You are on page 1of 34

Laporan Kasus

Mioma Uteri

Disusun oleh:

Ita Rahmatika, S.Ked 04054821719163


Leonardus Yogie Ricardo, S. Ked 04054821719164
Ayub, S. Ked 04054821719165
Revana Pramudita K, S. Ked 04084821719167
M Rizki Alkautsar, S. Ked 04084821719237
Muhammad Ridho, S. Ked 04084821719239

Pembimbing:
dr.Amirah Novaliani, Sp.OG(K)

BAGIAN/ DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Mioma Uteri

Oleh:
Ita Rahmatika, S.Ked 04054821820044
Leonardus Yogie Ricardo, S. Ked 04053821719164
Ayub, S. Ked 04054821719165
Revana Pramudita K, S. Ked 04084821719167
M Rizki Alkautsar, S. Ked 04084821719237
Muhammad Ridho, S. Ked 04084821719239

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan


Klinik di Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
periode 17 September – 26 November 2018

Palembang, Oktober 2018

dr.Amirah Novaliani, Sp.OG(K)

ii
KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan anugerah-
Nya lah laporan kasus yang berjudul “Mioma Uteri” ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun sebagai syarat ujian di bagian Obstetri dan
Ginekologi. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Amirah
Novaliani, Sp.OG(K) yang telah membimbing dan meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat di bagian
Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang telah membantu dan memberi dukungan
kepada penulis.
Akhir kata, laporan kasus ini masih mengharapkan kritik dan saran sehingga
dalam perkembangannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Palembang, Oktober 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1
BAB II STATUS PASIEN...................................................................................................
3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi.................................................................................................................
12
3.2 Epidemiologi........................................................................................................
12
3.3 Etiologi dan Patogenesis......................................................................................
13
3.4 Faktor Risiko........................................................................................................
13
3.5 Klasifikasi............................................................................................................
16
3.6 Manifestasi Klinis................................................................................................
17
3.7 Diagnosis..............................................................................................................
18
3.8 Penatalaksanan.....................................................................................................
20

iv
3.9 Komplikasi...........................................................................................................
23
3.10 Prognosis..............................................................................................................
24
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
28

v
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun


leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya.1 Kebanyakan mioma uteri berkembang pada
usia produktif, mioma uteri tidak akan berkembang sebelum tubuh memproduksi
estrogen. Sedangkan pada kehamilan, mioma akan berkembang lebih cepat
karena ada estrogen yang berlebih saat kehamilan. Mioma akan berhenti
berkembang atau akan mengecil ukurannya bila kehilangan hormon estrogen.2
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi, kejadiannya
lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara
usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.
Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87% dari semua
penderita ginekologi yang dirawat. Kira-kira 60% dari mioma uteri asimtomatik
dan hampir 50% ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik 3.
Data di RSUP dr. Moehammad Hoesin Palembang sendiri menunjukkan mioma
uteri sebagai tumor jinak uterus dengan angka kejadian paling tinggi pada
periode 1 Juli 2012-31 Juli 2015 yaitu sebanyak 307 penderita.
Penyebab pasti mioma belum diketahui. Klasifikasi mioma berdasarkan
dari lokasi dan arah perkembangannya. Mioma yang berkembang ke arah serosa
uterus disebut mioma subserosa. Apabila mioma tersebut mempunyai tangkai
maka disebut pedunculated myomas. Mioma intramural berkembang didalam
otot uterus, bisa berdiri sendiri (single) atau banyak (multiple). Mioma
submukosum berkembang ke arah endometrium sehingga memenuhi kavum uteri
serta memberikan keluhan perdarahan pervaginam, begitu juga dengan mioma
intramural yang perkembangannya kearah mukosa maka akan memberikan
keluhan perdarahan pervaginam.2
Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga
kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya.
Diperkirakan hanya 20%-50% dari tumor ini yang menimbulkan gejala klinik,

1
terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus
berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor. Menoragia yang disebabkan
mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada wanita. Mioma uteri
terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang dapat dilakukan
adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang paling sering
untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka histerektomi).4,5
Kompetensi dokter umum dalam menghadapi kasus mioma uteri adalah
1, yang berarti dokter umum mampu mengenali dan menjelaskan gambaran
klinik penyakit dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan
rujukan yang paling tepat bagi pasien, dan menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan. Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 35 tahun dengan
diagnosa mioma uteri dan infertilitas primer 5 tahun, yang dalam perjalanannya
dilakukan USG didapatkan mioma uteri intramural. Kemudian dilakukan
perbaikan kondisi umum pasien dan direncanakan untuk dilakukan miomektomi.
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,
diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi dari mioma uteri.
.

