You are on page 1of 35

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA BENIH PADI

UD. HARTONO MANDIRI DI DESA SUMBER BARU


KECAMATAN SINGOJURUH BANYUWANGI

PROPOSAL AKHIR

Oleh :
BAGAS ANDIKA PRATAMA
NIM 361641311123

Dosen Pengampu :
Ardito Atmaka Aji, S.ST, M.M

PROGRAM STUDI D-IV AGRIBISNIS


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk
Indonesia. Sebagian besar rumah tangga di Indonesia adalah rumah tangga
pertanian yang berada di pedesaan. Rumah tangga pertanian merupakan rumah
tangga petani pengguna lahan, baik lahan sawah maupun lahan kering.
Pertumbuhan pertanian merupakan salah satu kunci dalam penanggulangan
kemiskinan. Oleh karena itu, komoditas-komoditas unggulan di Indonesia
diberdayakan dengan baik dan dikelola secara intensif guna menciptakan
swasembada pangan yang selanjutnya akan berdampak pada kemakmuran rakyat.
Dan salah satu sektor pertanian yang paling penting di indonesia yaitu sektor
pangan.

Peranan komoditi pangan di Indonesia, khususnya padi begitu besar, sebab


padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Kebutuhan bahan pangan padi di negara kita tidak pernah surut, melainkan kian
bertambah dari tahun ke tahun (Yandianto, 2003). Kabupaten Banyuwangi
merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sangat baik dalam
pengembangan usaha pertanian terutama pada komoditas padi. Karena banyuwangi
merupakan lumbung padi untuk provinsi jawa timur. Salah satu aspek awal yang
sangat penting dalam usaha komoditas padi adalah benih padi.

Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk


memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman (Pemerintah RI, 1992).
Untuk tanaman pangan, khususnya padi, benih merupakan unsur vital dalam upaya
peningkatan produksi. Tanpa menggunakan benih yang baik dan bermutu (benih
unggul), optimalisasi produksi usaha untuk padi sulit dicapai. Secara historis benih
unggul telah berperan dalam peningkatan produksi padi sejak era Revolusi Hijau
(Green Revolution) hingga periode saat ini (swasembada pangan).
Tabel 1.1 Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2016

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, 2018

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa untuk komoditas padi sawah
mempunyai kapasitas produksi paling besar dari beberapa komoditas lainnya.
Produksi padi sawah terbesar terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 893.171 ton,
sedangkan untuk tahun 2016 hasil produksinya sebesar 790.623 ton. Dilihat dari
besarnya produksi padi maka ada faktor penting yang berpengaruh didalamnya.
Faktor tersebut yaitu benih padi, karena benih merupakan unsur vital dalam upaya
peningkatan produksi. Benih padi yang unggul telah berperan dalam peningkatan
produksi padi sejak dulu hingga sekarang. Salah satu produsen benih padi unggul
yaitu UD. Hartono Mandiri yang terletak di JL. KH. Mahfud No. 11 RT 04 RW 02
Dsn. Umbul Rejo Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten
Banyuwangi. Untuk data produksi benin padi di UD. Hartono Mandiri dapat dilihat
pada tabel 1.2 dibawah.
Tabel 1.2 Produksi Benih Padi Pada Tahun 2015-2017

Produksi ( Ton )

Tahun Tahun Tahun


Bulan 2015 2016 2017

Januari 8 7 94,36
Februari 14 21 77
Maret 3 17 56
April 17 4 12
Mei 7 6 25
Juni 5 11 32
Juli 24 9 7
Agustus 13 70 13,72
September 34 24 47,44
Oktober 85 68 76
November 38 37 39
Desember 27 7 46
Jumlah 275 281 529.52
Sumber : UD. Hartono Mandiri

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa untuk produksi benih padi
yang ada di UD. Hartono Mandiri pada tahun 2015 sampai tahun 2017 mengalami
kenaikan dari setiap tahunnya. Di tahun 2015, menghasilkan produksi sebesar 275
ton dan terjadi kenaikan pada tahun 2016 sebesar 6 ton. Kenaikan paling tinggi
terpadat pada produksi tahun 2017 yaitu hasil produksi tahun 2016 sebesar 281 ton
menjadi 529,52 ton. Artinya pada tahun 2017 produksi benih padi sangat tinggi
yaitu kenaikannya mencapai sebesar 284,52 ton.

Usaha benih padi ini umumnya sudah mengarah pada tujuan mencari
keuntungan secara komersial. Mulyani (2016) menyatakan bahwa tujuan
melakukan usaha yaitu mendapatkan keuntungan. Semakin besar suatu usaha
dijalankan, maka semakin besar pula resiko yang akan timbul, oleh sebab itu harus
ada pengelolaan yang tepat khususnya dari aspek finansia. Faktor utama penelitian
ini dilakukan, karena usaha benih padi masih berkembang, sehingga kelayakan
finansial perlu dikaji untuk mengetahui layak atau tidak usaha tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil judul “
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Benih Padi UD. Hartono Mandiri Di Desa
Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi “.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasrkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerimaan usaha benih padi di UD. Hartono Dsn. Umbul
Rejo Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten
Banyuwangi?
2. Bagaimana kelayakan finansial usaha benih Padi di UD. Hartono
Mandiri Dsn. Umbul Rejo Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh,
Kabupaten Banyuwangi?

1.3 Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka dapat diambil tujuannya sebagai
berikut:
1. Menganalisis penerimaaan usaha benih Padi di UD. Hartono Mandiri
Dsn. Umbul Rejo Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh,
Kabupaten Banyuwangi?
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha benih padi di UD. Hartono
Mandiri Dsn. Umbul Rejo Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh,
Kabupaten Banyuwangi?

1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkannya, antara lain:
1. Bagi pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan dalam progran penggunaan benih unggul
untuk usaha pada komoditas padi
2. Bagi perusahaan
Mengetahui kelayakan usaha dan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan untuk pengembangan usaha mendatang.
3. Bagi pihak lain
Memberikan bahan refereni dan acuan dalam mengadakan penelitian
yang relevan.

