Professional Documents
Culture Documents
2. Definisi
Pengertian kejang adalah kelainan neurologis akibat lepasnya muatan
paroksismal yang berlebihan dari populasi neuron sehingga mempengaruhi
fungsi otak. Kejang diketahui sebagai kegagalan proses inhibisi GABA
terhadap eksitasi berlebihan pada aktivitas listrik otak. Pemicunya adalah
depolarisasi paroksismal oleh aktivitas kanal kalsium yang masuk sehingga
mengakibatkan kanal kation membuka sehingga terjadi depolarisasi massif.
Acute Symptomatic Seizures atau yang dikenal dengan Kejang Simptomatik
Akut adalah kejang yang terjadi dengan onset tiba-tiba sebagai akibat dari
cedera/kerusakan jaringan jaringan pada system saraf pusat oleh berbagai
penyebab diantaranya gangguan metabolic, zat-zat toksik, kelainan structural,
proses infeksi maupun inflamasi sistemik.
Kejang simptomatik akut dapat terjadi rekuren jika penyakit penyebab
(underlying disease) tidak ditangani dengan benar segera setelah fase akut dari
kejang berlalu.
3. Epidemiologi
Kejang akut simptomatik terjadi pada sekitar 40% kasus kejang afebrile
(kejang bukan demam) di negara-negara berkembang dan lebih dari 50%
dapat dijumpai di beberapa daerah geografis seperti contoh penyakit
cysticercosis yang bersifat endemis.
Kejang simptomatik akut sering terjadi pada populasi pria (baik pada usia
muda dan lansia). Penyebab paling umum yang terjadi di Negara-negara
berkembang adalah cedera kepala traumatic, tumor otak, stroke, obat-
obatan, maupun kelainan metabolik.
4. Etiologi
Pada penelitian yang dilakuka oleh Paul Osemeke di Gastroenterology
Unit Nnamdi Azikiwe University Teaching Hospital Nigeria didapatkan
beberapa penyebab dari kejang simptomatik akut adalah :
4.1 Infeksi
Infeksi merupakan penyebab paling sering kejang simptomatik akut
yaitu sebanyak 36,2% (n = 34/94) kasus di India. Diantara penyakit infeksi
paling banyak disebabkan oleh meningoencephalitis sekitar 13,8%. Angka
sepsis yang menyebabkan kejang simptomatik akut adalah sebesar 7,5%
4.2 Stroke
Stroke adalah penyebab paling umum dijumpai pada kejang
simptomatik akut yaitu sebesar 29,8% kasus.
4.3 Gangguan Metabolik
Gangguan metabolic didapatkan sebesar 18,1% kasus pada kejang
simptomatik akut. Beberapa contoh gangguan metabolic seperti hiponatremia
didapatkan sebesar 6,4%, hipoglikemia 5,3%.
4.4 Intoksikasi Alkohol
Intoksikasi alcohol didapatkan sebesar 4,3% kasus dan merupakan penyebab
dari sepertiga kasus rawat inap rumah sakit.
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis yang dapat terjadi pada kejang simptomatik adalah
sebagai berikut :
- Kejang dapat bersifat parsial
- Kejang dapat bersifat generalisata (tonik-klonik, absens)
- Dapat disertasi penurunan kesadaran
- Mual muntah
- Gangguan status mental (meracau, berteriak)
6. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis kejang simptomatik akut didasarkan pada onset
munculnya kejang. Anamnesis pada pasien kejang biasanya dilakukan
setelah kondisi umum pasien stabil atau dapat dilakukan heteroanamnesis.
a. Anamnesis pasien kejang meliputi :
- Riwayat penyakit kejang sebelumnya (epilepsi)
- Riwayat trauma
- Riwayat penyakit metabolik yang diderita seperti diabetes melitus,
hipertensi, gagal ginjal, penyakit hati kronik.
- Apakah pasien sedang hamil atau terlambat haid
(preeklampsia/eklampsia)
- Riwayat obat-obat yang dikonsumsi akan membantu mengidentifikasi
penyebab atau untuk mengeksklusi diagnosis banding.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan untuk mencari dasar
penyebab kejang, contohnya infeksi, penyakit sistemik, penyakit
vaskular dan neurokutaneus. Adanya asimetri pada pemeriksaan fisik
neurologis menunjukkan kemungkinan tumor otak, stroke, trauma atau
lesi fokal yang lain.
c. Pemeriksaan eurologis
a. Pemeriksaan laboratorium darah dan kimia
b. Pemeriksaan penunjang seperti EEG dan CT-Scan.
7. Tatalaksana
Kejang tipe parsial (fokal) berasal dari area korteks, kejang tipe
generalisata (umum) meliputi daerah yang difus pada semua regio otak.
Kejang tipe generalisata dapat terjadi sebagai kondisi primer maupun
sekunder akibat kejang parsial.
Kejang generalisata terdiri atas kejang tonik-klonik (grand mal) dan
kejang tipe petit mal. Pada kejang tonik-klonik menyebabkan gangguan
kesadaran mendadak, kehilangan kontrol postural, kontraksi otot tonik
yang menyebabkan gigi seperti menggigit dan rigiditas ekstensi (fase
tonik) yang diikuti dengan hentakan otot secara berirama (fase klonik).
