You are on page 1of 13

keperawatan

Senin, 29 Februari 2016


konsep konseling

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang Masalah


Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah terlepas dari berbagai masalah.
Masalah yang menimpa manusia terkadang membuat manusia menjadi frustasi, tak berdaya,
nelangsa dan putus asa. Bahkan tak jarang orang yang begitu banyak diterpa berbagai
masalah hidup lebih memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena tak kuasa
menghadapi masalah tersebut. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pengetahuan, ilmu, serta
pengalaman, dalam menghadapi masalah. Oleh sebab itu manusia harus mendapat bimbingan
agar mampu membantu keluar dari masalah yang sedang dihadapinya, termasuk bimbingan
dalam hal pendidikan.
Pendidikan yang bermutu (Syamsu dan Juntika, 2008:4) adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif
dan kepemimpinan, bidang instruksional dan kurikuler, dan bidang pembinaan siswa
(bimbingan dan konseling). Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan
pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya akan menghasilkan
individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan
atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual. Karena bidang pembinaan siswa
(bimbingan dan konseling) terkait dengan program pemberian layanan bantuan kepada
peserta didik (siswa) dalam upaya mencapai perkembangannya yang optimal, melalui
interaksi yang sehat dengan lingkungannya. Personil yang paling bertanggung jawab ini
adalah guru pembimbing atau konselor. Jadi, betapa pentingnya peranan bimbingan dan
konseling dalam pendidikan, sehingga kita harus tahu terlebih dahulu konsep-konsep dasar
mengenai bimbingan dan konseling.
Namun disini, penyusun hanya akan mencoba menguraikan tentang konsep-konsep
dasar konseling tersebut. Sehingga mudah-mudahan akan mempermudah pembaca dalam
memahami konsep dasar konseling, serta menerapkannya dalam pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan merujuk pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimanakah konsep dasar dan pengertian konseling?
2) Bagaimanakah pendekatan yang dilakukan dalam konseling?
3) Bagaimanakah teknik-teknik dalam melaksanakan konseling?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
yakni sebagai berikut:
1) Mengetahui konsep dasar dan pengertian konseling
2) Mengetahui pendekatan konseling
3) Mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam melaksanakan konseling
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan
literatur buku yaitu mencari bahan-bahan yang bersangkutan dengan materi ini kemudian
merangkumnya serta mencari bahan materi lainnya dengan menelusuri internet.

1.5 Sistematika Pembahasan


Adapun sistematika pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) BAB I bagian ini membahas tentang masalah yang akan dibahas meliputi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika pembahasan.
2) BAB II bagian ini membahas tentang konsep dasar, pengertian, pendekatan dan teknik
konseling
3) BAB III kesimpulan
4) Daftar Pustaka
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Konseling
Bila ditinjau dari segi sejarah perkembangannya ilmu bimbingan dan konseling di
Indonesia, maka sebenarnya istilah bimbingan dan konseling pada awalnya dikenal dengan
istilah bimbingan dan penyuluhan yang merupakan terjemahan dari istilah guidance and
counseling. Penggunaan istilah bimbingan dan penyuluhan sebagai terjemahan dari kata
guidance and counseling ini diceruskan oleh Tatang Mahmud, MA. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh DR. TohariMusnawar( 1985:8 ).
Konseling merupakan dasar inti bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan
dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu. Konseling merupakan
suatu hubungan antara pemberi bantuan yang terlatih dengan seorang yang mencari bantuan,
dimana keterampilan pemberi bantuan dan suasana yang dibuatnya membantu orang lain
belajar untuk berhubungan dengan dirinya sendiri atau orang lain dengan cara-cara yang lebih
tumbuh dan produktif.
(canavagh1982.1-2).
Akan tetapi dalam perkembangan bahasa Indonesia selanjutnya pada tahun 1970
sebagai awal dari amsa pembangunan Orde Baru, istilah penyuluhan yang merupakan
terjemahan dari kata Counseling dan mempunyai konotasi psychological-counseling, banyak
pula dipakai dalam bidang-bidang lain, seperti penyuluhan pertanian, penyuluhan KB,
penyuluhan gizi, penyuluhan hukum, penyuluhan agama, dan lain sebagainya, yang
cenderung diartikan sebagai pemberian penerangan atau informasi bahkan kadang-kadang
hanya dalam bentuk pemberian ceramah atau pemutaran film saja. Menyadari perkembangan
pemakaian istilah yang demikian, maka sebagian para ahli bimbingan dan penyuluhan
Indonesia yang tergabung dalam oraganisasi profesi IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia) mulai meragukan ketepatan penggunaan istilah penyuluhan. Sebagai terjemahan
dari istilah counseling tersebut. Oleh karena itu sebagian dari mereka berpendapat, sebaiknya
istilah penyuluhan itu dikembalikan ke istilah aslinya yaitu counseling, sehingga pada saat itu
dipopulerkan istilah bimbingan dan konseling untuk ilmu ini, tetapi ada pula sebagian ahli
bimbingan dan penyuluhan yang berpendapat bahwa kalau istilah guidance diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan istilah bimbingan, istilah counseling harus pula dicarikan
istilah bahasa Indonesianya. Berdasarkan pemikiran yang demikian maka ada para ahli itu
ada yang menggunakan istilah bimbingan dan wawanwuruk, bimbingan dan wawanmuka,
bimbingan dan wawancara untuk memberi nama bagi ilmu ini. Namun diantara sedemikian
banyak istilah tersebut, saat ini yang pa ling populer adalah istilah Bimbingan dan Konseling.

