You are on page 1of 28

DISKURSUS KOMUNISME DALAM STRUKTUR BERPIKIR

MATERIALISME-HISTORIS DAN DIALEKTIK

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ideologi Pancasila

Dosen pengampu:

Prof. Dr. H. Sumarwa Al Muchtar, S.H., M.Pd


Syaifullah, S. Pd., M.Si.

Sri Wahyuni Tanshzil, M.Pd.

Disusun oleh:

Baizhura Eka Tiara 1607865

Moch. Zian Ruhiyat

Putri Fadilla 1606808

Putri Utami Ningrum 1606870

Reni Indira Putri 1600763

Sidik Permana 1603541

Tita Setiawati 1607771

Widianto 1602327

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat serta karunia-Nya, memberikan kecerdasan ilmu dan wawasan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Diskursus Komunisme Dalam Struktur
Berpikir Materialisme-Historis Dan Dialektik” Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ideologi Pancasila.

Pada kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih atas saran, bantuan serta
bimbingan yang telah diberikan selama penulisan terjemahan bab buku ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. H. Sumarwa Al Muchtar, S.H., M.Pd. , Syaifullah, S.Pd,. M.Si. dan Sri
Wahyuni Tanshzil, M.Pd. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Ideologi
Pancasila.
2. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan ini baik secara langsung maupun
tidak langsung, serta kepada rekan-rekan semua yang telah bekerja sama dengan baik
dalam penulisan makalah ini.
Penulis sadar karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis masih
banyak kekurangan dalam terjemahan bab buku ini. Oleh sebab itu, dengan terbuka
penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga penulis
dapat menerjemahkan bab buku dengan lebih baik lagi di kemudian hari.

Bandung, November 2018

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
C. Manfaat .................................................................................................................. 2
D. Tujuan .................................................................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
A. Konsep Utama Ideologi ......................................................................................... 4
B. Diskursus dan Kuasa ............................................................................................. 4
C. Karl Marx dan Komunisme ................................................................................... 6
D. Manusia Dalam Komunisme ................................................................................. 8
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................. 10
A. Perkembangan Diskursus Komunisme .................................................................. 10
B. Persoalan Manusia Ditinjau Dari Konsepsi Materialisme Historis ........................ 13
C. Analisis Negara Uni Soviet Sebagai Penganut Ideologi Komunisme ................... 16
BAB IV PENUTUP....................................................................................................... 23
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 23
B. SARAN................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakikat kefilsafatan adalah mencari makna di dunia ini yang dipenuhi ide-ide dan
kreativitas manusia dalam menemukan konsep kehidupan yang mampu menunjang
perjalanannya dalam pengembaraan panjang. Wilbur M. Urban (Kattsoff, 2004) pernah
mengungkapkan “ dunia kita ini mengandung makna. Sebab jika tidak demikian, maka
tugas filsafat sebenarnya menjadi tidak berarti.” Manusia menjadi objek misteri, yang
selama ribuan tahun, orang berusaha untuk menemukan jawaban ‘apakah manusia?’.
Penyelesaian dan pengembaraan yang panjang itu, kemudian melahirkan berbagai
konsepsi soal manusia, mulai dari realisme klasik, teologis, idealis, materialisme historis,
dan sebagainya. Dalam pembahasan pada bab lainnya, makalah ini akan mengupas
persoalan khusus pada manusia dalam perspektif materialisme historis dan bagaimana
wacana komunisme pada abad ke-21.
Seperti yang kita ketahui, keberadaan komunis secara realitas memang sudah
tidak memiliki pancang yang kuat lagi di berbagai negara, terkecuali karya-karya
akademik yang masih melestarikan komunisme dalam ranah perbincangan para
akademisi kampus. Bahkan, Hermawan Sulistyo, Sejarawan LIPI yang sudah 20 tahun
meneliti tentang PKI menyebutkan bahwa komunis adalah ideologi yang sudah bangkrut
dan sudah mati di seluruh dunia (Nurita, 2018). Isu komunis yang muncul di masyarakat
tidak mendorong animo berlebih atau menimbulkan kegelisahan lama, terkecuali
mahasiswa yang berhasrat untuk mengetahui sejarah sesungguhnya perkembangan
komunisme di Indonesia.
Survei terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting yang dirilis September
2017 yang lalu menunjukan, masyarakat yang percaya akan isu kebangkitan PKI hanya
sekitar 12,6%. Sisanya, 86,8% mengatakan tidak percaya dan 0,6% tidak tahu atau tidak
menjawab (Nurita, 2018).
Kendati begitu, diskursus komunisme di Indonesia kembali mencuat tatkala
menjelang pesta demokrasi yang akan segera diselenggarakan pada Tahun 2019.
Walaupun, topik ini menarik perhatian banyak orang, dan tentunya menjadi senjata
politik yang ampuh untuk mendongkrak suara partai. Topik ini dipandang sudah tidak

1
bersifat magnetis lagi dan cenderung di buat-buat. Namun, satu hal yang pasti, misteri
manusia dalam filosofis komunis masih terus digandrungi oleh beberapa kelompok.
Tidak hanya sebagai upaya memperkaya khazanah pengetahuan, setidaknya tidak haram
untuk mempelajari suatu pengetahuan. Lalu muncul suatu pertanyaan, akankah
komunisme hadir (kembali)? Jawaban menarik diungkapkan oleh John Laird (dalam
Murray, 1933), ia mengungkapkan: (a) Because it may not; (b) because communism
means a classless society; (c) because the bourgeoisie cannot ‘plan’; (d) because classes
are masses and masses are infraorganic; (e) because ‘power’ is malign, being always
competitive.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, akan dibahas mengenai diskursus komunisme
pada abad 21 dan bagaimana manusia dipandang dalam perspektif materialisme historis
sebagai landasan filosofis dari ajaran marxis-komunis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan diskursus komunisme?
2. Bagaimana persoalan manusia ditinjau dari konsepsi materialisme historis?
3. Analisis negara Uni Soviet sebagai penganut ideologi komunisme?

C. Manfaat
1. Agar memberikan gambaran eksistensi komunisme pada wacana-wacana modern.
2. Agar mengetahui posisi manusia yang ditinjau dari filosofis materialisme historis.
3. Agar mengetahui hasil analisa terkait negara yang menganut ideologi komunisme.

D. Tujuan
1. Untuk mempelajari the birth dan the death of communism dalam diskursus
modern.
2. Untuk memahami persoalan manusia melalui penyelesaian materialisme historis.
3. Untuk memahami hasil analisa terkait negara yang menganut ideologi
komunisme.

2
E. Sistematika Penulisan
1. KATA PENGANTAR
2. DAFTAR ISI
3. BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penulisan
d. Manfaat Penulisan
e. Sistematika Penulisan
4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Konsep Utama Ideologi
b. Diskursus dan Kuasa
c. Karl Marx dan Komunisme
d. Manusia dan Komunisme
5. BAB III PEMBAHASAN
a. Perkembangan Diskursus Komunisme
b. Persoalan Manusia Ditinjau Dari Konsepsi Materialisme Historis
c. Analisis Negara Uni Soviet Sebagai Penganut Ideologi Komunisme
6. BAB IV PENUTUP
a. Simpulan
b. Saran
7. DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Utama Ideologi


Pada prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi sebagai
kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam arti keyakinan yang
tidak ilmiah.
Ideologi dalam arti yang pertama, yaitu sebagai kesadaran palsu biasanya
dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial. Ideologi adalah teori-teori yang
tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang
mempropagandakannya. Ideologi juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial
tertentu yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya.
Arti kedua adalah ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideology adalah
keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau
kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang
menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena
baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut.
Arti ketiga, ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam
filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat
dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis
dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam
wilayah ideologi.

B. Diskursus dan Kuasa


Diskursus dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata benda yang
dapat diartikan sebagai: (1) rasionalitas; (2) pertukaran ide, gagasan secara verbal, dan
bahasan; (3) pengungkapan pemikiran secara formal dan teratur, wacana; dan (4) cara
mengorganisasikan pengetahuan, pemikiran, atau pengalaman yang berakar dari bahasa
dan konteksnya yang nyata. Foucault (dalam Adlin, n.d.) dalam konsepsinya mengenai

4
diskursus, Foucault mengaitkannya dengan kuasa dalam menghasilkan pengetahuan,
namun pemikirannya mengenai hal itu tidak bisa dibahas di luar penelaahan atas produksi
historis akan ‘kebenaran’, yang justru lebih kurang sering diabaikan oleh sebagian
pengkajinya. Dalam perkembangannya, dikursus dimaknai berbeda-beda dan dalam
konteks yang berbeda pula. Habermas, misalnya mengistilahkan diskursus dalam
komunikasi, Foucault dengan filsafat diskursusnya, dan lainnya. Kendati demikian,
diskursus dapat kita telaah sebagai sebuah wacana yang hidup.
Wacana tidak serta-merta diciptakan. Ada aktor kekuasaan yang memunculkan
suatu diskursus publik, dan itu mampu mendorong siapapun untuk memilih antara benar
atau salah. Setiap masyarakat memiliki regime kebenarannya sendiri, dalam ‘politik
umum’ misalnya, yaitu: (1) tipe-tipe diskursus yang memungkinkan siapapun untuk
memilah pernyataan yang benar dan salah dan dengannya masing-masing rezim
kebenaran dikukuhkan; (2) berbagai teknik dan prosedur menyelaraskan nilai dalam
mengakuisisi kebenaran; dan (3) status dari mereka yang berkewajiban untuk mengatakan
apa yang dianggap sebagai benar (dalam Adlin, n.d.). Dengan begitu, diskursus ini
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan ‘kuasa’.
Konrad Kebung (dalam Adlin, n.d.) menilai bahwa, “Pelaksanaan kuasa ini tidak
mungkin tanpa adanya rezim diskursus yang bersifat esensial dalam setiap kebudayaan
dan masyarakat. Rezim diskursus dapat dilihat dalam berbagai peristiwa historis dan
justru dalam diskursus itu terlihat adanya permainan-permainan kebenaran (truth-
games).” Seperti ungkapan Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik LIPI, Herman
Sulistyo, perihal pertikaian antara mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot
Nurmantyo dengan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid tentang
pemutaran film G30S/PKI, ia mengungkapkan bahwa perdebatan itu merupakan
pertarungan politik, bukan upaya perbaikan sejarah supaya bangsa ini belajar. Permainan
kebenaran ini merupaan hal yang lumrah menjelang pertarungan akbar para elit politik.
Tidak heran banyak ditemukan diskursus yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut, karena
begitulah kita hidup dalam sebuah diskursus dengan segala mekanismenya.
Sama halnya dengan kuasa diskursus pada televisi yang dinilai telah membentuk
sebuah panggung hiburan dan mengubah kondisi masyarakat, sebagaimana kritikan yang
dilontarkan oleh Neil Postman dalam bukunya Menghibur Sampai Mati (1995). Televisi
yang telah membentuk panggung hiburan yang secara harfiah adalah medium yang

5
merupakan supra ideologi dari sebuah diskursus. Ketika media memberlakukan sebuah
subjek seperti hiburan, maka hal itu dapat mengubah persepsi dan sikap pada audiens.
Sehingga, Ellis (dalam Virginia, 2012) ketika berita dan politik diberlakukan seperti
sebuah hiburan, hal tersebut akan mengubah hubungan antara subjek dan audien. Maka
yang ada, sesuai dengan apa yang diungkapkan dalam pendahuluan, masyarakat sudah
tidak terpengaruh oleh isu komunisme lagi.
Media komunikasi merupakan medium penting, karena dengan itulah sejarah
dicetak melalui media yang dominan dimanfaatkan pada masanya. Dominasi itulah yang
akan membentuk diskursus di masyarakat (dalam Virginia, 2012). Bila ditinjau kembali,
mencuatnya diskursus kebangkitan komunisme yang menyasar pada aktor politik melalui
agresivitas media komunikasi kian membuktikan dominasi itu. Korban sesungguhnya
adalah pada objek informasi media, yaitu isu komunisme.

C. Karl Marx dan Komunisme


Penganut komunisme memandang manusia sebagai hasil perjuangan kelas
(Kattsoff, 2004). Sebab itulah mereka berusaha mengubah bentuk masyarakat menjadi
suatu masyarakat yang ‘komunis’, di mana tidak didapati kelas-kelas ekonomi. Lebih
jauh lagi, mereka memandang manusia sebagai makhluk material, dan menetapkan tujuan
suatu masyarakat tanpa kelas. Hingga berlaku padanya semboyan, “setiap orang
memberikan sesuai dengan kemampuannya, dan setiap orang mendapatkan sesuai
dengan kebutuhannya.” Pada suatu tambahan dalam karya ‘The End of Philosophy: From
Completion to Overcoming’ (Osborne & Phil, 1988), Marx mempersiapkan sekilas
konsepsi sejarah bagi akhir filsafat lain dari perwujudannya dalam hubungan yang lain,
ini diusulkan, kekuatan dualisme marx meliputi konsepsi dialektika pada epistemologi
yang berkelanjutan dan ontologi dalam dimensi filosofis (dalam ilmu positif dan
komunisme, masing-masing) mesti hal itu perlu diapresiasi. Komunisme dalam
penjelasannya, tidak akan terlepas dari konsep materialisme historis serta struktur
pemikirannya yang dialektis.
Dalam sejarah, pada tahun 1843, secara eksplisit Marx membuktikan elemen
sosialis melalui tulisan yang di buatnya. Dia tidak hanya membangkitkan esensi komunis
dalam kemanusiaan yang terbagi-bagi, memanggil perjuangan kelas sebagai sosok yang
menakutkan, dan mendukung adanya revolusi sosial (Anonym, n.d.). Revolusi itu

6
menekankan adanya suatu gerakan perubahan sosial, yang dimotori oleh kaum proletar
(buruh dan tani). Namun, kekuatan tersebut perlu diorganisasikan, dan subjek
pengorganisasiannya hanya dapat berhasil apabila bernaung di bawah dominasi partai
(Katrini, 2008). Perdamaian yang hendak dicapai adalah ketika negara lenyap, dimana
tahapan ini dikenal sebagai masyarakat komunis yang merupakan tahapan tertinggi dari
tahap-tahap ekonomi (proses produksi) masyarakat (Permata, 2011)
Karl Marx adalah seorang filsuf yang menaruh perhatiannya pada manusia.
Filsafat Marx (dalam Aqimuddin, 2013) yang paling mempengaruhi arah pemikiran
filsafat adalah:
1. Materialisme sebagai ajaran metafisika;
2. Dialektika sebagai sistem pemikiran (penalaran);
3. Sejarah sebagai penerjemahan pandangannya terhadap aplikasi praksis dan
sejumlah teori turunan (derovative theory) yang menyertainya.
4. Antropologis sebagai dasar pandangannya tentang manusia.
Konsepnya itu tidak berdiri sendiri, melainkan ia dapatkan dari filsuf sebelumnya.
Misalnya konsep materialisme yang ia dapatkan dari Feurbach (1804-1872), sedangkan
penalaran dialektis ia pinjam dari Hegel (1770-1831). Bila ditelisik, ada tiga isu sentral
yang dijelaskan oleh Marx (dalam Farihah, 2015), yaitu: (1) teori perjuangan kelas; (2)
teori materialisme dialektika/historis; dan (3) teori nilai lebih. Karena pemikirannya
itulah, ia dikenal sebagai pengikut kritis dari aliran Hegelian. Hegel terkenal dengan
filsafat politiknya yang memposisikan rasionalitas dan kebebasan sebagai nilai tertinggi
(Farihah, 2015). Oleh karena itulah, Karl Marx begitu terinspirasi dengan filsafat Hegel,
bahkan disertasinya ‘The Difference between The Natural Philosophy of Democritus and
Epicurnus’ jelas menunjukan bahwa ia Hegelian dan sering disebut sebagai anti-Tuhan.
Dalam komunisme, yang menjadi fase utama sekaligus titik tercapainya
komunisme adalah lenyapnya negara. Mengenai lenyapnya negara, Lenin (dalam
Permata, 2011) pernah berkata,
“Hanya dalam masyarakat Komunis, ketika perlawanan kaum kapitalis sudah
dipatahkan secara pasti, ketika kaum kapitalis sudah lenyap, ketika tidak ada
kelas-kelas (yaitu tidak ada perbedaan di antara anggota-anggota masyarakat
dalam hal hubungan mereka dengan alat-alat produksi sosial), barulah
“negara lenyap dan dapat berbicara tentang kebebasan”. Baru pada waktu

