You are on page 1of 8

JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 p-ISSN.

2443-115X
e-ISSN. 2477-1821

PENGETAHUAN DAN PERSEPSI APOTEKER TERHADAP


SISTEM PELAPORAN MONITORING EFEK SAMPING
OBAT (MESO) DI APOTEK WILAYAH KOTA
YOGYAKARTA
Submitted : 15 Oktober 2017
Edited : 19 Desember 2017
Accepted : 29 Desember 2017

Sarah Ulfa, Hendy Ristiono* ,Dyah A Perwitasari

Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta


Email : hendy_ezar@yahoo.com

ABSTRACT
The importance of pharmacovigilance activity is the Adverse Drug Reaction (ADR)
reporting system. Many pharmacists who do not report ADR incident and number of ADR
indicated that more knowledge and good perception of ADR is needed. This study was aimed at
investigating the knowledge and perception of pharmacists towards the ADR reporting system
of Community Pharmacists in Yogyakarta City, Indonesia. Cross sectional study design was
conducted to community pharmacists (n=275) in Yogyakarta City, Indonesia on the period of
November 2016 to March 2017. All data were analysed by Statistical Package for Social
Sciences (SPSS) software V.16.0. Results were reported as frequency, and we used cross
tabulation. The questionnaire consisted of questions about the sociodemographic
characteristics of the Pharmacists. Furthermore, questionnaire with nine and eight points for
assessing knowledge and perception about ADR Reporting System in Indonesia was used. The
response rate of community pharmacists reached 36% (n = 100). A majority of the respondent
was female (81%) and respondents of age group 20–30 years were predominantly (55%). Most
of the respondents was graduated as pharmacist (85%), in the graduation year of 2010-2016
(55%). Most of the pharmacist had 1-5 years of work experience (44%) and never get
pharmacovigilance training (86%). Most of the pharmacists had fair knowledge ( 40%) and fair
perception (65%) towards the ADR reporting system. Pharmacovigilance training and last
education of community pharmacists could influence the pharmacists’ knowledge (p: 0.00 and
0.013, respectively). Moreover, there was no significant association between pharmacists’
knowledge and perception (p > 0.496).

Keywords : Knowledge, Perception, Pharmacovigilance, ADR Reporting System, Indonesia

PENDAHULUAN kepada negara-negara anggota untuk


Farmakovigilans adalah proses melaporkan reaksi obat tidak diinginkan
sistematis dan terstruktur untuk memantau (ROTD) secara spontan (farmakovigilans
dan mendeteksi reaksi obat yang tidak pasif) atau dengan pemantauan aktif secara
diinginkan(1). World Health Organization langsung ke pusat koordinasi di Uppsala,
(WHO) mendefinisikan farmakovigilans Swedia(3). Standar WHO menunjukkan
sebagai sains, kegiatan yang berkaitan bahwa tingkat pelaporan spontan terbaik
dengan pendeteksian, penilaian, pemahaman adalah lebih dari 200 laporan per 1000.000
dan pencegahan efek samping atau masalah per tahun(4).
terkait obat lainnya(2). WHO di bawah ROTD adalah respon berbahaya yang
program farmakovigilans mengamanatkan dialami pasien disebabkan oleh obat dengan

