kasus herpes zoster otikus. Wanita 53 tahun mengalami
paralisis wajah sebelah kanan dengan otalgia pada sisi kanan dan nyeri tenggorokan.
Gejala ini muncul pada 3 hari setelah onset gejala dan tampak aktivitas yang minimal
dari motorik fasial dengan bangkitan elektromyografi. Pengobatan meliputi steroid
oral selama 10 hari, dosis diturunkan secara tappering off selama 2 minggu dan
asiklovir diberikan secara intravena selama 1 minggu. (B) Tampak perbaikan
sempurna dari fungsi motor fasial 4 bulan setelah onset. (C) lesi kulit pada meatus
eksternus telinga kanan pada pasien dengan adanya pembentukan krusta.15

Secara klinis Ramsay Hunt syndrome memiliki manifestasi yang bermacam-


macam. Tetapi Hunt membaginya menjadi 4 klasifikasi, yaitu :
a. Penyakit yang menyerang sensori dari saraf kranial VII
b. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII
c. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan gejala
gangguan pendengaran
d. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan gejala
gangguan pendengaran dan sistem vestibuler.4
Terdapat tiga daerah dimana vesikel pada herpes zoster oticus dapat dijumpai
yaitu: deretan kecil pada permukaan kulit posteromedial telinga, mukosa palatum dan
2/3 anterior lidah.3,4

12
2.7. Diagnosis
A. Anamnesis3,4,7
1. Biasanya pasien datang dengan otalgia berat. Keluhan meliputi rasa nyeri,
melepuh atau terbakar di dalam dan sekitar telinga, wajah, mulut, dan atau
lidah.
2. Terdapat lesi vaskuler seperti varisela pada telinga luar
3. Bisa disertai fasial paralisis yang ditandai mulut mencong, tidak bisa
mengangkat alis
4. Vertigo, mual dan muntah
5. Gangguan pendengaran, hyperacusis, tinnitus
6. Mata sakit, lakrimasi
7. Timbulnya nyeri dapat mendahului ruam dengan beberapa jam atau hari, juga
pada pasien dengan Ramsay Hunt syndrome, vesikel dapat muncul sebelum,
selama atau setelah fasial paralisis
8. Riwayat terkena varisela. Pasien yang memberikan riwayat herpes zoster
infeksi virus sebelumnya < 100%.

B. Pemeriksaan Fisik3,4,7
1. Exanthem vesikuler, biasanya dari meatus akustikus eksternus, konkha
dan aurikula.
2. Ruam dapat muncul pada kulit postaurikula, dinding lateral hidung, dan
lidah anterolateral
3. Vertigo dan gangguan pendengaran sensorineural. Kelumpuhan saraf
wajah, seperti bell’s palsy
4. Dysgeusia (perubahan dalam rasa)
5. Ketidakmampuan untuk sepenuhnya menutup mata ipsilateral, yang
dapat menyebabkan mata kering dan iritasi kornea.
Adapun kriteria diagnosis pada sindrom Ramsay Hunt adalah :
1. Kelumpuhan wajah yang terjadi secara akut disertai nyeri pada telinga
2. Terdapat lesi seperti varisela pada telinga luar