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Welnita Binti Yul Isman
b. Umur/tanggal Lahir : 35 tahun / 06 Agustus 1983
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Alamat : Jl. Durian Anjung, Sumatera Barat
g. No. Med Rec/ Reg : 1082610
h. Tgl masuk RS : 22 September 2018

II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dengan penderita pada 22 September 2018, pukul 18.00 WIB)
KeluhanUtama
Perdarahan dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 4 bulan SMRS, Os mengeluh keluar darah kemaluan, banyak 5-8
kali ganti pembalut, darah warna merah kehitaman. Riwayat menstruasi ireguler
(+). Os mengatakan dalam 4 bulan terakhir ini menstruasi terus-menerus. Riwayat
nyeri saat menstruasi (+) 1-3 kali/hari dan harus makan obat anti nyeri. Riwayat
keputihan (-), riwayat post coital bleeeding (-), riwayat nyeri saat berhubungan (-),
riwayat tidak keluar menstruasi (-), riwayat berat badan turun drastis (-), riwayat
nafsu makan turun (-).
Sejak 3 hari SMRS, Os mengeluh perdarahan semakin banyak, badan
lemas (+), sempoyongan (+), berkunang-kunang (+). OS berobat ke RS Myria dan
disarankan untuk operasi angkat rahim tapi os menolak. Os lalu dirujuk ke RSMH
Riwayat Penyakit Dahulu
Status sosial dan gizi : Sedang
Status pernikahan : 1 kali selama 5 tahun
Status persalinan : P0A0
Status reproduksi : Menarche usia 13 tahun, siklus menstruasi
ireguler, menstruasi dari bulan 5 sampai 9 tidak
berhenti.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal

3
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat alergi dan asthma disangkal
Riwayat Pengobatan
Riwayat berobat ke RS Myria pada bulan Agustus dan disarankan untuk angkat
rahim
Riwayat penggunaan KB (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


(Dilakukan pada tanggal 22 September 2018)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Nadi : 86 x/menit, irama ireguler, isi dan tekanan cukup
5. Pernapasan : 20 x/menit, regular
6. Suhu tubuh : 36,8 oC
7. Berat badan : 49 kg
8. Tinggi badan : 150 cm
9. IMT : 21.78 kg/m2
10. Status gizi : Normoweight

4
b. Keadaan Spesifik

Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, alopesia tidak ada

Mata
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,
refleks cahaya (+/+)

Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi tidak ada, kavum nasi
lapang, sekret tidak ada, epistaksis tidak ada

Mulut
Bibir tidak kering, sianosis tidak ada, sariawan tidak ada, gusi berdarah
tidak ada, lidah berselaput tidak ada, atrofi papil tidak ada, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1.

Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus eksterna lapang,
keluar cairan telinga tidak ada, sekret tidak ada, nyeri tekan mastoid tidak
ada

Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB tidak ada,

Thoraks
Inspeksi: Simetris, retraksi tidak ada
Paru (anterior)
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : : Stem fremitus lapang paru kanan sama dengan
lapang paru kiri, nyeri tekan tidak ada
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok tidak
ada
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal pada kedua lapang paru.
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

5
Paru (posterior)
 Inspeksi : Statis: simetris, dinamis: tidak ada paru yang
tertinggal.
 Palpasi : Stem fremitus lapang paru kanan sama dengan
lapang paru kiri, nyeri tekan tidak ada
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, nyeri ketok tidak
ada
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal pada kedua lapang paru.
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tak teraba
 Perkusi : Batas jantung atas ICS II.\
Batas jantung kiri ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra
 Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur tidak ada, gallop tidak
ada.

