You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di
Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah
suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan
tetapi diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat
yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat
internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun
setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi
melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang
dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan
sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988,
sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika
Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari
setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan
secara pasti diagnosisnya.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-
September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai
4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib,
sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada
keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah
dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka
akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross
(1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan
kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat
terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara
signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E
dan anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga
mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama.
Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya
perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang
berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya
akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada
hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor).
CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi
kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive
terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka
kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan
system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1
(CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat
beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan
social berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996;
Folkman Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan
keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang
bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi
respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon
social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat
variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu
keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang
berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari HIV/AIDS ?


2. Bagaimana patofisiologi virus HIV ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam penanganan penularan
virus HIV/AIDS ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya.


2. Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.
3. Mengetahui dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam
menangani penularan virus HIV/AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HIV/AIDS

1. HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
2. Aids adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya
daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (human
Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan AIDS, karena
AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi
sistem imun selular.
3. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul
Hidayat, 2006)
4. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)

B. ETIOLOGI

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau

virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili

lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam

deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2

adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh

dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus

hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh

protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin

merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan

transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para

perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit

klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)

1. Cara Penularan

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :

a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual

b. Melalui darah, yaitu:

· Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%

· Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%

· Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%

· Transmisi dari ibu ke anak :

a. Selama kehamilan

b. Saat persalinan, risiko penularan 50%

c. Melalui air susu ibu(ASI)14%

C. PATOFISIOLOGI

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan

antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi

HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%

dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang

menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam

jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal
ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam

DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya

menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang

baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang

disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau

penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel

limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit

T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel

lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T

sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan

organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga

terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan

kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong

melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki

limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama

setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan

ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus

yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi

tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus

di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita.

Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut.

Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu

dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2

tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan

terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang

menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang

berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang

dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan

berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran

limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan

tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan

sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”

(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih

kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap

positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran

klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan

penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26

bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri :

2012)

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada

penderita AIDS :

Panas lebih dari 1 bulan,

Batuk-batuk,

Sariawan dan nyeri menelan,

Badan menjadi kurus sekali,


Diare ,

Sesak napas,

Pembesaran kelenjar getah bening,

Kesadaran menurun,

Penurunan ketajaman penglihatan,

Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat

merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala

panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat

beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau

riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu

pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik

(3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat

badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan

kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS

(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala

infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),

Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk

menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang

kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah

akan diperoleh hasil positif.

3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala

pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom

retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS.

Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan

jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )

1. Infeksi retroviral akut

Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis

menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan,

mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit

atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik,

sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri

tanpa pengobatan.

2. Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati

umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window

period).

3. Masa gejala dini


Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat

infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster,

leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related

Complex(ARC)

4. Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan

risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan

F. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :

1. Pneumonia pneumocystis (PCP)

2. Tuberculosis (TBC)

3. Esofagitis

4. Diare

5. Toksoplasmositis

6. Leukoensefalopati multifocal prigesif

7. Sarcoma Kaposi

8. Kanker getah bening

9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah


1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan

AIDS.

2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.

3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.

Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.

4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan

pemeriksaan Rontgen.

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD 4,

protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,

serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka

pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang

tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.

Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian

obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi

atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD 4 = (1/3 x jumlah

limfosit total)-8.

H. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
- Lakukan pengkajian fisik
- Dapatkan riwayat imunisasi
- Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak:
exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya
anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi
- Observasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
- Infeksi bakteri berulang
- Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial
limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
- Diare kronis
- Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya,
kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
- Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.