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Tempat Penelitian di UD. Hartono Mandiri Usaha Benih Padi yang
terletak di JL. KH. Mahfud No. 11 RT 04 RW 02 Dsn. Umbul Rejo Desa
Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi.
2. Jenis produk adalah Benih Padi
3. Analisis kelayakan yang ditinjau dari aspek finansial, meliputi: Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Revenue Cost
Ratio (R/C Ratio), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Payback Period (PP),
Break Event Point (BEP).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benih Padi


Benih padi adalah gabah yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus
untuk disemaikan menjadi pertanaman. Benih yang bermutu adalah hasil dari segala
usaha untuk mengatasi hal-hal yang dapat berpengaruh negatif mulai saat benih
dibentuk sampai nanti bila ditanam kembali. Hasil benih ini diberi sertifikat
sehingga dinamakan benih bersertifikat (Sadjad, 1993). Benih bersertifikat adalah
benih yang didalam proses produksinya menerapkan cara dan persyaratan tertentu
sesuai dengan ketentuan standar mutu benih baik dalam lapangan maupun
laboratorium yang diawasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) melalui benih bersertifikat (Sutopo
dalam Diana, 2003).
Wirawan dan Sri (2002) menjelaskan bahwa berdasarkan tahapan generasi
perbanyakan dan tingkat standar mutunya, benih bersertifikat dikelompokkan
menjadi empat kelas yakni :
1. Benih Penjenis (Breeder Seed, BS)
Benih penjenis adalah benih yang diproduksi dan diawasi oleh pemulia tanaman
dan atau oleh instansi yang menanganinya. Benih ini sebagai sumber untuk
perbanyakan benih dasar. Khusus untuk benih ini tidak dilakukan sertifikasi
tetapi diberikan label warna putih.
2. Benih Dasar (Foundation Seed, FS)
Benih dasar merupakan turunan pertama (F1) dari benih penjenis. Benih ini
diproduksi dan diawasi secara ketat, sehingga kemurnian varietas dapat terjaga.
Benih dasar diproduksi oleh Balai Benih dan prosesnya diawasi dan disertifikasi
oleh BPSB. Benih jenis ini diberi label warna putih.
3. Benih Pokok (Stock Seed, SS)
Benih pokok adalah keturunan dari benih penjenis atau benih dasar yang
diproduksi dan dipelihara sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas
yang ditetapkan dapat terjaga dan memenuhi Standar mutu yang ditetapkan,
serta harus disertifikasi sebagai benih pokok oleh BPSB. Benih jenis ini diberi
label berlabel ungu.
4. Benih Sebar (Extension Seed, ES)
Benih sebar merupakan keturunan benih pokok. Produksinya tetap
mempertahankan identitas maupun kemurnian varietas dan memenuhi standar
peraturan perbenihan maupun sertifikasi oleh BPSB. Benih ini diberi label
sertifikasi berwarna biru.

2.2 Teknologi Benih


Teknologi dalam industri benih diawali dengan perlengkapan yang masih
sederhana dan penggeraknya masih bersifat manual. Teknologi benih makin
berkembang dan proses produksinya makin mekanis baik di lapang maupun
pemrosesannya sesudah panen. Sadjad (1997) menggolongkan industri benih
berdasarkan teknologinya menjadi lima tingkat, yaitu:
1. Industri benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan teknologi
sederhana.
2. Industri Benih Tingkat II, dimana industri telah menggunakan mesin-mesin
pembersih.
3. Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang telah melaksanakan
pemilahan benih yang sudah bersih. Industri benih ini menghasilkan kinerja fisik
benih yang prima.
4. Industri Benih Tingkat IV Pada tingkatan industri tingkat IV, benih selain
diproduksi seperti pada tingkat III, industri ini selalu berhubungan dengan
kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) meski belum memiliki sendiri
untuk terjamin kelanjutan industrinya.
5. Industri Benih Tingkat V Industri benih tingkat V ini memiliki kemampuan
memproduksi benih hasil litbang sendiri. Litbang ini juga melakukan penelititian
dan pengembangan teknologi.
2.3 Penerimaan
Menurut Soekartawi (2005) penerimaan adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif
dengan harga, artinya harga akan turun ketika produksi berlebihan. Semakin banyak
jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggiharga per unit produksi yang
bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar.
Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka
penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil.
Penerimaan usaha didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari
penjualan semua produk. Penerimaan usaha meliputi jumlah penambahan
inventaris, nilai penjualan hasil, nilai pengguna rumah dan yang dikonsumsi.
Ketentuan yang harus berlaku ialah tiap unit tempat, kerja dan modal harus
digunakan sehingga memberikan tambahan sebesar-besarnya kepada pendapatan,
apapun ukuran yang dipakai untuk pendapatan tersebut.
Menurut Husain (2004) bahwa penerimaan adalah sejumlah uang yang
diterima dari penjualan produknya kepada pedagang atau langsung kepada
konsumen. Sedangkan menurut Syafril (2000) mengemukakan bahwa penerimaan
adalah seluruh pendapatan yang diterima tanpa melihat dari mana sumbernya,
dengan besar tidak selalu sama untuk setiap kurun atau jangka waktu tertentu.
Penerimaan tunai usaha didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari
penjualan produk atau jasa usaha. Pengeluaran tunai usaha didefinisikan sebagai
jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa untukmenjalankan
usaha. Penerimaan tunai usaha tidak mencakup pinjaman uang untukkeperluan
usaha, sedangkan pengeluaran tunai usaha tidak mencakup bunga pinjaman dan
jumlah pinjaman pokok. Jadi, penerimaan tunai dan pengeluarantunai usaha tidak
mencakup yang berbentuk benda (Dumairy, 2004).Dengan demikian total
penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

TR = Q x P

keterangan : TR (Total Reveneu) = Total Penerimaan (Rp)


Q (Quantity) = Jumlah Unit Produksi (Kg)
P (Price) = Harga (Rp/Kg)

2.4 Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari
pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih
bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan
dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income.
Menurut (Ramlan, 2006) pendapatan usaha adalah jumlah uang yang
diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk atau
jasa kepada pelanggan yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
Pendapatan dibagi dua yaitu pendapatan bersih dan pendapatan kotor. Pendapatan
bersih adalah pendapatan yang telah mengalami pengurangan dari hasil produksi.
Sedangkan pendapatan kotor yaitu pendapatan dari hasil usaha dikurangi
kebutuhan selama mengadakan usaha serta penggunaan bahan bakar dan tenaga
pembantu lainnya. Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil
tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan
apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak.

