Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Disusun oleh :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Ny. S
Dengan Dx. Medis CHF, Prologed Fever Di Bangsal Alamanda 2 RSUD Sleman”
1. Bapak Joko Susilo selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta atas pengarahan
dan bimbingan yang diberikan.
2. Ibu Dwi Nursiyati selaku Kepala Ruang/Bangsal atas pengarahan dan bimbingan yang
diberikan
3. Ibu Ani selaku CI Ruang/Bangsal atas pengarahan dan bimbingan yang diberikan
4. Ibu Dr. Atik Badi’ah, S.Pd., S.Kep., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Pendidikan
dalam pembuatan laporan ini.
5. Seluruh teman-teman dari DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir
kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
PADA Ny. S DENGAN DX. MEDIS CHF, PROLOGED FEVER DI BANGSAL
ALAMANDA 2 RSUD SLEMAN
2018
Hari :
Tanggal :
Tempat :
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan aktivitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktivitas
(bergerak). Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem atau organ tubuh diantaranya,
tulang, otot, tendon, ligament, sistem saraf, dan sendi. Mobilitas atau mobilisasi
meupakan suatu kemampuan individu untuk bergarak secara bebas, mudah dan teratur
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan
kesehatannya (Hidayat, 2008). Mobilitas adalah rangkaian gerakan yang terintegritasi
anatar sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada
ekstermitas, dan sebagainya (Saputra, 2013).
Salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan
memberikan mobilisasi. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi diri (Mubarak et al., 2015).
Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan yang mendasar dan utama bagisetiap
individu dan hak bagi setiap individu untuk dapat terpenuhi dengan optimal baik
dalam keadaan sehat maupun dalam kondisi sakit, dalam kondisi klien mengalami
keterbatasan kemampuan bergerak. Dukungan dan bantuan dari perawat professional
sangat diperlukan, akan tetapi bantuan yang diberikan seharusnya selalu
mempertimbangkan tingkat ketergantungan dan potensi yang dimiliki oleh klien
sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat tercapai dengan memegang
prinsip kemandirian klien (Marlina, 2012).
Mobilisasi yang awal juga mungkin mengurangi semua komplikasi yang
berhubungan dengan tempat tidur seperti pneumonia, Deep Vena Trombosis (DVT),
emboli pulmoner, dekubitus, dan masalah tekanan darah orthostatik. Mobilisasi awal
kemungkinan juga memiliki efek psikologis yang penting. Penelitian yang ada
menunjukkan bahwa mobilisasi yang sangat awal adalah salah satu faktor kunci
dalam perawatan pasien stroke (Gofir, 2009).
Mobilisasi secara bertahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan
kepercayaan pada pasien bahwa akan merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi
ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggu. Pasien dan keluarga
akan dapt mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam
pelaksanaan mobilisasi (Mubarak 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan masalah gangguan
mobilitas fisik
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi mobilitas fisik
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mobilitas fisik
c. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis mobilitas fisik
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi mobilitas fisik
e. Mahasiswa mampu menjelaskan patway mobilitas fisik
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang mobilitas fisik
g. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi mobilitas fisik
h. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan mobilitas fisik
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori
1. Definisi Mobilitas
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat
(Mubarak & Chayatin, 2007).
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit, dan untuk aktualisasi diri (Saputra,
2013).
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif, yaitu seseorang tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2007). Imobilisasi atau gangguan
mobilitas definisi dari NANDA, merupakan suatu keadaan ketika seseorang
mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Riyadi & Widuri,
2015).
4. Patofisiologi
Proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguan yang
terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan terseut. Diantaranya
adalah:
1. Kerusakan otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan, jika
terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan. Otot dapat
rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung pleh benda tajam yang
merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligaman, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penompang sekaligus poros pergerakan dapat
terganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau
mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun
fungsi dari sistem rangka.
3. Gangguan pada sistem persarafan.
Saraf berperan penting dalam menyampaikan implus ke otak. Implus tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika
saraf terganggu makan akan terjadi gangguan penyampaian implus dari dan
ke organ target. Dengan tidak sampainya implus maka akan mengakibatkan
gangguan mobilisasi. Kerusakan dapat terjadi pada sistem syaraf pusat (upper
motor neuron/UMN) atau pada susunan syaraf teri (lower motor
neuron/LMN). Yang termasuk UMN adalah otak. Contoh penyakit yang
mengganggu otak adalah stroke dan dapat mengakibatkan gangguan
mobilitas. Sedangkan untuk LMN adalah Guillaine bare syndrome dan
gangguan sistem syaraf lainnya seperti trauma tulang belakang (Asmandi,
2008).
