Professional Documents
Culture Documents
ABORTUS INKOMPLIT
OLEH:
Wahyu Febrianto 105070100111023
Johanna Tania P 105070100111071
Andrea Nina Diandra D 105070103111017
Laylia Mulyandari 105070104111006
Pembimbing
dr. Pande Made Dwijayasa, SpOG
Pendamping
dr. Martiana Larasati (TIL)
LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ABORTUS INKOMPLIT
Oleh:
Menyetujui:
Pendamping, Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
No Reg : 699405
Nama : Ny. D
Umur : 35 tahun
Alamat : Ds. Bulorejo Kec.Kauman, Kab.Tulung Agung
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah 1x
Lama Menikah : 9 tahun
Kehamilan : G2P1001Ab000
Riwayat KB : tidak pernah menggunakan KB
Tanggal MRS : 15 Desember 2014
2.2 Subjektif
2.2.1 Keluhan utama
Kontrol kehamilan.
2.2.2 Anamnesis
Pasien datang ke rumah sakit untuk kontrol kandungan. Didapatkan riwayat abortus
iminens pada pasien yang didiagnosa pada bulan Oktober 2014 (2 bulan yang lalu).
2.2.3 Riwayat Pernikahan
Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama 9 tahun. Anak terakhir 8 tahun
hidup.
2.2.4 Riwayat Obstetri
G2P1001 Ab000, tidak pernah menggunakan KB
2.2.5 Riwayat Haid
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 9 Juli 2014
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya haid : 4-5 hari
Jumlah haid : biasa
2.2.6 Riwayat Nyeri Perut : tidak ada
2.2.7 Riwayat Keputihan : tidak ada
2.2.8 Riwayat Keadaan Umum
Nafsu makan : biasa
5
Berat badan : tetap
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
2.2.9 Riwayat Operasi/Penyakit : disangkal
2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa.
2.2.11 Riwayat Pengobatan
Dupaston 3x1
Amoxicillin 3x1
Asam Mefenamat 3x1
Asam folat 1x1
2.2.12 Riwayat Sosial
Tinggal bersama suami dan anak.
2.3 Obyektif
2.3.1 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
BB : 46,5 Kg
TB : 152 cm
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler
RR : 20 x/menit
Suhu aksiler : 360C
Kepala dan leher : anemis - / - , icterus - / -
Thorax : cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)
Pulmo/ vv Rh - - Wh - -
vv -- --
vv -- --
Abdomen : fundus uteri tidak teraba, BU(+)N
Ekstremitas : akral hangat, edema =|=
Status Ginekologi
Genitalia Eksterna
Inspeksi : v/v flux (-), fluor (-)
Inspekulo : tdak dilakukan
Vaginal Touche : tidak dilakukan
2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang
6
Darah Lengkap : 13,50/ 6790/ 310.000
2.4 Assessment
Blighted ovum
2.5 Planning
Planning Diagnosis :-
Planning Terapi : pro kuretase
Persiapan kuretase : IVFD RD 5
inj. Cefotaxim 1 mg
inj. Ranitidin 25 mg
pasang DC
Planning Monitoring : vital sign, keluhan subyektif pasien.
Planning Edukasi : KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) dan informed consent
pasien dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini, prosedur
tindakan medis yang akan dilakukan beserta risiko yang akan
terjadi dan prognosis serta surat persetujuan tindakan
kuretase.
7
Keadaan pasca kuretase :
Keadaan Umum : baik/compos mentis
Tensi : 110/70
Nadi : 84x/menit
RR : 19x/menit
Terapi pasca kuretase:
Cefadroksil 3x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Methergin 2x1
Roburentia 2x1
8
BAB 3
PERMASALAHAN
3.1 Diagnosa
Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?
9
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Abortus
4.1.1 Definisi
Menurut definisi WHO, abortus didefinisikan sebagai hilangnya janin atau
embrio dengan berat kurang dari 500 gram setara dengan sekitar 20-22 minggu
kehamilan, sedangkan menurut Prawirohardjo, 2008, abortus adalah berakhirnya
suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau janin belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi
akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat
(Sastrawinata et al., 2005).
Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20
minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri
kehamilan (Griebel et al., 2005). Abortus spontan adalah merupakan mekanisme
alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28
minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-
sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem
reproduksi (Syafruddin, 2003).
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus (Sewarts, 2005)
10
- Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dåri: infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,
konsumsi alkohol, faktor imunologis, trauma abdomen/pelvis pada trimester
pertama dan defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks
(penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu inpartu, umumnya pada
trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman. Kejadian abortus
meningkat pada wanita hamil yang berumur 30 tahun atau 35 tahun, hal ini
disebabkan meningkatnya kelainan genetik seperti mutasi dan kelainan maternal
pada usia tersebut. Menurut Llewellyn-Jones (2002) frekuensi abortus meningkat
bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas. Apabila terdapat riwayat
abortus, maka kemungkinan terjadi abortus pada kehamilan yang selanjutnya
akan meningkat (Henderson dan Jones, 2006).
- Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma. Sperma yang mengalami translokasi
kromosom apabila berhasil menembus zona pellusida dari ovum akan
menghasilkan zigot yang memiliki material kromosom yang tidak normal sehingga
dapat menyebabkan keguguran (Prawirohardjo, 2008).
4.1.3 Epidemiologi
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya
terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun
2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun, dan dari jumlah tersebut
terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup (Utomo, 2001).
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih
jauh, abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi
(Prawirohardjo, 2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat
20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia
diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena
komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya
terjadi di negara berkembang (Dwilaksana, 2010).
4.1.4 Klasifikasi
1. Abortus spontan
11
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain
yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage) (Sastrawinata et al., 2005).
2. Abortus imminens (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks. Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada
20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari
abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan
spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata
et al., 2005).
3. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah. Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri
karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).
4. Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap)
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Abortus inkomplet didiagnosis apabila
sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian
tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung,
banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada
benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
12
sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika
hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan
ini kuretase tidak perlu dilakukan (Sastrawinata et al., 2005).
5. Abortus complet (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di
keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan
lengkap. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim
dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama
sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai.
Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih
ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus
dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).
6. Missed abortion (retensi janin mati)
Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan
di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih (Prawirohardjo,
2007). Pada abortus tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-
sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak
bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks
tertutup dan ada darah sedikit (Sastrawinata et al., 2005).
7. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut- turut, yang
disebabkan oleh anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil,
dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus
habitualis (Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis
merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini
adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi
pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus
luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesteron sesudah korpus luteum atropi juga merupakan etiologi dari abortus
habitualis (Sastrawinata et al., 2005).
8. Abortus Septik (Septic abortion)
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis
tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Bakteri yang dapat
menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter
13
aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Mochtar,
1998; Dulay, 2010).
14
terjadi karena uterus berkontraksi untuk mengeluarkan jaringan sisa hasil konsepsi
yang gugur yang telah dianggap sebagai benda asing.
Menurut WHO, setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua dari
tiga gejala seperti; (i) perdarahan pervaginam, (ii) nyeri pada abdomen bawah, (iii)
riwayat amenorea, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus. Dari hasil
anamnesa pada pasien, didapatkan memenuhi ketiga gejala tersebut. Oleh karena
itu, kemungkinan terjadinya abortus harus dipikirkan.
15
Gambar 4.1 Tabel kriteria diagnosis abortus (WHO, 2013)
4.2.4 Diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pasien didapatkan riwayat abortus imminens dan
pada pemeriksaan fisik didapatkan fluxus (-), fluor (-).
Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien memenuhi kriteria
diagnostik blighted ovum.
16
4.2.5 Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus menurut Saifuddin et.al (2004)
adalah:
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan
gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan
kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis.
Umumnya pada abortus infeksius infeksi terbatas pada desidua.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik)
4.2.7 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik (dubia ad bonam) karena
dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko
perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi dua jam pasca kuretase tidak
didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu pada pasien ini tidak
didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan,
perforasi, infeksi dan syok.
18
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan .
2. Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor maternal, riwayat obstetri yang
kurang baik, riwayat infertilitas, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai
kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat kimia,
trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama, kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi, kelainan pada plasenta, kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi
serviks.
3. Patofisiologi terjadinya abortus yaitu berawal dari perdarahan desidua basalis, diikuti
nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus dan uterus berkontraksi.
4. Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu,
keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau
menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau kram perut di daerah atas
simfisis.
5. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan Doppler
atau USG, pemeriksaan kadar fibrinogen darah.
6. Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas abortus
imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion,
abortus terapeutik dan abortus septik.
7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi, syok,
infeksi dan kelainan pembekuan darah.
8. Penatalaksanaan pasca abortus adalah curetase, uterotonika dan antibiotik.
5.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya
pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,
konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang mengalami
abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.
19
3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya monitoring
berkala pada kasus abortus untuk perencanaan tatalaksana dan tindakan
selanjutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Macdonald. 2010. William Obstetrics 23th edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Dwilaksana, AP. 2010, Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di RSUD
Banyumas.Available from: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-
public-health/2071310-faktor-ibu-yg-berhubungan-dgn#ixzzli5koRujB (diakses tanggal
25 November 2014)
Fransisca S,K. 2007. Aborsi/abortus. Probolinggo: Universitas Wijaya Kusuma
Guyton, AC, Hall, JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Elsevier Inc.
Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta
Martini, FH. 2006. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson Education Inc.
Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi
kedua. Editor : Lutan D. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul bari. 2004. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaeman. 2008. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
Shien, Butler, Lewis. 1999. Hole’s Human Anatomy and Physiology, 8th Edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy 40th Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone
Utomo, B. 2001. Incidence and Social Psychological Aspects of Abortion in Indonesia: A
Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Center for
Health Research University of Indonesia. Jakarta.
WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi 1.
Jakarta, Indonesia.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
21