7
itulah mungkin dan akan dilaksanakan demokrasi yang sungguh-sungguh
utuh, sungguh-sungguh tanpa pengecualian. Dan baru pada waktu itulah
demokrasi akan mulai melenyap disebabkan oleh kenyataan sederhana,
bahwa setelah dibebaskan dari perbudakan kapitalis, dari kengerian yang tak
terhitung banyaknya, kebuasan, ketidakmasukakalan, dan kekejian kapitalis,
orang berangsur-angsur akan terbiasa mentaati peraturan-peraturan elementer
dari pergaulan umum yang telah dikenal berabad-abad dan diulang-ulang
selama beribu-ribu tahun dalam petatah-petitih, mentaatinya tanpa kekerasan,
tanpa paksaan, tanpa penundukan, tanpa aparat khusus untuk memaksa, yang
disebut negara”

D. Manusia Dalam Komunisme


Siapakah manusia? Pendirian Marxis mengenai hakikat manusia dapat membuka
jalan untuk menjawab, “apakah negara?” atau “apakah sejarah?”. Marx mengungkapkan
manusia sebagai individu-individu, karena itu seorang peneliti harus menelaah ia sebagai
individu bukan makna kemanusiaan atau esensi universal. Materialisme dialektis sebagai
sebuah pendirian yang melukiskan cara perubahan; dan Materialisme historis adalah
pendirian yang melukiskan kemajuan perubahan-perubahan (Kattsoff, 2004). Manusia
pada hakikatnya berubah-ubah. Bahkan Marx menaruh perhatian dan keyakinan penuh,
mustahil untuk tidak memandang hakikat manusia sebagai sesuatu yang terus menerus
mengalami perubahan.
Bagi Marx, manusia ialah apa yang mereka kerjakan (Kattsoff, 2004). Dengan
begitu, yang menentukannya bukanlah esensi melainkah tingkah laku. Tingkah laku
manusia pada dasarnya bersangkutan dengan kehidupan dan penyediaan kebutuhan-
kebutuhan materi untuk hidup. Bagaimana cara menghasilkan sarana pemenuhan
kebutuhan itulah yang menjadi faktor penent dari tingkah laku manusia sekaligus menjadi
dalil dari materialisme ekonomi.
Tingkah manusia dapat dipengaruhi oleh alam. Apabila alam berubah, maka jelas
tingkah laku manusia akan berubah pula. Perbedaan antara manusia dan binatang adalah
dalam kemampuannya menguasai alam melalui teknologi untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah direncanakan. Dengan begitu, munculah suatu pertentangan dalam menyokong
perubahan atau yang biasa dikenal dengan dialektika. Perubahan merupakan akibat dari
adanya pertentangan antara kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dan tidak dapat

8
didamaikan (Kattsoff, 2004). Penganut Marxisme, memandang manusia sebagai sesuatu
yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sejarah dan oleh cara-cara produksi.

9
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Diskursus Komunisme


Pada permulaan abad ke-19 keadaan kaum buruh di Eropa Barat menyedihkan.
Kemajuan industry secara pesat telah menimbulkan keadaan sosial yang sangat
merugikan kaum buruh, seperti upah yang rendah, jam kerja yang panjang, tenaga
perempuan dan anak yang disalahgunakan sebagai tenaga murah, keadaan di dalam
pabrik-pabrik yang membahayakan dan menggangu kesehatan.

Karl Marx (1818-1883) dari Jerman banyak mengecam keadaan ekonomi dan sosial
sekelilingnya, akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaikii secara
tambal sulam dan ahrus diubah secara radikal melalui pendobrakan sendi-sendinya.
Berdasarkan hukum diakletika, masyarakat telah berkembang menjadi masyarakat
kapitalis dimana Marx berada. Gerak dialektis ini mulai pada saat komune primitive
berkembang dari suatu masyarakat yang tidak mengenal milik pribadi dan tidak mengenal
kelas menjadi masyarakat yang mulai mengenal milik pribadi serta oembagian kerja, dan
karena itu mengenal pula pembagian dalam kelas-kelas sosial. Gerak ini disebabkan oleh
pertentangan antara dua kelas utama di dalam masyarakat. Menurut teori sosial ini, maka
masyarakat kapitalis, terdorong oleh pertentangan antara kaum kapitalis dan kaum
proletar, akan berubah sebagai gerak dialektis terakhir menjadi masyarakat komunis.

Masyarakat komunis yang dicita-citakan Karl Marx merupakan masyarakat di mana


tidak ada kelas sosial (classless society), dimana manusia dibebaskan dari keterikatannya
kepada milik pribadi, dan di mana tidak ada eksploitasi penindasan serta paksaan.
Dukungan terbesar pada ajaran Marx justru dialami di suatu negara yang industrinya baru
setengah berkembang, yaitu Rusia. Berkat kegiatan Lenin serta dibantu oleh adanya
kekecewaan serta kekacauan akibat kekalahan tentara Czar dalam Perang Dunia I,
gagasan-gagasan Marx dijadikan pola untuk mmebentuk masyarakat baru atas runtuhnya
mast lama melalui suatu revolusi. Lenin berhasil mendirikan suatu negara yang
menerapkan dan meneruskan ajaran Marx. Gagasan Marx telah diberi tafsiran yang
khsusu yang dinamakan Marxisme-Leninisme atau komunisme oleh pemimpin-
pemimpin Rusia seperti Lenin, Stalin, Khrushchev, dan kawan-kawan.

10
Stalin memimpin Uni Soviet dengan tangan besi dari 1924 sampai 1953. Pada tahun
1936 undang-undang dasar yang lama diganti dengan undang-undang dasar baru secara
formal menetapkan tercapaian sosialisme dan berakhirnya tahap pertama dari revolusi.
Dengan demikian secara resmi dimulai tahap kedua, yaitu menyelenggarakan
transformasi masyarakat kea rah masyarakat komunis.

Pemimpin Uni Soviet akhirnya jatuh kepada Mikhail Gorbachev yang membuat
perubahan signifikan di bidang ekonomi dan politik yang dikenal dengan Perestroika
(restrukturisasi) dan Glasnot (transparansi atau keterbukaan). Keputusan Gorbachev yang
dinilai paling berani adalah perubahan undang-undang Pemilu 1998. Undang-undang ini
membuka lemabaran sejarah baru di mana kompetensi dalam pemilu untuk memilih
pejabat di tingkat nasional dan local dilakukan lewat kompetisi terbuka dengan
melibatkan lebih dari satu calon. Kandidat di luar yang dicalonkan partai Komunis Soviet
bisa maju dalam pemilu. Di tahun 1990 kongres mengamandemen konstitusi Uni Soviet
yang mengizinkan berdirinya partai lain di luar partai komunis serta kebijakan yang
mengizinkan mereka untuk menominasikan kandidatnya dalam pemilu.