5. Pathway
Konstipasi
Gangguan Sistem
Mobilitas
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mubarak, dkk tahun 2015 pemeriksaan penunjang pada klien dengan
gangguan mibilitas fisik diantaranya:
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumot jaringan lunak atau cidera
ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (magnetik resonance imaging) adalah teknik pencitraan khusus
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
7. Komplikasi
Menurut Asmadi tahun 2008 komplikasi pada klien dengan gangguan mobilitas
fisik diantaranya yaitu:
a. Perubahan Metabolik
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
e. Perubahan Eliminasi
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
g. Perubahan Sistem Integumen
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah hambatan mobilitas fisik yaitu sebagai berikut
(Hidayat, A. Aziz, A. & Musrifatul U., 2016):
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibelitas sendi. Posisi-
posisi tersebut yaitu:
1) Memiringkan pasien
2) Posisi fowler
3) Posisi sims
4) Posisi Trendelenburg
5) Posisi genupectoral
6) Posisi dorsal recumbent
7) Posisi litotomi
b. Ambulasi dini
Cara ini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilatih dengan cara melatih posisi duduk
ditempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda dan lain-lain.
c. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini, baik ROM pasif maupun aktif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan otot.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko intoleransi aktivits
a. Definisi
Risiko untuk mengalami ketidakcukupan energy secara fisiologis atau
psikologis dalam memenuhi aktivitas sehari hari yang dibutuhkan atau
diperlukan.
b. Batasan Karakteristik / faktor resiko
1) Tidak berpengalaman dalam beraktivitas
2) Terdapat masalah sirkulasi / respirasi
3) Riwayat intoleransi
c. Faktor – Faktor yang Berhubungan
Gangguan kardiovaskular
3. Intervensi
Dx. 1
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
c. Menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi Rasional
1. kaji respon klien terhadap aktivitas, 1. Membantu dalam respon
perhatikan frekuensi nadi lebih dari fisiologi terhadap stress
20 kali per menit diatas frekuensi aktivitas dan, bila ada
istirahat ; peningkatan TD yang merupakan indicator dari
nyata selama/sesudah aktivitas kelebihan kerja yang berkaitan
(tekanan sistolik meningkat 40 dengan tingkat aktivitas.
mmHg atau tekanan diastolic
meningkat 20 mmHg) ; dispnea atu
nyeri dada ; keletihan dan
kelemahan yang berlebihan ;
diaphoresis ; pusing/pingsan.
Dx. 2
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
c. Menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi Rasional
1. Kaji respon klien terhadap 1. Membantu dalam respon
aktivitas, perhatikan frekuensi fisiologi terhadap stress aktivitas
nadi lebih dari 20 kali per menit dan, bila ada merupakan
diatas frekuensi istirahat ; indicator dari kelebihan kerja
peningkatan TD yang nyata yang berkaitan dengan tingkat
selama/sesudah aktivitas (tekanan aktivitas.
sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diastolic meningkat 20
mmHg) ; dispnea atu nyeri dada ;
keletihan dan kelemahan yang
berlebihan ; diaphoresis ;
pusing/pingsan.
2. Teknik menghemat energi
2. Instruksikan pasien tentang teknik mengurangi pengurangan energi,
penghematan energi, mis : juga membantu keseimbangan
penggunaan kursi roda saat mandi, antara suplai dan kebutuhan
dduduk ssat menyisir oksigen.
rambut,melakukan aktivitas
dengan perlahan.
Dx. 3
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah teratasi
Kriteria Hasil :
a. Klien akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan
ekstremitaskatkan
b. Mampu mengidentifikasi beberapa alternatif untuk membantu
mempertahankan tingkat aktivitas saat sekarang
c. Berpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan
untuk beraktivitas
Intervensi Rasional
1. Identifikasi factor-faktor yang 1. Memberikan kesempatan untuk
mempengaruhi kemampuan untuk memecahkan masalah untuk
aktif, seperti temperature yang mempertahankan atau
sangat tinggi, insomnia, meningkatkan mobilitas.
pemasukan makanan yang tidak
adekuat.
2. Anjurkan klien untuk melakukan 2. Meningkatkan kemandirian dan
perawatan diri sendiri, sesuai rasa control diri, dapat
dengan kemampuan maksimal menurunkan perasaan tidak
yang dimiliki klien. berdaya.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik
berdasarkan kriteria hasil pada tujuan keperawatan yaitu :
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi., 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A.A.L., 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Amilul & Musrifatul Uliyah. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, Lilis & Joko, 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta: Salemba
medika.
Mubarak, W.I. & Chayatin, N., 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori &
Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. & Widuri, H., 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diagnosis
NANDA. Yogyakarta: Gosyen.
Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.
http://gangguanmobilitasfisik.blogspot.com/