You are on page 1of 19

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN PASIEN PENDERITA ARTRITIS SEPTIK

Disusun Sebagai Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Oleh:
dr. Putri Ayu Widya Sari

Pembimbing:
dr. Akhmad Nurdani, Sp.PD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALANGAN


KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Artritis bakterial akut atau yang dikenal dengan ”artritis septik”


merupakan infeksi pada sendi yang disebabkan oleh bakteri. Artritis septik
merupakan kegawatdaruratan di bidang reumatologi. Replikasi bakteri pada sendi
dan proses inflamasi yang berlangsung dapat menyebabkan kerusakan sendi yang
cepat dan dapat diiringi dengan infeksi sistemik (Sharff, 2013). Kegagalan dalam
pemberian antibiotik yang tepat dalam 24 hingga 48 jam pertama setelah onset
dapat menyebabkan kerusakan tulang subkondral dan disfungsi sendi yang
permanen (Horowitz, 2011).
Insidensi artritis septik bervariasi, antara empat hingga 29 kasus per
100.000 orang per tahun, bergantung pada variabel populasi dan penyakit sendi
yang mendasari (Horowitz, 2011).
Artritis septik ditandai oleh nyeri dan pembengkakan yang akut, biasanya
monoartrikular, terutama mengenai sendi lutut dan hampir selalu ada penyakit
yang mendasarinya (Setiyohadi B, 2010). Pada umumnya diagnosis artritis septik
dibuat berdasarkan gejala klinis, tanpa didukung oleh hasil kultur bakteri pada
cairan sendi. Kriteria Newman merupakan cara yang paling banyak digunakan
untuk mendiagnosis penyakit ini. Kriteria Newman membagi artritis septik
menjadi tiga kategori, yaitu, 1) artritis septik dengan gejala klinis yang khas dan
ditemukan bakteri dari isolasi cairan sendi, 2) gejala klinis yang khas dan
ditemukan bakteri dari isolasi tempat lain misalnya dari darah, 3) gejala klinis
khas tanpa didukung oleh adanya bakteri dari cairan sendi ataupun di dalam
darah, tetapi pungsi cairan sendi memperlihatkan warna yang keruh (Najirman,
2015).
Pada laporan kasus ini dilaporkan pasien dengan artritis septik atas nama
Tn. M usia 59 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Balangan pada bulan Oktober tahun 2017.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Artritis septik dikenal juga dengan nama artritis piogenik atau artritis
supurativa adalah infeksi pada sinovium yang disebabkan oleh bakteri.
Infeksi pada sinovium mengakibatkan terbentuknya pus pada rongga sinovial
(Najirman, 2015).
2.2 Epidemiologi
Terdapat sekitar 20.000 kasus artritis septik yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya, sama halnya dengan di Eropa. Sedangkan insidensi artritis
akibat infeksi gonokokus diseminata yaitu 2,8 kasus per 100.000 orang per
tahunnya. Artritis septik lebih umum terjadi pada pasien dengan imunosupresi
dan usia tua. 56 persen kasus terjadi pada laki-laki (Brusch JL, 2017).
2.3 Penegakan Diagnosis
Pasien dengan pembengkakan sendi yang akut, nyeri, eritema, hangat dan
disertai imobilitas sendi harus dievaluasi lebih lanjut untuk faktor-faktor yang
berkaitan dengan artritis septik (Horowitz, 2011). Berikut adalah faktor-faktor
risiko artritis septik pada tabel 1.
Tabel 1. Faktor risiko artritis septik (Horowitz, 2011)

Penyebaran langsung Penyebaran secara hematogen

Infeksi kulit, ulkus kutaneus (lanjutan)

Inokulasi langsung Osteoartritis

Injeksi intraartikular sebelumnya Penyebab lain sepsis

Sendi prostetik yang baru Sendi prostetik yang lama

Operasi sendi Artritis reumatoid

Penyebaran secara hematogen Aktivitas seksual (spesifik untuk artritis

Diabetes melitus gonokokus)

Infeksi HIV Faktor lain

Pengobatan imunosupresif Usia di atas 80 tahun

Penyalahgunaan obat intravena

Gejala yang menyertai seperti demam, menggigil, dan kekakuan dapat


timbul tetapi sensitivitasnya masing-masing hanya 57, 27 dan 19 persen.

