Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di
Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah
suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan
tetapi diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat
yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat
internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun
setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi
melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang
dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan
sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988,
sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika
Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari
setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan
secara pasti diagnosisnya.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-
September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai
4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib,
sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada
keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah
dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka
akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross
(1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan
kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat
terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara
signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E
dan anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga
mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama.
Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya
perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang
berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya
akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada
hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor).
CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi
kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive
terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka
kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan
system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1
(CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat
beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan
social berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996;
Folkman Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan
keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang
bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi
respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon
social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat
variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu
keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang
berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. PENGERTIAN HIV/AIDS
1. HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
2. Aids adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya
daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (human
Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan AIDS, karena
AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi
sistem imun selular.
3. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul
Hidayat, 2006)
4. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
B. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh
protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin
transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para
perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit
klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1. Cara Penularan
a. Selama kehamilan
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal
ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam
DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan
kanker.
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama
ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus
yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi
tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus
di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.
Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut.
Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu
dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2
tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri :
2012)
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita AIDS :
Batuk-batuk,
Sesak napas,
Kesadaran menurun,
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik
(3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
E. MANIFESTASI KLINIS
retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS.
Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan
mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit
sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri
tanpa pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati
umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window
period).
leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex(ARC)
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
7. Sarcoma Kaposi
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
AIDS.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang
tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian
atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD 4 = (1/3 x jumlah
limfosit total)-8.
H. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Lakukan pengkajian fisik
- Dapatkan riwayat imunisasi
- Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak:
exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya
anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi
- Observasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
- Infeksi bakteri berulang
- Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial
limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
- Diare kronis
- Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya,
kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
- Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.
3. Perencanaan keperawatan.
antiinfeksi sesuai
order
Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien Pasien dan keluarga
infeksi (kontak ditransmisikan, tim atau orang penting mau dan memerlukan
pasien) kesehatan lainnya metode informasikan ini
berhubungan memperhatikan mencegah transmisi
dengan infeksi universal HIV dan kuman Mencegah transimisi
HIV, adanya precautions dengan patogen lainnya. infeksi HIV ke orang lain
infeksi kriteriaa kontak 2. Gunakan darah dan
nonopportunisitik pasien dan tim cairan tubuh precaution
yang dapat kesehatan tidak bial merawat pasien.
ditransmisikan. terpapar HIV, tidak Gunakan masker bila
terinfeksi patogen perlu.
lain seperti TBC.
Intolerans Pasien 1. Monitor respon Respon bervariasi dari
aktivitas berpartisipasi fisiologis terhadap hari ke hari
berhubungan dalam kegiatan, aktivitas
dengan dengan kriteria 2. Berikan bantuan Mengurangi kebutuhan
kelemahan, bebas dyspnea dan perawatan yang pasien energi
pertukaran takikardi selama sendiri tidak mampu
oksigen, aktivitas. 3. Jadwalkan
Ekstra istirahat perlu
malnutrisi, perawatan pasien
jika karena
kelelahan. sehingga tidak
meningkatkan kebutuhan
mengganggu isitirahat.
metabolik
Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. Monitor Intake menurun
kurang dari intake kalori dan kemampuan dihubungkan dengan
kebutuhan tubuh protein yang mengunyah dan nyeri tenggorokan dan
berhubungan adekuat untuk menelan. mulut
dengan intake memenuhi 2. Monitor BB, Menentukan data dasar
yang kurang, kebutuhan intake dan ouput Mengurangi muntah
meningkatnya metaboliknya 3. Atur antiemetik Meyakinkan bahwa
kebutuhan dengan kriteria sesuai order makanan sesuai dengan
metabolic, dan mual dan muntah 4. Rencanakan diet keinginan pasien
menurunnya dikontrol, pasien dengan pasien dan
absorbsi zat gizi. makan TKTP, orang penting lainnya.
serum albumin dan
protein dalam batas
n ormal, BB
mendekati seperti
sebelum sakit.
Diare Pasien merasa 1. Kaji konsistensi Mendeteksi adanya
berhubungan nyaman dan dan frekuensi feses dan darah dalam feses
dengan infeksi GI mengontrol diare, adanya darah.
komplikasi minimal 2. Auskultasi bunyi Hipermotiliti mumnya
dengan kriteria usus dengan diare
perut lunak, tidak 3. Atur agen Mengurangi motilitas
tegang, feses lunak antimotilitas dan usus, yang pelan,
dan warna normal, psilium (Metamucil) emperburuk perforasi
kram perut hilang, sesuai order pada intestinal
4. Berikan ointment Untuk menghilangkan
A dan D, vaselin atau distensi
zinc oside
Tidak efektif Keluarga atau 1. Kaji koping Memulai suatu
koping keluarga orang penting lain keluarga terhadap sakit hubungan dalam bekerja
berhubungan mempertahankan pasein dan secara konstruktif
dengan cemas suport sistem dan perawatannya dengan keluarga.
tentang keadaan adaptasi terhadap 2. Biarkan keluarga Mereka tak menyadari
yang orang perubahan akan mengungkapkana bahwa mereka berbicara
dicintai. kebutuhannya perasaan secara verbal secara bebas
dengan kriteria 3. Ajarkan kepada Menghilangkan
pasien dan keluarga keluaraga tentang kecemasan tentang
berinteraksi dengan penyakit dan transmisi melalui kontak
cara yang transmisinya. sederhana.
konstruktif
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse
darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS),
B. SARAN
adalah :
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.Jakarta: EGC.
Bruner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC.