Professional Documents
Culture Documents
Penyusun :
Eva Liyanti
030.14.057
Pembimbing :
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
3
keguguran berlangsung secara spontan. Berdasakan penelitian, hamil yang
keguguran spontan sekitar 50% merupakan kehamilan blighted ovum. Jadi, janin
memang tidak berkembang dan mekanisme tubuh secara alami
mengeluarkannya.2,4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Abortus pada kehamilan muda terjadi kurang dari 20 minggu atau
pada berat janin kurang dari 500 gram. Abortus menurut Sarwono 2002 terjadi
pada sekitar 10-15% dari kehamilan.1
Salah satu gejala dari abortus adalah perdarahan pervaginam dari bercak
darah hingga perdarahan yanga banyak, nyeri perut dan kaku, pengeluaran
sebagian produk konsepsi, serviks dapat tertutup atau terbuka, dan ukuran uterus
lebih kecil dari yang seharusnya.5
Faktor predisposisi dari abortus mencakup beberapa faktor, antara lain : (1)
Faktor janin (fetal), yang terdiri dari kelainan genetik. (2) Faktor dari ibu
(maternal), yang terdiri dari infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroid, diabetes
mellitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, alkoholik, faktor
imunologis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum
inpartu yang terjadi umumnya pada trimester 2. (3) Faktor dari ayah (paternal),
kelainan sperma.5
Terdapat berbagai macam abortus yang diklasifikasi sesuai dengan gejala,
tanda dan proses patologi yang terjadi, seperti : 5
a. Abortus iminens
Abortus tingkat permulaan yang ditandai dengan perdarahan
pervaginam, ostium uteri yang masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan. Gejala yang timbul biasanya hanya
perdarahan pervaginam. Pemeriksaan USG dilakukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan plasenta telah terjadi
pelepasan atau belum.
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam cavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Pada
pemeriksaan USG akan dijumpai pembesaran uterus sesuai dengan
5
umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masi jelas
walaupun mungkin sudah tidak tampak normal.
c. Abortus Kompletus
Keseluruhan dari hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin yang kurang dari
500 gram. Gejala yang tampak berupa semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus telah mengecil yang
menyebabkan perdarahan yang terjadi hanya sedikit, dan besar
uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.
d. Abortus Inkompletus
Sebagian dari hasil konsepsis sudah keluar dari kavum uteri dan
sebagian lainnya masih tertinggal. Pada pemeriksaan vagina
ditemukan kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Banyaknya perdarahan yang terjadi bergantung pada sisa hasil
konsepsi yang belum keluar. Dari pemeriksaan USG biasanya
ditemukan pada kavum uteri tampak massa hiperekoik dengan
bentuk tidak beraturan.
e. Missed Abortion
Ditandai dengan embrio atau fetus yang telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 munggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Pada pemeriksaan
USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang
mengecil dsn bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
f. Abortus Habitualis
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut.
g. Abortus Infeksius
Abortus yang disertai adanya infeksi pada genitalia.
h. Abortus Anembrionik (Blighted Ovum)
Kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal
kehamilan walaupun kantung gestasi tetap terbentuk. Kelainan ini
6
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG. Bila tidak
dilakukan tindakan, kehamilan ini kan berkembang terus walaupun
tanpa ada janin didalamnya. Biasanya kejadian abortus spontan yang
berlangsung sekitar 14-16 minggu setelah terjadinya kehamilan.
Dalam sebuah analisis terhadap 1000 kasus abortus spontan, ditemukan
bahwa separuh kasus abortus adalah blighted ovum, yang mana embrionya
mengalami degenerasi atau tidak ada pada saat dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan ultrasonografi.1
2.3 Etiologi
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses
pembuahan sel telur dan sperma. Penyebab pasti dari blighted ovum belum
diketahui, namun beberapa faktor dapat mengakibatkan terjadi blighted ovum.3,6
1) Blighted ovum terjadi karena kelainan pada sel telur dan sel sperma.
2) Kelainan kromosom dapat mengakibatkan pertumbuhan embrio pada
masa awal kehamilan berhenti.
3) Blighted ovum terjadi karena kebiasaan merokok atau minum alkohol
7
4) Faktor usia dan paritas pasangan suami istri. Usia semakin tua pada
pasangan suami istri meningkatkan risiko penurunan kualitas sperma
dan ovum dan semakin banyak seorang istri pernah hamil memperbesar
kemungkinan dari terjadinya blighted ovum.
5) Blighted ovum terjadi karena infeksi TORCH, rubella, streptokokus,
kelainan imunologis (seperti adanya antibodi terhadap janin), rendahnya
kadar beta hCG serta penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol.
2.4 Patofisiologi
Proses awal kehamilan blighted ovum terjadi sama pada kehamilan
umumnya. Sel telur dibuahi oleh sel sperma, kemudian terjadi penggabungan
pronukleus. Hari ke-4 setelah fertilisasi terbentuk menjadi blastosit yang dilapisi
trofoblas. Trofoblas akan memicu produksi hormon-hormon kehamilan termasuk
hormon hCG. Pemeriksaan tes kehamilan positif dan kehamilan klinis akan
terjadi. Kehamilan blighted ovum terjadi penuruna hormon kehamilan
(progesteron, estrogen, dan hCG). Penurunan tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor penyebab. Kasus blighted ovum dilakukan pemeriksaan
menggunakan USG ditemukan gestational sac, yolk sac dan tidak ditemukan
embrio di dalam gestational sac. Hal ini disebabkan kegagalan perkembangan
embrio pada 6-7 minggu pasca fertilisasi.2,4
2.6 Diagnosis
Selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, blighted ovum dapat
didiagnosis secara pasti dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi pada kasus blighted ovum ditemukan
kantung kehamilan dan tidak ditemukan embrio di dalam rahim. USG bisa
dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat itu diameter
8
kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat
lebih jelas. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada
kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya
struktur mudigah dan yolk sac. Untuk itu, bila pada USG pertama didapatkan
gambaran seperti ini, perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila
tetap tidak dijumpai struktur mudigah dan diameter kantung gestasi sudah
mencapai 25 milimeter maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik.