Pendapatan usahatani dapat diketahui dengan menghitung selisih antara


penerimaan dan pengeluaran (Soekartawi, 2006). Hubungan antara pendapatan,
penerimaan dan biaya dapat ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut:

Pd = TR – TC

Keterangan :
Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur pendapatan dari
usahatani adalah dengan menggunakan metode analisis R/C Rasio (Return Cost
Rasio). Metode R/C rasio dilakukan dengan membandingkan antara penerimaan
usahatani dan biaya usahatani, secara matematis R/C rasio dapat dituliskan
sebagai berikut:

R/C = Py × Y / (FC+VC)

di mana:
R = penerimaan
C = biaya
PY = harga output
Y = output
TFC = Total biaya tetap (Total Fix Cost)
TVC = Total biaya variabel (Total Variable Cost).

Secara teoritis apabila nilai dari R/C Rasio = 1 artinya usahatani yang
dijalankan berada pada kondisi yang tidak untung maupun tidak rugi atau BEP
(Break Event Point). Nilai dari R/C Rasio < 1 artinya usahatani yang dijalankan
berada pada kondisi yang merugikan dan tidak efisien. Nilai dari R/C Rasio >
1artinya usahatani yang dijalankan berada pada kondisi yang menguntungkan dan
efisien.

2.5 Biaya Usaha

Biaya memiliki berbagai macam arti tergantung maksud dari pemakai istilah
tersebut. Mulyadi membedakan pengertian biaya ke dalam arti luas dan arti sempit
antara lain sebagai berikut (Mulyadi, 2012). Dalam arti luas biaya adalah
pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi
atau mungkin terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit biaya
merupakan bagian dari harga pokok yang dikorbankan dalam usaha untuk
memperoleh penghasilan.
Menurut Makeham dan Malcolm (2010) biaya dalam usahatani dibagi
menjadi beberapa diantaranya :

 Biaya Tunai
Biaya tunai usahatani atau pengeluaran tunai merupakan sejumlah uang
yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara
tunai ataupun kredit.

 Biaya Tidak Tunai (Biaya Diperhitungkan)


Biaya diperhitungkan atau pengeluaran tidak tunai ialah pengeluaran berupa
nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda,
seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai penyusutan
dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan
digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai
tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

• Biaya Tetap (fixed cost)

Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan tetap
jumlahnya. Biaya tetap sering juga disebut biaya kepemilikan (owning cost). Biaya
ini tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin
serta besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap antara
lain biaya penyusutan, biaya bunga modal, asuransi, pajak, dan biaya bangunan.

• Biaya Tidak Tetap (variable cost)

Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
pada saat alat dan mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam
pemakaiannya (Pramudya dan Dewi, 1992). Apabila jumlah satuan produk yang
diproduksi pada masa tertentu naik, maka jumlah biaya variabel juga naik.
Perhitunngan biaya variabel dilakukan dalam satuan Rp/jam. Contoh biaya yang
termasuk biaya variabel dalam suatu usaha penggilingan padi antara lain biaya
bahan bakar dan pelumas, biaya pemeliharaan dan perbaikan dan upah operator.

• Biaya Total
Biaya total merupakan jumlah keseluruhan biaya tetap dengan biaya tidak
tetap yang dikeluarkan suatu perusahaan . Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya
per tahun atau biaya per jam.

2.6 Pengertian Studi Kelayakan


Keputusan untuk melakukamn investasi yang menyangkut sejumlah besar
dana dengan harapan mendapatkan keuntungan bertahun-tahun dalam jangka
panjang memberikan dampak yang cukup besar bagi kelangsungan usaha suatu
perusahaan. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan untuk menanamkan
investasi terlebih dahulu mengkaji studi kelayakan khususnya aspek finansial dan
ekonomi (Soeharto, 1999 : 109). Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
menganalisis resiko dengan menggunakann suatu asumsi tertentu, baik mengenai
biaya yang dikeluarkan untuk investasi maupum pemasukan dari pendapatan yang
akan diperoleh atau faktor-faktor lain. Suastu asumsi tidak akan selalu tepat karena
memiliki resiko berbeda atau meleset dari kenyataan, maka untuk mendapatkan
hasil yang optimal adalah dengan menggunakan cara memisahkan analisis
keputusan investasi dengan keputusan pendanaan (financing decision). Keputusan
investasi mencoba menentukan proyek atau aset apa saja yang akan dipilih dan
berapa besar biayanya, sedangkan keputusan pendanaan menentukan bagaimana
dan dari mana proyek dibiayai, sehingga setelah pemilihan ususlan investasi
dianalisis dengan berbagai kriteria (misalnya, NPV, IRR, B/C Rasio, R/C Rasio,
Payback Period, atau BEP) maka langkah selanjutnya adalah mencoba mengaitkan
dengan keputusan pendanaan dan melihat bagaimana kemungkinan interaksi yang
terjadi (Soeharto, 1999 : 111).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2008 : 6), pengertian kelayakan adalah
penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk menentukan apakah usaha yang
akan dijalankan akan memberi manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan
biaya yang akan dikeluarkan sedangkan pengertian bisnis adalah usaha yang
dijalankan dengan tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang
mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan
dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut.
Menurut Umar (2005: 8), Studi Kelayakan Bisnis merupakan penelitian
terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis
yang dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka
pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan,
misalnya rencana peluncuran produk baru.
Menyususn studi kelayakan bisnis banyak hal yang berhubungan dengan
perhitungan bunga dan nilai uang, seperti beban bunga, tingkat bunga, nilai uang
(time value money), nilai pinjaman beserta cicilan (kredit), serta perhitungan
penyusutan terhadap aset yang digunakan (Ibrahim, 2003 : 7).

