Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Rice analog is expected could reduce the dependency on consuming rice in Indonesia. The study aimed to
characterize lindur flour, determine formulation of rice analog with hedonic score, then characterize selected
analog rice product. Several phases of the study were production and characterization of lindur flour;
formulations of rice analog; and characterization of selected product. The results showed that the content lindur
flour contained carbohydrate (86.10%), tannin (0.21%), amylose (29.96%), total sugar (14.75%), and HCN
(1.98 ppm). The best formulation of analog rice was combination of lindur flour (70%), sago flour (30%), and
addition of chitosan (0.5%). The characteristic of selected analog rice contained physically carbohydrate
(81.58%), density (0.80 g/mL), one thousand grain weights (18.08 g), amylose (20.36%), dietary fiber (8.16%),
gross energy (3,240 kal/g) and starch digestibility (55.22%).
Abstrak
konsumsi beras di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tepung lindur, menentukan
formulasi beras analog, dan karakterisasi produk beras analog terpilih. Penelitian dilakukan melalui 3 tahap
yaitu pembuatan dan karakterisasi tepung buah lindur, formulasi beras analog dan pembuatan analog, serta
karakterisasi produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung lindur memiliki karbohidrat (86,10%), tanin
(0,21%), amilosa (29,96%), total gula (14,75%), dan HCN (1,98 ppm). Formulasi terbaik adalah kombinasi
dari tepung lindur 70% dan tepung sagu 30% dengan penambahan kitosan 0,5%. Beras analog terpilih memiliki
karbohidrat (81,58%), densitas kamba (0,80 g/mL), bobot seribu butir (18,08 g), amilosa 20,36%, serat pangan
8,16%, energi bruto (3.240 kal/g) dan daya cerna pati (55,22%).
salah satu diantaranya adalah buah lindur. Buah sementara 9,05 kg/kapita/tahun di desa. Luas
lindur memiliki potensi untuk dikembangkan areal sagu Indonesia kurang lebih mencapai
karena produksinya cukup melimpah 36,79% 1,128 juta hektar atau mencapai 51,3% dari
(atau sebesar 177.023,0766 kg atau 1.475,1923 areal sagu dunia, sedangkan pemanfaatannya
kg/Ha) dari potensi buah masak panen yang masih jauh tertinggal dengan negara-negara
terdapat pada hutan mangrove seluas 120 Ha, tetangga lainnya, yaitu Malaysia yang hanya
serta secara kimia mengandung karbohidrat memiliki luasan 1,5% dan Thailand 0,2%
32,91%; kadar air 62,92%; abu 1,29%; lemak dari 2,2 juta lahan sagu dunia. Tepung sagu
0,79%; dan protein 2,11% (Seknun 2012). sangat potensial sebagai sumber karbohidrat,
Buah lindur merupakan jenis tumbuhan mengandung 84,7 g/100 g bahan (Haliza et
dengan nama famili Rhyzophoraceae yang al. 2006). Kadar karbohidrat sagu setara
tumbuh di kawasan hutan mangrove/pesisir dengan tepung beras, singkong, dan kentang.
banyak ditemui di Pulau Jawa, Kalimantan, Pemanfaatan sagu menjadi nilai ekonomis
Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan penting jika dijadikan aneka produk pangan.
Papua. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian 0- Beras analog berbasis lindur dan sagu
50 mdpl pada tipe iklim A, B, C dengan tekstur dapat ditambahkan dengan bahan pengikat dan
tanah ringan. Tanaman lindur mempunyai buah penstabil alami yaitu kitosan. Kitosan
yang panjang 20-30 cm, diameter 12-17 cm, merupakan turunan polisakarida yang berasal
warna buah hijau gelap hingga ungu bercak dari cangkang krustaceae. Pemanfaatannya
coklat, permukaan licin, berbentuk silinder, bagi industri pangan di Indonesia belum
kelopak menyatu saat buah jatuh dan banyak diaplikasikan. Kitosan dapat digunakan
mengapung di air. Buah lindur mempunyai sebagai penstabil, pengental pengemulsi, dan
panjang rata-rata 27 cm dan berat 45 g. Buah pembentuk lapisan pelindung jernih pada
lindur dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir produk pangan. Manulang (1998) menyatakan
sebagai sayuran, obat malaria, dan sebagai lauk bahwa kitosan adalah polisakarida alami kedua
pauk jika terjadi krisis pangan disaat musim terbesar setelah selulosa yang bersifat
paceklik (Seknun 2012). biodegradable dan tidak beracun.