Abdomen
 Inspeksi : Cembung, venektasi tidak ada
 Palpasi : Abdomen simetris, lemas, Nyeri tekan (-),
tanda cairan bebas (-), fundus uteri 1 jari bawah
pusat, massa (-).
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus 6x/menit

Genitalia
 Inspekulo : Portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluksus (+)
darah tidak aktif, E/L/P (-/-/-)
 VT : Portio kenyal, OUE tertutup, adneksa dan
parametrium kanan kiri lemas, Corpus uteri ~ 22 minggu, cavum
douglas tidak menonjol
 RT : Tonus Sfingter Ani baik, mukosa licin, ampulla
recti kosong, corpus uteri ~ 22 minggu, adneksa dan parametrium
kiri dan kanan lemas

Ekstremitas
Palmar pucat ada, edema pretibial (-/-), sianosis tidak ada

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium tanggal 22 September 2018
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 4.4 g/dL 11.40-15 Menurun
Leukosit 8.12 103/µL 4.73-10.89 Normal
Eritrosit 2.28 106/µL 4.7-6.1 Menurun
Hematokrit 15 % 41-51 Menurun
Trombosit 191 103/µL 150-396 Normal
Hitung jenis
-Basofil 0 % 0-1 Normal
-Eosinofil 2 % 1-6 Normal
Normal
-Neutrofil 75 % 50-80
Normal
-Limfosit 25 % 20-40 Normal
-Monosit 8 % 2-8

b. Pemeriksaan USG

Kesan:

7
 Uterus AF bentuk berbenjol dan ukuran membesar, endometrial line (+),
ukuran 0.37 cm.
 Terdapat massa hiperekoik berbatas tegas pada corpus uteri posterior, ukuran
11.71 cm x 8.32 cm, dengan feeding artery (+), kemungkinan suatu mioma uteri
intramural
 Ovarium bentuk dan ukuran normal, ukuran 2.50 cm dan 2.61 cm
 Hepar dan kedua ginjal dalam batas normal
 Tidak ada asites
Kesimpulan : Mioma Uteri Intramural

V. Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal suspek L1 disertai anemia berat dan infertilitas
primer

VI. Diagnosis Banding


Leiomyoma
Adenomiosis
Kehamilan
Kehamilan ektopik

VII. Pemeriksaan Anjuran


USG
VIII. Tatalaksana
Non Farmakologis
 Perbaikan keadaan umum
 Oksigenasi 2 L/m via nasal kanul
 Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
Farmakologis
 IVFD RL gtt xx/menit
 Asam tranexamat 500 mg per 8 jam
 Pro transfusi darah PRC sampai Hb > 10 g/dL
 Pro miomektomi

IX. Prognosis

8
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. Follow Up
24 September 2018
S: Perdarahan dari kemaluan (+)
O: KU : tampak sakit sedang
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36 0C
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor  BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-/-)
Pulmo  vesikuler (+) normal, ronkhi (-/), wheezing (-/-)
Abdomen : Abdomen simetris, lemas, Nyeri tekan (-), tanda cairan
bebas (-), fundus uteri 1 jari bawah pusat, massa (-)
Genitalia : Perdarahan aktif (+) minimal
A: Perdarahan uterus abnormal suspek L1 disertai anemia berat dan
infertilitas primer
P: IVFD RL gtt xx/m
Asam traneksamat 500 mg per 8 jam (IV)
Rencana transfusi PRC kolf ke 3

26 September 2018
S: Perdarahan dari kemaluan (+)
O: KU : tampak sakit sedang
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36.4 0C

9
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor  BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-/-)
Pulmo  vesikuler (+) normal, ronkhi (-/), wheezing (-/-)
Abdomen : Abdomen simetris, lemas, Nyeri tekan (-), tanda cairan
bebas (-), fundus uteri 1 jari bawah pusat, massa (-)
Genitalia : Perdarahan aktif (+) minimal
Pemeriksaan Lab
Estradiol : 39 pg/mL
A: Perdarahan uterus abnormal suspek L1 disertai anemia berat dan
infertilitas primer
P: IVFD RL gtt xx/m
Asam traneksamat 500 mg per 8 jam (IV)
Rencana transfusi PRC kolf ke 4