2.7 Aspek Studi Kelayakan


Menentukan penilaian studi kelayakan, terlebih dahulu harus mengetahui
tahapan dari aspek-aspek kelayakan usaha. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Aspek Teknis
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek itu adalah masalah
penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (layout), penyusunan peralatan
pabrik, dan proses produksinya termasuk pemilihan teknologi. Jadi, analisis
dari aspek teknis adalah untuk menilai kesiapan perusahaan dalam
menjalankan usahanya dengan menilai ketepatan lokasi, luas produksi dan
layout serta kesiagaan mesin-mesin yang akan digunakan (Kasmir dan
Jakfar, 2008 : 145).

2. Aspek Manajemen
Uraian aspek organisasi dan manajemen adalah bentuk kegiatan dan
pengelolaan dari gagasan usaha atau proyek yang direncanakan secara
efisien. Apabila bentuk dan sistem pengelolaan telah dapat ditentukan
secara teknis (jenis pekerjaan yang diperlukan) dan berdasarkan pada
kegiatan usaha, disusun bentuk struktur organisasi yang cocok dan sesuai
unruk menjalankan kegiatan tersebut. Berdasarkan pada struktur bentuk
yang ditetapkan, kemudian ditentukan jumlah tenaga kerja serta keahlian
yang diperlukan (Ibrahim, 2003 : 95).

3. Aspek Hukum
Aspek hukum terdiri dari dokumen yang perlu diteliti keabsahan,
kesempurnaan dan keasliannya yang meliputi badan hukum, izin-izin yang
dimiliki, sertifikat tanah atau dokumen lainnya yang mendukung kegiatan
usaha tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2008 : 23).
Aspek hukum mengkaji tentang legalitas usulan proyek yang akan dibangun
dan dioperasikan. Ini berarti bahwa setiap proyek yang akan didirikan dan
dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan
yang berlaku di wilayah tersebut (Suratman, 2001 : 29).

4. Aspek Ekonomi dan Sosial


Aspek ekonomi dan sosial terdiri dari dampak positif dan negatif yang akan
dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik bagi pengusaha itu sendiri,
pemerintah, ataupun masyarakat luas. Dalam aspek ekonomi dan sosial
dampak positif yang diberikan dengan adanya investasi lebih ditekankan
kepada masyarakat khususnya yaitu memberikan peluang untuk
meningkatkan pendapatannya dan pemerintah pada umumnya yaitu
memberikan pemasukan berupa pendapatan baik bagi pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah (Kasmir dan Jakfar, 2008 : 193).

5. Aspek Lingkungan
Pengutamaan telaah AMDAL secara khusus adalah meliputi dampak
lingkungan di sekitarnya, baik di dalam usaha atau proyek maupun di luar
suatu proyek yang akan dijalankan. Arti keberadaan suatu usaha atau proyek
akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang berada di sekitar rencana
lokasi, baik dampak rencana usaha dan atau kegiatan terhadap kegiatan-
kegiatan yang sudah ada sebaliknya maupun dampak kumulatif dari rencana
usaha dan atau kegiatan yang sudah ada terhadap lingkungan hidup (kasmir
dan Jakfar, 2008 : 203).

6. Aspek Pasar
Menurut Ibrahim (2003 : 100), faktor utama yang perlu dinilai dalam aspek
pasar dan pemasaran antara lain :
a. Jumlah permintaan produk di masa lalu dan masa kini serta
kecenderungan permintaan di masa yang akan datang.
b. Berdasarkan pada angka proyeksi (perkiraan), berapa besar
kemungkinan market space (market potensial) yang tersedia di masa
yang akan datang.
c. Berapa besar market share yang direncanakan berdasarkan pada rencana
produksi.
d. Faktor-faktor apa saja yang mungkin mempengaruhi permintaan di
masa yang akan datang.
e. Strategi apa saja yang perlu dilakukan dalam meraih market share yang
telah direncanakan.
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-
kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran
dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran (Boyd,
Walker, dan Larreche, 2000 : 4). Bauran pemasaran merupakan kiat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai pasar sasarannya.
Kombinasi dari bauran pemasaran yaitu produk, harga, distributor, dan
promosi (Kotler, 2004 : 18).

7. Aspek Keuangan
Kajian aspek keuangan dalam studi kelayakan berkaitan dengan bagaimana
menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pelaksanaannya serta
mencari sumberdaya yang bersangkutan secara efisien, sehingga
memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor (Suratman,
2003 : 140). Keseluruhan penilaian dalam aspek keuangan meliputi hal-hal
seperti :
a. Sumber-sumber dana yang akan diperoleh.
b. Kebutuhan biaya investasi.
c. Estimasi pendapatan dan biaya investasi selama beberapa periode
termasuk jenis-jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama unsur
investasi.
d. Proyeksi neraca dan laporan laba rugi untuk beberapa periode ke depan.
e. Kriteria penilaian investasi.
f. Rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan
(Kasmir dan Jakfar, 2008 : 87).

2.8 Kriteria Penilaian Kelayakan Finansial

1. Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima selama
umur bisnis pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk
menghasilkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana
bisnis ini memberikan NPV biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang
lebih sama setiap tahun.
Menurut Husnan dan Muhammad (2000) metode penghitungan Net Present
Value (NPV) adalah dengan cara menghitung selisih antara nilai investasi
sekarang dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang
akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebuh
dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Jika NPV menghasilkan nilai
positif maka investasi tersebut dapat diterima, sedangkan jika NPV tersebut
bernilai negatif maka sebaiknya investasi tersebut ditolak (Kasmir dan Jakfar,
2003)
2. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Jakfar dan Kasmir (2003) Internal Rate of Return (IRR)
merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil intern. Ibrahim
(1998) mendefinisikan IRR sebagai tingkat suku bunga yang membuat nilai
NPV bisnis sama dengan nol. Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari
tingkat diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka
bisnis tersebut tidak layak dilaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat
suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh bisnis untuk sumberdaya yang
digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat
bunga yang berlaku.

3. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)


Menurut Rahim dan Hastuti (2007:167), analisis R/C (Revenue Cost Ratio)
merupakan perbandingan (ratio/nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya
(cost). Selanjutnya menurut Soekartawi (1995) dalam Abas, (2012:20),
komponen biaya dapat dianalisis keuntungan usahatani dengan menggunakan
analisis R/C Ratio. R/C adalah singkatan dari (Revenue/Cost Ratio) atau dikenal
sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui apakah usahatani itu menguntungkan atau tidak dan layak untuk
dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio lebih dari satu maka usahatani tersebut
menguntungkan, sedangkan jika hasil R/C Ratio sama dengan satu maka
usahatani tersebut dikatakan impas atau tidak mengalami untung dan rugi dan
apakah hasil R/C Ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut mengalami
kerugian.

4. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)


Net B/C Ratio merupakan ukuran ber-disconto manfaat yang pertama
dikenal (Gittinger, 1986). Net B/C Ratio adalah metode untuk menghitung
perbandingan antara jumlah present value penerimaan dengan jumlah present
value biaya. Proyek dikatakan layak bila Net B/C Ratio lebih besar daripada
satu, proyek dikatakan tidak untung bila Net B/C Ratio lebih kecil dari satu dan
proyek dikatakan tidak untung tidak rugi (break event point) bila Net B/C Ratio
sama dengan satu.

5. Payback Period (PP)


Merupakan kriteria tambahan dalam anaslisis kelayakan untuk melihat
periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seleruh pengeluaran investasi.
Perhitungan dilakukan dengan cara nilai manfaat bersih yang terdapat pada cash
flow didiskontokan dan dukumulatifkan. Metode ini juga membantu dalam
memilih investasi yang terbaik diantara dua perusahaan yang mempunyai rate of
return dan risiko yang sama.
Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang
didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari
proyek. Payback Period merupakan suatu metode dalam analisis finansial untuk
mengetahui waktu pengembalian investasi. Suatu proyek dikatakan layak bila
masa pengembalian (PP) lebih pendek dari umur ekonomis proyek dan proyek
tidak layak bila masa pengembalian (PP) lebih lama dari umur ekonomis proyek.
Untuk menilai apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan atau
dikembangkan adalah :
a. Payback Period sekarang harus lebih kecil dari umur investasi.
b. Bandingkan dengan rata-rata Payback Period industri unit usaha yang
sejenis.
c. Payback Period harus sesuai dengan target perusahaan.

6. Break event point(BEP)


Menurut (Noor, 2008) BEP (Break Event Point)adalah titik pulang pokok,
tingkat atau produksi dimana perusahaan tidak mengalami kerugian, namun
jugatidak mendapat laba, sedangkan Menurut Khasmir (2006) Break Event Poin
adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat
untung maupun rugi atau impas (penghasil = total biaya). Sebelum memproduksi
suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang
diinginkan. Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan biaya
produksi, maka dengan analisis titik impas dapat diketahui pada waktu dan
tingkat harga berapa penjualan yang dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut
rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan harga yang besaing pula tanpa
melakukan laba yang diinginkan.

2.9 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas untuk mengkaji sejauhmana perubahan unsur-unsur dalam


aspek finansial-ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih (Soeharto,
2002 :122). Penentuan resiko investasi adalah dengan dilakukannya analisis
sensitivitas didasarkan pada kemungkinan yang paling optimis sampai pada
kemungkinan yang paling pesimis (Suratman, 2002 : 142). Analisis Sensitivitas
merupakan suatu cara untuk mengetahui pengaruh pada solusi optimis yang
dihasilkan oleh perubahan variabel-variabel kritis yang dapat mempengaruhi
tingkat keuntungan (Suherman, 2004 : 8)

2.10 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian Kiki Setya Dewi (2008) dalam skripsi yang berjudul
Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Benih Padi Bersertifikat (Studi Kasus
PT. Citra Agro Indonesia, Ponorogo) diperoleh hasil perhitungan dari Analisis
Kriteria kelayakan investasi menunjukkan hasil perhitungan yang positif. Dimana
UBPB dapat menghasilkan Payback Period selama 1,7 tahun; NPV sebesar Rp
3.034.732.000,-; IRR 36 %; PI atau Net B/C sebesar 9,56; BEP es Rp 190.127.000,-
untuk kelas benih ES dan berproduksi pada kapasitas 45 ton/tahun, serta BEP ss
sebesar Rp 166.700.000,- pada volume produksi 38 ton/tahun. Berdasarkan analisis
sensitifitas maka UBPB sensitif terhadap penurunan penjualan. Berdasarkan
perhitungan kriteria tersebut maka pengembangan usaha benih padi bersertifikat
layak untuk dijalankan.

Berdasarkan penelitian Muhammad Iqbal (2015) dalam skripsi yang


berjudul Komparasi Analisis Kelayakan Usahatani Penangkaran Benih Padi dan
Usahatani Padi Konsumsi Di Provinsi Sulawesi Tengah diperoleh hasil analisis
kelayakan usaha yaitu baik usahatani penangkaran benih padi maupun usahatani
padi konsumsi samasama layak diusahakan dengan agregasi perbandingan antara
penerimaan dengan biaya (revenue cost ratio/RCR) masingmasing sekitar 1,80 dan
1,67. Komparasi analisis kelayakan antara kedua usahatani tersebut menunjukkan
bahwa penerimaan usahatani penangkaran benih padi (Rp 5.488/kg) jauh lebih
tinggi dari pada penerimaan usahatani padi konsumsi (Rp 3.050/kg).

Berdasarkan penelitian Winda Sari Auliaturrudha dkk (2012) dalam skripsi


yang berjudul Analisis Finansial Usaha Penangkaran Benih Padi Unggul di Desa
Penggalaman Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar diperoleh hasil
analisis kelayakan dilihat dari segi nilai RCR nya menunjukkan secara menyeluruh
nilai RCR pada usahatani penangkaran padi ini sebesar 1,37 Artinya usahatani
penangkaran benih padi ini menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena
setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan sebesar Rp
1,37.

