You are on page 1of 12

Hidradentis Suppurativa

1.1 Definisi
Hidradenitis Suppurativa (HS) merupakan penyakit peradangan kronik supuratif yang
berasal dari kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus.1,2 Tempat
predileksinya didaerah aksila, anogenital dan kulit kepala. Nama lain dari HS adalah
apocrinitis, hidradenitis axillaris dan abscess apocrine sweat glands.1

1.2 Epidemiologi
Di Eropa, prevalensi hidradenitis suppuratvia adalah sekitar 1% hingga 4%. Penyakit
ini dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin. Hidradenitis supurativa lebih sering
terjadi pada wanita, dengan rasio wanita-pria 4:1,8. Pada pria predileksi cenderung di
daerah anogenital, sedangkan pada wanita di axilla. Kejadian terbanyak pada masa
pubertas sampai sebelum usia 40 tahun. Iklim yang panas mendukung perkembangan dan
juga memperburuk HS. Obesitas, riwayat dahulu, serta riwayat keluarga yang memiliki
kecenderungan nodulocystic acne dan HS memiliki faktor pendukung mengalami HS.3,4,5

1.3 Etiologi
Pada kebanyakan kasus, penyebab HS tidak diketahui. Genetika, hormonal, obesitas,
obstruksi kelenjar apokrin (pemakaian deodoran), trauma (menggunting atau mencabut
rambut aksila) dan infeksi sekunder (Staphylococcus aureus, coagulase-negative-
staphylococcus dan streptococcus basil gram negative) mungkin berperan1. 30-40% orang
dengan HS memiliki setidaknya satu anggota keluarga lainnya dengan HS. Beberapa
kasus HS telah ditemukan sebagai hasil dari perubahan (mutasi) pada gen NCSTN,
PSEN1, atau PSENEN. Obat yang mengandung androgen memperburuk HS dan
diketahui agen antiandrogenik digunakan untuk mengobati HS.6 Obesitas dapat
memperburuk penyakit karena meningkatnya tekanan mekanik atau gaya gesek pada kulit
intertriginosa, maserasi, serta peningkatan androgen. Hubungan antara merokok dan HS
didokumentasikan dengan baik, dengan insiden HS yang lebih tinggi pada perokok
dibandingkan yang bukan perokok.7,8,9

1
1.4 Patogenesis
Pada penelitian yang dilakukan Shelly dan Cahn, dengan melakukan penutupan pori-
pori menggunakan pita perekat, hasilnya (1) terdapat obstruksi keratin pada ujung folikel
rambut, (2) dilatasi dan inflamasi pada kelenjar aporkin yang tersumbat. Bakteri masuk ke
kelenjar apokrin lewat folikel, kemudian terperangkap dibawah plak keratin dan
bermultiplikasi dengan cepat dalam lingkungan yang mengandung banyak nutrisi dari
keringat apokrin. Neutrofil bergabung dan bercampur kedalam kelenjar. (3) Kelenjar
apokrin ruptur menyebabkan penyebaran infeksi ke kelenjar dan aera sekitarnya. Infeksi
Streptococcus, Staphylococcus dan organisme lain menyebabkan inflamasi lokal yang
lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan kulit.
Sebuah abses terbentuk, tumbuh dan akhirnya pecah melewati kulit apabila tidak
dilakukan insisi dan drainase. Proses penyembuhan yang kronis menimbulkan fibrosis
luas dan sikatriks hipertrofi pada kulit diatasnya. Sebagai proses dari pembentukan abses
apokrin berulang, terdapat peningkatan fibrosis dan saluran sinus.11

Gambar 1.1 Patogenesis HS11

2
1.6 Manifestasi klinis
HS terjadi pada kulit yang mengandung kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada
usia sesudah pubertas hingga usia 40 tahun. Predileksi tersering berlokasi di aksila dan
daerah anogenital. Predileksi dapat menyebar hingga daerah bokong dan kulit kepala.1,2
Pada wanita, juga sering terjadi HS pada inguinal dan inframamary. Berdasarkan
keterlibatan regional, penyakit ini dapat dikategorikan dari area yang paling sering sampai
jarang yaitu aksila, inguinal, perianal, inframammary, bokong, perut, dada, kulit kepala
dan kelopak mata. Area terakhir dapat terjadi dengan keterlibatan kelenjar Moll.10
Gejala pertama dapat muncul sebagai abses berbatas tegas atau tonjolan keras yang
mengandung komedo. Abses sering berubah menjadi sekelompok luka kulit dengan
gejala yang bermacam-macam dimulai dari ketidaknyamanan ringan, terbakar, pruritus,
hyperhidrosis, serta lima tanda radang akut. Abses berkembang menjadi nodul lunak yang
membesar dan menyatu untuk membentuk abses lunak yang besar dan nyeri. Pecahnya
abses mengeluarkan cairan berbau busuk dan bernanah. Luka terbuka yang sembuh
dengan sangat lambat dan berulang, dapat meninggalkan bekas yang mengeras yaitu
jaringan parut dan saluran sinus dan membuat gerakan menjadi sulit. HS yang berulang
atau persisten mengakibatkan pembentukan komedo beujung ganda atau double ended
comedones, saluran sinus dan jaringan parut.12,13,14,15 HS dapat berlangsung bertahun
tahun dan semakin memburuk seiring waktu. Penyakit ini dapat disertai gejala konstitusi
seperti demam dan malaise.