Arus keterbukaan yang dilancarkan tidak bisa membendung keinginan untuk


mengubah tatanan kenegaraan kea rah sistem demokras ala Barat dan tumbuhnya
nasionalisme di negara bagian yang menuntut kedaulatan mereka dan hak untuk
melepaskan diri dari Uni Soviet. Di akhir tahun 1980-an, republic yang menjadi negara
bagian Uni Soviet satu per satu mulai menyatakan sebagai negara yang berdaulat.
Justifikasinya adalah Pasal 72 dari konstitusi Uni Soviet yang menyatakan “negara bagian
memiliki kebebasan untuk melepasakan diri”.

Keadaan ekonomi tidak membaik bahkan menjadi lebih buruk dengan reformasi
yang dijalankan. Tanggal 8 Desember 1991 Uni Soviet secara resmi dinyatakan bubar
dan digantikan dengan Commonwealth Independent States (CIS).

Sepanjang tahun 1989 sampai akhir tahun 1991, semua negara komunis di Eropa
Timur (Albania, Bulgaria, Czekoslovakia, Hongaria, Polandia, Rumania dan Yugoslavia)
mengalami transisis politik fundamental, bergeser menjauh dari komunisme (post-
communism).

Sampai saat ini hanya tinggal lima negara dari 23 negara bekas komunis yang masih
secara formal menyatakan dirinya sebagai negara komunis, yaitu China, Kuba, Laos,

11
Korea Utara, dan Vietnam. Komunisme di China memperlihatkan situasi yang berbeda
dengan situasi di kebanyakan negara di Eropa Timur maupun Uni Soviet. Para sinology
dan pengamat sering menyatakan faktor keunikan China sebagai salah satu alasan
mengapa komunisme China bisa bertahan walaupun di tempat lain satu per satu
berguguran. Penerapan komunisme di China dianggap sebagai penyimpangan (revisionis)
dari penerapan komunisme di Uni Soviet maupun di Eropa.

Kendali kekuasaan berada di tangan Deng Xiaoping, gagasannya dengan empat


modernisasinya (modernisasi pertanian, industry, pertahanan serta iptek) tak pelak
menjadi kunci mengapa komunisme di China tidak runtuh seperti situasi di negara lain.
Pendekatan yang diambil oleh Deng dengan memprioritaskan pada reformasi ekonomi
dan meningkatkan taraf hidup masyoritas penduduk terbukti menjadi senjata yang ampuh
yang bisa mencegah negara ini runtuh.

Kemajuan reformasi ekonomi berjalan sangat pesat walaupun bukan berarti tanpa
masalah, karena perekonomian China makin lama lama juga makin banyak mengadopsi
jalan kapitalis di tengah sistem politik yang sepenuhnya masih berciri komunis.
Kemajuan ekonomi China yang mnegesankan, peningkatan taraf hidup sebagian besar
warganya adalah salah satu alasan mengapa partai komunis China bisa tetap bertahan dan
mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Alasan lainnya adalah fakta bahwa komunisme
China di bawah Mao Zedong relative independen dari pengaruh Uni Soviet sehingga
faktor “keinginan untuk lepas dari dominasi Uni Soviet” seperti yang dialami negara
komunis di Eropa TImur atau neara bagian Uni Soviet tidak didapati di China.

Faktor lain yang juga sering dikemukakan oleh para sinology adalah tradisi
Confucian yang takut akan terjadinya chaos anarki (luan). Ajaran Confucian
mengajarkan harmoni dan kestabilan, sehingga keberadaan pemerintaham komunis
walaupun agak otoriter buat kebanyakan masyarakat lebih bisa diterima masyarakat
daripada terjadi chaos dan anarki.

Kecaman terhadap komunisme datang baik dari kalangan non-komunis dan anti-
komunis maupun dari dunia komunis sendiri. Dari dunia non-komunis kritik terutama
ditujukan kepada unsur paksaan dan kekerasan, kepada pembatasan atas kebebasan-
kebebasan politik, seperti menyatakan pendapat dan kepada diabaikannya martabat

12
perorangan untuk “kepentingan umum” yang pada hakikatnya ditentukan dan dirumuskan
oleh suara elite yang kecil.

Dari kalngan komunis sendiri dikenal pola Yugoslavia dan bentuk ekstrem dalam
diri Milovan Djilas yang secara politis dan ekonomis merupakan penyimpangan yang
paling jauh dari pola yang pernah digariskan oleh Uni Soviet. Eksperimen Cekoslovakia
yang di bawah pimpinan Alexander Dubchek telah berusaha memperjuangkan apa yang
dinamakan “komunisme dengan wajah kemanusiaan”. Selain itu, di beberapa negara
Eropa Timur sedang diperjuangkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi yang lebih
menekankan soal insentif dan desentralisasi dalam perencanaan dan manajemen. Kalau
reformasi ekonomi ini dapat dilaksanakan, maka akan mempunyai implikasi politik yang
jauh pula.

Keruntuhan rezim komunis sejak 1989 di berbagai negara memunculkan beragam


teori dan penjelasan. Misalnya buku Paul Kennedy tentang The Rise and Fall of the Great
Powers, J.F. Brown tentang Surge to Freedom, dan Ralf Dahrendorf tentang Reflection
on The Revolution in Europe. Leslie Holmes, dalam bukunya, mencoba merangkum
beragam pendekatan yang menjelaskan kejatuhan rezim komunis, karena faktor
Gorbachev, kegagalan ekonomi, peran kekuatan oposisi, kompetisi dengan negara-negara
Barat, koreksi dan reinterpretasi pada ajaran Marxisme, jangkauan wilayah pengaruh
yang terlalu luas (imperial overstretch), teori perbandingan tentang revolusi, teori
perbandingan tentang modernisasi, dan teori krisis legitimasi.

B. Persoalan Manusia Ditinjau Dari Konsepsi Materialisme Historis


Materialisme menurutKarl Marx berarti kegiatan dasar manusia adalah kerja
sosial.Sosialisme Karl Marx berdasarkan pada penelitian syarat-syarat obyektif
perkembangan masyarakat.Menurutnya sosialisme terwujud bila syarat-syarat obyektif
penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi dan keadaan tersebut
harus diciptakan.
Hukum dasar perkembangan masyarakat adalah bahwa produksi kebutuhan-
kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan pengembangannya.
Manusia pertama-tama harus makan, minum, bertempat tinggal, dan berpakaian. Setelah
itu mereka melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni, agama, dan
seterusnya.Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung.Dengan demikian
tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat atau jaman menjadi dasar dari
bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan-pandangan hukum, seni, dan bahkan
perkembangan pandangan-pandangan religius orang-orang yang bersangkutan.