Berdasarkan penelitian Dewi Nursyamsiah (2013) dalam skripsi yang


berjudul Analisis Usahatani Penangkaran benih Padi dan Padi Konsumsi (Studi
Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor) diperoleh
hasil bahwa pendapatan yang dihasilkan untuk penangkar benih padi lebih besar
dari petani padi konsumsi. Pendapatan penangkar benih padi atas biaya tunai dan
total adalah Rp 8.764.446,98 dan Rp 6.705.038,48. Pendapatan petani padi
konsumsi atas biaya tunai dan total adalah Rp 8.645.182,93 dan Rp 5.426.047,33.
Dan untuk kriteria investasi dilihat dari segi R/C rasio yaitu Ratio penerimaan
dengan biaya penangkar benih padi lebih besar jika dibandingkan petani padi untuk
konsumsi, Hal ini disebabkan oleh petani padi konsumsi menggunakan sistem bagi
hasil, selain itu jumlah tanggungan petani padi konsumsi lebih banyak
dibandingkan petani penangkar benih padi, sehingga hasil produksi yang didapat di
konsumsi sendiri oleh petani tersebut. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang
diperoleh pada usahatani penangkaran benih padi dan usahatani padi konsumsi
adalah 1,94 dan 1,90 dan R/C rasio atas biaya total adalah 1,56 dan 1,42.
Berdasarkan hasil tersebut maka usaha benih padi layak untuk dijalankan.

2.11 Kerangka Pemikiran

Perubahan lingkungan internal dan eksternal menuntut perusahaan untuk


meningkatkan keunggulan kompetitif agar dapat bertahan dan berkembang. Disaat
perusahaan menghadapi tantangan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan
manajemen secara berkesinambungan, perusahaan harus mampu mengoptimalkan
sumber pemasukan dari beberapa unit bisnisnya. Perusahaan juga harus
mengantisipasi dan menyiapkan rencana ketika terjadi penurunan perolehan
pengerjaan proyek. Karena hal ini akan berpengaruh pada pendanaan operasional
dan investasi perusahaan.
Dalam melihat efektivitas keputusan investasi dan keputusan pembiayaan,
kondisi keuangan perusahaan dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. Budiman (2006) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan,
baik dalam pencapaian laba; pembiayaan yang efisien; penjualan maksimum dan
kondisi perusahaan yang sehat, maka perusahaan harus meningkatkan kinerja
keuangannya. Penilaian kinerja keuangan adalah salah satu upaya untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengelola
keuangannya.
Keputusan investasi atau pengembangan usaha setidaknya didukung dengan
sebuah analisis layak tidaknya usaha tersebut untuk dijalankan. Tujuan
diadakannya analisis proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman
modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Putera
(2006) menyatakan bahwa studi kelayakan proyek mempunyai tujuan untuk menilai
suatu proyek apakah bisa memberikan manfaat bagi yang akan melaksanakan
proyek tersebut dan untuk menilai kemantapan bisnis yang akan dijalankan
perusahaan.
Benih Padi di UD Hartono Mandiri merupakan salah satu produsen benih
padi dengan kualitas yang bagus bersertifikat. Perusahaan benih padi ini berada di
JL. KH. Mahfud No. 11 RT 04 RW 02 Dsn. Umbul Rejo Desa Sumber Baru,
Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi. Perusahaan ini belum memiliki
penilaian kelayakan terhadap usaha benih padi yang dijaklankan sehingga
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis
penerimaan, serta kelayakan finansial usaha benih padi di UD Hartono Mandiri.
Maka perlu adanya kajian mengenai analisis penerimaan, dan kelayakan finansial
usahanya. Adapun metode analisis yang digunakan dalam menganalisis kelayakan
usaha yaitu NPV, IRR, B/C Ratio, R/C Ratio, PP, dan BEP. Berdasarkan metode
analisis yang digunakan dapat diketahui usaha benih padi layak atau tidak layak
untuk dijalankan dan dikembangkan. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat
dilhat pada gambar di bawah ini.
Usaha Benih Padi UD. Hartono Mandiri Di
Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh,
Kabupaten Banyuwangi

Proses Produksi Benih Padi

Analisis Kelayakan Finansial Usaha


Usaha Benih Padi
Pad

Biaya Penerimaan

Pendapatan

Aspek Keuangan
Kriteria Kelayakan Finansial :
 Net Present Value (NPV)
 Internal Rate of Return (IRR)
 Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
 Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
 Payback Periode (PP)
 Break Event Point (BEP)

Layak Tidak
LayakLaya
k
Pengembangan
Evaluasi
Usaha
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Benih Padi yang terletak di JL.
KH. Mahfud No. 11 RT 04 RW 02 Dsn. Umbul Rejo Desa Sumber Baru,
Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan pengambilan data dan
penelitian dilakukan pada bulan Desember 2018.

3.2 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Sangadji dan Sopiah (2010) berpendapat bahwa pendekatan
kuantitatif adalah penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis
dengan teknik statistik untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti.
Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menghitung pendapatan dari usaha benih
padi tersebut. Analisis kelayakan finansial usaha benih padi dalam penelitian ini
akan diketahui dengan cara analisis survei dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi dan dokumentasi.

3.3 Metode Penentuan Sampel


Metode penentuan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik Purposive Sampling dengan jenis Judgment Sampling, pemilihan teknik
sampling tersebut dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa tempat tersebut
sesuai untuk dijadikan lokasi penelitian karena memiliki sejumlah informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti. Pada hal ini tempat penelitian dilakukan di UD. Hartono
Mandiri yang terletak di JL. KH. Mahfud No. 11 RT 04 RW 02 Dsn. Umbul Rejo
Desa Sumber Baru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi.

3.4 Jenis dan Sumber Data


Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dan data yang digunakan dalam
penelitan ini terdiri dari dua jenis yaitu:

a. Data primer yang diperoleh berupa data langsung dari perusahaan yang berupa
observasi dan wawancara dengan pimpinan UD. Hartono Mandiri dan karyawan.
Hal ini dilakukan antara lain untuk mengetahui aspek-aspek kelayakan yang
terdapat pada UD. Hartono Mandiri yaitu data-data mengenai bauran pemasaran,
layout perusahaan, struktur organisasi, dan data-data keuangan. Data primer
tersebut digunakan dalam menganalisis studi kelayakan finansial.

b. Data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan dan instansi yang
terkait. Data sekunder juga diperoleh melalui proses membaca, mempelajari dan
mengambil keterangan yang diperlukan dari buku-buku atau majalah, dokumen-
dokumen, penelitian terdahulu, bahan-bahan kuliah serta sumber-sumber data
yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini berupa :

(1) Wawancara yaitu pengumpulan data dengan mewawancarai langsung dengan


pemilik UD. Hartono Mandiri, dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan
yang mengenai biaya usaha, pendapatan dan lain sebagainya.