2.2 Pengertian Konseling


Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 802) konseling berarti pemberian
bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis.
Sedangkan dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia, konseling adalah “proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami
sesuatu masalah (konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan
konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian
mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien ( client centered ).
Shertzer dan Stone ( 1980 ) telah membahas berbagai definisi yang terdapat di dalam
literatur tentang konseling. Dari hasil bahasannya itu, mereka sampai pada kesimpulan,
bahwa Counseling is an interaction process which facilitates meaningful understanding of
self and environment and result in the establishment and/or clarification of goals and values
of future behavior.
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat
pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya,
mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya
sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya ( Achmad, 2006: 10 ).
Lebih jauh, Pietrofesa dan kawan-kawan pada tahun 1980 menunjukkan sejumlah
cirri-ciri konseling professional sebagai berikut:
a) Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang
sudah dilatih untuk pekerjaannya.
b) Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari keterampilan pengambilan
keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru.
c) Hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien dan konselor.
Adanya perbedaan definisi konseling tersebut, selain ditimbulkan karena
perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli
yang merumuskannya tentang konseling dan aliran atau teori yang dianutnya. Ada ahli yang
mengklasifikasikan konseling bedasarkan fungsinya menjadi tiga kelompok, yaitu suportif,
reedukatif, dan rekonstruktif ( Moh. Djawad Dahlan, 1986 ). Konseling juga dibedakan
berdasarkan metodenya, yaitu metode direktif dan nondirektif. Osipow, Walsh, dan Tosi
(1980) mengelompokkan konseling berdasarkan penekanan masalah yang diselesaikannya,
yaitu penyesuaian pribadi, pendidikan, dan karier. Ahli lain Patterson (1966) secara lebih
rinci mengelompokkan pendekatan konseling menjadi lima kelompok, yaitu pendekatan
rasional, teori belajar, psikoanalitik, perceptual-fenomenologis, dan eksistensial.
Uraian tersebut menggambarkan betapa sulit merumuskan definisi konseling yang
komprehensif dan berlaku untuk setiap orang dari berbagai aliran. Namun demikian, berikut
ini ada beberapa point generalisasi yang menggambarkan karakteristik utama kegiatan
konseling.
a) Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu.
b) Hubungan dalam konseling bersifat interpersonal.
c) Keefektivan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dan
kliennya.

2.3 Pendekatan Konseling


1. Pendekatan Psikoanalitik
Dalam pendekatan ini menekankan pentingnya riwayat hidup klien yang pada
dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini. Motif-motif dan
konflik-konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang. Kekuatan-kekuatan
irrasional kuat, orang didorong oleh dorongan-dorongan seksual dan agresif. Perkembangan
dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-
kanak yang direpresi.
2. Pendekatan Humanistik
Istilah humanistik hubungannya dengan konseling yaitu memfokuskan pada potensi
individu dan sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri,
bebas untuk menentukkan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai
suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada
sendirian dan berada dalam hubungan dengan orang lain, keterhinggaan dan kematian, dan
kecenderungan untuk mengaktualkan diri serta membuat keputusan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.
3. Pendekatan Client Centered
Memandang manusia secara positif, setiap manusia memiliki suatu kecendrungan ke
arah untuk menjadi berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan konseli, konseli mengalami
perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Seorang konseling mengaktualkan potensi dan
bergerak kearah yang lebih meningkatkan kesadaran, spontanitas, percaya diri, dan
keterarahan dalam menata hidupnya.
4. Pendekatan Behavioral
Konselor membantu klien untuk belajar cara bertindak yamg baru dan pantas, atau
membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih.
Konselor behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan
klien dalam setiap fase konseling.

