You are on page 1of 18

MAKALAH KANKER PARU-PARU

Di Susun Oleh:
1. Elisa Tara Panduyan (113063C117008)
2. Kristian S. (113063C117019)
3. Putri Utami (113063C117023)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2018/2019

1|Page
A. Definisi Kanker Paru- paru

Kanker paru merupakan kanker yang onsetnya dimulai dari paru-paru dimana
terjadi pertumbuhan sel abnormal yang sangat cepat dan tidak terkendali. Pertumbuhan
sel yang tidak normal tersebut dipicu oleh kerusakan DNA diantaranya adanya delesi
pada bagian DNA, inaktivasi gen supresor tumor, aktivasi protoonkogen menjadi
onkogen, tidak terjadinya apoptosis dan aktivitas dari enzim telomerase .(Yu, dkk, 2014;
Yolder dkk,2010).

B. Epidemiologi
Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di antara
kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak
meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung meningkat, hal itu berkaitan dengan
gaya hidup (merokok) . Setiap tahun, terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di
seluruh dunia dengan angka kematian 1,1 juta setiap tahunnya. Di Eropa, diperkirakan
ada 381.500 kasus kanker paru pada 2004, dengan angka kematian 342.000 atau 936
kematian setiap hari.
Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang
mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua
baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju
sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker
Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker
payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi
pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar
peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk 1:13
dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar prevalensinya disebabkan faktor merokok
yang lebih banyak pada pria. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65
tahun.

2|Page
Akan tetapi dengan berkembangnya waktu, insiden diatas berubah, saat ini
menurut WHO terdapat 1,5 – 2 juta kasus baru tiap tahun, mendekati 1,1 jta orang
meninggal akibat kanker paru. Dan saat ini baik di Indonesia maupun Negara lain, tempat
pertama yang menempati tempat dalam kanker dengan kasus kematian terbanyak adalah
Kanker paru.
C. Etiologi
Merokok diduga menjadi penyebab utama kanker paru. Lombard dan Doering
(1928), telah melaporkan tingginya insidensi kanker paru pada perokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok.8 Setidaknya 80% dari kematian akibat kanker paru-paru
disebabkan oleh merokok. Namun, tidak semua orang yang terkena kanker paru-paru
adalah perokok. Banyak orang dengan kanker paru adalah mantan perokok, tetapi
sebagian lain tidak pernah merokok sama sekali. Kanker paru pada orang yang tidak
merokok dapat disebabkan oleh polusi udara, paparan zat karsinogenik di tempat kerja,
perokok pasif, atau faktor lainnya. Perokok pasif adalah orang yang menghirup asap
rokok dari orang lain.
Kanker paru yang penyebabnya tidak berhubungan dengan paparan inhalasi
cenderung terjadi pada usia muda, seringkali karena terjadinya perubahan gen tertentu.
Perubahan ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal dan dapat
berlanjut menjadi kanker.
Gen yang membantu sel-sel tumbuh dan membelah disebut onkogen. Gen yang
memperlambat pembelahan sel atau menyebabkan sel mati pada waktu yang tepat disebut
gen supresor tumor. Kanker dapat disebabkan oleh perubahan DNA yang mengaktifkan
onkogen atau mematikan gen supresor tumor. Beberapa orang mewarisi mutasi DNA dari
orang tua mereka yang sangat meningkatkan risiko mereka untuk menderita kanker
tertentu. Hal ini sangat berperan pada beberapa keluarga dengan riwayat kanker paru.

D. Manifestasi klinis
Gejala klinis penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,
terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif. Menurut Van Cleave dan Cooley (2004),
sebagian kecil pasien datang dengan gejala lokal yang berkaitan dengan tumor primer,
tetapi kebanyakan hadir dengan gejala sistemik atau gejala metastasis nonspesifik. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain
yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:

1) Batuk kronik
Batuk kronik merupakan gejala yang sering tampak dan paling menyedihkan pada
orang dengan kanker paru. Batuk bisa dengan atau tanpa dahak, dahak dapat berwarna
putih atau purulen. Batuk hadir pada 65-75% dari pasien dengan kanker paru dan lebih
dari 25% memiliki batuk produktif.