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 150


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

pemberian pada dosis, frekuensi dan rute petugas kesehatan terhadap pelaporan dan
yang direkomendasikan. Reaksi ini termasuk pemantauan ROTD di Rumah Sakit
reaksi alergi, efek withdrawal, atau reaksi dr.Soetomo menunjukan bahwa 94,6%
yang disebabkan oleh interaksi pengobatan petugas kesehatan mengetahui tentang
lainnya(5). NSAID (23,5%), antikoagulan pelaporan ROTD. Namun belum ditemukan
oral (20,6%), aspirin dosis rendah (asam studi terbaru tentang pengetahuan dan
asetilsalisilat) (13,7%) dan digoksin (12,7%) persepsi apoteker terhadap sistem pelaporan
adalah obat yang paling sering terlibat dalam MESO di Indonesia, sehingga dirasa perlu
ROTD. Dari ROTD (45,1%) didefinisikan untuk melakukan penelitian ini.
sebagai ROTD yang dapat dihindari, 31,4% Penelitian ini bertujuan untuk
mungkin dihindari, 18,6% tidak dapat menginvestigasi pengetahuan dan persepsi
dihindari dan 4,9% tidak dapat Apoteker di apotek terhadap sistem
diklasifikasikan(6). Obat yang paling sering pelaporan monitoring efek samping obat di
mengakibatkan ROTD adalah antidiabetes wilayah Kota Yogyakarta, Indonesia.
(n = 31; 23,3%), antihipertensi (n = 28;
21,1%), antibiotik (n = 13; 9,8%), dan METODE PENELITIAN
antiasthmatik (n = 11; 8,3%)(7). Desain studi dan populasi
ROTD yang tidak dilaporkan adalah Survei dengan metode cross-sectional
salah satu masalah utama, sehingga yang dilakukan pada November 2016
pengetahuan yang lebih tentang tujuan sampai Maret 2017 di Kota Yogyakarta total
farmakovigilans diperlukan untuk populasi 275 Apoteker.
memperbaiki kuantitas dan kualitas
(8)
laporan . Hambatan utama pelaporan Alat penelitian dan administrasi survei
ROTD spontan adalah ketidakpastian Persetujuan untuk penelitian ini
kausalitas kejadian obat, kurangnya waktu diperoleh dari Komite Etik Universitas
dan fakta tentang ROTD yang telah Ahmad Dahlan dengan nomer 011611145.
diketahui(9). Sebagian besar hambatan yang Responden secara sukarela menandatangani
dilaporkan oleh apoteker karena tidak tahu surat persetujuan tertulis untuk ikut serta
kemana harus melaporkan (n = 75, 54,8%) dalam penelitian ini.
dan ketidakpastian mengenai hubungan Kuesioner terdiri dari 17 pertanyaan
kausal antara obat dan dugaan ROTD (n = (sembilan pertanyaan untuk pengetahuan
46, 44,2%)(10). Apoteker mempunyai peran dan delapan untuk persepsi). Kuesioner
dalam mengidentifikasi pasien, penilaian, dibagi menjadi empat bagian utama. Bagian
pendidikan, rujukan, dan pemantauan sistem pertama berisi demografi, seperti jenis
pelaporan ROTD(11). Apoteker menyerahkan kelamin, usia, tahun lulus pendidikan
laporan ROTD dengan tujuan memberikan apoteker, jabatan di apotek, tingkat
informasi untuk dokter. Hal tersebut pendapatan dan lama pengalaman kerja.
menunjukan bahwa pelaporan ROTD oleh Bagian B berisi pertanyaan terkait
apoteker merupakan bagian penting untuk pengetahuan terhadap sistem pelaporan
sistem pelaporan spontan(12). MESO. Skor 1 diberikan untuk jawaban
Di Yogyakarta dari 100 kasus pasien “Ya” dan 0 untuk setiap jawaban “Tidak”.
lanjut usia dirawat di RS Sardjito Skor maksimum yang dapat diperoleh
Yogyakarta, sebanyak 73% (136 kejadian) adalah 9. Skor tersebut di kategorikan
memiliki masalah terkait obat dan 9,56% menjadi pengetahuan baik (>6), pengetahuan
disebabkan oleh ROTD(13). Di Indonesia, cukup (3-5), pengetahuan lemah (<3).
penelitian tentang pengetahuan dan sikap Bagian ketiga dari kuesioner tersebut

