Professional Documents
Culture Documents
PERSALINAN PRETERM
Oleh:
Pembimbing:
Dr. H. M. Hatta Ansyori, Sp.OG (K)
1
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
2
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Persalinan Preterm
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 17
September – 26 Oktober 2018
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Persalinan
Preterm”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Hatta Ansyori, Sp.OG (K)
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Tingginya angka kematian bayi akibat persalinan preterm di Indonesia dan
masalah yang dapat ditimbulkan dari persalinan preterm membuat penulis tertarik
untuk menulis laporan ini. Laporan diharapkan dapat menambah wawasan tenaga
medis khususnya dokter umum dan bidan agar dapat mencegah kejadian
persalinan prematur di Indonesia.
6
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. NDP
Umur : 19 tahun
Tanggal lahir : 21 November 1998
Alamat : 7 Ulu tangga raja no.2149, RT/RW 58/16, Kel.7 Ulu, Kec.
Seberang ulu 1, Kota Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 30 September 2018 pukul 21.40 WIB
No. RM : 1083736
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Hamil kurang bulan dengan perut mulas
7
Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak mendapat pengobatan sebelumnya
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), refleks cahaya (+/+)
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret(-),
perdarahan(-)
8
Telinga : Liang telinga lapang
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan
bibir kering (-), fisura (-), cheilitis(-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis, detritus (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran
struma (-)
THORAX
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal,
subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 83 x/menit, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
EKSTREMITAS
Akral hangat (+), edema pretibial (-)
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
FUT ½ pusat-proc xipoideus (23 cm), letak memanjang, punggung kanan,
presentasi kepala, penurunan kepala 4/5, DJJ 146 x/menit, HIS 2x/10’/30”,
TBJ 1550 gram.
9
Pemeriksaan Dalam
Inspeksi: portio livide, OUE terbuka, fluor (-), fluxus (+), darah tidak aktif.
E/L/P (-)
Vaginal toucher: portio lunak, anterior, eff 100%, dilatasi 5 cm, presentasi
kepala, Hodge II-III, ketuban (+), penunjuk UUK kanan.
V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 32-33 minggu inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup,
presentasi kepala.
VI. PROGNOSIS
10
Prognosis Ibu :dubia ad bonam (vitam dan functionam)
Prognosis Janin :dubia
FOLLOW UP
Tanggal 30 September 2018, pukul 21.40
S : hamil kurang bulan dengan perut dirasakan semakin mulas
O : Pemeriksaan fisik umum :
- Sensorium : compos mentis
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/m, isi dan tegangan cukup
- RR : 20x/m
- T : 36,5 C
Pemeriksaan spesifik
- Pemeriksaan luar : ½ pusat sampai proc xipoideus (23 cm), letak
memanjang, punggung kanan, presentasi kepala, penurunan kepala 4/5,
DJJ 146 x/menit, HIS 2x/10’/30”
- Vaginal toucher: : portio lunak, anterior, eff 100%, dilatasi 5 cm,
presentasi kepala, Hodge II-III, ketuban (+), penunjuk UUK kanan
A : G1P0A0 hamil 33 minggu inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup,
presentasi kepala
P : Terapi lanjutkan
11
- Diberikan injeksi oksitosin 10 IU IM
- Peregangan tali pusat terkendali
- Masase fundus uteri
01.05 WIB = plasenta lahir lengkap, dengan berat plasenta 350 gram, panjang tali
pusat 45 cm, diameter 17x18 cm, dilakukan eksplorasi jalan lahir, tidak
didapatkan perluasan luka episiotomi, luka episiotomi dijahit secara jelujur
sublentikuler, keadaan umum ibu baik, perdarahan aktif (-).
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan
20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1 Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa bayi preterm adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang, bayi preterm ialah bayi yang pada waktu lahir
organ organ tubuh belum tumbuh sempurna, fungsional belum matang, sehingga
bahaya kematian akan meningkat dan jika hidup bahaya gangguan fisik dan
intelektual meningkat.6,9,10
Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori
World Health Organization (WHO), yaitu: 7
1. Extremely preterm (< 28 minggu)
2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).
3.2. Epidemiologi
Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6 – 10%.