Gambar 1.2 Komedo hitam, double ended-comedones, abses dan bekas luka di aksila.1

1
Buku merah dan fitzpatrick

3
Gambar 1.3. Sekitar anogenital dengan kista yang mengering (kiri) dan kista yang
meradang (kanan)11

Gambar 1.4. HS pada lipat paha11

4
Hurley Stage I Hurley Stage II Hurley Stage III

Gambar 1.5. Hurley Clinical Staging11

Gambar 1.6. Area utama keterlibatan hidradenitis supurativa. A dan B) Axillae: beberapa
saluran sinus yang saling berhubungan dan abses di seluruh area secara bilateral (Hurley
Stadium III). C) Anogenital: abses tunggal dengan saluran sinus di lipatan antara pubis
dan penis (Hurley stadium II). D dan E) Lipatan inguinal: saluran sinus yang saling
berhubungan tersebar di seluruh area dengan jaringan parut yang parah secara bilateral
(Hurley stadium III).9

5
Gambar 1.7. Lokasi umum lainnya dari HS. A) Tengkuk: beberapa abses tanpa saluran
sinus atau jaringan parut (Hurley stadium I). B) Punggung: beberapa nodul inflamasi dan
komedo dengan jaringan parut minimal, (Hurley stadium I). C) Dada: beberapa nodul
inflamasi, abses serta saluran sinus (Hurley stadium II). D) Area pinggang: beberapa
saluran sinus yang saling berhubungan, diperburuk oleh gesekan (Hurley stadium III).9

1.6 Diagnosis
3 gambaran klinis penting yang mendukung diagnosis HS :
- Lesi yang khas termasuk nodul, abses, saluran sinus dan jaringan parut.
- Lokasi khas termasuk aksila, lipatan inframammary, pangkal paha dan anogenital.
- Kambuh dan kronisitas (>2 kali dalam 6 bulan). 17,18

1.7 Pemeriksaan penunjang


Penyebab hidradenitis suppurativa salah satunya adalah infeksi seperti Staphylococcus
aureus, Steptococci, Escherichia coli, Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa.
Sehingga pada pemeriksaan laboratorium dapat terjadi peningkatan laju endap darah, C-
reactive protein dan leukositosis. Jika terdapat tanda infeksi yang cukup jelas, dapat
dilakukan kultur bakteri dengan sampel yang diambil pada lesi. Selain itu pada biopsi
kelenjar, akan terlihat adanya obstruksi saluran kelenjar apokrin oleh keratin, dilatasi
duktus dan tubulus kelenjar, serta infiltrasi PMN intraglandular. 17,18

6
1.10 Diagnosis Banding19,20

Tabel 1. Diagnosis banding Hidradenitis Supurativa


Penyakit Tanda dan Gejala Pemeriksaan Penunjang
Skrofuloderma Unilateral, terdapat nodul dan Biakan mikobakteria (gold
sinus, tidak memiliki hubungan standard), sediaan apusan,
dengan pubertas (dapat terjadi pada biopsi lesi dan uji tuberkulin.
semua umur), tidak terdapat
komedo, dapat dikaitkan dengan
fokus tuberculosis dibagian tubuh
yang lain.
Crohn’s Fistula dan traktus sinus biasanya Endoskopi dan biopsi akan
disease memiliki distribusi di perianal. menunjukkan peradangan dan
Pasien mungkin mengalami gejala granuloma.
gastrointestinal, seperti diare
berdarah, kram perut, dan nyeri
perut bagian bawah.

Epidermal Timbul sebagai lesi soliter, yang Biopsi eksisi bersifat


inclusion cysts biasanya memiliki pungtum yang diagnostik dan terapeutik.
terlihat di permukaan. Peradangan
biasa terjadi.