3
Penilaian organ sistem secara menyeluruh harus dilakukan untuk
mengeksklusi bentuk lain artritis inflamatorik (Horowitz, 2011). Diagnosis
banding artritis akut adalah sebagai berikut pada tabel 2.

Tabel 2. Diagnosis banding artritis akut (Horowitz, 2011)

Diagnosis Etiologi
Artritis karena kristal Kalsium oksalat, gout, kolesterol, pseudogout, kristal hidroksapatit

Artritis infeksiosa Bakteri, fungi, mikobakteri, spirokaeta, virus

Artritis inflamatorik Sindrom Behcet, artritis reumatoid, sarkoid, SLE, spondiloartropati

seronegatif (spondilitis ankilosa, artritis psoriasis, artritis reaktif,

penyakit peradangan usus), vaskulitis sistemik

Osteoartritis Varian inflamatorik/erosif

Lain-lain Amiloidosis, nekrosis avaskular, terapi antikoagulan / gangguan

pembekuan, fraktur, hemartrosis, hiperlipoproteinemia

Infeksi sistemik Endokarditis bakterial, infeksi HIV

Tumor Metastasis, sinovitis vilonodular pigmentosa

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan apakah lokasi inflamasi


merupakan bagian intraartrikular atau periartikular, seperti bursa atau kulit.
Secara umum, patologi intraartikular menyebabkan keterbatasan hebat pada
pergerakan pasif dan aktif, dan sendi ditopang pada posisi ruang intraartikular
secara maksimal. Sebaliknya, nyeri dari patologi periartikular terjadi hanya
dalam pergerakan aktif dan pembengkakan lebih terlokalisasi (Horowitz,
2011).
Sendi yang paling sering terinfeksi yaitu sendi lutut, kemudian diikuti
sendi panggul, bahu, tumit, siku dan sendi pergelangan tangan (Horowitz,
2011; Mue, 2013).
Pemeriksaan penunjang yang digunakan yaitu darah rutin untuk melihat
leukositosis, analisis cairan sendi dan pencitraan radiologi. Pada analisis
cairan sendi diperiksa jumlah leukosit dan diferensiasinya, analisis kristal,
pewarnaan Gram dan kultur. Jika ditemukan leukosit lebih dari 50.000 per
mm3 dan sel PMN lebih dari 90 persen berhubungan dengan artritis
infeksiosa, sedangkan leukosit yang sedikit berhubungan dengan penyakit

4
gonokokus diseminata, leukopeni perifer atau pada penggantian sendi
(Horowitz, 2011). Interpretasi analisis cairan sendi dapat dilihat pada tabel 3.
Tidak terdapat data yang menunjukkan adanya pencitraan radiologi
yang patognomonis untuk artritis septik. Foto polos membantu melihat
gambaran fraktur, kondrokalsinosis atau artritis inflamatorik. Ultrasonografi
lebih sensitif untuk mendeteksi efusi khususnya pada kasus sendi yang sulit
untuk diperiksa seperti sendi panggul (Horowitz, 2011).
Mikroorganisme penyebab artritis septik yaitu stafilokokus (40%),
streptokokus (28%), basil gram negatif (19%), mikobakteria (8%), kokus
gram negatif (3%), basil gram positif (1%), dan bakteri anaerob (1%)
(Horowitz, 2011; Mue, 2013).
2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan artritis septik terdiri atas terapi non farmakologis dan
farmakologis.
a. Non farmakologis
Sendi yang mengalami infeksi harus diistirahatkan pada posisi fisiologis
untuk mencegah kekakuan atau kontraktur di kemudian hari. Bila infeksi
telah dapat diatasi, maka harus dilakukan latihan gerakan sendi tanpa
beban, sebab latihan ini dapat meningkatkan suplai nutrisi terhadap rawan
sendi, sehingga dapat mempercepat. Selain itu, pungsi atau aspirasi cairan
sendi harus dilakukan untuk mengeluarkan pus sebanyak mungknin. Bila
gagal dengan aspirasi, maka perlu dilakukan drainase dengan tindakan
bedah (Najirman, 2015).
b. Farmakologis
Karena pada umumnya artritis septik disebabkan oleh S. Aureus maka
pilihan utamanya adalah penisilin G, kloksasilin, klindamisin atau
netilmisin yang diberikan secara parenteral. Pilihan antibiotik lain adalah
kombinasi ampisilin dan sulbaktam (Setiyohadi B, 2010).