13
Keadaan sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan masyarakat.
Manusia ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka produksi dan cara mereka
berproduksi. Pandangan ini disebut materialis.Disebut materialis karena sejarah manusia
dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material.Sehingg Karl Marx memakai
kata materialisme bukan dalam arti filosofis, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor-
faktor yang menentukan sejarah. Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran melainkan
keadaan material manusia dan keadaan material adalah produksi kebutuhan material
manusia. Cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang
disebut keadaan manusia dan cara itulah yang menentukan kesadaran manusia. Cara
manusia berpikir ditentukan oleh cara ia bekerja. Untuk memahami sejarah dan arah
perubahannya, manusia tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia,
melainkan bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia berproduksi.
Sejarah dalam pengertian Marx adalah perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan
kebebasan, bukan mengenai perwujudan diri Roh, bukan pula tesis–anti tesis Roh
Subjektif –Roh Objektif melainkan menyangkut kontradiksi-kontradiksi hidup dalam
masyarakat terutama dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Jadi untuk memahami
manusia dan perubahannya tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia
melainkan melihat segala hal yang berkaitan dengan produksi.
Kualitas hidup ditentukan oleh kedudukannya dalam masyarakat dan
keanggotaan dalam kelas sosial tertentu sangat menentukan cara seseorang memandang
dunia. Maka kesadaran dan cita-cita manusia ditentukan oleh kedudukannya dalam kelas
sosial. Demikian juga cara berproduksi menentukan adanya kelas-kelas sosial,
keanggotaan menentukan kepentingan orang, dan kepentingan menentukan apa yang
dicita-citakan. Maka, hidup rohani masyarakat, kesadarannya, agamanya, moralitasnya,
nilai-nilai budaya, dan seterusnya bersifat sekunder.Sekunder karena hanya
mengungkapkan keadaan primer, struktur kelas masyarakat, dan pola produksi. Sejarah
tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan oleh cara ia menjalankan produksinya.
Maka, perubahan masyarakat tidak dapat dihasilkan oleh perubahan pikiran, melainkan
oleh perubahan dalam cara produksi.
Menurut Karl Marx dalam Archeto, suatu perubahan dalam masyarakat yang
diperlukan yaitu perubahan dalam cara produksi. Hubungan kehidupan manusia ini
dapat dianalogikan sebagai sebuah bangunan yang terdiri dari basis dan bangunan atas.
1. Basis/Dasar
Basis (unterbau) ditentukan oleh dua faktor.Pertama, tenaga-tenaga
produktif yaitu kekuatan-kekuatan yang dipakai oleh masyarakat untuk
mengerjakan dan mengubah alam. Ada tiga unsur yang termasuk tenaga-tenaga
produktif: alat-alat kerja, manusia dan kecakapan yang dimiliki, dan pengalaman
produksi. Kedua, hubungan-hubungan produksi yaitu, hubungan kerja sama atau
pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi.
Hubungan-hubungan produksi dalam basis selalu berupa struktur
kekuasaan ekonomis. Hubungan produksi ditandai dengan fakta bahwa alat-alat

14
produksi dikuasi oleh pemilik. Maka konflik antar kelas mewarnai hubungan
dalam basis.
Selain itu, hubungan-hubungan produktif ditentukan oleh tingkat
perkembangan tenaga produktif, tidak tergantung pada kemauan orang tetapi pada
tuntutan objektif produksi. Sedangkan alat-alat kerja dikembangkan bukan
menurut selera manusia melainkan di bawah tekanan produksi untuk semakin
efisien. Jadi tingkat perkembangan produksi berdasarkan naluri manusia untuk
mempertahankan hidup.
2. Bangunan Atas
Bangunan atas (unberbau) terdiri dari dua unsur. Pertama, tatanan
institusional yaitu: segala macam lembaga yang mengatur kehidupan bersama
masyarakat di luar bidang produksi, misalnya sistem negara dan hukum. Kedua,
tatanan kesadaran kolektif memuat segala kepercayaan, norma-norma, dan nilai
yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan orientasi spiritual kepada
manusia. Misalnya pandangan budaya, seni, agama, dan filsafat.
Menurut Karl Marx, institusi-institusi, agama, moralitas, ditentukan oleh
struktur kelas dalam masyarakat dan negara selalu mendukung kelas atas dan
agama serta sistem lainnya memberi legitimasi atas kekuasaan kelas atas. Dengan
kenyataan bahwa bidang produksi (kekuasaan di bidang ekonomi) dikuasai oleh
pemilik alat-alat produksi maka, struktur-struktur kekuasaan politis dan ideologis
dientukan oleh struktur hak milik. Inilah yang dimaksudkan dalam basis dan
bangunan. Di lapangan, mereka yang berkuasa dalam ekonomi adalah pemilik
modal (alat-alat produksi). Selain mereka menguasai ekonomi, ideologi dan
politik pun mereka kuasai. Kepercayaan-kepercayaan dan sistem nilai feodal atau
ajaran yang diberikan para pemimpin agama menjadi sumber legitimasi bagi
kekuasaan kelas atas. Keberpihakan negara pada kelas atas maka negara tidak
dapat diharapkan menjadi agen perubahan. Kelas bawahlah yang menjadi agen
perubahan bagi dirinya sendiri. Usaha pertentang kelas bawah inilah yang
dinamakan perjuang kelas, motor kemajuan sejarah.
Kelas bawah dapat melakukan perjuangnnya meskipun mendapatkan
penindasan kelas atas karena perkembangan tenaga-tenaga produktif.
Kepentingan ekonomi kelas penguasa untuk memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya menjadi dorongan kelas penguasa untuk melakukan perbaikan,
perluasan produksi serta rasionalisasi, efisiensi cara produksi yang pada akhirnya
meningkatkan kemampuan tenaga produksi (buruh/kelas bawah). Kemampuan
yang terus bertambah ini akhirnya mendorong mereka untuk bersatu dan
melakukan perlawanan. Sedangkan struktrur kekuasaan ekonomis tidak
berkembang dengan usaha dari masing-masing anggota tiap kelas untuk memiliki
kekuasaan sebesar-besarnya. Dari situasi inilah revolusi terjadi dan kelas bawah
dapat mengalahkan kelas atas.Dalam materialisme sejarah menurut Karl Marx,
sejarah ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi. Faktor-faktor ekonomi seperti
menjadi peran utama dalam perkembangan sejarah manusia.

15
C. Analisis Negara Uni Soviet Sebagai Penganut Ideologi Komunisme
Ideologi komunisme adalah salah satu ideologi yang ada di dunia, selain
kapitalisme dan yang lainnya. awal ajarannya berasal dari tokoh karl marx dan friederich
engels dimana fokus utama tujuan dari ideologi ini adalah untuk memperjuangkan hak
semua kelas sosial yang ada di dalam masyarakat menjadi kelas sosial yang sama tanpa
adanya perbedaan sesuai dengan hak dan kewajiban warga negara. Komunisme juga
memiliki nama lain yaitu marxisme atau leninisme karena kedua tokoh inilah yang
melahirkan ideologi ini di dunia.
Ideologi komunis tumbuh karena adanya pertentangan terhadap ideologi
kapitalisme dimana buruh dan tani tidak diapresiasi dengan baik dan hanya dianggap
sebagai salah satu faktor produksi saja. Imbas dari pemikiran tersebut adalah terjadinya
ketimpangan yang sangat besar antara pengusaha dan buruh. Oleh karena itu muncullah
partai komunis yang memperjuangkan hak rakyat terutama rakyat kecil.
Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis.
Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian
buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan
peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil
jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi "tumpul"
dan tidak lagi diminati. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem
sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat
dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran
rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan
karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme.
Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan
prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan
nyata. Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi
Bolshevik di Rusia (Uni soviet) tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme
diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain.

Komunisme masa kini menitik beratkan empat ide:


1. Sekelumit kecil orang hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum
pekerja yang teramat banyak jumlahnya bergelimang pada sengsara,
2. Cara untuk merombak ketidakadilan ini adalah dengan jalan melaksanakan sistem
sosialis, yaitu sistem dimana alat produksi dikuasai negara dan bukannya oleh pribadi
swasta,
3. Pada umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis
ini adalah lewat revousi kekerasan,
4. Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai
Komunis dalam jangka waktu yang memadai. Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan
dengan jelas sebelum Marx, sedangkan ide yang keempat berasal dari gagasan Marx