Furunculosis Abses soliter sering disertai skuama Kultur bakteri akan


halus. Sering muncul setelah abrasi menunjukkan bakteri patogen
pada kulit atau pada pasien dengan misalnya, Staphylococcus
gangguan imun. aureus, seringkali MRSA.

Lymphogranul Penyakit menular seksual yang Uji fiksasi komplemen akan


oma venereum disebabkan oleh Chlamydia menunjukkan titer >1:64 atau
trachomatis. Biasanya muncul kenaikan 4 kali lipat antara
sebagai adenitis inguinalis supuratif spesimen akut dan konvalesen.
dengan limfadenopati yang jelas. Namun, fiksasi komplemen
dengan titer tinggi tanpa
adanya gejala tidak
mengkonfirmasi
limfogranuloma venereum, dan
titer rendah tidak
mengesampingkannya.

7
1.9 Tatalaksana16
Tujuan pengobatan HS termasuk mencegah lesi baru, mengobati lesi yang baru
terbentuk secara dini dan menghilangkan nodul serta saluran sinus yang ada. Pendekatan
umum untuk HS termasuk intervensi nonmedis, obat topikal dan sistemik, serta
pembedahan. Ringkasan intervensi yang direkomendasikan berdasarkan tingkat
keparahan penyakit menurut stadium Hurley ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 2. Rekomendasi pengobatan berdasarkan Hurley Clinical Staging System.


Sistem Terapi yang di Sarankan
Stadium
Klinis Karakteristik Non medikamentosa Medikamentosa Pembedahan
Hurley
Tahap I Abses tunggal Langkah-langkah berikut Terapi lini pertama : insisi /
(ringan) atau multipel harus dipertimbangkan  Klinidamisin sayatan dan
tanpa saluran terlepas dari tingkat topikal, tetrasiklin drainase
sinus dan keparahan HS: oral. (tidak
jaringan parut  Berikan edukasi, Terapi lini kedua : dianjurkan)
konseling dan dukungan  resorcinol topikal,
 Hindari trauma kulit terapi hormonal,
 Mendorong modifikasi kortikosteroid
gaya hidup, termasuk injeksi intralesi.
penurunan berat badan
dan berhenti merokok
Tahap II Abses Terapi lini pertama : Jika beberapa
(sedang) berulang  Klindamisin topikal terapi medis
dengan dan tetrasiklin oral gagal, rujuk
saluran sinus Terapi lini kedua: ke ahli bedah
dan jaringan  resorcinol topikal, plastik untuk
parut terapi hormonal, menjalani
kortikosteroid eksisi
injeksi intralesi.
Terapi lini ketiga:
 Rujuk ke
dermatologis
Tahap III Saluran sinus Rujuk ke dermatologis Jika beberapa
(berat) yang yang mungkin akan terapi medis
menyebar melakukan sebagai gagal, rujuk
atau banyak berikut : ke ahli bedah
dan saling  Retinoid oral plastik untuk
berhubungan,  Agen imunosupresan menjalani
serta abses  Biologics eksisi
diseluruh area