Sumber karbohidrat lokal yang juga kaya Kitosan memiliki nama kimia (1-4)-2-
potensinya adalah sagu. Sagu merupakan amino-2-deoksi-D-glukosa. Kitosan berbentuk
komoditas penting yang saat ini belum spesifik dan mengandung gugus amino dalam
termanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan rantai karbonnya yang menjadikan kitosan
sagu sebagai sumber karbohidrat masih bermuatan positif namun berlawanan dengan
tergolong rendah dibandingkan dengan jagung, polisakarida lainnya (Knoor 1982). Kitosan
ubi, dan singkong. Tingkat konsumsi pangan memiliki sifat yang sama dengan bahan
sagu di wilayah perkotaan relatif sangat sedikit pembentuk tekstur sintetis, contoh CMC
dibandingkan masyarakat pedesaan. (karboksimetilselulosa), yang dapat
Masyarakat perkotaan rata-rata memakan sagu memperbaiki penampakan dan tekstur suatu
hanya 0,08 kg/kapita/tahun, sementara produk karena memiliki daya pengikat air dan
masyarakat pedesaan hingga 0,71 minyak yang kuat dan tahan panas. Kitosan
kg/kapita/tahun. Konsumsi sagu masyarakat memiliki banyak manfaat mulai dari bidang
indonesia hingga tahun 2009 masih rendah pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian,
sekitar 0,41 kg/kapita/tahun. Konsumsi sagu di dan sebagainya.
Provinsi Papua memiliki angka yang paling Informasi mengenai buah bakau lindur
tinggi yaitu 205 kkal/kapita/hari. Konsumsi yang minim, kandungan gizi dan
sagu semakin tertinggal jauh dibandingkan pemanfaatannya, potensi sagu yang cukup
dengan konsumsi terigu tahun 2009 yang besar namun konsumsinya rendah, dan
mencapai 12,88 kg/kapita/tahun di kota, pemanfaatan kitosan yang memiliki banyak
keunggulan, maka penelitian mengenai beras ekstrusi (Mishra et al. 2012) menggunakan
analog berbasis lindur, sagu, dan penambahan ekstruder ulir tunggal dan suhu ekstrusi yang
kitosan sangat penting untuk dilakukan. Tujuan tinggi. Penentuan formula terbaik
penelitian adalah mengkarakterisasi tepung menggunakan uji rating hedonik dengan
buah lindur dan menentukan formulasi terbaik panelis semi terlatih sebanyak 30 orang.
beras analog dengan uji hedonik. Pengambilan panelis diambil secara acak dari
berbagai fakultas di IPB. Karakterisasi beras
BAHAN DAN METODE analog terpilih secara fisika-kimia yang
Bahan dan Alat meliputi warna, densitas kamba, bobot seribu
Bahan yang digunakan terdiri dari bahan butir, proksimat, amilosa, amilopektin, total
baku utama pembuatan beras analog (buah pati, serat pangan multienzim, kalori, dan
lindur, tepung beras, air, dan kitosan). Bahan daya cerna pati.
kimia yang digunakan untuk analisis bahan/
produk terdiri dari larutan H2SO4, HCl, HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik
H3BO3, HgO, K2SO4, air destilata, larutan Fisik Tepung Buah Lindur
NaOH-Na2S2O3, heksana, larutan NaOH, Warna tepung buah lindur tergolong
larutan K2SO4 10%, KI, HCl, etanol, dan ”cerah” dengan nilai kecerahan (L) 97,83
alkohol 95%. (mendekati 100) (Tabel 1). Proses pembuatan
Alat yang digunakan terdiri dari ekstruder tepung yang baik dapat memperbaiki tingkat
ulir tunggal (Berto Industry BEX-DS-2256), kecerahan tepung lindur. Tepung lindur yang
pin disc mill (merk Bartex Electric Motor type dihasilkan lebih baik dibandingkan hasil
Y2112M-2), oven, tanur, desikator, neraca penelitian Seknun (2012) yaitu 76,87 dan
analitik, penyaring vakum, pendingin balik, Sulistyawati et al. (2012) 54,70. Warna tepung
sentrifuge, Whiteness Meter model C-100, dan lindur yang dihasilkan adalah kuning dengan
Bomb Calorimeter untuk uji kalori. nilai oHue= 76,37. Warna kuning menurut
tabel hutching jika nilai oHue berkisar antara
Metode Penelitian 54-90. Warna pada tepung lindur dipengaruhi
Penelitian didesain dengan metode oleh tanin. Tanin dapat membentuk warna
eksperimental, menggunakan rancangan acak kuning atau coklat (Hagerman 2002).