16
mengenai “diktatur proletariat”, sementara itu lamanya berlaku kediktatoran Soviet
sekarang lebih merupakan langkah-Iangkah Lenin dan Stalin daripada gagasan tulisan
Marx, Hal ini nampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam
Komunisme lebih kecil dari kenyataan sebenarnya, dan penghagaan orang-orang
terhadap tulisan-tulisannya lebih menyerupai etalase untuk membenarkan sifat
“keilmiahan” dari pada ide dan politik yang sudah terlaksana dan diterima.
Reformasi yang terjadi di Eropa Timur, menyusul arus perubahan yang ditiup oleh
Uni Soviet, tampaknya memang merupakan fenomena yang cukup menarik. Eropa Timur
merupakan kawasan dimana ideologi komunis dapat tumbuh dengan sangat subur.
Bahkan Uni Soviet sebagai blok terbesar dari kawasan Eropa Timur disimbolkan sebagai
puncak keadidayan ideologi komunisme di dunia. Namun predikat sebagai negara
komunis terbesar didunia yang disandang oleh Uni Soviet tak cukup untuk menghindar
dari sebuah proses perubahan yang menjurus ke arah pengikisan dari nilai-nilai ideologi
komunis tersebut. Perubahan yang terjadi di Uni Soviet tersebut tidak terlepas dari peran
seorang Gorbachev. Gorbachev dengan ide pembahuruannya yang menawarkan konsep
“glasnot” dan “ perestorika“-nya telah membawa perubahan perubahan yang dahsyat
tidak hanya di Un dasawarsa di negara itu (Rikard Bagun : 187).
Uni Soviet (bahasa Rusia: Сове́тский Сою́з, Sovétskiĭ Soyúz) atau Uni Republik
Sosialis Soviet, disingkat URSS (bahasa Rusia: Сою́з Сове́тских Социалисти́ческих
Респу́блик, Soyúz Sovétskikh Sotsialistícheskikh Respúblik; disingkat CCCP, SSSR),
adalah negara sosialis yang pernah ada antara tahun 1922-1991 di Eurasia.
Uni Soviet menganut sistem politik satu partai yang dipegang oleh Partai Komunis
hingga 1990. Walaupun Uni Soviet sebenarnya adalah suatu kesatuan politik dari
beberapa republik Soviet dengan ibu kota di Moskwa, nyatanya Uni Soviet menjelma
menjadi negara yang pemerintahannya sangat terpusat dan menerapkan sistem ekonomi
terencana.
Revolusi Februari yang bergolak di Rusia pada tahun 1917 menyebabkan
runtuhnya Kekaisaran Rusia. Penerusnya, Pemerintahan Sementara Rusia, hanya
bertahan hingga digulingkan melalui Revolusi Oktober pada tahun yang sama. Setelah
kaum Bolshevik menang dalam Perang Sipil Rusia pascarevolusi, Uni Soviet didirikan
pada tanggal 30 Desember 1922 dengan anggota RSFS Rusia, RSFS Transkaukasia, RSS
Ukraina, dan RSS Byelorusia.
Pasca-kematian pemimpin Soviet yang pertama, Vladimir Lenin, pada tahun
1924, Josef Stalin menjadi penggantinya setelah memenangkan perebutan kekuasaan dan
memimpin negara tersebut melewati proses industrialisasi besar-besaran dengan sistem
ekonomi terencana dan penindasan politik. Dalam suasana Perang Dunia II, pada bulan
Juni 1941, Nazi Jerman dan sekutunya menyerang Uni Soviet melalui Operasi Barbarossa
walaupun sebelumnya kedua negara telah menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop
yang berisi perjanjian untuk tidak saling menyerang. Setelah empat tahun berperang

17
secara besar-besaran, Uni Soviet muncul sebagai salah satu dari dua negara adidaya
pemenang perang selain Amerika Serikat.
Uni Soviet dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur terlibat dalam Perang
Dingin, yaitu perebutan pengaruh ideologi dan politik global yang berkepanjangan
melawan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Blok Barat. Pada akhirnya, Uni Soviet
mengalami kekalahan dalam hal ekonomi serta politik dalam dan luar negeri. Pada akhir
tahun 1980-an, pemimpin Soviet yang terakhir, Mikhail Gorbachev, mencoba
merestrukturisasi negara yang dipimpinnya melalui kebijakan glasnost dan perestroika,
tetapi justru memicu perpecahan di Uni Soviet yang akhirnya secara resmi bubar pada
tanggal 26 Desember 1991 setelah gagalnya percobaan kudeta pada bulan Agustus
sebelumnya. Hak dan kewajiban negara ini kemudian dilanjutkan oleh Federasi Rusia.
Pada masanya, Uni Soviet memiliki tiga perwakilan di Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), yaitu Uni Soviet, Ukraina, dan Byelorusia.
Uni Soviet secara resmi didirikan pada bulan Desember 1922 dengan anggota
RSFS Rusia, RSS Ukraina, RSS Byelorusia, dan RSFS Transkaukasia yang masing-
masing dipimpin oleh Partai Bolshevik setempat. Lenin ditunjuk sebagai Pemimpin Uni
Soviet yang pertama. Walaupun Uni Soviet didirikan sebagai federasi, sebutan "Soviet
Rusia" yang sebenarnya hanya berlaku bagi RSFS Rusia – seringkali disalahgunakan
untuk menyebut Uni Soviet secara keseluruhan oleh penulis dan politisi non-Soviet.
1. Era Stalin
Lenin wafat pada tahun 1924 dan digantikan oleh Josef Stalin. Pada masanya, ia
memodernisasi pertanian dengan program kolektivisasi yang terkenal ganas dan
mengakibatkan banyak rakyatnya mati kelaparan, dibuang ke kamp-kamp konsentrasi di
Siberia, atau ditembak mati oleh aparat pemerintah (terutama NKVD). Stalin juga
membunuh banyak orang yang dianggapnya sebagai pembangkang, termasuk golongan
militer. Pembersihan Besar-Besaran pada tahun 1937 adalah yang terburuk. Selain itu, ia
turut memprakarsai industrialisasi Uni Soviet meski lebih ditujukan untuk kepentingan
militer.
Pada tahun 1939, Soviet menandatangani pakta non-agresi dengan Nazi Jerman
yang memberi jalan bagi Uni Soviet untuk mencaplok bagian timur Polandia, negara-
negara Baltik, dan Bessarabia. Pencaplokan Soviet atas Polandia diwarnai dengan adanya
Pembantaian Katyn, pembunuhan massal 20.000 orang Polandia oleh NKVD. Walaupun
demikian, isi fakta ini dilanggar oleh Nazi yang menyerang Uni Soviet pada bulan Juni
1941. Setelah mengalami kekalahan demi kekalahan, Tentara Merah berhasil menahan
serbuan Nazi pada tahun 1943 dan akhirnya berhasil mengusir mereka dari Eropa Timur.
Daerah-daerah yang dulunya dikuasai Nazi, termasuk sebagian Jerman, direbut oleh
Soviet. Walaupun lebih dari 20 juta rakyat Uni Soviet terbunuh dalam Perang Patriotik
Raya, dunia mulai memperhitungkan kekuatan angkatan bersenjata Soviet.
Pascaperang, Uni Soviet mengubah strategi pendudukannya di Eropa Timur, dari
militer ke dominasi politik dan ekonomi meskipun tentara Soviet tetap ditempatkan di
negara-negara tersebut hingga keruntuhannya kelak. Strateginya adalah menunjuk rezim
pro-komunis setempat untuk memerintah negara-negara tersebut di bawah pengawasan