8
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus. Pada
penatalaksanaan umum, berikan edukasi kepada pasien untuk menghilangkan predisposisi
seperti pencabutan rambut ketiak, penggunaan obat perontok rambut dan deodoran,
menggunakan baju yang terlampau sempit, menghindari luka pada kulit dan keringat
berlebih. Menurunkan berat badan dan berhenti merokok dapat membantu memperbaiki
gejala HS. Pada penatalaksanaan khusus dapat diberikan terapi topikal, oral dan
pembedahan.
Resorcinol topikal : agen pengelupasan kimia dengan sifat keratolitik dan anti-
inflamasi. Penggunaannya dalam HS dievaluasi dalam serangkaian kasus yang terdiri dari
12 wanita dengan Hurley stadium I atau II HS. 15% resorsinol topikal diaplikasikan
langsung ke nodul inflamasi dan terbukti mengurangi rasa sakit dan meningkatkan
penyembuhan.20 Pedoman pengobatan HS eropa saat ini merekomendasikan
menerapkannya dua kali sehari selama kambuh dan sekali sehari selama perawatan
pemeliharaan.
Antibiotik : klindamisin topikal (larutan 1% atau gel, dua kali sehari selama 3 bulan)
sering digunakan sebagai terapi lini pertama untuk HS ringan atau lokal, dengan
keamanan dan tolerabilitas yang baik. Dapat mengurangi jumlah lesi inflamasi ringan dan
mengobati atau mencegah infeksi sekunder.21 Antibiotik oral tetrasiklin sering
dipertimbangkan dalam HS refraktori atau luas. Antibiotik ini digunakan untuk efek
antiinflamasi, pada HS yang telah berlangsung 2 hingga 3 bulan. Untuk mencapai
pengendalian penyakit diberikan dosis 500 mg tetrasiklin 2x1 selama 4 bulan.
Kekambuhan umum terjadi setelah penghentian antibiotik. Terapi kombinasi klindamisin
oral (300 mg 2x1) dan rifampisin (600 mg 1x1) selama 10 minggu dapat dipertimbangkan
pada pasien yang gagal dalam terapi antibiotik sebelumnya.22
Terapi hormon : terapi antiandrogenik telah dieksplorasi dan terbukti efektif. Pil
kontrasepsi oral cyproterone asetat (100 mg setiap hari) dan yang mengandung norgestrel
selama 6 bulan menunjukkan perbaikan HS pada Hurley tahap II atau III.23,24 Finasteride
(5 mg setiap hari) efektif pada anak dan dewasa.
Retinoid oral : efek antiproliferatif dan imunomodulator retinoid oral dapat
mengendalikan sifat inflamasi. Penggunaan acitretin selama 9 hingga 12 bulan
menghasilkan resolusi lesi, penghilang rasa sakit dan perbaikan yang terus menerus
bahkan setelah menghentikan terapi.25 Tidak direkomendasikan untuk wanita usia subur
karena tidak diperbolehkan untuk hamil selama 3 tahun bahkan setelah penghentian
pengobatan. Isotretinoin memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan wanita dapat
mencoba untuk hamil 1 bulan setelah terapi. Isotretinoin memiliki efek terapi terbatas
pada HS sedang hingga berat. Pemberian isotretinoin oral tidak bermanfaat pada penyakit
yang kronis, namun bermanfaat pada awal penyakit untuk mencegah sumbatan folikuler
dan saat dikombinasikan dengan eksisi pada lesi.
Terapi imunosupresif : HS diduga karena disregulasi sistem imun bawaan dan adaptif,
agen imunosupresif kadang digunakan untuk mengobati HS. Injeksi kortikosteroid
intralesi 5 hingga 10 mg/mL triamcinolone acetonide digunakan sebagai terapi tambahan
untuk mempercepat resolusi nodul inflamasi. Tetapi obat ini harus dihindari jika
mendapat infeksi bakteri sekunder.3,18 Prednison oral dapat digunakan untuk mengurangi
peradangan akut dengan dosis 70 mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan selama 14 hari.

9
Siklosporin dapat digunakan pada HS yang sulit disembuhkan, namun lama perawatan
sering dibatasi karena efek sampingnya.26
Biologis : Agen biologis dengan sifat faktor tumor nekrosis dapat dipertimbangkan
pada pasien yang gagal dengan terapi medis konvensional, seperti infliximab dan
adalimumab (untuk pasien 12 tahun keatas) pada HS sedang hingga berat.
Pembedahan : Apabila penatalaksanaan dengan obat-obatan tidak memberikan hasil
yang memuaskan atau pasien dengan Hurley stadium III, maka pembedahan pada semua
jaringan yang terlibat dapat dijadikan sebagai modalitas pengobatan. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut serta eksisi nodul fibrotik. Pada
penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit pada aksila atau area yang
terlibat dengan melakukan eksisi kelenjar apokrin.2 Eksisi dalam hingga lapisan fascia
membutuhkan penutupan skin grafting. Baik tindakan umum dan terapi medis harus
dilanjutkan pasca operasi untuk mencegah kekambuhan. Namun, pembedahan tidak
dianggap kuratif dan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi.

1.10 Komplikasi
Secara lokal, HS dapat menyebabkan jaringan parut dengan mobilitas ekstremitas
yang terkait, striktur atau fistulsa di anus dan uretra akibat peradangan kronis. Secara
sistemik, HS dengan infeksi serius dapat muncul demam dan septicemia.10,16