30 September 2018
S: Perdarahan dari kemaluan (-)
O: KU : tampak sakit ringan
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36.2 0C
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor  BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-/-)
Pulmo  vesikuler (+) normal, ronkhi (-/), wheezing (-/-)
Abdomen : Abdomen simetris, lemas, Nyeri tekan (-), tanda cairan
bebas (-), fundus uteri 1 jari bawah pusat, massa (-)
Genitalia : Perdarahan aktif (-)
Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.3 g/dL 11.40-15 Menurun
Leukosit 8.09 103/µL 4.73-10.89 Normal

10
Eritrosit 4.32 106/µL 4.7-6.1 Menurun
Hematokrit 35 % 41-51 Menurun
Trombosit 368 103/µL 150-396 Normal
Hitung jenis
-Basofil 0 % 0-1 Normal
-Eosinofil 1 % 1-6 Normal
Normal
-Neutrofil 71 % 50-80
Normal
-Limfosit 22 % 20-40 Normal
-Monosit 6 % 2-8
Estradiol : 42 pg/mL
A: Perdarahan uterus abnormal suspek L1 disertai anemia berat (perbaikan)
dan infertilitas primer
P: IVFD RL gtt xx/m
Rencana pulang
Pro miomektomi  penjadwalan

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Leiomyoma adalah neoplasma jinak otot polos yang biasanya berasal dari
miometrium. Mereka sering disebut sebagai mioma uterus, dan sering disebut
secara salah dengan fibroid karena sebenarnya terdiri dari sejumlah besar kolagen
yang terkandung menciptakan konsistensi berserat. Sebuah pseudokapsul tipis
terdiri dari jaringan areolar dan serat otot yang terkompresi mengelilingi tumor. 2,6
Mioma uteri biasanya akan membesar sehingga menyebabkan distorsi ukuran
kavum uterus, sering multipel dan biasanya kurang dari 15 cm tetapi dalam
beberapa kasus yang jarang dapat mencapai proporsi yang sangat besar, dengan
berat lebih dari 45 kg.6

3.2. Epidemiologi
Mioma uteri paling banyak ditemukan pada usia 35 tahun (20-25%). Mioma uteri
lebih sering didapati pada wanita nullipara atau yang kurang subur dan pada
wanita berkulit hitam dibandingkan dengan wanita kulit putih, ras hispanik atau
asia. Resiko menderita mioma menurun seiring dengan meningkatnya kehamilan
wanita dengan dua kali melahirkan bayi cukup bulan akan menurunkan resiko
sebesar 0.5%. Berat badan juga meningkatkan resiko mioma uteri dengan asumsi
wanita dengan obesitas memiliki kadar estrogen yang tinggi. Namun walau
estrogen memegang pengaruh besar terhadap faktor resiko mioma uteri
penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatakan faktor resiko mioma uterus
walaupun begitu penelitian dari Nurse Health Study melaporkan adanya sedikit
peningkatan resiko pada pengguna kontrasepsi oral yang dimulai pada usia
remaja. Faktor keturunan juga memegang peranan. Setelah menopause hanya
kira-kira 10% yang masih tumbuh. 2,6,7

12
3.3 Etiologi dan Patogenesis
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada
kromosom lengan 12q13-15. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan
human growth hormone.2,8
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks
dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam
proses pertumbuhan tumor.9
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma.
Konsentrasi reseptor estrogen pada mioma lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding
endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma
pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak
diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan
cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran
tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.9

3.4 Faktor Risiko


Ada beberapa faktor yang diduga berperan penting sebagai faktor risiko terjadinya
mioma uteri yaitu:10,11,12,13