Lidah dapat tergigit dan terjadi inkontinensia saat kejang. Pada
kejang tipe petit mal, terjadi tiba-tiba mengganggu kesadaran tanpa
mempengaruhi postural tubuh serta terjadi tidak lebih dari 5-10 menit
tetapi dapat berulang beberapa kali dalam sehari. Tipe lain kejang umum
adalah atipycal absence, infantile spasm, tonic, clonic, dan kejang
mioklonik. Kejang tipe sederhana-parsial tidak menyebabkan gangguan
kesadaran tetapi mempengaruhi motorik, sensorik, otonom, dan psikis.
Tipe lain adalah kejang tipe kompleks-parsial yang menyebabkan
gangguan kesadaran serta sistem otomasi motorik yang kompleks. Kejang
sering dialami pada pria dibanding wanita. Tatalaksana Non-Farmakologis
pasien kejang meliputi :
- Tindakan awal adalah melakukan tindakan standar kedaruratan berupa
ABC (Airway, Breathing, Circulation), oksigenasi dan penilaian
tekanan darah, nadi, saluran napas, penilaian suhu. Tujuan pengobatan
adalah untuk mengendalikan kejang sebelum cedera neuron terjadi
(teoritis antara 20 menit sampai 1 jam).
- Pasien ditempatkan pada posisi semi-prone dengan kepala diletakkan
menghadap samping untuk menghindari aspirasi.
- Diberikan spatel lidah yang diletakkan dalam ronggan mulut untuk
mencegah tergigitnya lidah. Lepas gigi palsu bila ada.
- Akses antarvena harus dilakukan untuk hampir semua pasien (tapi bisa
ditangguhkan pada meraka dengan kejang sederhana).
- Koreksi kelainan metabolik yang ada (hiponatremia, hipoglikemia,
hipokalsemia, putus obat atau alkohol).
- Bila aktivitas kejang pasien tidak mereda di UGD setelah tindakan
ABC dilakukan, maka untuk pasien yang berada dalam status
epileptikus atau sianotik epilepticus, intubasi endotrakeal harus diper-
timbangkan. Pemberian obat anti kejang.
- Pengawasan di ruang perawatan intensif, mungkin diperlukan bila
terdapat kondisi refrakter.
Tatalaksana Farmakologis Pasien Kejang meliputi :
- Diazepam
Diazepam bekerja sebagai anti-kejang dengan menekan semua level
pembentukan aktivitas listrik otak (misalnya, sistem limbik dan
retikuler). Diazepam diduga menekan aktivitas listrik otak melalui
peningkatan aktivitas GABA. Dosis diazepam bisa spesifik secara
individual dan perlu hati-hati untuk menghindari efek samping. Tidak
ada dosis maksimal benzodiazepin untuk mengelola kejang. Dosis
dewasa 0,2 mg/kgBB diberikan 5-10 mg IV P10-20 menit.
- Lorazepam
Dosis dewasa lorazepam 0,1 mg/kgBB IV, diberikan perlahan-lahan
sebesar 2 mg/menit, tidak ada dosis maksimum benzodiazepin, tapi
coba beralih ke obat yang lain setelah 10 mg total dosis. Dosis Remaja
Lorazepam : 0,1 mg/kgBB IV perlahan selama 2-5 menit, ulangi dalam
10-15 menit bila diperlukan. Jangan melebihi 4 mg/dosis.
- Midazolam
Midazolam adalah obat alternatif dalam tatalaksana status epileptikus
refrakter. Karena midazolam larut dalam air, efek obat dapat bertahan
sekitar 3 kali lebih lama dari diazepam ke puncak efek EEG. Dengan
demikian, dokter harus menunggu 2-3 menit untuk mengevaluasi efek
obat midazolam sebelum memulai prosedur atau mengulangi dosis.
Dosis Dewasa Midazolam : 0,1 mg/kgBB IV perlahan-lahan sebesar
2mg/menit, tidak ada dosis maksimum set benzodiazepin, tapi coba
beralih ke agen yang lain setelah 10 mg dosis. Loading dosis (sebelum
infus kontinu): 0,2 mg/kgBB IV; continuous infus 0,05-2
mg/kgBB/jam atau 10-15 mg IM (ketika akses lainnya sulit). Intubasi
mungkin diperlukan.
- Fenitoin
Fenitoin bekerja di korteks motor, dimana obat ini dapat menghambat
penyebaran aktivitas kejang. Aktivitas listrik di pusat batang otak yang
bertanggung jawab untuk fase tonik dari kejang grand mal juga dapat
dihambat. Dosis Dewasa Fenitoin: Loading Dosis : 18-20 mg/kgBB
(PO/IV). Untuk memperkecil risiko hipotensi, maka pemberian harus
perlahan. Dosis parenteral, sebaiknya tidak melebihi 50 mg/menit
(hipotensi dan aritmia dapat terjadi). Jika status epileptikus berlanjut,
maka dosis dapat ditingkatkan total 30 mg/kgBB.