1.11 Prognosis
Tingkat keparahan penyakit ini sangat bervariasi. Banyak pasien hanya mengalami
gejala ringan yang rekuren, dapat sembuh sendiri, sehingga tidak berobat. Penyakit ini
biasanya mengalami remisi spontan pada usia >35 tahun. Pada beberapa individu,
gejalanya dapat menjadi progresif (semakin parah dari waktu ke waktu dengan lesi
berkembang lebih sering dalam jumlah yang lebih besar dan mempengaruhi lebih banyak
area tubuh). HS tidak mengancam jiwa, tetapi orang dengan HS sering merasakan nyeri,
sulit bergerak, dan merasa malu dengan penyakit mereka. Hal ini dapat menyebabkan
isolasi sosial, depresi dan / atau kecemasan serta memengaruhi kualitas hidup seseorang.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzpatrick TB, Klauss Wolff, Johnson RA. The Sixth Edition of Fitzpatrick's Color
Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. Mc Graw-Hill Companies. 2009
: p. 16-19.
2. SW SL, Kusmarinah Bramono, Wresti Indriatmi. Hidradenitis. 2015. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: BP FKUI; p. 76.
3. Jemec GB, Heidenheim M, Nielsen NH. J Am Acad Dermatol. 1996 Aug; 35(2 Pt
1):191-4.
4. Cosmatos I, Matcho A, Weinstein R, Montgomery MO, Stang P. J Am Acad
Dermatol. 2013 Mar; 68(3):412-9.
5. Canoui-Poitrine F, Le Thuaut A, Revuz JE, Viallette C, Gabison G, Poli F, Pouget F,
Wolkenstein P, Bastuji-Garin S. J Invest Dermatol. 2013 Jun; 133(6):1506-11.
6. Ingram JR. The Genetics of Hidradenitis Suppurativa. Dermatol Clin. January 2016;
34(1):23-28.
7. Revuz JE, Canoui-Poitrine F, Wolkenstein P, Viallette C, Gabison G, Pouget F, Poli
F, Faye O, Roujeau JC, Bonnelye G, Grob JJ, Bastuji-Garin S. J Am Acad Dermatol.
2008 Oct; 59(4):596-601.
8. Sartorius K, Emtestam L, Jemec GB, Lapins J. Br J Dermatol. 2009 Oct; 161(4):831-
9.
9. Vazquez BG, Alikhan A, Weaver AL, Wetter DA, Davis MD. J Invest Dermatol.
2013 Jan; 133(1):97-103.
10. Wiseman MC. Hidradenitis suppurativa: a review. Dermatol Ther. 2004;17(1):50–4.
11. Saunte D, Jemec G. Hidradenitis Suppurativa. JAMA. 2017;318(20):2019.
12. Hidradenitis Suppurativa. National Organization of Rare Disorders (NORD). 2012;
13. Hidradenitis suppurativa. Genetics Home Reference. December 2013;
14. Jovanovic M. Hidradenitis Suppurativa. Medscape Reference. Updated Oct. 19,
2018;
15. Ingram JR. Hidradenitis suppurativa: Pathogenesis, clinical features, and
diagnosis. UpToDate. Apr 2018;
16. Tennant F, Jr, Bergeron JR, Stone OJ, Mullins JF. Anemia associated with
hidradenitis suppurativa. Arch Dermatol. 1968;98(2):138–40.
17. Jemec GB. Clinical practice. Hidradenitis suppurativa. N Engl J
Med. 2012;366(2):158–64.
18. Zouboulis CC, Desai N, Emtestam L, Hunger RE, Ioannides D, Juhász I, et al.
European S1 guideline for the treatment of hidradenitis suppurativa/acne inversa. J
Eur Acad Dermatol Venereol. 2015;29(4):619–44. Epub 2015 Jan 30.
19. Lee RA, Yoon A, Kist J. HS: an update. Adv Dermatol. 2007;23:289-306.
20. Boer J, Jemec GB. Resorcinol peels as a possible self-treatment of painful nodules in
hidradenitis suppurativa. Clin Exp Dermatol. 2010;35(1):36–40. Epub 2009 Jun 22.
21. Jemec GB, Wendelboe P. Topical clindamycin versus systemic tetracycline in the
treatment of hidradenitis suppurativa. J Am Acad Dermatol. 1998;39(6):971–4.

11
22. Gener G, Canoui-Poitrine F, Revuz JE, Faye O, Poli F, Gabison G, et al. Combination
therapy with clindamycin and rifampicin for hidradenitis suppurativa: a series of 116
consecutive patients. Dermatology. 2009;219(2):148–54. Epub 2009 Jul 8.
23. Sawers RS, Randall VA, Ebling FJ. Control of hidradenitis suppurativa in women
using combined antiandrogen (cyproterone acetate) and oestrogen therapy. Br J
Dermatol. 1986;115(3):269–74.
24. Mortimer PS, Dawber RP, Gales MA, Moore RA. A double-blind controlled cross-
over trial of cyproterone acetate in females with hidradenitis suppurativa. Br J
Dermatol. 1986;115(3):263–8.
25. Boer J, Nazary M. Long-term results of acitretin therapy for hidradenitis suppurativa.
Is acne inversa also a misnomer? Br J Dermatol. 2011;164(1):170–5.
26. Rose RF, Goodfield MJ, Clark SM. Treatment of recalcitrant hidradenitis suppurativa
with oral ciclosporin. Clin Exp Dermatol. 2006;31(1):154–5.

12

You might also like