(2) Observasi ( Pengamatan ) yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke


lapangan terhadap objek yang diteliti.

(3) Dokumentasi merupakan proses pencatatan atau menulis keterangan yang


berhubungan dengan data penelitian.

3.6 Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :


1. UD. Hartono Mandiri adalah badan usaha yang bergerak pada usaha Benih
padi
2. Biaya usaha benih padi adalah sejumlah nilai korbanan yang diperlukan
selama melaksanakan usaha benih padi, meliputi biaya sarana produksi,
tenaga kerja dan alat perlengkapan dengan satuan rupiah
3. Produksi adalah jumlah benih padi dalam bentuk kemasan yang siap untuk
dijual
4. Biaya Produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pedagang dalam
usaha dagang Hartono Mandiri dapat diukur dengan satuan rupiah.
5. Biaya operasional adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
Usaha benih padi yang terdiri dari biaya tetap dan variabel.
6. Biaya Tetap adalah biaya yang di keluarkan dan digunakan dalam jangka
panjang dalam UD. Hartono Mandiri diukur dengan satuan rupiah
7. Biaya Variabel adalah biaya yang dikeluarkan pedagang dan digunakan
dalam
jangka pendek dalam UD. Hartono Mandiri diukur dengan satuan rupiah
8. Harga produk/output adalah harga benih padi yang diterima, dari hasil
produksi benih padi berdasarkan harga pasar, diukur dalam satuan Rp/Kg
9. Harga pasar atau harga finansial adalah tingkat harga yang dibayar dalam
pembelian faktor produksi, diukur dalam rupiah (Rp).
10. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh diukur dengan
satuan rupiah
11. Pendapatan merupakan kenaikan kotor atau gross dalam modal pemilik
yang dihasilkan oleh pemilik usaha benih padi di Desa Umbul Rejo
Kecamatan singojuruh banyuwangi
12. Keuntungan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total yang
diperoleh perusahaan dengan biaya total yang dikeluarkan perusahaan
selama selama satu periode (Rp)
13. Tenaga kerja adalah curahan tenaga kerja yang digunakan dalam usahabenih
padi, baik Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar
Keluarga (TKLK) (HKO)
14. Hari Kerja Orang (HKO) adalah selama 7 jam perhari atau lebih 40 jam
kerja per minggu
15. Kelayakan usaha adalah perbandingan antara penerimaan total dengan
biaya total.
16. Analisis titik impas adalah total biaya dibagi total produksi bibit jeruk
selama proses produksi.
17. Umur ekonomis adalah jumlah tahun proyek berjalan sampai proyek tidak
menghasilkan keuntungan, yaitu selama 20 tahun.
18. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan investasi
pada usaha benih padi sebelum usaha tersebut dijalankan dan diharapkan
dapat menghasilkan manfaat (benefit) beberapa tahun kemudian.
19. Volume penjualan adalah jmlah benih padi yang dijual pengusaha benih
padi. Pengukurannya dalam satuan kilogram (Kg).
20. Tingkat suku bunga atau discount factor adalah suatu bilangan yang lebih
kecil dari satu yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai uang di masa
lalu agar didapatkan nilainya pada saat ini.

3.7 Teknik Analisis


Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahaui kelayakan
finansial dari usaha benih padi. Metode yang digunakan sebagai berikut:

1. Net Present Value (NPV)

NPV dihitung berdasarkan selisih antara benefit dengan biaya (cost) ditambah
dengan investasi (Kadariah, 2001), yang dihitung melalui rumus:
𝒏
𝑩𝒕 − 𝑪𝒕
𝑵𝑷𝑽 = ∑
(𝟏 + 𝒊)𝒕
𝒕=𝟎

Keterangan :
NPV = Net Present Value

Bt = benefit (penerimaan) bersih tahun t

Ct = cost (biaya) pada tahun t

i = tingkat suku bunga (%)

t = umur ekonomis proyek (tahun), dimana t = 1,2,3,......,n

Kriteria pengambilan keputusan:

1) Jika NPV > 0, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan

2) Jika NPV = 0, maka usaha tersebut dalam keadaan titik impas (BEP)

3) Jika NPV < 0, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present
value sama dengan nol dalam suatu proyek. Setiap benefit bersih yang diwujudkan
secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapat tingkat
keuntungan suku bunga yang sama yang diberi bunga selama sisa umur proyek.
Penentuan IRR sebagai berikut:

𝑵𝑷𝑽𝟏
𝐈𝐑𝐑 = 𝐢𝟏 + [ 𝑿(𝒊𝟏 − 𝒊𝟐)]
𝑵𝑷𝑽𝟏 − 𝑵𝑷𝑽𝟐

Di mana :
IRR = tingkat pengembalian internal
NPV1 = nilai sekarang bersih pada discount rate ( bernilai positif )
NPV2 = nilai sekarang bersih pada discount rate ( bernilai negatif )
i1 = discount rate percobaan pertama ( NPV+ (%) )
i2 = discount rate percobaan kedua ( NPV- (%) )
Kriteria dalam penilaian Internal Rate of Return (IRR), yaitu:
1) Jika IRR > tingkat suku bunga, maka layak untuk diusahakan

2) Jika IRR = tingkat suku bunga, maka dalam keadaan impas.