13
1. Usia

Mioma uteri jarang terjadi sebelum usia pubertas, dan hampir tidak pernah
ditemukan pada perempuan menopause. Mioma uteri terjadi pada 20-25%
perempuan di usia reproduktif. Penyebab pastinya belum diketahui, namun
dicurigai akibat faktor hormon estrogen, dimana pada usia sebelum menarche
kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada
usia menopause. Walaupun biasanya asimptomatik, tumor paling banyak
menimbulkan gejala pada wanita usia 35-45 tahun.
2. Ras
Ras kulit berwarna menjadi faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri. Insidens
mioma uteri 3-9 kali lebih banyak ditemukan pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 50 tahun terakhir, ditemukan hampir
50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.
3. Usia Menarche
Usia menarche berhubungan dengan produksi hormon estrogen endogen. Usia
menarche yang dini (<10 tahun) meningkatkan risiko untuk menderita mioma
uteri 1.24 kali lebih besar. Sebaliknya, usia menarche yang terlambat (>16 tahun)
akan menurunkan risiko menderita mioma uteri sebesar 0.68 kali.
4. Obesitas
Wanita yang mengalami obesitas akan memproduksi estrogen lebih banyak dalam
tubuhnya. Hal ini disebabkan peningkatan konversi androgen menjadi estrogen
oleh jaringan adipose yang berlebih. Wanita dengan obesitas juga menunjukkan
penurunan produksi sex hormone binding globulin (SHBG) oleh hati, yang
menyebabkan peningkatkan kadar estrogen bebas.
5. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama yang menderita mioma uteri
memiliki faktor risiko 1.5 lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak
memiliki riwayat keluarga penderita mioma uteri. Selain itu, wanita dengan 2
orang keluarga tingkat pertama yang menderita mioma uteri dilaporkan memiliki

14
ekspresi VEGF-α (Growth factor yang memicu pertumbuhan mioma uteri) 2 kali
lebih besar daripada yang tidak.
6. Paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika
kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan
ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum
berat, aliran darah dan bentuknya kembali menjadi asal melalui proses apoptosis
dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam
penurunan ukuran mioma uteri. Teori lain mengatakan bahwa pembuluh darah di
uterus kembali pada keadaan atau ukuran awal saat postpartum dan hal ini
menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan nutrisi untuk
berkembang. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun)
memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma.
Pada wanita nullipara, kejadian mioma lebih sering ditemui salah satunya diduga
karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh
ovarium pada wanita yang tidak hamil. Hampir semuanya adalah estriol, suatu
estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini
berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil dan melahirkan, estrogen yang
ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang
semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.
7. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung pada kejadian mioma uteri.
Menurut data yang dipublikasikan oleh CDC, wanita usia 25 tahun ke atas yang
memiliki latar belakang pendidikan lebih rendah daripada S1 lebih beresiko untuk
menjadi obesitas (39-43%) dibandingkan dengan yang berlatar belakang
pendidikan S1 atau lebih tinggi (25%).
8. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Pada wanita yang merokok,
akan terjadi hambatan konversi hormon androgen menjadi estrogen akibat
terhambatnya kerja enzim aromatase oleh nikotin.

15
3.5 Klasifikasi
Lapisan otot uterus merupakan otot polos berwarna cenderung merah muda dan
mioma uteri cenderung lebih tampak lebih tebal berbenjol dan cenderung agak
putih. Biasanya cenderung hanya ada satu mioma dan terdapat variasi ukuran dan
lokasi dari mioma tersebut. Beberapa mioma uteri ada yang sebesar kepala peniti
tetapi beberapa ada yang membesar bahkan ada yang hingga sebesar buah melon
atau bola sepak. Mioma uteri diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan arah
pertumbuhannya.2,6
1. Mioma Subserosa : berasal dari pertumbuhan miosit yang terletak di
lapisan serosa uterus dan arah tumbuhnya kearah luar. Dimana ketika
hanya tersambung dengan tangkai terhadap miometrium disebut
Pedunculated Mioma. Parasitic Mioma adalah variasi dari mioma
subserosa yang tumbuh di kearah kavum pelvis dan kemudian terlepas dari
miometrium tempat asal mioma tumbuh.
2. Mioma Intramural : tumbuh ditengah-tengah lapisan miometrium.
3. Mioma Submukosa : mioma yang tumbuh dekat kearah endometrium dan
arah pertumbuhannya kearah kavum uterus.
4. Kurang lebih 0.4% tumbuh di serviks.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks (myom geburt). Mioma subserosum dapat
tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra
ligamenter: Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain
misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dan
uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti whorl like pattern, dengan pseudocapsule
yang terdiri dan jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang
mioma ini. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus, namun
biasanya hanya 5-20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma dápat mencapai

16
berat lebih dan 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20
tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Pertumbuhan
mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran
sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah
menopause banyak mioma menjadi listit, hanya 10% saja yang masih dapat
tumbuh lebih lanjut.