5
Tabel 3. Interpretasi analisis cairan sendi (Horowitz, 2011)

6
Dalam pemberian antibiotik harus mempertimbangkan faktor seperti
berat ringannya penyakit, umur penderita, pola pada rumah sakit yang
bersangkutan, serta faktor risiko yang ada. Lama pemberian antibiotik
tergantung pada jenis kuman. Jika penyebabnya bakteri streptokokus atau
gram negatif maka antibiotik diberikan selama minimal dua minggu, tiga
minggu untuk stafilokokus, serta empat minggu untuk bakteri
pneumokokus atau basil gram negatif (Najirman, 2015). Terapi empiris
berdasarkan hasil pewarnaan Gram analisis sendi terdapat pada tabel 4.

Tabel 4. Terapi empiris artritis septik (Sharff KA, 2013)

Pewarnaan Gram Antimikroba (dosis disesuaikan dengan fungsi ginjal)


Kokus Gram positif Vancomycin 15-20 mg/kg secara IV q8-12h
Kokus Gram negatif (pikirkan Ceftriaxone 1 g IV q24h + azithromycin 1 g PO x 1 (atau doxycycline 100
Neisseria) mg PO BID x 7 hari)
Batang Gram negatif Ceftazidime 2 g IV q8h, cefepime 2 g IV q8-12h, piperacillin/tazobactam
4,5 g IV q6h, atau carbapenem (imipenem 500 mg IV q6h, meropenem 1 g
IV q8h, doripenem 500 mg IV q8h)
Alergi B-laktam:
Aztreonam 2 g IV q8h atau florokuinolon (ciprofloxacin 400 mg IV q12h
atau levofloxacin 750 mg IV q24h)
Pewarnaan Gram negative Risiko PMS: ceftriaxone 1 g IV q24h + azithromycin 1 g PO x 1 hari (atau
doxycycline 100 mg PO BID x 7 hari)
Tidak ada risiko PMS:
Vancomycin 15-20 mg/kg IV q8-12h + ceftriaxone 1 g IV q24h
Atau vancomycin 15-20 mg/kg IV q8-12h plus cefepime 2 g IV q8-12h
(untuk orang tua, kondisi imunosupresi, terkait tenaga kesehatan

Algoritma penatalaksanaan artritis septik sejak pasien datang hingga


pulang dan kontrol kembali dapat dilihat pada gambar 1.
2.5 Komplikasi
Artritis septik dapat menimbulkan kerusakan sendiri secara permanen jika
tidak diatasi dengan cepat dan tepat. Pada sendi terjadi kerusakan pada
membran sinovium, ligamen, rawan dan bahkan pada tulang. Hal ini akan
menimbulkan deformitas yang bersifat permanen. Komplikasi lainnya yang
mungkin terjadi adalah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh secara
hematogen dan akhirnya menimbulkan sepsis dan bahkan kematian
(Najirman, 2015).

