Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Antony Halim
I406126029
Pembimbing:
dr. Ranti Waluyan
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena
syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel.
Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor
penyebab. Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis
adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok
didefinisikan juga sebagai suatu kondisi volume darah sirkulasi tidak adekuat yang
mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot)
dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok atau
renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan
hipoksia jaringan dan sel.1,5
2.2 Klasifikasi
Secara umum, syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1,5
- Syok Kardiogenik, didefinisikan sebagai kegagalan pompa jantung (pump
failure). Syok ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan daya kerja jantung yang
berat, misalnya pada:
a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark
b) Obat obat yang mendepresi jantung
c) Gangguan irama jantung
- Syok Obstruktif disebabkan oleh obstruksi aliran ke sirkulasi sentral, antara lain
terlihat pada tamponade jantung, pneumotoraks, atau emboli paru
- Syok Distributif, terdiri dari syok septik, syok neurogenik dan syok anafilaktik.
a. Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi. Syok septik
biasanya ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram negatif (coli,
proteus, pseudomonas, enterokokus, aerobakteri), jarang terjadi karena toksin
bakteri gram positif (streptokokus, stafilokokus, Clostridium welchii).
Endotoksin basil gram negative ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke interstitial yang terlihat sebagai oedem. Syok septik lebih
mudah timbul pada pasien dengan trauma, diabetes melitus, leukemia,
granulositopenia berat, penyakit saluran genitourinarius, atau yang mendapat
pengobatan kostikosteroid, obat penekan kekebalan, atau radiasi. Faktor yang
mempercepat syok septik ialah pembedahan, atau manipulasi saluran kemih,
saluran empedu, dan ginekologik.
b. Syok neurogenik merupakan syok yang mana terjadi gangguan perfusi
jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga
terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.
c. Syok anafilaktik merupakan suatu gangguan perfusi jaringan akibat adanya
reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamin dengan akibat
peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola
sehingga aliran balik vena menurun. Contoh syok anafilaktik adalah reaksi
pemberian obat, baik merupakan suntikan atau cara lain, reaksi transfusi,
gigitan ular berbisa, atau sengatan serangga. Reaksi dapat berkembang
menjadi suatu kegawatan berupa syok, gagal napas, henti jantung, dan
kematian mendadak.
- Syok Hipovolemik, disebut juga sebagai preload syok yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskular, baik karena perdarahan maupun hilangnya
cairan tubuh. Penurunan volume intravaskular ini menyebabkan penurunan
volume interventrikuler kiri pada akhir diastol yang akhirnya menyebabkan
berkurangnya kontraktilitas jantung dan menurunnya curah jantung. Syok
hipovolemik dapat disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah, misalnya perdarahan.
b. Kehilangan plasma, misalnya luka bakar.
c. Dehidrasi, cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan yang keluar
banyak (misalnya diare, muntah – muntah, fistula, obstruksi usus dengan
penumpukan cairan di lumen usus).
2.3 Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa
lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada
bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang
terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol
(beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini bermasalah dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah
jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer
meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:5
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah
menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena,
venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran
darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan
pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan
lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperburuk syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi
bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi
hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas
system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:6
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 2.1)
2.4 Diagnosis
2.4.1 Syok hipovolemia
Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit
penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung.
Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah
didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya
mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.7
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme
cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera
tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan
kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar,
pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke unit
gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin
menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri
torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis
biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan
tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-
inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah
sangat penting.9
1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear,
sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan
mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan
informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan
ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi
pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes
kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna
untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.7
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,
sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan
hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini
menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan
tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume
darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan.
Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,
tanpa memperhatikan derajat syoknya.10
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah
yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik
sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada
respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.10
Tabel. 2.1 Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi penderita.8
Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab
dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain.
Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher),
tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma
medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).8
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut,
paha dan pelvis, serta bagian luar tubuh.7,8
1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang
melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari
miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi,
yang menunjukkan cedera intraabdominal.
3. Kedua paha dan pelvis harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran
(tanda-tanda fraktur dan perdarahan dalam).
4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan
luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen.
Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit.
Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga
periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.7
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun,
pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up
di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.7
Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah,
gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.11
1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda
tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai
berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan
perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada
tengkorak.
2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah
antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
3. Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik
antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum,
Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik
terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik
pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah
dilaporkan.
Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis
selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan
stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.7
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:8,10
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah
perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini
tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena
kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare
dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria
3. Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung
terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak
tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara
PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama
pada penderita dengan asidosis
5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan
serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal
ginjal
6. Pemeriksaan faal hemostasis
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali
diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan
radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.1
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma
dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat
darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi
perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage
harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi
atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien
tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau
CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST
(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang
stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika
dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.
Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki
fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif
jarang, namun pernah dilaporkan.8
Diagnosis banding 8
1. Solusio plasenta Kehamilan ektopik
2. Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
3. Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
4. Fraktur femur Syok hemoragik
5. Fraktur pelvis Syok hipovolemik
6. Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
7. Plasenta previa
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel
darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang
menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea
nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinofilia naik/ normal / turun. Biakan darah dibuat untuk
menentukan bakteri penyebab infeksi.
2. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi
oksigen.
3. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
4. EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke
otot jantung.10
Diagnosis Banding
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :
1. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien
tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi
anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak
terlalu rendah seperti anafilaktik.7
2. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau
tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak
tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri
dada.7
3. Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab
lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah
kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran
napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.7
4. Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi,
atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara.
Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.7
5. Carsinoid syndrome
Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,
diare, serangan sesak napas seperti asma.7
6. Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada
beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG (monosodium glutamat) lebih dari
1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan
darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka
yang diberi makanan tanpa MSG.7
7. Asma bronkial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang
berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu,
aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.7
8. Rinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung
yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis.
debu, terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan
RA.7
Diagnosis Banding
1. Semua jenis syok.
2. Sinkop (pingsan)
3. Hipoglikemia
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan :10
1. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
2. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)
3. Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
4. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan
kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat
renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.
5. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.
6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto polos
dada.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar
hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa
gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung,
menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11
Diagnosis Banding
- Semua penyakit infeksi
Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa
dinilai dari parameter-parameter berikut:
Capilary refill time < 2 detik
MAP 65-70 mmHg
O2 sat >95%
Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)
Shock index = HR/SBP (normal 0.5-0.7)
CVP 8 to12 mm Hg
ScvO2 > 70%
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang
tidak adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon
buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara.
2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous
pressure)
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan
diperkecil dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah
satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman standar untuk menilai
kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban cairan.
3. Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu
dipertimbangkan adanya tamponade jantung, tension pneumothoraks, masalah
ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akut lambung,
infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok neurogenik.
Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah pemberian antibiotik dan
antasida atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan memiliki resiko terjadinya
sepsis akibat iskemi pada sistem saluran cerna. Pemberian antasida atau H 2
blocker bertujuan untuk mengurangi stress ulcer.18
4. Sekuele neurologis
5. Kematian
2.6 Prognosis
Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila
keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat
dilakukan maka hasilnya akan memuaskan. Prognosis pada syok neurogenik
tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik apabila
penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab
infeksi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi, yang mana
aliran darah untuk penghantaran oksigen tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi organ
(organ dysfunction). Oleh karena itu syok membutuhkan manajemen penanganan
segera yang tepat. Syok sendiri secara umum dapat dibagi menjadi syok hipovolemik,
syok obstruktif, syok distributif (syok neurogenik, syok anafilaktik, syok septik) dan
syok kardiogenik.
Secara umum penatalaksanaan syok adalah dengan cara memperbaiki perfusi
jaringan, mencari penyebab, mengatasi penyebab, mengatasi komplikasi dan
mempertimbangkan terapi lanjutan.
Terapi cairan resusitasi pada pasien syok hipovolemik akibat perdarahan
(hemoragik) perlu mendapat perhatian lebih serius untuk menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas. Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan antara lain
mengetahui stadium syok hipovolemik dan perubahan patofisiologi terkait, deteksi
dini compensated shock agar cairan bisa diberikan adekuat, mengetahui berapa
banyak cairan kristaloid/koloid diberikan, indikasi transfusi darah, serta bagaimana
mengetahui keberhasilan resusitasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.
2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [diakses pada 27 November 2017] di
http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of
Emergency Surgery; 2006.
4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life
Support Untuk Dokter; 1997.
5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit jilid 1, edisi 4. Jakarta: EGC; 1995.
6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:
Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 2001; 7:422.
7. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. [diakses pada
27 November 2017] di http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar
%20japardi20.pdf
8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock.
Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and
Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
9. Schwarz A, Hilfiker ML. Shock. update [diakses pada 27 November 2017] di
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd;
2003.
11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
12. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [diakses pada 27 November 2017] di
http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment
13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life
Support Untuk Dokter. 1997; 89-115
14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang; 1999.
15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of
Emergency Surgery. 2006; 1-14.
16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. 2002;24(6): 504-11.
17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:
Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 2001; 7:422.
18. Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [diakses pada 27 November 2017]
di http://www.emedicine.com
19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc.;
1988.
20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph
on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [diakses pada 27
November 2017] di http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the
Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [diakses pada 27 November
2017] di http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment
22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates
emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008.