13
3. Dapat disertai berkurangnya pendengaran, dysakusis dan vertigo
4. Sering meluas sampai saraf kranial ke V, IX dan X dan cabang dari
saraf kranial yang beranastomosis dengan saraf fasialis
5. Dapat dibedakan dengan bell’s palsy berdasarkan perubahan kulit dan
tingginya kejadian disfungsi cochleosaccular.
C. Pemeriksaan Penunjang7,11
Pada pemeriksaan penunjang penderita dengan Ramsay Hunt
Syndrome sebelum terapi acyclovir dimulai dipertimbangkan pemeriksaan
laboratorium darah yaitu pemeriksaan darah rutin, Blood urea nitrogen
(BUN), kreatinin dan elektrolit. Jika diagnosis Ramsay Hunt Syndrome tidak
dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisis dipertimbangkan
pemeriksaan CT scan kepala untuk mencari etiologi lain dari penyebab fasial
paralisis. Pemeriksaan dengan audiogram menunjukkan ketulian retrocochlear
dan pada tes vestibular menunjukkan nistagmus spontan dan penekanan pada
respon suhu labyrinthine. Pemeriksaan tambahan termasuk serologi dan
pemeriksaan pada cairan serebrospinal menunjukkan adanya peningkatan
sedikit pada jumlah sel-sel dan kadar protein yang disebabkan oleh meningitis
serosa. Pemeriksaan hantaran saraf dilakukan untuk menentukan tingkat
kerusakan dari saraf fasial dan untuk mengetahui potensi untuk
penyembuhan.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menentukan ada tidaknya virus
varicella zoster. Pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
dapat mendeteksi sejumlah virus DNA yang sangat kecil. Teknik ini sekarang
banyak digunakan. Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi virus varisella-zoster
dalam saliva, air mata dan cairan telinga tengah. Tetapi pemeriksaan ini tidak
terlalu bermakna dalam menegakkan diagnosis Ramsay Hunt Syndrome.
Penggunaan neuroimaging dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dengan menggunakan gadolinium diethylene-triamine pentaacetic acid (Gd-
DTPA) kadang-kadang dapat menunjukkan tanda peradangan pada saraf
fasial dan menentukan penyebaran infeksi ke saraf lain atau otak.

14
2.8 Penatalaksanaan1,3-7
- Simptomatis
Istirahat dan meningkatkan daya tahan tubuh. Analgesia yang cukup
adalah penting bagi individu dengan nyeri yang signifikan dari herpes zoster
otikus. Antiemetik/antimual dan vitamin B kompleks juga diperlukan untuk
meringankan gejala.
- Medikamentosa
Sampai saat ini, terapi untuk herpes zoster otikus umumnya analgesik
dan antibiotik untuk infeksi bakteri sekunder, namun agen antiviral jelas
berperan dalam membatasi tingkat keparahan dan lamanya gejala jika
diberikan pada awal perjalanan penyakit. Pemberian acyclovir dalam waktu
sebelum 72 jam post muncul ruam menunjukkan tingkat peningkatan
pemulihan fungsi saraf wajah dan mencegah degenerasi saraf lebih lanjut.
Selain itu, penggunaan antiviral telah menunjukkan penurunan kejadian dan
keparahan neuralgia post herpetik. Pemberian topikal losion berisikan
calamine dapat digunakan pada ruam atau gelembung dan bersifat
mendinginkan, kadang-kadang untuk derajat nyeri parah memerlukan obat
opioid seperti morfin. Pengobatan topikal tergantung pada stadiumnya. Jika
masih stadium vesikel, diberikan bedak yang mengandung asam salisilat 1%
dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosi, diberikan kompres terbuka, kalau terjadi ulserasi,
dapat diberikan salep antibiotik, misalnya salep kloramfenikol.
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
akut, mengurangi vertigo dan membatasi terjadinya neuralgia postherpetik.
Pasien yang diobati dengan acyclovir dan prednison memiliki hasil yang
lebih baik. Dari studi kasus memperlihatkan bahwa secara statistik terjadi
perubahan yang signifikan pada pasien yang diterapi prednisone dan
acyclovir dalam waktu 3 hari. Terjadi penyembuhan sempurna pada 75%
pasien yang diterapi prednisone dan acyclovir dalam 3 hari pertama, hanya
30% pasien yang sembuh sempurna bila terapi baru diberikan setelah 7 hari.
Kombinasi terapi antara acyclovir dengan steroid menunjukkan pemulihan