lengkap dan dianalisis dengan metode deskriptif. Daya serap tepung lindur yaitu 0,81 mL/g,
Penelitian terdiri beberapa tahap yaitu pembuatan yang berarti setiap 1 g bahan bisa menyerap air
dan karakterisasi tepung lindur secara fisika sekitar 0,81 mL. Granula tepung tidak dapat
kimia meliputi warna, daya serap air, proksimat, larut dalam air dingin tetapi dapat menyerap air
HCN, tanin, logam berat, total gula, amilosa, dan dan membengkak. Menurut Ginting et al.
profil gelatinisasi. Formulasi dan pembuatan (2005) granula tepung dapat menyerap air
beras analog dengan metode dalam jumlah tertentu yang menyebabkan
tepung menjadi mengembang. Sifat ini sangat memiliki daya simpan yang panjang karena
menentukan sifat adonan yang dihasilkan, kandungan air yang rendah, serta tahan
semakin tinggi daya serap terhadap air maka terhadap pertumbuhan jamur selama proses
adonan semakin lentur. Menurut Santoso et al. penyimpanan. Menurut Sulistyawati et al.
(2009) apabila tepung bereaksi dengan air akan (2012), kandungan air dalam bahan pangan
mengadakan interaksi atau gaya tarik menarik mempengaruhi penambahan kimia dan juga
dengan medium pendispersi sehingga rongga- menentukan kandungan mikroba bahan
rongga antar sel akan terisi oleh air yang pangan tersebut.
mengakibatkan kekakuan sel menurun. Kadar abu tepung buah lindur (0,27%)
Profil gelatinisasi pati dengan uji telah memenuhi persyaratan mutu tepung yang
Amilografi Branbender menunjukkan bahwa direkomendasikan dalam SNI 01-3727-1995
suhu awal gelatinisasi tepung buah lindur (BSN 1995) yaitu 1,66%, dan lebih baik dari
dimulai pada suhu 69oC selama 26 menit. hasil riset Seknun (2012) (3,96%) dan
Viskositas puncak tepung buah lindur berada Sulistyawati et al. (2012) (1,60%).
pada 630 BU dengan suhu puncak 82,5oC. Bandaranayake (2002) menyatakan bahwa
Profil gelatinisasi pati dipengaruhi oleh kadar abu yang tinggi pada bahan tepung
kandungan amilosa dan amilopektin. Kadar kurang disukai karena cenderung memberi
amilosa yang semakin tinggi akan warna gelap pada produk. Keberadaan abu juga
meningkatkan viskositas pati. mempengaruhi tingkat kestabilan adonan.
Protein yang terdapat pada tepung buah
Karakteristik Kimia Tepung Buah Lindur lindur adalah 1,48%. Hasil ini lebih rendah
Kadar air tepung buah lindur yaitu dibandingkan dengan penelitian Seknun (2012)
11,84% (Tabel 2), lebih tinggi dibandingkan (3,55%) dan Sulistyawati et al. (2012) (5,59%).
hasil penelitian Seknun (2012) (5,83%) dan Menurut Ginting et al. (2005), kadar protein
Sulistyawati et al. (2012) (8,46%). Produk tepung (selain tepung terigu) dikatakan cukup
pangan yang diolah dalam bentuk tepung tinggi apabila memiliki kadar protein >2,5%.
Kadar protein tepung lindur yang rendah ditetapkan oleh FAO yaitu 50 ppm karena
sehingga dalam penggunaannya sebagai sumber berfungsi sebagai zat antinutrisi. Menurut
pangan perlu difortifikasi dengan protein. Crissanty (2012), kandungan HCN dapat
Lemak tepung buah lindur yang dikurangi dengan teknik perendaman,
dihasilkan (0,31%) lebih baik (rendah) perebusan, ekstraksi pati dalam air, fermentasi,
dibandingkan riset Seknun (2012) yaitu penyangraian, pengukusan, dan pengeringan.
