Professional Documents
Culture Documents
ULKUS KORNEA
Diajukan Kepada :
dr. Esti Mahanani, Sp.M
Disusun Oleh :
Tika Kurnia Illahi
20174011062
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. H
- Umur : 50 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Pekerjaaan : Petani
- Agama : Islam
- Alamat : Tempuran, Kab.Magelang
II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama :
Mata kiri mengalami penurunan penglihatan sejak ± 2 tahun yang lalu.
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):
Pasien datang ke poli mata RSUD Tidar Magelang dengan keluhan mata kiri
semakin tidak bisa melihat sejak ± 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan sudah
sejak 2 tahun yang lalu dan memberat dalam ± 2 bulan. Keluhan muncul saat
pasien merasa ada sesuatu yang masuk ke dalam matanya, kemudian pasien
sempat menggosok gosok matanya. 2 hari setelahnya pasien merasa mata kirinya
terasa nyeri, silau jika terkena sinar, terasa pegal, mengganjal dan memerah.
Keluhan kemudan disertai dengan penurunan penglihatan yang semakin
memberat. Pasien sudah menjalani pengobatan di RSUD Salatiga di berikan
tetes mata secara rutin, namun dirasakan tidak membaik. Keluhan tersebut
dirasakan memberat pada 2 bulan yang lalu dan saat untuk membuka mata
pasien mengeluh pandangan semakin kabur, terasa mengganjal, mata merah,
silau dan kepala pusing. Keluhan banyak kotoran, banyak bayangan hitam yang
muncul disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Riwayat keluhan serupa : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat trauma : (-)
Riwayat mondok : (-)
Riwayat operasi : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat keluhan serupa : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
III. KESAN
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan Umum : Baik
OS
V. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Pemeriksaan OD OS Penilaian
Kedudukan Kedudukan
1. Sekitar mata
alis baik, scar alis baik, scar Simetris, scar (-)
(supersilia)
(-) (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
Gangguan gerak
- Gerakan N N
membuka dan
menutup (-), spasme
(-)
- Lebar rima 10 mm 10mm Normal 9-13mm
Hiperemi (-), edema
- Kulit N N
(-), massa (-)
Trikiasis (-),
- Tepi kelopak N N entropion (-),
ekstropion (-),
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar
glandula N N Dakriodenitis (-)
lakrimalis
- Sekitar sacus
N N Dakriosistitis (-)
lakrimalis
- Uji flurosensi - - Tidak dilakukan
- Uji regurgitasi - - Tidak dilakukan
- Tes Anel - - Tidak dilakukan
4. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
Tak ada gangguan
gerak (syaraf dan
- Gerakan N N
otot penggerak bola
mata normal)
Makroftalmus (-),
- Ukuran N N
Mikroftalmus (-)
Palpasi konsistensi
kenyal sedikit teraba
5. TIO N N+
keras pada mata kiri,
simetris
6. Konjungtiva
- Palpebra Hiperemis (+) OS,
N Hiperemis hordeolum (-)
superior
Cobble stone (-)
Cekung,
- Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam
dalam
- Palpebra Hiperemis (+) OS,
N Hiperemis hordeolum(-)
inferior
Cobble stone (-)
Injeksi
Injeksi konjungtiva (+),
- Bulbi N
perikornea (+) injeksi perikornea
(+) OS, corpal (-),
Ikterik (-), Ikterik (-), Ikterik (-),
7. Sklera
perdarahan (-) perdarahan (-) perdarahan (-)
8. Kornea
- Ukuran Ø 12 mm Ø 12 mm
Lebih cembung
- Kecembungan N N
dari sklera
arkus senilis (+),
arkus senilis arkus senilis
- Limbus injeksi perikornea
(+) (+)
(+)
permukaan
tidak licin,
keruh (+), Tidak licin (+),
- Permukaan N
ulkus (+), keruh (+), ulkus +
infiltrat (+),
hipopion (+)
- Uji Flurosensi - - Tidak dilakukan
- Placido - - Tidak dilakukan
9. Camera oculi anterior
- Ukuran N N Dalam
Jernih, flare (- Keruh, flare (-
- Isi ), hifema (-), ), hifema (-), Dbn
hipopion (-) hipopion (+)
10.Iris
- Warna Coklat Coklat Coklat
- Pasangan Simetris Simetris Simetris
- Bentuk Bulat Bulat Bulat, reguler
11. Pupil
- Ukuran Ø 3 mm Ø 3 mm Pada ruangan
dengan cahaya
cukup, N= Ø 3-5
mm
- Bentuk Bulat Bulat Isokhor
- Tempat Sentral Sentral Sentral
- Tepi Reguler Reguler Dbn
- Reflek direct + + Dbn
- Reflek
+ + Dbn
indirect
12. Lensa
- Ada/tidak Ada Ada Dbn
- Kejernihan Jernih Tidak terlihat
Sentral,
- Letak Tidak terlihat Dbn
belakang iris
Warna gelap Tertutup dg
13. Refleks
pada sebagian kornea yang Dbn
Fundus
fundus. keruh
B. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.