5. Pendekatan Gestalt
Manusia terdorong ke arah keseluruhan dan itegrasi pemikiran perasaan serta tingkah
laku. Pandangannya anti deterministik dalam arti yaitu individu dipandang memiliki
kesanggupan untuk menyadari bagaimana pengaruh masa lampau berkaitan dengan kesulitan-
kesulitan sekarang.
6. Pendekatan Analisis Transaksional
Manusia dipandang memiliki kemampuan memilih. Apa yang sebelumnya ditetapkan,
bisa ditetapkan ulang. Meskipun manusia bisa menjadi korban dari putusan-putusan dini dan
sekenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalihkan diri bisa diubah dengan kesadaran.
7. Pendekatan Tingkah Laku
Manusia debentuk dan dikondisikan oleh pengondisian social budaya, pandangannya
diterministik, dalam arti tingkah laku, dipandang sebagai hasil belajar dan pengondisian.
8. Pendekatan Rasional Emotif
Yaitu manusia dilahirkan dengan potensi untuk berfikir rasional, tetapi juga dengan
kecenderungan-kecenderungan kea rah berfikir curang. Mereka cenderung untuk menjadi
korban dari keyakinan-keyakinan yang irrasional dan untuk mereindoktrinasi dengan
keyakinan-keyakinan yang irrasional tersebut. Tetapi beroriantasi kognitif -tingkah laku-
tindakan, dan menekankan berfikir, menilai, menganalisis, melakukan dan memutuskan
ulang. Miodelnya adalah didaktif , direktif, terapi dilihat sebagai proses reduksi.
9. Pendekatan Realitas
Manusia membutuhkan identitas dan mampu mengembangkan “identitas kegagalan” .
Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan antideterministik.

2.4 Teknik Konseling


Konseling pada dasarnya merupakan pekerjaan professional dan dalam melaksanakan
tugas-tugas profesionalnya, seorang konselor perlu memiliki pemahaman dan keterampilan
yang memadai dalam menggunakan berbagai pendekatan dan teknik dalam konseling. Tanpa
didukung oleh penguasaan-penguasaan teknik-teknik konseling bisa terjadi bantuan yang
diberikan kepada klien tidak akan berjalan efektif. Berikut akan kami paparkan mengenai
teknik-teknik konseling:
1. Perilaku Attending

Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen
kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
a. Meningkatkan harga diri klien
b. Menciptakan suasana yang aman

c. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas

Contoh perilaku attending yang baik Contoh perilaku attending yang tidak baik
 Kepala : melakukan anggukan  Kepala : kaku
jika setuju
 Muka : kaku, ekspresi melamun,
 Ekspresi wajah : tenang, ceria, mengalihkan pandangan, tidak
senyum melihat saat klien sedang bicara,
mata melotot.
 Posisi tubuh : agak condong ke
arah klien, jarak antara konselor  Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar,
dengan klien agak dekat, duduk miring, jarak duduk dengan klien
akrab berhadapan atau menjauh, duduk kurang akrab dan
berdampingan. berpaling.

 Tangan : variasi gerakan  Memutuskan pembicaraan, berbicara


tangan/lengan spontan berubah- terus tanpa ada teknik diam untuk
ubah, menggunakan tangan memberi kesempatan klien berfikir
sebagai isyarat, menggunakan dan berbicara.
tangan untuk menekankan
 Perhatian : terpecah, mudah buyar
ucapan.
oleh gangguan luar.

 Mendengarkan : aktif penuh


perhatian, menunggu ucapan
klien hingga selesai, diam
(menanti saat kesempatan
bereaksi), perhatian terarah pada
lawan bicara.
2. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untu merasakan apa yang dirasakan klien, merasa
dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan
dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu:
a. Empati primer yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memhami perasaan,
pikiran dan kegiatan klien, dengan tujuan agar kita dapat terlibat dab terbuka.
Contoh ungkapan empati primer: “ saya dapat merasakan bagaimana anda “. “
saya dapat memahami pikiran anda”. “ saya mengerti keinginan anda “
b. Empati tingkat tinggi yaitu, empati apabila kepahaman konselor terhadap
perasaan, pikiran, keinginan serta pengalaman lebih mendalam dan menyentuh
klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor
tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati
terdalam berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.
Contoh ungkapan empati tingkat tinggi: “ saya dapat merasakan apa yang anda
rasakan dan saya ikut terluka dengan pengalaman anda itu “

3. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memntulakn kembali kepada klien tentang perasaan,
pikiran dan pengalamn sebagai hasil pengamatn terhadap prilaku verbal dan non verbalnya.
Terdapat tiga jenis refleksi yaitu:
a. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “
tampaknya yang anda katakan adalah …”
b. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memntulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “ tampaknya yang
anda katakan…”
c. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memntulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh: “ tampaknya yang
Anda katakan suatu...”
4. Eksplorasi
Adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman klien. Hal ini
penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak
mampu mengngkapkan pendapatnya. Dengan teknik inimemungkinkan klien untuk berbicara
tanpa rasa takut tertekan dan terancam. Seperti halnya pada tekni refleksi terdapat tiga jenis
eksplorasi yaitu:
a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.
Contoh: “ bisakah Anda menjelaskan apa perasaan yang dimaksudkan? “
b. Eksplorasi pikiran yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran dan pendapat klien. Contoh: “
saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja “
c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-
pengalaman klien. Contoh: “ saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui namun saya
ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap
pendidikan anda ”
5. Menangkap Pesan ( paraphrasing )
Menangkap pesan ( Paraphrasing ) adalah untuk menyatakan kembali esensi atau inti
ungkapan klien dengan teliti, mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat
yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal: adakah atau nampaknya,
dan mengamati respon kita terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah :
a. Untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk
memahami apa yang dikatakan klien.
b. Mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan.
c. Member arah wawancara konseling dan,
d. Pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan.
Contoh dialog:
Klien : “ itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Sya tidak tahu
mengapa demikian? “
Konselor : “ tampaknya Anda masih ragu.”
6. pertanyaan Terbuka ( opened question )
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa atau konselor agar mau
berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik
pertanyaan terbuka ( opened question ). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak
menggunakan kata Tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan
menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alas an atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih
baik gunakan kata apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh: “ apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita biacrakan? “
7. Pertanyaan Tertutup
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-
hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata ‘YA’
atau ‘Tidak’ atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk :
a. Mengumpulkan informasi
b. Menjernihkan atau memperjelas sesuatu dan,
c. Menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien: “ saya putus asa.. dan saya nyaris.. “ ( klien menghentikan pembicaraan )
Konselor: “ ya… “
Klien: “ nekad bunuh diri “
Konselor: “ lalu? “
8. Interpretasi
Yaitu teknik mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk
pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan
rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dasar hasil rujukan
baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien: “ saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua
merupakan bakti saya pad keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan
biaya. “
Konselor: “ Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi warga Negara.
Terutama hidup dikota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak,
maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus,
namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan
SMA. “
9. Mengarahkan ( directing )
Yaitu untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya
menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Contoh dialog :
Klien: “ ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri.
Akhirnya terjadi pertengkaran sengit. “
Konselor: “ bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah
Anda jika memarahi Anda. “

10. Menyimpulkan Sementara ( summarizing )


Yaitu teknik menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicvaraan
semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk:
a. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-halk yang telah
dibicarakan
b. Menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap
c. Meningkatkan kualitas diskusi
d. Mempertajam focus pada wawancara konseling.
Contoh :
“ setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin
jelas hasil penbicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah
sampai pada dua hal : pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas, kedua
namun masih ada hambatan yang akan Anda hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang
menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana
tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki. “
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat
pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya,
mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya
sehingga konseling merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Konseling merupakan dasar inti bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan
dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu. Konseling merupakan
suatu hubungan antara pemberi bantuan yang terlatih dengan seorang yang mencari bantuan,
dimana keterampilan pemberi bantuan dan suasana yang dibuatnya membantu orang lain
belajar untuk berhubungan dengan dirinya sendiri atau orang lain.
Pendekatan yang dilakukan dalam konseling:
1. Pendekatan Psikoanalitik
2. Pendekatan Humanistik
3. Pendekatan Client Centered
4. Pendekatan Behavioral
5. Pendekatan Gestalt
6. Pendekatan Analisis Transaksional
7. Pendekatan Tingkah Laku
8. Pendekatan Rasional Emotif
9. Pendekatan Realitas
Teknik-teknik dalam melaksanakan konseling:
1. Perilaku Attending
2. Empati
3. Refleksi
4. Eksplorasi
5. Menangkap Pesan ( paraphrasing )
6. pertanyaan Terbuka ( opened question )
7. Pertanyaan Tertutup
8. Interpretasi
Diposting oleh haris di 01.01
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya
haris
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2016 (1)
o ▼ Februari (1)

 konsep konseling


Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Sumber : http://harisyayan.blogspot.co.id/2016/02/konsep-konseling.html diakses pada tanggal 21


Maret 2018

You might also like