18
Moskwa. Selain itu, Soviet juga berusaha mengembangkan pengaruhnya ke luar negeri,
terutama ke beberapa negara tetangganya seperti Finlandia dan Afganistan. Hal ini
memicu reaksi negatif dari negara-negara Barat yang berakibat dimulainya Perang
Dingin. Dalam masa yang sama, Stalin berusaha membangun kembali ekonomi Soviet
yang porak poranda akibat perang sambil meneruskan kebijakan lamanya, yaitu
membangun industri berat dan militer serta menindas para pembangkang. Pada masa
inilah, Uni Soviet mulai berkonfrontasi dengan kekuatan Barat dengan mendukung Korea
Utara dalam Perang Korea pada tahun 1950.
2. Era Khrushchev
Stalin meninggal pada tahun 1953 dan digantikan oleh Nikita Khrushchev. Pada
masanya, ia mengubah kebijakan Stalin yang tergolong kejam melalui proses destalinisasi
dan berusaha memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Meskipun demikian,
konfrontasi dengan Barat tetap ada. Pada masa inilah terjadi perlombaan angkasa dan
senjata nuklir. Khrushchev dilengserkan dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal
Partai Komunis dan Kepala Negara Uni Soviet pada tahun 1964 setelah Krisis Rudal
Kuba setahun sebelumnya yang nyaris memicu perang nuklir antara Uni Soviet dengan
Amerika Serikat.
3. Era Brezhnev
Setelah Khrushchev dilengserkan, Uni Soviet kembali dipimpin secara bersama-
sama oleh Leonid Brezhnev sebagai Sekretaris Jenderal, Alexei Kosygin sebagai Perdana
Menteri, dan Nikolai Podgorny sebagai Ketua Presidium hingga 1970 saat Brezhnev
mengangkat dirinya sebagai pemimpin tunggal. Pada tahun 1968, Uni Soviet dan negara-
negara anggota Pakta Warsawa menginvasi Cekoslowakia untuk mencegah meluasnya
reformasi Musim Semi Praha.
Pada masanya, Brezhnev memulai politik détente yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan dengan negara-negara Barat. Walaupun demikian, ia tetap
berusaha mengembangkan pengaruh Soviet dengan mendukung salah satu pihak yang
pro-komunisme, sosialisme, atau anti-Barat dalam berbagai konflik global dan perang
saudara seperti mendukung negara-negara Arab dalam konflik melawan Israel, Vietcong
dan Tentara Rakyat Vietnam dalam Perang Vietnam yang juga didukung oleh Tiongkok,
MPLA di Angola, FRELIMO di Mozambik, SWAPO di Namibia, serta pemerintahan
Sandinista di Nikaragua. Selain itu, ia juga menghidupkan kembali beberapa kebijakan
Stalin yang bertumpu pada pembangunan industri berat dan militer.
Era Brezhnev juga dikenal sebagai "Masa Stagnasi" karena birokrasi Soviet yang
kaku saat itu menghalangi inovasi dan pembaruan dalam segala bidang, terutama bidang
politik, ekonomi, dan teknologi. Pada tahun 1980, pecah Perang Soviet-Afganistan yang
mengakhiri kebijakan détente sehingga membuat Amerika Serikat di bawah
kepemimpinan Jimmy Carter dan Ronald Reagan memperbarui ketegangan dan
melanjutkan perlombaan senjata.
4. Era Gorbachev

19
Setelah meninggal pada tahun 1982, kedudukan Brezhnev digantikan oleh Yuri
Andropov dan Konstantin Chernenko yang masing-masing meninggal saat menjabat pada
tahun 1984 dan 1985. Pasca-kematian Chernenko, Politbiro mengangkat Mikhail
Gorbachev sebagai Sekretaris Jenderal pada bulan Maret 1985 yang menandai hadirnya
generasi kepemimpinan yang baru. Di bawah Gorbachev yang relatif masih muda, para
teknokrat berorientasi pembaruan yang telah mengawali karier mereka sejak masa
kepemimpinan Khrushchev, dengan segera memperkuat kekuasaan di lingkungan Partai
Komunis, memberikan momentum baru untuk liberalisasi politik dan ekonomi, serta
mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan Barat.
Pada saat Gorbachev memperkenalkan glasnost (keterbukaan politik), perestroika
(restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi),
perekonomian Uni Soviet mengalami inflasi tersembunyi yang diperparah oleh maraknya
pasar gelap. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan sebagai negara adidaya dalam
bidang militer, spionase, dan bantuan bagi negara-negara sahabat, telah banyak
membebani perekonomian Uni Soviet. Gelombang baru industrialisasi yang didasarkan
pada teknologi informasi membuat Uni Soviet kelabakan mengadopsi teknologi Barat
dan mencari kredit untuk mengatasi keterbelakangannya.
Undang-Undang Koperasi yang diberlakukan pada bulan Mei 1988 merupakan
salah satu kejutan dalam agenda pembaruan ekonomi Gorbachev. Untuk pertama kalinya
sejak Kebijakan Ekonomi Baru yang digagas oleh Lenin, negara mengizinkan
kepemilikan pribadi perusahaan dalam bidang jasa, manufaktur, dan perdagangan luar
negeri.Glasnost memberi kebebasan berbicara dan berpendapat secara lebih besar.
Kebebasan pers mulai diterapkan serta ribuan tahanan politik dibebaskan dari kamp-kamp
kerja paksa. Tujuan utama Gorbachev mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum
konservatif yang menentang kebijakan restrukturisasi ekonominya. Melalui berbagai
keterbukaan, debat, dan partisipasinya, Gorbachev berharap rakyat Soviet akan
mendukung setiap langkah pembaruannya.
Pada bulan Januari 1987, Gorbachev menyerukan demokratisasi dengan
memperkenalkan unsur-unsur demokrasi seperti pemilihan umum dengan banyak calon
dalam dinamika politik Uni Soviet. Pada bulan Juni 1988, dalam Kongres Partai Komunis
Uni Soviet XIX, Gorbachev menggulirkan pembaruan-pembaruan radikal yang
dimaksudkan untuk mengurangi kendali Partai Komunis terhadap aparat pemerintah.
Pada bulan Desember 1988, Majelis Agung Uni Soviet menyetujui pembentukan Kongres
Perwakilan Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan dalam amendemen Konstitusi
Soviet 1977 sebagai badan legislatif yang baru. Pemilihan umum anggota kongres
diadakan di Uni Soviet pada bulan Maret dan April 1989. Pada tanggal 15 Maret 1990,
Gorbachev terpilih sebagai Presiden Uni Soviet yang pertama.
Upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis memang membawa
harapan, tetapi tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan serangkaian peristiwa
yang akhirnya ditutup dengan pembubaran Uni Soviet. Kebijakan perestroika dan
glasnost yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang perekonomian Uni
Soviet malah menimbulkan akibat-akibat yang tak diharapkan.Penyensoran media yang

20
tak lagi ketat akibat glasnost menyebabkan Partai Komunis tidak dapat berbuat banyak
saat media mulai menyingkap masalah-masalah sosial dan ekonomi yang telah lama
disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Masalah seperti perumahan yang buruk,
alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, polusi, pabrik-pabrik yang sudah ketinggalan
zaman sejak masa Stalin dan Brezhnev, serta korupsi yang sebelumnya diabaikan oleh
media resmi, kini mendapatkan perhatian yang semakin besar. Laporan-laporan media
juga menyingkap kejahatan yang dilakukan oleh rezim Stalin seperti gulag dan
Pembersihan Besar-Besaran. Selain itu, perang di Afganistan dan kekeliruan penanganan
Bencana Chernobyl semakin merusak citra pemerintah. Keyakinan masyarakat terhadap
sistem pemerintahan Soviet semakin melemah sehingga mengancam integritas Uni
Soviet.
Pertikaian antarnegara anggota Pakta Warsawa membuat Uni Soviet tidak mampu
lagi mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya. Pada tahun
1989, Doktrin Brezhnev ditanggalkan dan kebijakan untuk tidak ikut campur urusan
dalam negeri negara-negara satelitnya di Eropa Timur dijadikan sebagai pengganti. Hal
itu membuat pemerintahan di negara-negara satelit Uni Soviet di Eropa Timur kehilangan
jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila rakyatnya memberontak. Pada akhirnya,
pemerintahan berhaluan komunis di Bulgaria, Cekoslowakia, Hongaria, Jerman Timur,
Polandia, dan Rumania yang berkuasa sejak akhir Perang Patriotik Raya runtuh.Uni
Soviet juga mulai mengalami pergolakan saat rakyat mulai merasakan akibat politik dari
glasnost. Meski sudah dilakukan berbagai upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan di
Eropa Timur mau tidak mau menyebar ke negara-negara yang tergabung dalam Uni
Republik Sosialis Soviet. Dalam pemilihan umum untuk memilih anggota dewan regional
di republik-republik Uni Soviet, kaum nasionalis dan tokoh pembaruan radikal banyak
yang terpilih.
Bangkitnya nasionalisme segera menghidupkan kembali ketegangan antaretnis di
berbagai republik Soviet yang semakin memperlemah cita-cita persatuan rakyat Soviet.
Sebagai contoh, pada bulan Februari 1988, pemerintah Nagorno-Karabakh, RSS
Azerbaijan, yang didominasi oleh etnis Armenia, meloloskan keputusan yang
menyatakan penggabungan wilayahnya dengan RSS Armenia. Kekerasan terhadap
orang-orang Azerbaijan diliput dan ditayangkan oleh televisi Soviet sehingga memicu
adanya pembantaian terhadap orang-orang Armenia di Sumqayit. Ketegangan antaretnis
ini kelak akan menjadi cikal bakal radikalisme dan terorisme pasca-keruntuhan Uni
Soviet.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap situasi ekonomi semakin memburuk. Meski
perestroika dianggap berani dalam konteks sejarah Uni Soviet, upaya Gorbachev untuk
melakukan pembaruan ekonomi tidak begitu radikal dan dinilai terlambat untuk
membangun kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir tahun 1980-an.
Berbagai terobosan dalam hal desentralisasi memang berhasil dicapai, tetapi Gorbachev
dan timnya sama sekali tidak merombak kebijakan-kebijakan ekonomi warisan Stalin
seperti pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat dipertukarkan, tidak