0,40% dan Sulistyawati et al. (2012)1,79%. Kadar gula total gula dari tepung buah
Huang et al. (2009) menyatakan bahwa lindur yaitu 14,75%. Kadar gula tepung buah
kerusakan oksidatif pada bahan makanan lindur lebih rendah dibandingkan dengan
yang mengandung lemak tinggi merupakan jambu biji yaitu 34,86% (Venugopal 2009).
masalah penting karena dapat menurunkan Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila
kualitas organoleptik yaitu ketengikan. ditambahkan ke dalam bahan pangan
Karbohidrat tepung buah lindur (86,10%) menyebabkan air dalam bahan pangan akan
tidak jauh berbeda dengan hasil riset Seknun terperangkap sehingga yang tersedia untuk
(2012) (86,26%) dan Sulistyawati et al. (2012) dipergunakan oleh mikroba atau aw menjadi
(82,09%). Menurut Ginting et al. (2005), rendah (Shin et al. 2002).
karbohidrat menyumbangkan lebih dari 50%
kalori dengan nilai 4 kkal/g karbohidrat. Kadar Formulasi Beras Analog
serat kasar dari tepung buah lindur (0,395%) Rendemen
sangat rendah dibandingkan dengan Hasil perhitungan rendemen beras
persyaratan mutu tepung berdasarkan SNI analog berkisar antara 55,08%-81,94%.
(maksimum 4,545%), namun tepung buah Perlakuan kombinasi tepung buah lindur
lindur dapat dijadikan produk pangan 70%, tepung sagu 30%, dan penambahan
fungsional. Kadar amilosa dari tepung buah kitosan 0,5% menghasilkan rendemen yang
lindur (29,96%) lebih rendah dibandingkan tertinggi. Penambahan kitosan sangat
hasil penelitian Seknun (2012) (amilosa 31%) berpengaruh pada proses ekstrusi karena
dan lebih tinggi dari hasil penelitian kitosan bersifat sebagai emulsifier saat
Sulistyawati et al. (2012) (amilosa 18,47%). proses ekstrusi berlangsung. Keragaman nilai
Kadar tanin dari tepung buah lindur rendemen yang terdapat beras analog yang
(0,21%) telah memenuhi syarat sebagai bahan dihasilkan dipengaruhi oleh faktor intrinsik
pangan karena kadar maksimum dalam bahan bahan dan proses pembuatan beras analog
makanan yang ditetapkan Acceptable Daily yaitu kadar air adonan, kecepatan pemasukan
Intake (ADI) adalah 560 mg/kg berat badan/ adonan dalam ekstruder, dan pemotongan
hari. Menurut Crissanty (2012), perbedaan produk keluaran.
kandungan tanin pada hasil olahan buah lindur
dipengaruhi oleh penanganan buah selama Hasil Sensori Nasi Analog
proses penurunan kadar tanin. Menurut Perlakuan rasio tepung lindur dengan
Hagerman (2002), tanin bukan merupakan zat tepung sagu dengan penambahan perlakuan
gizi namun dalam jumlah kecil dapat kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap
bermanfaat bagi kesehatan. Frazier et al. karakteristik warna nasi analog. Perlakuan
(2010) menyatakan bahwa tanin termasuk kombinasi tepung lindur 70%, tepung sagu
dalam kelompok polifenol yang berpotensi 30%, dan penambahan kitosan 0,5%
sebagai antioksidan dan berpengaruh terhadap menghasilkan produk dengan penerimaan
kesehatan manusia. panelis tertinggi (3,43) (Tabel 3). Warna
Kadar HCN dari tepung buah lindur yaitu beras analog ini dipengaruhi oleh kandungan
1,98 ppm. Keberadaan HCN dalam makanan tanin yang dimiliki oleh tepung lindur yang
tidak boleh melebihi batas maksimum yang menghasilkan warna coklat. Warna juga
dipengaruhi oleh proses pengolahan (proses analog. Rasa beras analog yang dihasilkan adalah
ekstrusi) dan juga kandungan amilosa produk. rasa hambar dan rasa sepat pada tepung lindur
Beras analog dengan kombinasi tepung dapat dihilangkan dengan adanya penambahan
lindur 70%, tepung sagu 30%, dan penambahan kitosan. Beras analog dapat ditambahkan dengan
kitosan 0,5% menghasilkan aroma produk flavor lainnya agar menambah cita-rasa beras
dengan penerimaan panelis tertinggi (3,17). analog menjadi enak dan gurih.