151 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

mencakup 8 item yang dirancang untuk HASIL DAN PEMBAHSAN


mengevaluasi persepsi apoteker terhadap Sebanyak 275 responden direkrut
sistem pelaporan MESO. Pertanyaan dengan tingkat respon 36%. Informasi
dibingkai dalam format Likert skala 5 poin demografis lebih lanjut mengenai responden
(2 sangat setuju, 1 setuju, 0 netral, -1 tidak dapat dilihat pada Tabel 1.
setuju, dan -2 sangat tidak setuju). Skor Dari 100 apoteker yang
maksimum yang didapat adalah (16) dan menyelesaikan kuesioner 81 (81%) adalah
minimum adalah (-16) untuk persepsi. Skor perempuan dan 19 (19%) adalah laki-laki,
tersebut dikategorikan persepsi baik(10-16), usia apoteker terbanyak yaitu 20 - 30 tahun
persepsi cukup (1-9), persepsi kurang (-16- adalah 55 (55%). Apoteker dengan
0). Bagian D berisi pertanyaan untuk menilai pendidikan apoteker sebanyak 85 (85%),
pelatihan farmakovigilans dan bagaimana tahun lulus pendidikan Apoteker 2010-2016
meningkatkan jumlah pelaporan ROTD. dari 55 (55%), dan tidak pernah
mendapatkan pelatihan farmakovigilensi 86
Analisis data (86%). Apoteker penanggung jawab apotek
Semua data dianalisis dengan sebanyak 52 (52%), pengalaman bekerja di
perangkat lunak Statistical Package for apotek 1- 5 tahun sebanyak 44 (44%) dan
Social Sciences (SPSS) V.16.0. Analisis data tingkat pendapatan >1 Juta Rupiah 62
dengan metode regresi linier berganda. (62%).

Tabel 1. Karakteristik Demografi Apoteker di Wilayah Kota Yoyakarta periode November –


Maret 2017

Karakteristik demografi Apoteker Persentase


Perempuan 81%
Jenis Kelamin
Laki-laki 19%
Total 100%
20-30 Tahun 55%
31-40 Tahun 33 %
Usia
41-50 Tahun 5%
51-60 Tahun 7%
Total 100%
Apoteker 85%
Pendidikan terakhir Magister (S2) 13%
Doktor (S3) 2%
Total 100%
1990-1997 9%
Tahun Lulus Pendidikan 2000-2010 36%
Apoteker 2010-2016 55%
Total 100%
Apoteker Penanggung Jawab Apotek 52%
Jabatan di Apotek Apoteker Pendamping 48%
Total 100%

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 152


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

Karakteristik demografi Apoteker Persentase


Lama Pengalaman Bekerja < 1 Tahun 16%
1-5 tahun 44%
6-10 tahun 21%
> 10 tahun 19%
Total 100%
> 1 Juta 62%
3-5 Juta 35%
Tingkat Penghasilan
5 > 5 Juta 3%
Total 100%
Pernah 14%
Pelatihan/ Pendidikan
Tidak Pernah 86%
Farmakovigilans
Total 100%

Sumber : Data Primer

Pengetahuan Apoteker terhadap Sistem Pelaporan MESO

Tabel 2. Hasil jawaban responden tentang Pengetahuan Sistem Pelaporan MESO

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Dapatkah Anda mendefinisikan istilah Farmakovigilans ? 73 27

2. Apakah Anda mengetahui Program Farmakovigilans di Indonesia ? 64 36


Apakah Anda mengetahui kapan dan bagaimana melaporkan ROTD
3. 57 43
(reaksi obat yang tidak diinginkan) ?
4. Apakah Anda mengetahui dari mana mendapatkan formulir ROTD? 67 33
Apakah Anda pernah melaporkan ROTD dan mengetahui ke mana
5. 84 16
melaporkannya ?
Apakah Anda pernah melaporkan ROTD yang disebabkan oleh
6. 99 1
herbal (obat dari tumbuhan), vaksin, produk darah, produk biologi?
Apakah Anda mengetahui bahwa Apoteker di masyarakat
7. merupakan salah satu ahli kesehatan yang bertanggung jawab untuk 4 96
melaporkan ROTD ?
Apakah Anda mengetahui sumber-sumber informasi tentang ROTD
8. 41 59
yang digunakan ketika diperlukan ?
Apakah Anda mengetahui kriteria layak lapor bagi laporan yang
9. 79 21
valid ?