Gambar 1. Klasifikasi Mioma

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
(servik, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Keluhan yang dirasakan penderita mioma uteri sebagai
keluhan utama pada umumnya adalah :
Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoraghi dan
dapat juga terjadi metroragia . Hal ini sering menyebabkan penderita juga
mengalami anemia dari perdarahan yang terus-menerus.4 Mekanisme terjadinya
perdarahan abnormal ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Beberapa
pendapat menjelaskan bahwa terjadinya perdarahan abnormal ini disebabkan oleh
abnormalitas dari endometrium.4 Tetapi saat ini pendapat yang dianut adalah

17
bahwa perdarahan abnormal ini disebabkan karena pengaruh ovarium sehingga
terjadilah hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma, permukaan
endometrium yang lebih luas, atrofi endometrium di atas mioma submukosum,
dan miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium . Pada Mioma Uteri submukosum diduga terjadinya
perdarahan karena kongesti, nekrosis, dan ulserasi pada permukaan
endometrium.5
Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma. Pada pengeluaran mioma submukosum yang
akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis
dapat menyebabkan juga dismenore. Selain hal diatas, penyebab timbulnya nyeri
pada kasus mioma uteri adalah karena proses degenerasi. Selain itu penekanan
pada visera oleh ukuran mioma uteri yang membesar juga bisa menimbulkan
keluhan nyeri. Dengan bertambahnya ukuran dan proses inflamasi juga
menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada regio pelvis.5
Efek penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan oleh
mioma uteri pada vesiko urinaria menimbulkan keluhan-keluhan pada traktus
urinarius, seperti perubahan frekuensi miksi sampai dengan keluhan retensio urin
hingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.4 Konstipasi dan
tenesmia juga merupakan keluhan pada penderita mioma uteri yang menekan
rektum. Dengan ukuran yang besar berakibat penekanan pada vena-vena di regio
pelvis yang bisa menimbulkan edema tungkai.5

3.7 Diagnosis
Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis:
Teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang
serta adanya riwayat perdarahan per vaginam terutama pada perempuan pada usia
lebih dari 40 tahun, kadang dikeluhkan juga perdarahan kontak.

18
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan, namun
dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang bentuknya tidak regular,
tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-benjol yang keras pada palpasi. Pada
pemeriksaan Ginekologik (PDV) teraba massa yang keluar dari OUE (kanalis
servikalis), lunak, mudah digerakkan, bertangkai serta mudah berdarah. Melalui
pemeriksaan inspekulo terlihat massa keluar OUE (kanalis servikalis) berwarna
pucat.14
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang
perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar
Hemoglobin. Pemeriksaaan laboratorium lain disesuaikan dengan keluhan
pasien.
Imaging

Pemeriksaaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan transvaginal
bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi
transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa
yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi trans abdominal.
Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.

Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh
ke arah kavum uteri pada pasien infertil.

Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika
mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggambarkan
jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa.14

19
3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri tergantung usia, paritas, lokasi dan ukuran
Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari
semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi
jika ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
dan terbagi atas :5,14
 Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Monitor keadaan Hb
c. Pemberian zat besi
d. Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan
regulasi gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya,
fungsi ovarium menghilang dan diciptakan keadaan ”menopause” yang
reversibel. Sebanyak 70% mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus
telah dilaporkan terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan
manfaatnya pada pasien perimenopausal dengan menahan atau
mengembalikan pertumbuhan mioma sampai menopause yang
sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis
GnRH jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi
dihentikan tetapi, hal ini akan segera didapatkan dari pemeriksaan klinis
yang dilakukan.