3) Jika IRR < tingkat suku bunga, maka tidak layak untuk diusahakan.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Nilai kriteria ini melihat perbandingan antara nilai penerimaan tunai dengan nilai
pengeluaran atau biaya tunai (Kadariah, 2001), yang dihitung berdasarkan rumus :

𝑩 − 𝑪𝒕
𝐁 ∑𝒏𝒕=𝑰 𝒕
(𝑰 + 𝒊)𝒕
𝐍𝐞𝐭 =
𝐂 𝑪 − 𝑩𝒕
∑𝒏𝒕=𝑰 𝒕
(𝑰 + 𝒊)𝒕

Keterangan :

Net B/C = Net Benefit Cost Ratio

Bt = benefit (penerimaan) bersih tahun t

Ct = cost (biaya) pada tahun t

i = tingkat suku bunga (%)

n = umur ekonomis usaha (tahun)

Kriteria pengambilan keputusan:

1) Jika Net B/C ≥ 1, maka usaha menguntungkan

2) Jika Net B/C < 1, maka usaha tidak menguntungkan


4. Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
analisis R/C rasio yaitu perbandingan (nisbah) antara jumlah penerimaan
dengan jumlah pengeluaran selama proses produksi (Kartasapoetra, 1988). Rumus
umum yang digunakan dalam perhitungan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio), yaitu:

𝑻𝑹
R/C rasio = 𝑻𝑪

Keterangan :

R/C = Rasio revenue dengan cost

TR = Total revenue atau total penerimaan

TC = Total Cost atau total biaya

Dengan kriteria:

1) R/C- Ratio> 1 yaitu Usaha menguntungkan secara ekonomi dan


penggunaan biaya produksi efisien.
2) R/C – Ratio = 1 yaitu Usaha industri tahu mengalami impas.
3) R/C- Ratio < 1 yaitu Usaha industri tahu tidak menguntungkan.

5. Payback Period (PP)


Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period (PP) adalah
sebagai berikut :

𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐢𝐧𝐯𝐞𝐬𝐭𝐚𝐬𝐢
Payback Period = 𝐊𝐚𝐬 𝐌𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡 x 1 Tahun

Kriteria pengambilan keputusan:

1) Jika nilai Pp < dari umur ekonomis, usaha layak untuk dilaksanakan.
2) Jika nilai Pp > dari umur ekonomis , usaha tidak layak untuk dilaksanakan.

6. Break Even Point (BEP)


Rumus umum yang digunakan dalam perhitungan Break Even Point (BEP)
sebagai berikut:
a. BEP atas dasar penjualan dalam unit.
𝑭𝑪
𝐁𝐄𝐏 =
𝑷−𝑽
Keterangan:
FC= Biaya tetap (Rp)
P = Harga jual (Rp/unit)
VC = Biaya variabel (R)

b. BEP atas dasar penjualan dalam rupiah


𝑭𝑪
𝑩𝑬𝑷 =
𝑽𝑪
𝟏− 𝑷

Keterangan:
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp/unit)
P = Penjualan (Rp/Unit)

3.8 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas proses menentukan bagaimana distribusi dari


pengembalian yang mungkin untuk bisnis tertentu dipengaruhi oleh perubahan
salah satu variable input (Keown et al (2001). Sedangkan Gittinger (1986)
mengungkapkan bahwa analisis sensitivitas merupakan suatu alat yang langsung
(dan kadang-kadang cukup) dalam menganalisa pengaruh-pengaruh risiko yang
ditanggung dan ketidakpastian dalam analisa bisnis. Menurut Kadariah et al (1999),
analisis sensitivitas tujuannya adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan
hasil analisis bisnis jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya atau benefit. Perubahan yang mungkin terjadi antara lain;
kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run), perubahan dalam harga hasil
produksi dan terjadi penurunan pelaksanaan pekerjaan. Lebih Lanjut Gittinger
(1986) mengungkapkan bahwa pada bidang pertanian, bisnis sensitif berubah-ubah
akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan
biaya dan hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, K. S. (2008, 07 22). Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Benih Padi


bersertifikat (Studi Kasus PT Citra Agro Indonesia, Ponorogo). Jurnal
Ekonomi Dan Manajemen, pp. 1-113.

Juradi, M. I. (2015). Komparasi Analisis Kelayakan Usahatani Penangkaran Benih


padi Dan Usahatani Padi Konsumsi Di Provinsi Sulawesi Tengah . Jurnal
Ekonomi, 1-11

Auliaturridha, W. S. (2012). Analisis Finansial Usaha Penangkaran Benih Padi


Unggul Di Desa Penggalaman Kecamatan Martapura Barat Kabupaten
Banjar. Jurnal Agribisnis Perdesaan , Vol 02 Nomor 01, 1-13.

Nursyamsiah, D. (2013, 02 01). Analisis Usahatani Penangkaran Benih Padi Dan


Padi Konsumsi (Studi Kasus di Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor). Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor, pp. 1-91.

Sabir, N. (2018, 08 02). Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi Keliling (


Studi Kasus Usaha Penggilingan Padi Keliling Di Desa Tumale Kecamatan
Ponrang Kabupaten Luwu. Analisis Kelayakan Usaha, pp. 1-99.

Novianti, E. (2010, 12 01). Kelayakan Investasi Usaha Penggilingan padi Pada


Kondisi Resiko (Studi Kasus di Penggilingan Padi Skala Kecil Sinar
Ginanjar, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Kelayakan Analisis Usaha,
pp. 1-153.

Dinata, R. A. (2017, 10 09). Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penggilingan Padi


Keliling Di Kabupaten Pringsewu. Analisis Kelayakan Finansial, pp. 1-86.

Hawari. (2017, 03 08). Analisis Pendapatan UD. Mitra Usaha Dari Penjualan Beras
Di Desa Kedai kecamatan Mangeng Kabupaten Aceh Barat Daya. Analisis
Pendapatan Usaha, pp. 1-64.
Ilhamiyah, K. N. (2014). Analisis Kelayakan Usaha Pembibitan Jeruk Siam Banjar
(Citrus Suhuensis Tan) Secara Okulasi Di Kota Banjarbaru Provinsi
Kalimantan Selatan. Ekonomi Pertanian, 64-71.

Sasongko, W. H. (2020, 11 13). Analisis Kelayakan Finansial Dan Pemasaran


Kakao Di Desa Sungai Langkah Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran. Analisis Kelayakan Finansial, pp. 1-179.

You might also like