Bila hasil USG tidak disertai keluhan perdarahan dari vagina, untuk
menghindarkan keraguan saat menegakkan diagnosis blighted ovum dilakukan
USG ulang 10 hari kemudian.1,7
2.7 Penatalaksanaan
9
dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran kembar seringkali lebih tinggi. Jika
belum berhasil maka adopsi adalah pilihan lain bagi banyak pasangan.2,7
Penatalaksanaan post kuretase : 3,7
a) Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri pasca tindakan jika
diperlukan.
b) Anjurkan untuk mobilisasi bertujuan untuk mengurangi nyeri.
c) Memberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan,
dapat dilakukan menggunakan dua kombinasi antibiotik. Pemberian
metronidazole berfungsi untuk mencegah infeksi bakteri gram negatif dan
anaerob. Pemberian metronidazole dapat diberikan bersama amoksisilin
yang merupakan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi pasca
tindakan.
d) Melakukan observasi meliputi jumlah perdarahan pervaginam untuk
mengetahui terjadinya perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
2.8 Pencegahan
Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan
seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran berulang
di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali, dan jarang
terjadi lebih dari satu kali pada wanita.3
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa
tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita
yang hendak hamil, bila menderita penyakit maka ditangani terlebih dulu penyakit
tersebut, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun,
menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan
kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.2,3
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.5 Diagnosis
Diagnosis Banding:
1. G2 hamil 7-8 minggu + Abortus Imminens
Diagnosis Kerja:
G2 hamil 7-8 minggu + Blighted ovum
3.6 Rencana Terapi
a. Pembedahan: Kuretase
Terapi post kuretase hisap:
a) Non farmakologi:
1. Istirahat total
2. Diet tinggi kalori tinggi protein
3. Mobilisasi bertahap
b) Farmakologi:
1. Clindamicyn 2x300mg
2. Asam Mefenamat 3 x 500 mg
3. Control 1 minggu
b. Diagnostik:
1. Ultrasonografi
c. Monitoring:
1. Keadaan umum
2. Tanda-tanda vital
3. Kontraksi uterus
4. Tanda-tanda perdarahan dan infeksi
d. Edukasi:
1. Istirahat total
2. Diet tinggi kalori tinggi protein
3. Mobilisasi
4. Menjaga hygiene alat reproduksi
5. Pasca kuretase sebaiknya menunda kehamilan sampai 6 bulan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien mengaku hamil 7 minggu datang ke IGD dengan
keluhan keluar darah sejak 5 hari lalu tanpa disertai lendir melalui jalan lahir dan
nyeri di perut bagian bawah. Berdasarkan dari anamnesis dan gejala yang
dikeluhkan tersebut dimungkinkan bahwa pasien mengalami abortus. Diamna
abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi yang dikeluarkan pada saat
kehamilan kurang dari 20 minggu. Akan tetapi perlu dipastikan melalui
pemeriksaan penunjang USG mengenai kondisi dalam rahim ibu sehingga dapat
disimpulkan diagnosis pasti yang ada. Adapun abortus yang terjadi pada pasien
tergolong sebagai Blighted ovum yang mana kehamilan yang bisa ditegakkan pada
usia kehamilan 7-8 minggu dengan dilakukan pemeriksaan USG.2
Hasil pemeriksaan USG pasien ini menunjukkan bahwa terlihat kantung
kehamilan tanpa massa intrauterin didalamnya. Disimpulkan diagnosis dari kasus
ini adalah blighted ovum atau kehamilan kosong dimana terbentuk kantung
kehamilan dan plasenta tetapi tidak ada pembentukan embrio
Setelah pasien didiagnosis dengan blighted ovum, tindakan selanjutnya yang
dilakukan terminasi kehamilan dengan cara kuretase jaringan untuk menghentikan
perdarahan, membersihkan sisa-sisa jaringan, mencegah infeksi, sehingga rahim
siap untuk kehamilan berikutnya. Sesuai teori, hal yang dapat dilakukan pada
pasien dengan diagnosa blighted ovum adalah terminasi kehamilan segera setelah
ditegakkan diagnosa pasti dan dilakukan pemeriksaaan penunjang berupa USG.
Tindakan terminasi yang dapat dilakukan berupa kuretase yang merupakan
serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri
dengan melakukan invasi ke dalam kavum uteri. Dimana hasil konsepsi di
bersihkan dan dikeluarkan secara keseluruhan dari kavum uteri. Selain itu, sisa
jaringan yang diambil dapat juga digunakan sebagai sampel laboratorium untuk
mengetahui penyebab terjadinya blighted ovum.2,7
Terapi pasca tindakan kuretase pada pasien ini diberikan analgetik yaitu
asam mefenamat untuk mengurangi nyeri jika diperlukan, pemberian antibiotic
untuk mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan, menganjurkan untuk
mobilisasi bertujuan untuk mengurangi nyeri, serta melakukan observasi meliputi
jumlah perdarahan pervaginam untuk mengetahui terjadinya perdarahan dan
tanda-tanda infeksi.3,7
BAB V
KESIMPULAN