.
NORMAL ULKUS KORNEA
C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari
ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea
D. ETIOLOGI
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya
varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
E. PATOFISIOLOGI
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan
pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari
mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea
memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut
termasukrefleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrof
obik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk
beregenerasi secara cepat dan lengkap.
Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea,
wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja
sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses selanjutnya
adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin.
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah
ulkus kornea.
Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma.
Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka
toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan
melalui membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi
anterior (COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah
kekeruhan di cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam
COA).
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) dan selanjutnya
agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami
atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan
menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang
intak. Hipopion ini steril, tidak mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus
menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila
peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrana Descemet dapat
timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata
lalat. Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik
dapat sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam
penyembuhan berakhir dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk
nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan
cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang tampak jelas di kamar terang, dan
leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh. Bila
ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya perforasi
membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam
mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan
menyebabkan timbulnya endoftalmitis, panoftalmitis dan berakhir dengan ptisis
bulbi. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi
intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus
progresif dan bola mata akan menjadi lunak. Dengan terjadinya perforasi cairan
COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris
melekat pada luka kornea yang perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris
dapat menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps
yang menyumbat fistel.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama
palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia yang berat
pada kebanyakan penyakit kornea minimal pada keratitis herpes karena hipestesi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan anda diagnostik berharga.
Meskipun berair mata fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya
tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiasakan bekas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau
letaknya di pusat.
F. KLASIFIKASI,
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan
tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3
spesies stafilokokus Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus
Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral,
infeksi ulkus marginal, infeksi ulkus alergi (toksik). Infeksi ulkus kornea oleh
Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor pencetus sebelumnya seperti
keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama
digunakan. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus : pada awalnya
berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat
dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea
yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion
ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal
biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap
Stafilokokus Aureus.
Ulkus Pseudomonas : Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus
pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas
bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein.
Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat
hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika,
cairan fluoresein, cairan lensa kontak. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri
pseudomonas : biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan
infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini
dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus
mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan. Pengobatan : gentamisin,
tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal, subkonjungtiva serta intra vena.
Gambar 1.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 1.b Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus
ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus
yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti
tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan
permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.
Gambar 3.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 3.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan
dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan
infiltrat perineural.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan
sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan
satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
H. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram
atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
I. TATALAKSANA
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup
baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai
melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.
konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah
ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin >
10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis
anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa
sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore.
Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan
pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 8. Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada
kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 9. Keratoplasti
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder
K. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil
pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat
buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut
L. PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat
keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian
sikatrik..
DAFTAR PUSTAKA
Ann M. 2005. Cornea Ulcer. AccesedMay 18th.
Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T.. 2009. Ophtalmology Umum Ed. 14. Jakarta:
EGC
Eva PR, Witcher JP. 2007. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology
17th edition.
Ilyas, Sidharta.2010. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi cetakan ke-8. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Riordan-Eva P, Whitcher JP. 20110. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi 17.
Jakarta: Widya Medika
Edward J. H. Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva and Tear Film 1st
Edition. Elsevier. USA. 2013