21
diakuinya kepemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah atas sebagian besar sarana
produksi.
Pada tahun 1990, pemerintah Uni Soviet praktis telah kehilangan seluruh
kendalinya terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meroket karena
perusahaan tak menguntungkan yang memerlukan bantuan dari negara semakin
bertambah, sedangkan subsidi harga-harga kebutuhan pokok terus berlanjut. Perolehan
pajak menurun, terutama karena adanya kampanye antialkohol dan desentralisasi.
Pemerintah pusat yang tidak dapat lagi membuat kebijakan produksi, khususnya dalam
industri pemenuhan kebutuhan pokok, menyebabkan lenyapnya rantai produsen dengan
pemasok sementara rantai yang baru belum terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan
sistem, program desentralisasi Gorbachev justru menyebabkan kemacetan proses
produksi.
Pada tanggal 7 Februari 1990, Komite Pusat Partai Komunis setuju untuk
melepaskan monopoli atas kekuasaannya. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai
menegaskan kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa dan mulai melancarkan
"perang undang-undang" dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintahan
republik-republik anggota Uni Soviet, terutama Trio Baltik, yaitu Estonia, Lituania, dan
Latvia, membatalkan semua undang-undang federal jika undang-undang itu bertentangan
dengan undang-undang setempat, menegaskan kendali mereka terhadap perekonomian
setempat, dan menolak membayar pajak kepada pemerintah pusat di Moskwa. Gejolak
ini menyebabkan macetnya ekonomi karena garis pasokan ekonomi dalam negeri rusak
sehingga perekonomian Uni Soviet semakin merosot.
Pada pertengahan Agustus 1991, kelompok garis keras di lingkungan Partai
Komunis Uni Soviet bekerja sama dengan KGB mengadakan sebuah percobaan kudeta
terhadap Gorbachev, tetapi gagal. Pada tanggal 8 Desember 1991, Presiden RSFS Rusia,
RSS Ukraina, dan RSS Byelorusia menandatangani Piagam Belavezha yang menandakan
pembubaran kesatuan dan digantikan fungsinya oleh Persemakmuran Negara-Negara
Merdeka (CIS). Sementara ada banyak perdebatan mengenai siapa yang berhak
membubarkan Uni Soviet, Gorbachev meletakkan jabatannya sebagai Presiden Uni
Soviet pada tanggal 25 Desember 1991 dan memberikan kekuasaannya kepada Boris
Yeltsin. Puncaknya, Majelis Agung Uni Soviet membubarkan dirinya pada tanggal 26
Desember 1991 yang sekaligus menandakan bubarnya Uni Soviet sebagai suatu federasi,
hanya terpaut empat hari sebelum hari jadinya yang ke-69.

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat komunis yang dicita-citakan Karl Marx merupakan masyarakat di


mana tidak ada kelas sosial (classless society), dimana manusia dibebaskan dari
keterikatannya kepada milik pribadi, dan di mana tidak ada eksploitasi penindasan serta
paksaan. Stalin memimpin Uni Soviet Pada tahun 1936 undang-undang dasar yang lama
menetapkan tercapaian sosialisme dan berakhirnya tahap pertama dimulai tahap kedua,
yaitu menyelenggarakan transformasi masyarakat kearah masyarakat komunis. Tahun
1991, semua negara komunis di Eropa Timur (Albania, Bulgaria, Czekoslovakia,
Hongaria, Polandia, Rumania dan Yugoslavia) mengalami transisis politik fundamental,
bergeser menjauh dari komunisme (post-communism).

Dari dunia non-komunis kritik terutama ditujukan kepada unsur paksaan dan
kekerasan, kepada pembatasan atas kebebasan-kebebasan politik, seperti menyatakan
pendapat dan kepada diabaikannya martabat perorangan untuk “kepentingan umum”
yang pada hakikatnya ditentukan dan dirumuskan oleh suara elite yang kecil.

B. SARAN

Penulis dapat menyarankan hal-hal yang berkaitan dengan Komunisme


diantaranya:

1. Paham komunis seharusnya bukan hanya mengoposisikan masyarakat


kalangan kebawah, seperti halnya buruh, petani dan lain sebagainya. Di
negara lain, adapun paham komunismenya dalah bukan hanya dioposisikan
untuk kalangan miskin. Namun, juga dioposisikan untuk kalangan penguasa.
2. Negara ada untuk membantu manusia mewujudkan tujuan dan cita-citanya.
Penyelenggaraan negara harus membawa manfaat bagi manusia. Tugas
manusia adalah bertanggungjawab rasa kepentingan bersama warganya.
3. Negara harus melindungi hak-hak warganya dan menetapkan kewajiban-
kewajibannya sebagai warga negara. Ia juga harus menciptakan kehidupan
bersama yang dilandasi oleh semangat cinta kasih, keadilan, dan perdamaian.
Warga negara mempunyai hak dan kewajiban, antara hak dan kewajiban harus

23
berjalan seimbang. Misalnya, kewajiban membela negara dari segala ancaman
dan gangguan baik dari dalam maupun luar negeri.
4. Sebagaimana penerus bangsa hendaknya kita lebih menjaga dan mencintai
negara kita. Ada pun beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
menunjukkan hal tersebut misalnya meningkatkan kebangaan dan rasa
memiliki bangsa Indonesia dalam diri setiap warga negara, membangun saling
pengertian dan pengahargaan antarsesama warga yang memiliki latar
belakang kepentingan yang berbeda dan etnik yang berbeda, para pemimpin
negara sebaiknya menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien,
dan memperkuat unsur-unsur yang menjadi alat pertahanan negara, seperti
TNI.

24
DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.tempo.co/read/1131440/komunisme-dan-pki-yang-telah-mati-yang-
terus-dipolitisasi/full&view=ok

https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160518_indonesia_rekomend
asi_simposium65

http://kabarwictwicky.blogspot.com/2016/05/makalah-tentang-komunisme-terbaru-
2016.html

https://www.cambridge.org/core/terms
https://doi.org/10.1017/CBO9780511624704.008
Asshiddiqie, Jimly. ____, Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi, [pdf],
(http://www.academia.edu/download/35194048/1927202140.pdf, diakses tanggal 24
November 2018)
Budiardjo, Miriam. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Bagun Rikard, (1990). Perkembangan Komunisme di Polandia, Hongaria, Ceko
Slowakia, Bulgaria, dan Rumania dalam Perubahan Politik di Negara Negara Eropa
Timur. Jakarta: PT Gramedia

https://www.academia.edu/36506886/SEJARAH_IDEOLOGI_DUNIA_KAPITALISM
E_SOSIALISME_KOMUNISME_FASISME_ANARKISME_ANARKISME_DAN_M
ARXISME_KONSERVAT

25

You might also like