3|Page
2) Batuk darah
Batuk darah merupakan keluhan utama dari 6-35% pasien kanker paru. Sekitar
20-30% pasien akan mengalami hemoptysis, dengan 3% mengalami batuk darah yang
parah.

3) Sesak napas
Sesak napas menjadi gejala yang muncul di awal pada 60% pasien kanker paru.
Hal ini terjadi karena oklusi tumor pada saluran pernapasan utama atau parenkim paru,
efusi pleura, pneumonia, serta komplikasi terapi baik kemoterapi maupun radioterapi
seperti pneumonitis.

4) Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala yang umum terjadi pada sekitar 50% pasien pada saat
diagnosis. Ketidaknyamanan sering tidak jelas dan hilang timbul. Invasi dinding dada
seringkali ditandai dengan nyeri pleuritis yang menetap.

5) Sindroma Pancoast
Sindroma Pancoast timbul dari lesi pada sulkus superior paru dengan keterlibatan
pleksus brakialis dan saraf simpatis servikal. Gejala yang tampak terutama berupa nyeri
hebat di daerah bahu yang memancar ke arah ketiak dan skapula sepanjang ulnar dan
otot-otot tangan, atrofi otot lengan dan tangan, serta sindroma Horner.

6) Lain-lain
Pembesaran kelenjar getah bening terjadi di pangkal leher. Suara serak terjadi
karena paralisis nervus laringeus rekurens dan terjadi pada 2-18% pasien. Sulit atau sakit
saat menelan pada pasien dengan obstruksi esophagus juga sering terjadi. Selain itu,
terdapat edema pada wajah dan plethora serta dilatasi vena pada tubuh bagian atas, bahu,
dan lengan pada pasien dengan obstruksi vena kava superior.

Selain itu juga terdapat gejala dan keluhan yang tidak khas seperti:
• Berat badan berkurang 

• Nafsu makan hilang 

• Demam hilang timbul 

• Sindrom paraneoplastik, seperti Cushing’s syndrome, hiperkalsemia, hypertrophic
pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan sindroma neurologis.

4|Page
Di Indonesia kasus kanker paru lebih sering terdiagnosis ketika penyakit telah berada
pada stadium lanjut. Deteksi dini kanker berdasarkan keluhan saja jarang terjadi. Sasaran
untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subjek dengan risiko tinggi yaitu:
• Pria yang berusia lebih dari 40 tahun dan merokok
• Orang yang terkena paparan industri tertentu dengan faktor risiko.

5|Page
E. Patofisiologi
1. Narasi

Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru bersifat kronis dan


obstruktif, misalnya bronkitis dan empisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit ini
disebabkan oleh rokok. Pada perokok pria, kematian karena penyakit ini 4-25 kali
lipat lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Perokok wanita memberikan efek
jauh lebih tinggi terhadap jenis penyakit ini dibandingkan perokok pria. Gejala yang
ditimbulkan berupa batuk kronis, berdahak, dan gangguan pernafasan-banyak
dijumpai pada perokok. Apabila diadakan uji fungsi paru-paru maka pada perokok
jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok. Merokok juga terkait dengan
influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada penderita asma, merokok akan
memperparah gejala asma sebab asap rokok akan lebih menyempitkan saluran
pernapasan.

Menurut Aditama, kebiasaan merokok juga dihubungkan dengan peningkatan


kadar suatu bahan yang disebut imunoglobulin E yang spesifik. Kadar antibodi
terhadap bahan ini ternyata empat sampai lima kali lebih tinggi pada perokok bila
dibandingkan dengan bukan perokok. Penelitian lain melaporkan pula peningkatan
hitung jenis sel basofil dan eosinofil pada perokok. Jumlah sel Goblet yang ada di
saluran napas juga terpengaruh akibat asap rokok dan mengakibatkan terkumpulnya
lendir di saluran napas. Ada juga penelitian yang mengemukakan bahwa “epithelial
serous cells” di saluran napas dapat berubah menjadi sel goblet akibat paparan asap
rokok dan polutan lainnya.
Menurut Hecht (2003) dalam Ibrahim (2007), skema ini menggambarkan peran
utama perubahan DNA dalam proses karsinogenesis. Dalam skema ini, nikotin
menyebabkan sifat adiksi ingin terus merokok dan menyebabkan pajanan kronis
terhadap bahan karsinogen. Karsinogen secara metabolik dapat diaktifkan untuk
bereaksi dengan DNA, membentuk produk kovalen gabungan yang disebut DNA
yang berubah (DNA adducts). Bersaing dengan proses metabolik ini, proses
detoksifikasi produk karsinogen gagal untuk diekskresikan. Jika DNA yang sudah
berubah tersebut dapat diperbaiki (repair) oleh enzim perbaikan seluler, DNA akan