20
 Penanganan operatif
Indikasi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :
 Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat
 Ukuran tumor yang besar
 Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika pertambahan
ukuran tumor setelah menopause
 Retensio urin
 Tumor yang menghalangi proses persalinan
 Adanya torsi

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :


 Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus
. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum.
Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih
ingin be reproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini tetapi
penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki
keturunan setelah penyebab lain disingkirkan
 Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim,
baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut

21
serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan
pendekatan perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus
secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari
seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan
indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal
histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing
prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan
untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan
melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya
karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian
didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan
dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual.
Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber
timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak
terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina, dimana
tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada
perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus
dapat diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska
operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani
histerektomi vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani
histerektomi abdominal.

Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk


histerektomi adalah sebagai berikut :

22
 Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar
dan dikeluhkan oleh pasien.
 Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan
bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia
akibat kehilangan darah akut atau kronis.
 Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut,
rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan
penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering.

Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil


Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai
apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra abdomen
memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk
kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau
obstruksi mekanik.5

3.9 Komplikasi
 Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor
yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah
menopause.4
 `Anemia
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan
pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan
mengakibatkan anemia defisiensi besi.14

23
 Torsi
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen
akut, mual, muntah dan syok.4
 Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis
infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain
harus disingkirkan.4

3.10 Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi
yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus
endometrium, maka diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang
kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya
memerlukan tindakan lebih lanjut.14

24
BAB IV
ANALISIS KASUS

Telah diuraikan suatu kasus seorang wanita 35 tahun dengan diagnosa


mioma uteri, anemia berat, dan infertilitas primer 5 tahun. Kemudian
direncanakan untuk perbaikan keadaan umum, pemeriksaan USG dan
penjadwalan miomektomi. Penegakan diagnosis pada pasien ini dapat diketahui
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil
anamnesis didapatkan bahwa OS mengeluh keluar darah terus-menerus dari
kemaluan sejak 4 bulan yang lalu, banyak 5-8 kali ganti pembalut, darah warna
merah kehitaman, nyeri saat menstruasi, timbul benjolan pada bagian perut bawah
yang semakin membesar. Os juga mengeluh badan lemas, sempoyongan dan
pandangan berkunang-kunang. Os telah menikah selama 5 tahun dan belum
mendapatkan keturunan. Os sebelumnya telah didiagnosis dengan mioma uteri di
RS Myria pada bulan Agustus dan disarankan untuk angkat rahim, namun Os
menolak. Os kemudian dirujuk ke RSMH. Ketika pasien masuk rumah sakit,
dilakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan konjungtiva palpebra pucat, perut
bagian bawah membesar dengan fundus uteri 1 jari bawah pusat. Pada
pemeriksaan inspekulo, didapatkan flukus (+) darah tidak aktif. Pemeriksaan VT
didapatkan corpus uteri berukuran 22 minggu. Setelah dilakukan pemeriksaan
hematologi didapatkan Hb 4.4 g/dL, eritroit 2.280.000/µL, dan hematokrit 15%.
Pada pemeriksaan USG, didapatkan kesan mioma uteri intramural dnegan ukuran
11.71 cm x 8.32 cm pada corpus uteri posterior.
Keluar darah yang terus-menerus dari kemaluan disebabkan oleh
abnormalitas dari endometrium (hiperplasia endometrium, permukaan
endometrium yang lebih luas, atrofi endometrium di atas mioma submukosum,
dan miometrium tidak dapat berkontraksi optimal). Badan lemas, sempoyongan
dan pandangan berkunang-kunang diakibatkan oleh anemia yang tidak tertangani
dengan baik sehingga tubuh mengalami keadaan hipoksia. Pada pemeriksaan
abdomen ditemukan fundus uteri teraba satu jari di bawah pusat. Fundus uteri
yang teraba satu jari di bawah pusat pada kasus ini menunjukkan pembesaran