153 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

Persepsi Apoteker terhadap Sistem dan kurang. Data yang tersaji pada tabel 3
Pelaporan MESO dan 5 dapat diketahui bahwa kategori
Persepsi merupakan proses integrasi pengetahuan dan persepsi baik ialah
di dalam diri individu terhadap stimulus sebanyak 24% dan 35%, kategori
yang diterimanya. Persepsi mempunyai tipe pengetahuan dan persepsi cukup sebanyak
objek yang disebut things perception 40% dan 60% dan ketegori pengetahuan dan
contohnya adalah pengetahuan yang persepsi kurang sebanyak 36% dan 0%.
didapatkan selama proses pembelajaran. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan
Dari penelitian yang dilakukan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
100 Apoteker yang tersampling di wilayah Prakasam et al, 2012 menunjukan hasil
Kota Yogyakarta didapatkan hasil berupa sebanyak 56,5% responden masuk kedalam
persepsi Apoteker terhadap sistem pelaporan kategori persepsi baik, 27,1% responden
MESO yang dimasukan dalam tiga kategori dengan kategori persepsi cukup dan 16,4%
yaitu persepsi dengan kategori baik, cukup responden dengan kategori kurang(14).

Tabel 3. Kategori Pengetahuan Apoteker terhadap Sistem Pelaporan MESO

Kategori pengetahuan Apoteker Apoteker


terhadap terhadap Sistem Pelaporan
MESO. Jumlah Persentase
Baik (6-9 ) 24 24%
Cukup (3-5) 40 40%
Kurang (0-3) 36 36%
Total 100 100%

Tabel 4. Hasil jawaban responden tentang Persepsi Sistem Pelaporan MESO

No. Pernyataan STS TS N S SS


1. Pelaporan ROTD merupakan peran penting dari 0 0 0 57 43
Apoteker di masyarakat
2. Farmakovigilans perlu dimasukkan ke dalam 0 0 10 64 26
kurikulum
3. Pengetahuan Farmakovigilans perlu diperbaharui 0 0 2 67 31
secara teratur
4. Apoteker di Apotek biasanya adalah pihak yang 0 5 21 53 21
pertama kali dihubungi untuk melaporkan ROTD
5. Apoteker akan mempraktikkan Farmakovigilans jika 0 0 4 71 25
dilatih
6. Pelaporan dan pemantauan ROTD akan 0 0 1 63 36
menguntungkan pasien
7. Pelaporan ROTD diwajibkan 0 4 37 47 12
8. Pelaporan ROTD perlu menjadi kewajiban yang 0 7 34 46 13
bukan sukarela

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 154


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

Tabel 5. Katergori Persepsi Apoteker

Kategori Persepsi Apoteker terhadap terhadap Apoteker


Sistem Pelaporan MESO Jumlah Persentase
Baik (10-16) 35 35%
Cukup (1-9) 65 65%
Kurang (-16 - 0) 0 0%
Total 100 100%

Analisa Karakteristik Pendidikan bahwa tidak terdapat hubungan antara tahun


Apoteker terhadap Pengetahuan dan lulus pendidikan apoteker terhadap
Persepsi Apoteker terhadap Sistem pengetahuan Apoteker. Namun berbeda
Pelaporan MESO dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hasil analisa hubungan faktor Fadare et al, 2011 pada penelitian tersebut
karakteristik pendidikan Apoteker dengan bahwa terdapat hubungan antara
Pengetahuan dan persepsi Apoteker pengetahuan tentang pelaporan efek
menggunakan uji Regresi Linier pada tabel 6 samping obat terhadap tahun lulus(16).
dan tabel 7. Berdasarkan tabel 7 menunjukan
Berdasarkan tabel 6 telah ditunjukkan bahwa semua variabel karakteristik
bahwa variable pendidikan terakhir dan pendidikan memiliki nilai lebih dari 0,05
pendidikan/ pelatihan farmakovigilans (p>0,05), oleh karena itu dapat disimpulkan
mempunyai hubungan dengan pengetahuan bahwa tidak terdapat hubungan antara
Apoteker terhadap Sistem Pelaporan MESO. karakteristik (pendidikan terakhir, tahun
Hasil penelitian ini menunjukan hasil yang lulus pendidikan apoteker dan
serupa dengan penelitian yang dilakukan pendidikan/pelatihan Farmakovigilans)
oleh Khan et al, 2013 bahwa pendidikan dan terhadap persepsi Apoteker. Hasil penelitian
pelatihan untuk apoteker akan menjadi cara serupa juga ditemukan oleh Khalili et al,
yang ideal untuk meningkatkan pengetahuan 2012 bahwa tidak terdapat peningkatan yang
tentang sistem pelaporan ROTD dikalangan signifikan terhadap persepsi tentang
apoteker di Arab Saudi(15). Sedangkan pelaporan MESO walaupun telah diberikan
variabel karakteristik tahun lulus pendidikan intervensi pelatihan/pendidikan tentang
Apoteker memiliki nilai lebih dari 0,05 farmakovigilans(17).
(p>0,05) oleh karena itu dapat disimpulkan