6|Page
kembali menjadi bentuk normalnya. Akan tetapi jika perubahan terus berlangsung
selama replikasi DNA, kegagalan pengkodean DNA dapat terjadi, yang cenderung
menjadi mutasi permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan DNA rusak atau
bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi terjadi pada bagian
utama dalam gen-gen yang krusial, seperti RAS atau MYC onkogen atau TP53 atau
CDKN2A tumor supresor gen, hanya dapat terjadi kehilangan kontrol regulasi
pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan tumor. Nikotin dan karsinogen
dapat juga berikatan secara langsung dengan reseptor beberapa sel, selanjutnya
mengaktivasi protein kinase B (AKT), protein kinase A (PKA) dan faktor-faktor lain.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan proses apoptosis, peningkatan
angiogenesis, dan peningkatan transformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi
promotor tumor dan kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan proses karsinogenesis.

7|Page
Skema

Merokok, debu asbes, uap kimiawi, zat karsinogen, genetic, faktor makanan

Rangsangan pada sel-sel paru

Pembesaran (abnormalitas pertumbuhan) sel-sel paru

CARSINOMA PARU

Lesi di perifer Lesi di perifer

Menembus rongga pleura Obstruksi dan ulserasi bronkhus

Kerusakan bagian distal


Inflamasi pada costa dan korpus vertebra

Batuk Demam
Nyeri
Dyspnea Hemoptisis

Anoreksia
Kerusakan pertukaran gas Ansietas

Pemenuhan Nutrisi Hipertermia


: Kurang dari Pola Nafas Tidak Efektif
Kebutuhan Tubuh

Resti terhadap
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Kekurangan

Volume cairan

8|Page
F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dann II.
Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy, misalnya
kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada
kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma
vena cava superior berat.
2. Radioterapi
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor, antara lain:
a. Staging penyakit
b. Status tampilan
c. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus di ketahui:
a. Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
b. Penilaian batas syaratan oleh ahli patologi (PA).
3. Kemoterapi
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:
a. Platinum based therapy (sisplatin atau karboplatin)
b. Respon obyektif satu obat antikanker s 15%
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO harus dihentikan atau di
ganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah:

a. Platinum based therapy (sisplatin atau karboplatin)


b. PE (sisplatin atau karboplatin)
c. Paklitaksel+sisplatin atau karboplatin
d. Gemsitabin+sispaltin atau karboplatin
e. Dosetaksel+sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemotrapi:
a. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadwal tertentu.
b. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa pendarahan akut, meski Hb < 10
g% tidsk perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab
anemia
c. Granulosit > 1500/Mm3
d. Trombosit > 100.000/mm3
e. Fungsi hati dan ginjal baik (creatinin crearance lebih dari 70 ml/menit)
Pengobatan paliatif:

9|Page
Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi, kemoterapi,
medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial. Pada beberapa keadaan intervensi
bedah, pemasangan stent dan cryotherapy dapat dilakukan.
Rehabilitasi medik:
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitas medic
prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil optimal
tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah (misalnya:
retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat mobilisasi.