15
fungsi nervus fasialis lebih baik dan mencegah degenerasi saraf dibanding
hanya dengan steroid atau acyclovir saja. Pemberian acyclovir secara cepat
yaitu dalam waktu kurang dari 3 hari menunjukkan pemulihan fungsi nervus
fasialis meningkat dan mencegah terjadinya degenerasi saraf yang lebih
lanjut.
Untuk pengobatan herpes zoster pada pasien dengan HIV, rejimen
parenteral rawat inap harus disediakan dengan immunosupresi berat,
keterlibatan saraf trigeminal, lesi okuler, atau keterlibatan multidermatomal.
Untuk rawat jalan, direkomendasikan famcyclovir atau valacyclovir selama
7-10 hari. Menggunakan steroid secara rutin tidak disarankan karena efek
samping imunosupresif. Pengobatan pada ibu hamil sama seperti pada pasien
HIV. Antidepresan, antikonvulsan, opioid, dan analgesik topikal kadang-
kadang digunakan dalam pengobatan neuralgia post herpetik.
Terapi medikamentosa untuk fasial paralisis pada Ramsay Hunt
Syndrome bertujuan untuk mengatasi inflamasi dan iskemik pada saraf. Dosis
steroid yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 1 mg/kgBB/hari per oral
dalam dosis terbagi selama 5 hari kemudian diturunkan. Obat antivirus seperti
acyclovir digunakan untuk mencegah replikasi partikel virus. Acyclovir
diberikan 800 mg 5 kali sehari per oral selama 7-10 hari. Pada infeksi berat
diberikan 10-12 mg/kgBB/IV setiap 8 jam selama 7-14 hari. Selain acyclovir,
telah dikembangkan antiviral lainnya, yaitu valacyclovir (3 x 1000 mg) yang
diberikan selama 10-14 hari dan famcyclovir (3 x 500 mg) selama 10 hari.
Pada kasus yang disertai paralisis wajah dapat dilakukan electrotherapi saraf
fasial untuk mencegah atropi.

16
2.10 Paralisis fasialis pada Herpes Zoster Otikus
Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi
dan fungsi saraf. Nervus kranialis VII (fasialis) berasal dari batang otak, berjalan
melalui tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima
cabang utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, Nervus VII juga mengurus
lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, sensasi nyeri, raba,
suhu dan kecap.15

2.12.1 Anatomi nervus fasialis10


Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut
motorik, somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering
mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-
kelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku.6,7 Saraf fasialis
mempunyai 2 subdivisi , yaitu:
1.Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2.Saraf intermedius (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis
yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis7,8
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke
korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus
traktus solitarius.7

17
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf
fasialis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua
yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan
berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke
ganglion submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.7
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di
lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.7
Bermula dari nucleus motorik VII di medulla oblongata serabut-serabut
motorik langsung membuat lengkungan mengitari nucleus motorik VI. Karena masih
di dalam medulla oblongata maka lengkungan ini dinamai “internal genu”.
Kemudian keluar dari medulla oblongata di bawah pons bersama-sama dengan
N.Intermedius. Nervus gabungan ini disebut N.Intermediofacialis; langsung masuk
ke telinga melalui meatus akustikus interna (dinamai segmen meatal N.VII). Pada
dasar meatus internus, N.VII langsung masuk kanal tulang di sekitar labirin
dinamakan segmen labirin N.VII. Segmen ini membentuk lengkungan dengan
segmen timpanik berupa Genu pertama N.VII. pada Genu pertama ini terletak
ganglion genikulatum, yang merupakan neuron sensoris dari pengecapan lidah.7
Pada segmen labirin keluar cabang N.VII, masuk ke dalam kranium lagi
membentuk N.petrosus superficialis mayor; sifat saraf ini adalah visceromotorik
untuk glandula lakrimal dan kelenjar-kelenjar mukosa hidung.
Setelah menyusuri dinding kavum timpani dan antrum, N.VII berbelok ke bawah –
Genu ke II, menuju processus mastoid N.VII memberi dua cabang :
1. Untuk m.stapedius
2. Untuk nervus chorda tympani, berisi serabut sensoris khusus untuk 2/3 anterior
lidah.

18
Setelah keluar dari processus mastoid melalui foramen stylomastoid, bagian N.VII
ini disebut segmen ekstra temporal, lalu bercabang lima :
1. Cabang temporal
2. Cabang zygomatik
3. Cabang buccal (pipi)
4. Cabang mandibular
5. Cabang cervical; ke m.platysma.7

2.12.2 Topografi nervus fasialis11


Studi dari saraf fasial intratemporal menunjukkan bahwa Bell’s palsy dan
herpes zoster oticus adalah hasil dari gangguan konduksi saraf wajah di dalam tulang
temporal. Di segmen labirin dari kanal falopi, nervus facialis menempati >80% dari
luas penampang dari kanal fasialis sekitarnya antara foramen meatus dan fossa
geniculata (berbeda dengan <75% di segmen timpani dan segmen vertikal kanal).
Karena diameter foramen meatus sempit dan keberadaan sebuah berkas yang
mengelilingi dari periosteum yang hampir menutup tempat masuk dan
menyempitkan saraf di lokasi ini, foramen meatus tampaknya merupakan zona
tekanan transisi atau "hambatan fisiologis" adanya edema pada saraf. Rasio dari luas
penampang dari saraf ke foramen meatus secara signifikan relatif lebih kecil di
tulang temporal pediatrik terhadap orang dewasa, mungkin hal ini dapat menjelaskan
rendahnya insiden Bell’s palsy pada populasi pediatrik.15
Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi, terletak pada kedua hemisfer
cerebri, sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan dari girus presentralis
kontralateral. Akibatnya, gangguan unilateral dari traktus kortikonuklear oleh suatu

19
lesi membiarkan persarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis). Tetapi jika
sebuah lesi melibatkan nukleus saraf perifer, semua otot fasial ipsilateral mengalami
kelumpuhan (paralisis perifer).15

Gambar 2.12.3 Lesi saraf fasialis16


Beberapa skala pengukuran untuk menilai derajat kelemahan otot wajah telah
dikembangkan. Diantaranya adalah skala House-Brackmann yang sering digunakan.
Skala House-Brackmann facial neuropati :
1. Normal
2. Disfungsi ringan (sedikit kelemahan, hanya tampak pada inspeksi)
3. Disfungsi moderat (kelemahan lebih nyata, tetapi tidak tampak perbedaan
pada kedua sisi wajah)
4. Disfungsi moderat berat (kelemahan nyata dan tampak perbedaan pada
kedua sisi wajah)
5. Hanya memiliki sedikit fungsi motor persepsi 6 - Complete paralysis

20
DAFTAR PUSTAKA

a. Gondivkar S, Herpes zoster oticus: A rare clinical entity Contemp Clin Dent.
2010 Apr-Jun; 1(2): 127–129.
b. Derin S, Sahan M. A Pediatric Case of Ramsay Hunt Syndrome. Case Reports in
Otolaryngology Volume 2014.
c. Jeon Y, Lee H. Ramsay Hunt syndrome. J Dent Anesth Pain Med. 2018 Dec;
18(6): 333–337.
d. Bella D. Ramsay hunt syndrome in a person with HIV disease. Indian J
Otolaryngol Head Neck Surg. 2008 Jun; 60(2): 171–173
e. Nangrum HB, Nagpure PS. Ramsay Hunt syndrome. Case Report. Nazareth
Hospital.July,2008
f. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL .Edisi 6.FK-UI.
Jakarta.2007.Hal:10-11
g. Lee KJ. Facial nerve paralysis. In: Essential otolaryngology head and neck
surgery. 8th edition. New York,2003. P.199-201,212
h. Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf fasialis. Dalam:Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta,1997.hal.139-140
i. Ear Anatomy (http://www.nlm.nih.gov, diakses tanggal 24 Februari 2012)
j. Menner, Albert L, M.D. A Pocket guide to the Ear. Thieme : Stuttgart. New York.
2003. p84-5
k. Bull, Tony R. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th Edition. Revised and Expanded.
Thieme : Stuttgart. New York. 2003. p59
l. Bloem, Christina. Herpes Zoster Oticus. 2010. (online)
(http://www.emedicine,medscape.com, diakses tanggal 24 februari 2012)
m. D. Pasha R. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery : Clinical Reference
Guide Sixteenth Edition. Singular : Thomson Learning. 2000. p366
n. Pathway of the infection of herpes. (http://atlas-emergency-medicine.org.,
diakses tanggal 24 Februari 2012)
o. Herpes Zoster Otikus, Facial Palsy in a Young Adult, Note the vascular
(http://www.umm.edu, diakses tanggal 24 Februari 2012)

21

You might also like