7
DICURIGAI ARTRITIS SEPTIK (AS)
(Peradangan dan nyeri sendi mono atau poliartrikular akut)

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

(Kebanyakan AS berasal dari penyebaran hematogenik menuju sendi yang bermasalah)


 Nilai faktor risiko bakteremia, dan riwayat penyakit sendi atau trauma
 Pertimbangkan diagnosis lain yang mungkin
 Cari sumber infeksi sistemik (infeksi kulit, jantung, paru, saluran cerna atau genitourinaria)
 Nilai semua sendi yang dicurigai terinfeksi secara teliti

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan darah rutin dengan diferensial, kreatinin dan fungsi hati, urinalisis
 LED, CRP
 Kultur darah dan jika diindikasikan kultur kulit, urin dan sputum
 Pencitraan radiologi sendi yang bermasalah
 Aspirasi cairan sendi untuk menilai:
- Jumlah leukosit dengan diferensial
- Pewarnaan Gram dan kultur
- Analisis kristal

TERAPI

Terapi empiris antibiotik parenteral berdasarkan pewarnaan Gram (tabel 3) dan/atau faktor risiko pada
pasien (artritis reumatoid, IVDA, imunosupresi)

PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT

 Drainase yang adekuat pada sendi yang bermasalah dengan penilaian dan aspirasi sekali atau dua kali
sehari, drainase artroskopik, atau artrotomi terbuka jika diindikasikan
 Penilaian muskuloskeletal lengkap terfokus pada perbaikan klinis sendi yang bermasalah dan adanya
keterlibatan sendi lain
 Monitor jumlah leukosit cairan sendi dan hasil kultur
 Menyesuaikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas
 Menilai toksisitas terkait antibiotik
 Mengistirahatkan dan memposisikan sendi secara optimal pada fase akut diikuti dengan latihan
isotonis dan mobilisasi awal

KONTROL RAWAT JALAN

 Menilai mobilitas dan fungsi sendi yang terkena


 Memeriksa ada tidaknya infeksi pada semua sendi
 Memastikan terapi antibiotik sesuai
 Menilai kembali dan memodifikasi (jika mungkin) semua faktor risiko yang ada terhadap AS

Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan artritis septik (Najirman, 2015)

8
2.6 Prognosis
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 25-50% kasus akan
menimbulkan terjadinya komplikasi seperti pengurangan atau kehilangan
fungsi sendi permanen. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah usia
lanjut, keterlambatan penegakan diagnosis, adanya penyakit penyerta pada
sendi, penggunaan imunosupresif, sendi prostetik, dan jenis bakteri penyebab.
Keterlambatan pemberian antibiotik lebih dari tujuh hari memiliki prognosis
jelek. Kematian terjadi pada 5 - 30% kasus. Kematian terjadi terutama pada
penderita artritis septik poliartikular dengan penyebab bakteri non
gonokokus, terutama Stafilokokus aureus (Najirman, 2015).

9
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Galumbang, Juai
Masuk RS tanggal : 10 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Nyeri lutut kiri sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Awalnya nyeri dirasakan pada kedua lutut sejak satu tahun terakhir, nyeri
timbul saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat. Untuk mengatasi
nyeri ini pasien sering berobat ke puskesmas dan keluhan membaik.
Sejak tiga hari terakhir keluhan dirasakan semakin hebat pada lutut
kiri disertai dengan kemerahan, terasa hangat pada perabaan dan sulit
ditekuk. Nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri semakin memberat dengan
pergerakan, dan berkurang dengan istirahat. Riwayat pengobatan untuk
mengatasi keluhan pada lutut kiri ini disangkal.
Riwayat terjatuh sebelumnya, BAB cair, nyeri mata, nyeri saat
BAK, ruam di kulit disangkal. Riwayat batuk ada sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak, dahak berwarna putih, sesak
nafas tidak ada, demam ada dan selera makan menurun.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Osteoartritis didapatkan sejak 1 tahun terakhir. Tidak ditemukan riwayat
hipertensi, diabetes melitus, dan batuk kronis.

10
RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA
Belum pernah ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini.