Tabel 6. Uji Regresi Linier Karakteristik Pendidikan Apoteker dengan Pengetahuan.

Adjusted R
Variabel Signifikansi Keterangan
Square
Pendidikan Terakhir 0,000 Ada hubungan
Tahun Lulus 0,724 Tidak ada hubungan ,188
Pendidikan/ Pelatihan
0,013 Ada hubungan
Farmakovigilans

Sumber : Data primer diolah, 2017

155 AKADEMI FARMASI SAMARINDA


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

Tabel 7. Uji Regresi Linier Karakteristik Pendidikan Apoteker dengan Persepsi.

Adjusted R
Variabel Signifikansi Keterangan
Square
Pendidikan Terakhir 0,272 Tidak ada hubungan
Tahun Lulus 0,969 Tidak ada hubungan
,027
Pendidikan/ Pelatihan 0,348 Tidak ada hubungan
Farmakovigilans

Sumber: Data primer 2017

Keterbatasan penelitian sistem pelaporan MESO sehingga dapat


Keterbatasan penelitian ini adalah meningkatkan jumlah pelaporan MESO
tidak adanya pernyataan unfavorabel pada yang dilakukan oleh Apotker.
kuesioner yang menyebabkan peneliti tidak
dapat memastikan bahwa responden benar- DAFTAR PUSTAKA
benar membaca kuesioner dengan baik. 1. WHO policy perspectives on
Penyataan pada kuesioner persepsi juga medicines. Pharmacovigilance:
merupakan kalimat normatif sehingga akan ensuring the safe use of medicines.
timbul kecenderungan untuk memilih Geneva: world health organization;
jawaban yang ideal. 2004, available from
http://www.who.int/medicines/.
SIMPULAN DAN SARAN 2. www.WHO.int/medicines/areas/quality
Gambaran pengetahuan Apoteker _safety/safety_efficacy/pharmvigi/
terhadap Sistem Pelaporan MESO di Apotek (accessed January 2012).
Wilayah Kota Yogyakarta diperoleh hasil 3. WH O ( 2 0 0 2 ) . T h e imp o r t a n c
bahwa Apoteker dengan pengetahuan baik e o f Pharmacovigilance. Safety
sebanyak 24 orang (24%), Apoteker dengan Monitoring of Medical Products. WHO:
pengetahuan cukup sebanyak 40 orang Geneva.
(40%), dan Apoteker dengan pengetahuan 4. Vallano A, Cereza G, Pedro`s C, et al.
kurang sebanyak 36 orang (36%). Gambaran Obstacles and solutions for spontaneous
persepsi Apoteker Terhadap Sistem reporting of ADRs in the hospital. Br J
Pelaporan MESO di Apotek Wilayah Kota Clin Pharmacol 2005;60:653e8.
Yogyakarta diperoleh hasil bahwa Apoteker 5. Uppsala Monitoring Center (UMC).No
dengan persepsi baik sebanyak 35 orang date. The Use of the WHO-UMC
(35%), Apoteker dengan persepsi cukup System for standardised case causality
sebanyak 65 orang (65%). Variable assessment. Uppsala, Sweden: WHO.
pendidikan terakhir dan pendidikan/ http://who-umc.org/Graphics/24734.pdf
pelatihan farmakovigilans mempunyai 6. Franceschi, M., Scarcelli, C., Niro, V.,
hubungan dengan pengetahuan Apoteker Seripa, D., Pazienza, A.M., Pepe,
terhadap sistem pelaporan MESO. Tidak G.,Colusso, A.M., Pacilli, L. and
terdapat hubungan antara karakteristik Pilotto, A., 2008. Prevalence, clinical
pendidikan dengan persepsi Apoteker features and avoidability of adverse
terhadap sistem pelaporan MESO. drug reactions as cause of admission to
Perlu dilakukan pendidikan/pelatihan a Geriatric Unit. Drug safety, 31(6),
tentang farmakovigilan untuk Apoteker agar pp.545-556.
dapat meningkatkan pengetahuan tentang