Hanya 1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan
0,5% pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan
dua pertiga dari kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm
ialah perawatan bayi preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin
besar morbidatas dan mortalitas. Penelitain lain menunjukkan bahwa umur
kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal.7
Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi >1.500 gram
keberhasilan hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan sama dengan berat
janin <1.500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32
minggu dengan berat lahir < 1.500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%.
Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak hanya
tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat bayi lahir.7
Permasalahan yang terjadi pada presalinan preterm bukan saja pada
kematian perinatal melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan
kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka
pendek yang sering terjadi adalah: RDS (Respiratory Distress Syndrome),
13
perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing Enetro Cilitis), displasi
bronko-pulmonar, sepsis, dan patern duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka
panjang seiring berupa kelainan neurologik seperti serebral palsi, retinopati,
retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavoral dan prestasi sekolah
yang kurang baik.7,8 Dengan melihat permasalahan yang dapat terjadi pada bayi
preterm, maka penundaan persalinan preterm bila mungkin masih dapat
memberikan suatu keuntungan.
Pemicu obstetri yang mengarah pada persalinan preterm antara lain: (1)
persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun
seksio sesarea; (2) persalinan preterm spontan dengan selaput amnion utuh; dan
(3) persalinan preterm dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya
dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari persalinan
preterm berdasarkan indikasi, 40-45% persalinan preterm terjadi secara spontan
dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% persalinan preterm yang didahului
ketuban pecah dini.7
3.3. Etiologi
Persalinan preterm merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kadang hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban
peccah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses
patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak
terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:8
1) Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stres pada ibu atau janin
2) Inflamasi desiuda-korioamnion atau sistemik akibat infeksi
assenden dari traktus genitourinari atau infeksi sistemik
3) Perdarahan desidua
4) Peregangan uterus patologik
5) Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan
preterm harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi,
menyebabkan persainan preterm atau seorang dokter terpaksa mengakhiri
kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan.15
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm
adalah6:
14
1) Janin dan plasenta
Perdarahan trimester awal
Perdarahan anterpartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
Ketuban pecah dini (KPD)
Pertumbuhan janin terhambat
Cacat bawaan janin
Kehamilan ganda/gemeli
Polihdiramnion
2) Ibu
Penyakit berat pada ibu
Diabetes melitus
Preeklamsia/ Hipertensi
Infeksi saluran kemih/ genital/intrauterin
Penyakit infeksi dengan demam
Stres psikologik
Kelainan bentuk uterus/ seviks
Riwayat persalian preterm/ abortus berulang
Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
Pemakaian obat narkotik
Trauma
Perokok berat
Kelainan imunologi/kelainan resus8
Drife dan Magowan menyatakan bahwa 35% persalinan preterm terjadi
tanpa diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada
kehamilan ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya. 6
Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban
pecah dini dan persalinan preterm. Patogenesis infeksi ini yang menyebabkan
persalinan belum jelas benar. Kemungkinan diawali dengan akitivitas fosfolipase
A2 yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selapu amnion janin, sehingga
asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam
air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan
prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Proses persalinan
preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran
produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin, termasuk interleukin-
1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin-6 adalah produk sekretorik yang
dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara itu, Platelet Activating Factor
(PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada kativitas
jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan
15
demikian, janin memainkan peran yang sinergi dalam mengawali proses
persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin
menyebabkan kerusakan membran lewat pengaruh langsung dari protease.6,8,9
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh
bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies mobilunkus atau mikoplasma
hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengna ketuban pecah dini, persalinan
preterm, dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari
5,0.8
Bakteri BV menghasilkan enzim mukolitik yang mempermudah bakteri
tersebut menembus barier lendir serviks masuk kedalam traktus genitalis bagian
atas. Selain itu jumlah mikroflora vagina normal yaitu Lactobacillus fakultatif
menurun, maka akan mempengaruhi tingkat keasaman vagina dan mempermudah
pertumbuhan bakteri anaerob.8,16
Gambaran klinis BV dapat dinilai dengan menggunakan kriteria Amsel,
yaitu terdapat tiga dari empat tanda klinis berikut: 8,16
pH vagina di atas 4,5
Sekret vagina yang homogen dan tipis
Terdapat bau amis dari sekret vagina bila ditambahkan kalium hidroksida
10% (tes amin)
Terdapat clue cell pada sediaan basah
Pada hipertensi atau preeklampsia, penolong persalinan cenderung untuk
mengakhiri kehamilan, Hal ini menimbulkan prevalensi preterm meningkat.