Proporsi rasio tepung lindur dengan tepung Formulasi beras analog memiliki kesukaan
sagu dan perlakuan kitosan tidak memberikan tekstur tertinggi adalah kombinasi tepung lindur
pengaruh terhadap karakteristik aroma beras 70%, 30% sagu, dan penambahan kitosan 0,5%
analog. Aroma nasi analog sebagian besar karena mempunyai rating/nilai tertinggi yaitu 3,5.
dipengaruhi oleh penambahan tepung sagu. Proporsi rasio tepung dan perlakuan kitosan
Rasa merupakan parameter penting pada memberikan pengaruh yang nyata terhadap
uji penerimaan konsumen terhadap produk. tekstur nasi analog. Kepulenan dan kelengketan
Hasil Tabel 3 menunjukkan beras analog nasi sebagian besar dipengaruhi oleh kadar
dengan kombinasi tepung lindur 70%, tepung amilosa dan amilopektin. Beras yang
sagu 30%, dan penambahan kitosan 0,5% mengandung kadar amilosa rendah (10-15%)
memiliki penerimaan konsumen baik sebesar memiliki karakterisitik nasi yang pulen dan
3,27. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa sedikit lengket. Beras yang mengandung kadar
proporsi rasio tepung lindur dengan sagu dan amillosa sedang (16-24%) memiliki karakteristik
penambahan kitosan memberikan pengaruh nasi yang tidak pera, namun tidak pulen dan
nyata (p<0,05) terhadap karakteristik beras sedikit lengket. Beras yang
and Richard FH. 2006. Extruded rice Sardesai VM. 2003. Introduction to Clinical
fortified with micronized ground ferric Nutrition. New York, Marcel Dekker
pyrophosphate reduces iron deficiency in Inc. p. 339-354.
Indian Schoolchildren: A double-blind Seknun N. 2012. Pemanfaatan tepung buah
randomized controlled the American. lindur dalam pembuatan dodol sebagai
Journal of Clinical Nutrition 84: 822-829. upaya dalam meningkatkan nilai tambah.
Ohtsubo K, Suzuki K, Yasui Y, Kasumi T. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
2005. Bio-functional components in the Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
processed pre-germinated brown rice by Setyaningsih P. 2008. Karakterisasi sifat
a twin-screw extruder. Journal of Food fisiko kimia dan indeks glikemiks beras
Composition and Analysis 18: 303-316. berkadar amilosa sedang. [skripsi].
Panlasigui LN, Thompson LU, Juliano BO, Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Perez CM, Jenkins DJA, Yiu SH. 1992. Institut Pertanian Bogor.
Extruded rice noodles: starch Singh J, Dartois A, Kaur L. 2010. Starch
digestibility and glycemic response of digestibility in food matrix: A review. Journal
healthy and diabetic subjects with of Foods Science and Technology 21: 168-180.
different habitual diets. Journal of Sulistyawati, Wignyanto, Kumalaningsih S. 2012.
Nutrition Research 12(10): 1195-1204. Produksi tepung buah lindur rendah tanin
Samad MY. 2003. Pembuatan beras tiruan dan HCN sebagai alternative bahan pangan.
(artificial rice) dengan bahan baku ubi Jurnal Teknologi Pertanian 13: 187-198.
kayu dan sagu. Jurnal Sains dan Venugopal V. 2009. Marine Products for
Teknologi BPPT. VII.IB.02 Healthcare. Functional and Bioactive
Santoso J, Hendra E, Siregar TM. 2009. Pengaruh Nutraceutical Compounds from the
substitusi susu skim dengan konsentrat Ocean. USA: CRC Press. 297-321 p.
protein ikan nila hitam (Oreochromis Widowati S, Santoso BA, Astawan M, Akhyar.
niloticus) terhadap karakteristik fisiko-kimia 2009. Penurunan indeks glikemik berbagai
makanan bayi. Jurnal Ilmu Teknologi varietas beras melalui proses pratanak.
Pangan 7(1): 87-107. Jurnal Pascapanen 6(1): 1-9.