AKADEMI FARMASI SAMARINDA 156


JURNAL ILMIAH MANUNTUNG, 3(2), 150-157, 2017 SARAH ULFA

7. Jatau, A.I., Aung, M.M.T. and bugenvil unit penyakit dalam RSUP Dr.
Kamauzaman, T.H.T., 2015. Prevalence Sardjito Yogyakarta periode September
of Drug- Related Emergency 2009–Januari 2010. Eight Star
Department Visits at a Teaching Perfomance Pharmacist; 2010
Hospital in Malaysia. Drugs-real world Desember 27; Yogyakarta, Indonesia.
outcomes, 2(4), pp.387-395. Indonesia: Universitas Gajah Mada;
8. Hazell L, Shakir SA. Under-reporting 2011.
of adverse drug reactions : a systematic 14. Prakasam, A., Nidamanuri, A. and
review. Drug Saf. 2006;29(5):385–96. Kumar, S., 2012. Knowledge,
9. Mes K, de Jong-van den Berg LTW, perception and practice of
Van Grootheest AC. Attitudes of pharmacovigilance among community
community pharmacists in the pharmacists in South India. Pharmacy
Netherlands towards adverse drug practice, 10(4), pp.222-6
reaction reporting. Int J Pharm Pract. 15. Khan, T.M., 2013. Community
2002;10(4):267–72. pharmacists‟ knowledge and
10. Elkalmi, M. and Mohamed, R., 2010. perceptions about adverse drug
Assessment Of Knowledge, Attitudes, reactions and barriers towards their
Perception And Barriers Towards reporting in Eastern region, Alahsa,
Pharmacovigilance Activities Among Saudi Arabia. Therapeutic advances in
Community Pharmacists And Final drug safety, 4(2), pp.45-51.
Year Pharmacy Students In 16. Fadare, J.O., Enwere, O.O., Afolabi,
Malaysia(Doctoral dissertation, USM). A.O., Chedi, B.A.Z. and Musa, A.,
11. Campbell RK. Role of the pharmacist 2011. Knowledge, attitude and practice
in diabetes management. American of adverse drug reaction reporting
Journal of Health-System Pharmacy., among healthcare workers in a tertiary
2002; 59(9): S18. centre in Northern Nigeria. Tropical
12. Gedde-Dahl A., P. Harg, H. Stenberg- Journal of Pharmaceutical
Nilsen, M. Buajordet, A.G. Granas, Research, 10(3).
A.M. Horn. Characteristics and quality 17. Khalili H., N. Mohebbi, N. Hendoiee,
of adverse drug reaction reports by A.A. Keshtkar, S. Dashti-Khavidaki.
pharmacists in Norway. Improvement of knowledge, attitude
Pharmacoepidemiol. Drug Saf., 16 and perception of healthcare workers
(2007), pp. 999–1005 about ADR, a pre- and post-clinical
13. Mulyaningsih K, Hakim L, Pramantara pharmacists„ interventional study. BMJ
DIP. Profil drug-related problems pada Open., 2 (2012), p. e000367.
pasien geriatrik rawat inap di bangsal

157 AKADEMI FARMASI SAMARINDA

You might also like