Kondisi medik lain yang sering menimbulkan persalinan preterm adalah
inkompetensi serviks. Penderita dengan inkompetensi serviks berisiko mengalami
persalinan preterm.10
Di samping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat sosio—ekonomi, riwayat lahir mati, dan kehamilan di luar nikah.
Merupakan langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm adalah
bagaimana mengidentifikasi faktor risko dan kemudian memberikan perawatan
antenatal serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.9
16
3.4. Patogenesis
Penyebab persalinan preterm multifaktorial dan dapat saling berinteraksi
satu sama lain. Berikut beberapa alur yang umum terjadi pada persalinan preterm:
6,7
17
2) Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
3) Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasif
4) Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.
Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling umum
ialah penyebaran secara ascending dari vagina dan serviks. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh suatu kondisi yang disebut vaginosis bakterialis, yang
merupakan sebuah kondisi ketika flora normal vagina predominan-laktobasilus
yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh bakteri anaerob,
Gardnerella vaginalis, spesies Mobilunkus, atau Mycoplasma hominis. Keadaan
ini telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan
infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,0.8
Infeksi intraamnion akan menyebabkan terjadinya pelepasan mediator
inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α. Sitokin
akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan
menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab
untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan
kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP)
yang mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
18
Di Amerika Serikat misalnya, ART merupakan 1% dari semua kelahiran
hidup, tetapi 17% dari semua kehamilan multipel; 53% neonatus hasil dari ART
pada tahun 2003 merupakan anak kembar. Mekanisme dari distensi uterus yang
berlebihan hingga menyebabkan persalinan preterm masih belum jelas. Namun
diketahui, peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein gap junction,
seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang
berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin.11
3.4.5. Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy losses
pada trimester kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan
pada serviks berhubungan dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan
variasi yang cukup luas, termasuk persalinan preterm. Insufisiensi serviks secara
tradisi telah diidentifikasi di antara wanita dengan riwayat pregnancy losses
berulang pada trimester kedua, tanpa adanya kontraksi uterus. Terdapat lima
penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu: (1) kelainan bawaan; (2) in-utero
diethylstilbestrol exposure; (3) hilangnya jaringan dari serviks akibat prosedur
operasi seperti Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) atau conization;
(4) kerusakan yang bersifat traumatis; dan (5) infeksi.10
Selain berhubungan dengan beberapa hal di atas, risiko persalinan preterm
juga meningkat pada perokok. Mekanisme meningkatnya risiko persalinan
preterm pada wanita yang merokok sampai saat ini belum jelas. Terdapat lebih
dari 3000 bahan kimia dalam batang rokok, yang masing-masing efek biologisnya
sebagian besar tidak diketahui. Namun, baik nikotin dan karbon monoksida
merupakan vasokonstriktor yang kuat dan dihubungkan dengan kerusakan
plasenta serta menurunnya aliran darah uteroplasenta. Kedua jalur tersebut
mengarah pada terhambatnya pertumbuhan janin dan persalinan preterm.10
19
Gambar 1. Patofisiologi prematur14
3.5. Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan
preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar
merupakan ancaman proses perslainan. Beberapa kriteria dapat dipakai
sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:9
Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 – 8 menit sekali, atau 2 – 3
kali dalam waktu 10 menit
Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm, dan penipisan 50-80%
Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm
Terjadi pada usia kehamilan 20-37 minggu
20
3.6. Penatalaksanaan
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan
sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan
pasien yang berisiko untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik
terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga
tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim
dilakukan pada kunjungan antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut
mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan terjadinya persalinan
preterm. Bila dijumpai serviks pendek (<1cm) disertai dengan pembukaan yang
merupakan tanda serviks matang atau inkompetensi serviks, mempunyai risiko
terjadinya persalinan preterm 3 – 4 kali.9
21
selama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu
Pengelolaan10
Menjadi pemikirian pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah:
apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan
menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris,
ataupun ultrasonografi meliputi pertumbuhan atau berat janin, jumlah dan keadaan
cairan amnion, presentasi dan keadaan janin atau kelainan kongenital atau bila
proses persalinan kurang bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski
telah dilakukan segala upaya pencegahan, makan perlu dipertimbangkan:
Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter
spesialis kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm
atau beraa persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.
Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah sesar.
Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma
gawat napas.
22
Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi perawatan
bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.
Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan
rencana perawatan intensif neonatus 5.
Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan preterm dan/atau
menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dialukan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes.
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor.
Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana
selaput ketuban sudah pecah.
Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai
4 cm.
Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila
TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk mengahmbat persalinan,
tidak ada yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu
dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan
serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah:
Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan
paru janin.
Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas lebih lengkap
Optimalisasi personel
23
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagia tokolisis adalah:
Kalsium antagonis: Nifedipin 10 mg/oral diulang 2 – 3 kal/jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontraksi berulang.
Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isokuprin, dan salbutamol, dapat
Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah: deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinyan pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian sikls tunggal kortikosteroid adalah:
Betametason: 2x12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam
Deksametason: 4x6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.9,13
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Obat iberikan per oral, yang dianjurkan
adalah: eritromisin 3x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin
3x500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti
klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC 9.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan
KPD/ PPROM (Preterm premature rupture of the mebrane) adalah:
Semua alat yang digunakan untuk periksan vagian harus steril.
Periksa dalam vagian tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan pemeriksaan
spekulum.
24
Pada pemeriksaan USG jika dapat penurunan indeks cairan amnion (ICA)
tanpa adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah
pada kemungkinan KPD.8
Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada
usia kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil
pemeriksaan maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas
perinatologi) sangan menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri.
Cara persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan
seperti: apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea
terutama pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian
forseps untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilkukan
episiotomi profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
25
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.4
Perawatan Neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan
umum, biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik dan kemapuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan,
pernapasan tidak adekuat, atau trauma, suasasan hangan diperlukan untuk
mencegah hipotermia pada neonatus (suhu badan dibawah 36,5oC), bila mungkin
bayi sebaiknya dirawat dengan cara KANGURU untuk menghindari hipotermia,
Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan
sonde atau dipasang infus.Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuaui
dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas
yang adekuat termasuk perawatan perinatal intensif.
26
BAB IV
ANALISIS KASUS
27
nutrisi yang dianggap dapat menurunkan konsentrasi pro-inflamasi sitokin,
pemberian antibiotik (jika dicurigai vaginosis bakterial), dan pemberian
progesteron (antagonis oksitosin) untuk memelihara integritas serviks dan
memiliki efek anti-inflamasi. Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang
pada umumnya dilakukan. Contohnya yaitu merujuk ibu dengan ancaman
persalinan preterm ke rumah sakit yang dilengkapi perawatan bayi preterm,
pemberian terapi tokolitik, kortikosteroid antenatal, antibiotik dan persalinan
preterm atas indikasi pada waktu yang tepat.
Penegakan diagnosis
Prediksi persalinan preterm secara klinis mencakup anamnesis,
pemeriksaan fisik dan skrining infeksi vagina.
1. Anamnesis
Identitas pasien, memperkirakan waktu persalinan, menggali kebiasaaan
dan faktor risiko yang berkaitan dengan insidens persalinan preterm, dan keadaan
sosioekonomi.
2. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan obstetrik, adanya kontraksi dengan intensitas dan
frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan pematangan serviks pada
usia gestasi 24-37 minggu merupakan suatu penanda persalinan preterm aktif.
Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis persalinan preterm adalah
terdapatnya kontraksi yang nyeri, dapat diraba, berlangsung selama lebih dari 30
detik dan muncul minimal empat kali tiap 20 menit.
Pada pasien ini terdapat HIS 2x dalam 10 menit dan lamanya 30 detik
(2x/10’/30”). Hal ini menyebabkan penipisan dan pematangan serviks yang dini
pada saat kehamilan, sehingga memicu terjadinya persalinan preterm.
Selain itu dari pemeriksaan obstetrik juga dapat dilakukan penilaian serviks
dengan menggunakan skor Bishop.