3. Perencanaan keperawatan.

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional
hasil
Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- Untuk pengobatan dini
infeksi infeksi oportunistik tanda infeksi baru. Mencegah pasien
berhubungan dan komplikasinya 2. gunakan teknik terpapar oleh kuman
dengan dengan kriteria tak aseptik pada setiap patogen yang diperoleh
imunosupresi, ada tanda-tanda tindakan invasif. Cuci di rumah sakit.
malnutrisi dan infeksi baru, lab tangan sebelum
pola hidup yang tidak ada infeksi meberikan tindakan. Mencegah
beresiko. oportunis, tanda 3. Anjurkan pasien bertambahnya infeksi
vital dalam batas metoda mencegah
normal, tidak ada terpapar terhadap
luka atau eksudat. lingkungan yang
Meyakinkan diagnosis
patogen.
akurat dan pengobatan
4. Kumpulkan
spesimen untuk tes lab
sesuai order. Mempertahankan kadar

5. Atur pemberian darah yang terapeutik

antiinfeksi sesuai
order
Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien Pasien dan keluarga
infeksi (kontak ditransmisikan, tim atau orang penting mau dan memerlukan
pasien) kesehatan lainnya metode informasikan ini
berhubungan memperhatikan mencegah transmisi
dengan infeksi universal HIV dan kuman Mencegah transimisi
HIV, adanya precautions dengan patogen lainnya. infeksi HIV ke orang lain
infeksi kriteriaa kontak 2. Gunakan darah dan
nonopportunisitik pasien dan tim cairan tubuh precaution
yang dapat kesehatan tidak bial merawat pasien.
ditransmisikan. terpapar HIV, tidak Gunakan masker bila
terinfeksi patogen perlu.
lain seperti TBC.
Intolerans Pasien 1. Monitor respon Respon bervariasi dari
aktivitas berpartisipasi fisiologis terhadap hari ke hari
berhubungan dalam kegiatan, aktivitas
dengan dengan kriteria 2. Berikan bantuan Mengurangi kebutuhan
kelemahan, bebas dyspnea dan perawatan yang pasien energi
pertukaran takikardi selama sendiri tidak mampu
oksigen, aktivitas. 3. Jadwalkan
Ekstra istirahat perlu
malnutrisi, perawatan pasien
jika karena
kelelahan. sehingga tidak
meningkatkan kebutuhan
mengganggu isitirahat.
metabolik
Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. Monitor Intake menurun
kurang dari intake kalori dan kemampuan dihubungkan dengan
kebutuhan tubuh protein yang mengunyah dan nyeri tenggorokan dan
berhubungan adekuat untuk menelan. mulut
dengan intake memenuhi 2. Monitor BB, Menentukan data dasar
yang kurang, kebutuhan intake dan ouput Mengurangi muntah
meningkatnya metaboliknya 3. Atur antiemetik Meyakinkan bahwa
kebutuhan dengan kriteria sesuai order makanan sesuai dengan
metabolic, dan mual dan muntah 4. Rencanakan diet keinginan pasien
menurunnya dikontrol, pasien dengan pasien dan
absorbsi zat gizi. makan TKTP, orang penting lainnya.
serum albumin dan
protein dalam batas
n ormal, BB
mendekati seperti
sebelum sakit.
Diare Pasien merasa 1. Kaji konsistensi Mendeteksi adanya
berhubungan nyaman dan dan frekuensi feses dan darah dalam feses
dengan infeksi GI mengontrol diare, adanya darah.
komplikasi minimal 2. Auskultasi bunyi Hipermotiliti mumnya
dengan kriteria usus dengan diare
perut lunak, tidak 3. Atur agen Mengurangi motilitas
tegang, feses lunak antimotilitas dan usus, yang pelan,
dan warna normal, psilium (Metamucil) emperburuk perforasi
kram perut hilang, sesuai order pada intestinal
4. Berikan ointment Untuk menghilangkan
A dan D, vaselin atau distensi
zinc oside
Tidak efektif Keluarga atau 1. Kaji koping Memulai suatu
koping keluarga orang penting lain keluarga terhadap sakit hubungan dalam bekerja
berhubungan mempertahankan pasein dan secara konstruktif
dengan cemas suport sistem dan perawatannya dengan keluarga.
tentang keadaan adaptasi terhadap 2. Biarkan keluarga Mereka tak menyadari
yang orang perubahan akan mengungkapkana bahwa mereka berbicara
dicintai. kebutuhannya perasaan secara verbal secara bebas
dengan kriteria 3. Ajarkan kepada Menghilangkan
pasien dan keluarga keluaraga tentang kecemasan tentang
berinteraksi dengan penyakit dan transmisi melalui kontak
cara yang transmisinya. sederhana.
konstruktif

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena

rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.

2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus

sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse

darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS),

transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.

B. SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya

adalah :

1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.

2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.Jakarta: EGC.

Bruner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC.

Suzanne C Smeltzer. 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

You might also like