25
uterus akibat adanya massa mioma. Dalam pemeriksaan fisik umum, khusus dan
laboratorium, ditemukan adanya anemia pada pasien. Hal ini dapat terjadi karena
perdarahan yang terus-menerus akibat selama 4 bulan terakhir.
Selain itu, pasien ini mengalami infertilitas primer selama 5 tahun yang
mungkin disebabkan oleh mioma uteri yang diderita. Mioma yang menyebabkan
infertilitas primer hanya 2-3% dari pasien. Sampai saat ini belum jelas hubungan
antara mioma dan infertilitas. Diduga akibat efek oklusi ostium tuba dan
gangguan motilitas sperma menuju ovum. Dan yang paling penting adalah defek
pada kavum uteri menyebabkan gangguan implantasi dan transport sperma. BAB
dan BAK tidak ada keluhan menunjukkan kemungkinan mioma tidak menekan
organ-organ di sekitarnya yang biasanya menyebabkan retensi urine jika menekan
vesika urinaria, dan konstipasi jika menekan rektum.
Faktor risiko terjadinya mioma uteri yang ditemukan pada os adalah usia
reproduktif dan jumlah paritas. Mioma uteri paling sering ditemukan pada
perempuan usia reproduktif karena pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
estrogen yang meningkat pada usia reproduktif. Pada wanita nullipara, kejadian
mioma lebih sering ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita
hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak
hamil. Hampir semuanya adalah estriol, suatu estrogen yang relatif lemah
daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita
yang tidak pernah hamil dan melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah
murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang semuanya digunakan untuk
proliferasi jaringan uterus.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri, anemia berat
dan infertil primer 5 tahun. Pada pasien ini tatalaksana berupa perbaikan
keadaan umum serta rencana dilakukan miomektomi. Pemberian asam
traneksamat dilakukan untuk agen antifibrinolitik yang menghambat
penghancuran bekuan darah sehingga diharapkan dapat mengatasi perdarahan
yang terjadi. Pemberian transfusi PRC diharapkan dapat meningkatkan kadar sel
darah merah dalam tubuh sehingga gejala anemia dapat berkurang. Selanjutnya,

26
miomektomi (pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus)
dipilih karena os masih ingin mempertahankan fungsi reproduksi. Prognosis pada
pasien ini dubia ad bonam. Pada pasien ini tidak ditemukan komplikasi lain
sehingga prognosis pada pasien ini baik

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW.


eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids. England –
New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 – 8. Diakses 10
Mei 2018.
2. Cunningham. William Gynecology. Chapter 9, Pelvic Mass. The Mc-Graw
Hills Companies, 2008.
3. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH.
Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI, 2003; 151 – 156
4. Lacey, C.G., Benign Disorders of the Uterine Corpus, Current Obstetric
and Gynecologic Diagnosa and Treatment, 6th ed, Aplleten & Lange,
Norwalk Connectient, California, Los Atlas, 2007, p : 657-62.
5. Muzakir. 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau Periode 1 Januari-31 Desember 2006.
6. De Cherney, A. H. Current Obstetric & Gyneologyc Diagnosis &
Treatment 10 th edition. Mc.Graw Hilll Company, 2007.
7. Speroff, L. Clinical Gynecologic Endocrinology & Infertility, 7 th ed.
California, Lippincott Williams & Wilkins. USA, 2005.
8. Hadibroto Budi R, 2005, Mioma Uteri. Dalam: Majalah Kedokteran
Nusantara Volume 38, No. 3, September 2005: 255-260.
9. Wiknjosastro, H., A.B. Saifuddin, dan T. Rachimhadhi. 2011. Ilmu
Kebidanan Edisi ke3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.
10. Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of
Uterine Myomas. Fertility And Sterility. 87:725-736
7th
11. Kumar, P., N. Malhotra. 2008. Jeffcoate’s Principles o Gynaecology
Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers : India.

28
12. Hoffman, B.L., J.I. Schaffer, L.M. Halvorson, J.O. Schorge, K.D.
Bradshaw, dan F.G. Cunningham. 2012. William Gynecology. Mc. Graw-
Hill: New York.
13. Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. Ilmu kandungan. Edisi
2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono; 2008.
14. Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38
No. 3 September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan.

29

You might also like