28
Skor bishop pada kasus yaitu:
1. Posisi uterus pada posterior :0
2. Konsistensi lunak :2
3. Pendataran/effacement (100%) :3
4. Dilatasi serviks (5 cm) :3
5. Station (hodge II) :3
Total : 11
Interpretasi Skor Bishop ≥ 6 bisa dilakukan persalinan pervaginam
3. Prediksi biofisik
Prediksi biofisik dilakukan dengan mengukur parameter fisik pada ibu.
Parameter fisik yang dimaksud adalah panjang serviks. Cara pemeriksaan serviks
antara lain yaitu: 1. Digital dengan jari. 2. Ultrasonografi (USG) transabdominal.
3. USG transperineal. 4. USG transvaginal. Pengukuran panjang serviks dapat
digunakan untuk memprediksikan adanya risiko persalinan preterm. Serviks yang
pendek memiliki risiko lebih tinggi mengalami persalinan preterm.
Penilaian serviks yang lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan
USG. Teknik USG yang dapat dilakukan adalah USG transabdominal,
transperineal dan transvaginal. USG transabdominal memiliki keterbatasan yaitu
ketika dilakukan pemeriksaan, kandung kemih harus dalam keadaan terisi, namun
hal ini dapat menyebabkan pemanjangan serviks sehingga mengaburkan adanya
serviks yang pendek atau bentuk serviks yang funneling (pembukaan serviks dari
internal os). USG transvaginal merupakan cara invasif yang tidak membutuhkan
29
pengisian kandung kencing sehingga gambaran serviks yang sebenarnya bisa
ditampilkan dengan jelas. Disamping itu USG transvaginal juga dapat mengukur
dengan akurat bila terjadi pembukaan serviks bahkan juga funneling sehingga
tatacara pengukuran serviks yang sangat dianjurkan adalah secara transvaginal.
Dari hasil USG didapatkan skor BPP (BioPhysic Profile) merupakan kombinasi
antara pemeriksaan USG dan Non- Stress Test. Tujuannya juga untuk memantau
kesejahteraan janin. Dikatakan normal bila nilai BPP minimal 8.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2007. Birth: Final data for
2005. [diakses 07 November 2016]. Tersedia pada Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni 2017 :http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr56
_06.pdf.
2. Drife J, Mogawan BA. Clinical obstetric and gynecology: prematurity.
London: Saunders; 2004. h.375-80
3. Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama.
4. Stacy B, Wodjdyla D, Say L, Betran A, Merialdi M, Rubens C, et al. The
worldwide incidense of preterm birth: a systematic review of maternal and
morbidity. Bull World Health Organ. 2010;88:31
5. Sari, E. W. L. dan Sulastri, S. (2012) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Preeklampsia Di RSUD DR. Moewardi Surakarta.
6. Drife J. Magowan BA. 2004. Clinical obsterics and gynaecology:
Prematurity, Saunders, London: 374-380
7. Goldenberg RL. 2002. The management of preterm labor. In: High-risk
pregnancy series. Obstet Gynecol: an expert’s view:1020-37.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. 2005. Preterm birth in William Obsterics 22nd ed. McGraw-Hill. New
York: 855-73
9. Manajemen persalinan preterm. 2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal
POGI. Semarang.
10. Abadi A. 2004. Persalinan preterm. Dalam: Hariadi R. ed. Ilmu Kedokteran
Feto maternal. Edisi perdana, Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI
Surabaya: 364-80.
11. Suharsono. 2005. Kontroversi pemberian kortikosteroid dosis tunggal atau
multiple pada persalinan preterm. PIT-FM. Semarang.
12. Jobe AH, Soll RF. 2004. Choice and dose of corticosteroid for antenatal
treatment. AM J Obstet Gynecol. 190: 878-81.
13. Abbasi S, Hirsch D, Davis J. 2000. Effect of single versus multiple course of
antenatal corticosteroid on maternal and neonatal outcome. AM J Obstet
Gynecol 182: 1243-9.
14. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Persalinan preterm dalam: Buku Ilmu
Kebidanan Edisi Keempat.PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
667-76
31
15. DeCherney AH. Nathan. 2003. Late Pregancy Complication in Current
Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill
Companies.
16. Prediksi Persalinan Preterm [internet]. Health Technology Assessment
Indonesia; 2010 [cited 2014 Jan 12]. Available from
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com
32