You are on page 1of 4

Proses Bioremidiasi

Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat
bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut
dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu
reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroorganisme di lingkungan merupakan proses
yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang
berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air
dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.

Dalam proses degradasinya, mikroorganisme menggunakan senyawa kimia tersebut


untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan
juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang
lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang
berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami
seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.

Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak
terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia
mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun
menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan
prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi
lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu
cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi genetik
molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait
pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroorganisme-mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.

Contoh Bioremidiasi dalam Kehidupan Sehari-hari

a. Bioremidiasi Sebagai Pengendali Pencemaran Air


Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran air, termasuk
upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru namun telah memainkan
peran sentral dalam pengolahan limbah konvensional sejak tahun 1900-an (Mara & Dunchan,
2003).

Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan


polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih
menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat
ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum untuk menurunkan bahan pencemar air sungai
telah bisa digantikan dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur
aktif dan diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94%). Selain itu, kehandalan
mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan
peranannya dalam menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi
(Hamdiyati, 2013).
Lebih lanjut mikroorganisme yang digunakan biasanya yang menempel,
mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan
ataupun tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPA)
misalnya dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik, genus
bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif berbentuk batang heterotrofik organisme,
termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter, Alcaligenes dan
Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga
ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan
Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas dan
nitrifikasi Nitrobacter. (Priadie, 2012)
Gambar 3. Proses self-purification di sungai yang diadopsi pada IPAL penduduk (Mudrack
and Kunst, 1986; dalam Paul Lessard and Yann Le Bihan, 2003)

b. Bioremidiasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah

Logam Pb merupakan logam berat yang sangat beracun dan tidak dibutuhkan oleh manusia,
sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya. Di dalam
tubuh manusia, logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan
hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil logam Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian
terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan
lemak, dan rambut. Salah satu pilihan untuk mengatasi masalah kontaminasi oleh logam Pb
adalah bioremediasi menggunakan mikroba (Suhendrayatna. Tindakan remediasi perlu dilakukan
agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman.
Laju degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor, yaitu aktivitas
mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan (Donlon, 2006). Teknologi bioremediasi ada
dua jenis, yaitu ex-situ dan in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik
bahan-bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih lanjut (Vidali, 2001).
Penggunaan bioreaktor, pengolahan lahan (landfarming), pengkomposan dan beberapa bentuk perlakuan
fase padat lainnya adalah contoh dari teknologi ex-situ, sedangkan teknologi in situ adalah perlakuan
yang langsung diterapkan pada bahan-bahan kontaminan di lokasi tercemar (Vidali, 2001). Tanah
terkontaminasi logam Pb dapat dipulihkan dengan proses bioremediasi. Hal ini ditunjukkan dari
kemampuan mikroba untuk mengubah logam yang semula aktif menjadi tidak aktif, (Sugesti,
dkk., 2011)

c. Bioremidiasi Limbah Cair

Teknologi remediasi ini diterapkan untuk melenyapkan bahan pencemar kontaminasi


perairan. Perangkat bioremediasi yang digunakan dapat berupa gabungan beberapa reaktor yang
saling berhubungan satu sama lain atau terdiri dari bioreaktor tunggal (sequencing bath
reactor/SBR). Prinsip kerja SBR adalah sistem curah (bath). Metodenya dilakukan dengan
menambahkan bahan pencemar ke dalam suatu bioreaktor tunggal yang telah berisi medium cair
untuk pertumbuhan mikroba. Kultur mikroba yang digunakan adalah kultur campur. Proses
degradasi bahan pencemar berlangsung secara suksesi hingga satu siklus degradasi lengkap
selesai (Almuthmaina, 2013).

Dafus

Mara, Duncan and Horan,N.J, 2003 Handbook of water and wastewater microbiology, ISBN 0-
12-470100-0. Elsevier
Almuthmainah. 2013. Pengolahan Limbah Cair Dengan Bioremediasi. Universitas Indonesia.
Tesis.
Sugesti, dkk. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah Terkontaminasi Limbah
Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Balai Besar Pulp dan Kertas. Jurnal Selulosa,
Vol. 1, No. 1, Juni 2011 : 31 – 41.
Donlon, D.L. dan Bauder, J.W. A General Essay on Bioremediation of Contaminated Soil,
http://waterquality.montana.edu/docs/methane/Donlan.shtml, diakses: 24 Oktober 2014.
Hamdiyati Yanti. 2013. Mikrobiologi Lingkungan (Mikrobiologi Tanah Dan Mikrobiologi Air).
Jakarta: Saliwa.
Priadie Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternative Dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Air. Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP.
Volume 10, Issue 1: 38-48 (2012)
Vidali, M. 2001. Bioremediation. An overview. Pure Appl. Chem., Vol. 73, pp. 1163-1172.

You might also like