10 | P a g e
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
Jenis Kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
b. Riwayat masuk Keluhan utama yang sering muncul saat masuk adalah adanya
sesak napas dan nyeri dada yang berulang tidak khas, mungkin disertai/tidak
disertai dengan batuk darah.
c. Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang sering terjadi seperti ISPA, influenza dan
dialami dalam rentang waktu yang relative lama dan berulang, adanya riwayat
tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita.
d. Pemeriksaan Fisik
 Data Subyektif : pasien mengatakan nyeri didada pada saat bernafas, dan
batuk –batuk.
 Data Obyektif :sputum kadang berwarna merah karena melalui
permukaan tumor yang mengalami ulserasi, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, dispnea, terdengar
stridor, wheezing, clubbing finger.

e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien kanker paru antara lain :

1. Foto toraks
Dapat melihat massa dan ukuran tumor yang lebih dari 1cm.

2. Bronkoskopi dapat digunakan untuk mengambil jaringan atau bahan agar dapat
dipastikan ada tidaknya sel ganas.

3. CT-Scan toraks
Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1cm

4. Biopsi aspirasi jarum


Memberikan hasil yang lebih baik dari biopsy bronkus..

11 | P a g e
5. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
Didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal.

6. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)


Mendeteksi lesi kecil yang lokasinya agak di perifer.

7. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)


Melihat lesi yang terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2cm.

8. Sitologi sputum
Pengambilan atau pengeluaran sputum.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus
/viskositas sekret, kehilangan fungsi silia jalan nafas, meningkatnya tahanan jalan
nafas.
2. Nyeri b/d lesi dan melebarnya pembuluh darah.
3. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2 akibat perubahan sruktur
alveoli.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d kurangnya
informasi.
3. Intervensi

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Dapat dihubungkan :

 Kehilangan fungsi silia jalan nafas


 Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
 Meningkatnya tahanan jalan nafas

Kriteria hasil :

 Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.


 Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

12 | P a g e
 Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersihan
jalannafas.

Intervensi :

1) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.


Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
2) Observasi penurunan ekspensi dinding dada
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi
cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
3) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga
produksi dan karakteristik sputum.
Rasional: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi
gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, dan/ atau
purulen.
4) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai
kebutuhan.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas
pasien.
5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dan
lainlain
6) Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi,
hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional: Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan
viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret.
Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

13 | P a g e
b. Nyeri

Dapat dihubungkan :

 Lesi dan melebarnya pembuluh darah.


 Invasi kanker ke pleura, dinding dada

Kriteria hasil :

 Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.


 Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan

Intervensi :

1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang


intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan
skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan
alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional: Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan
petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefektifan intervensi.
3) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
4) Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan
ambang persepsi nyeri.
5) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik
relaksasi
Rasional :Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian

14 | P a g e
c. Kerusakan pertukaran gas

Dapat dihubungkan :

 Hipoventilasi.

Kriteria hasil :

 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA


dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.

Intervensi :

1) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau


upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan
nafas.
2) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan,
misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang
sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti
adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema
serta tumor.
3) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis
sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling
indikatif.
4) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
5) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar
evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.

15 | P a g e
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

 Kurang informasi.
 Kesalahan interpretasi informasi.
 Kurang mengingat.

Kriteria hasil :

 Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.


 Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
 Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan
perhatian medik.
 Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

Intervensi :

1) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi


dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup
perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
2) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan
pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
3) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori
tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami
penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi
untuk menyembuhan.
4) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi
periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan
mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.

16 | P a g e
4. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus
/viskositas sekret, kehilangan fungsi silia jalan nafas, meningkatnya tahanan jalan
nafas.
 Klien menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
 Jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
 Klien mampu mengeluarkan sekret dengan mudah.
2. Nyeri b/d lesi dan melebarnya pembuluh darah.
 Klien mengatakan nyerinya hilang.
 Klien tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
 Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/
dibutuhkan
3. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2 akibat perubahan sruktur
alveoli.
 Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
 Klien mampu berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam
kemampuan/ situasi.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d kurangnya
informasi
 Klien mampu menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan
terapi.
 Klien mampu menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
 Klien mampu mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala
yang memerlukan perhatian medik.
 Klien mampu membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartanto huriawati. BUKU SAKU PATOFISIOLOGI MENJADI SANGAT MUDAH Ed 2.
Jakarta: ECG.2013.
2. Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. ALIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS DAN NANDA NIC-NOC ed revisi jilid 1.Jogjakarta
: Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta. 2015.
3. Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.
4. Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker “KANKER BUKAN LAGI VONIS MATI” Panduan
Deteksi Dini dan Pengobatan Menyeluruh Berbagai Jenis Kanker. Jakarta. Penerbit
AgroMedia Pustaka.

18 | P a g e

You might also like