III.PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Sakit sedang
Kesadaran :Compos Mentis
Tanda vital pasien pada 10 Oktober 2017 pukul 13:45 WITA.
TD : 120/70 mmHg
HR : 97 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36.5˚C

STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal
Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+)
Hidung : Epistaksis (-/-)
Mulut : Tidak kering, sianosis (-)
Telinga : Normal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Paru : Vesikuler/vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : BU (+), nyeri tekan (-)
Kulit : Ruam (-)

STATUS LOKALIS
Genu dextra : nyeri tekan (+), edema (-), eritema (-), krepitasi (+), ROM
terbatas
Genu sinistra : nyeri tekan (+), edema (+) di suprapatella, eritema (+),
hangat (+), ROM terbatas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 10 Oktober 2017

11
Darah Lengkap
Pemeriksaaan Hasil Rentang
Hb 13,5 g/dL 12.0-16.0
Ht 39,2 % 37.0-47.0
Trombosit 212.000/ uL 150.000-450.000
Leukosit 14.500 /uL 4.0-10.0
GDS 89 mg/dL < 200

Rontgen Genu

V. DIAGNOSIS
Diagnosa Kerja : Artritis septik genu sinistra
Diagnosa Banding : Osteoartritis; Gout artritis genu sinistra; Artritis
reaktif genu sinistra

VI. RENCANA PEMERIKSAAN/TINDAKAN


Artrosentesis

12
VII. TERAPI YANG DIBERIKAN
 IVFD Asering : Hidromal 2:1 20 tpm
 Ceftriaxone iv 2x1 g
 Ciprofloxacin iv 2x400 mg
 Pantoprazole iv 1x40 mg
 Ketorolac iv 2x30 mg
 Mobilisasi dini sendi lutut (saat infeksi teratasi)

VIII. PROGNOSIS
Dubia at bonam

IX. FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Keterangan

10 S : Nyeri lutut kiri sejak 3 hari yang lalu. Tidak nafsu makan IGD
Oktober O : TD : 120/70 mmHg, N : 97 x/i, RR : 20x/i, T: 36,50
2017 Paru: Vesikuler/vesikuler
Jantung: S1 S2 reguler
Genu: D: krepitasi (+), ROM terbatas
S: edema (+), hangat (+), eritema (+),
ROM sangat terbatas
A : Artritis septik genu sinistra
P : - IVFD Asering 20 tpm
- Ceftriaxone 2x1 g iv
- Antrain 3x1 g iv
- Ranitidin 2x50 mg iv

11 S : Nyeri lutut kiri, demam Didapatkan hasil:


Oktober O : TD : 110/80 mmHg, N : 72 x/i, RR : 19x/i, T: 36,10
2017 A : Artritis septik genu sinistra BTA: Negatif
P : - IVFD Asering : Hidromal 2:1 20 tpm Gram:
- Ceftriaxone 2x1 g iv Tidak ditemukan
- Ciprofloxacin 2x400 mg iv bakteri Gram
- Ketorolac 2x30 mg iv positif maupun
- Pantoprazole 1x40 mg iv negatif, WBC <
- Mobilisasi dini sendi lutut 25/LPB

 Pungsi sendi lutut kiri, didapatkan cairan kuning


bercampur pus ± 75 cc, viskositas rendah-sedang,
transparansi kurang.
 Analisis cairan sendi

13
14 S : Nyeri lutut (-), demam (-)
Oktober O : TD : 140/90 mmHg, N : 60 x/i, RR : 28x/i, T: 36,40
2017 A : Artritis septik genu sinistra
P : BLPL
- Ciprofloxacin 2x500 mg po
- Meloxicam 1x15 mg po
- Omeprazole 2x20 mg po

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Artritis septik dikenal juga dengan nama artritis piogenik atau artritis
supurativa adalah infeksi pada sinovium yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi
pada sinovium mengakibatkan terbentuknya pus pada rongga sinovial (Najirman,
2015). Artritis septik ditandai dengan pembengkakan sendi yang akut, nyeri,
eritema, hangat dan disertai dengan imobilitas sendi (Horowitz, 2011).
Pada kasus ini, pasien mengalami pembengkakan sendi lutut kiri yang
terlokalisasi sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Oleh karena itu pasien
dicurigai dengan artritis septik. Hal ini sesuai dengan teori berdasarkan
anamnesis.
Berdasarkan teori, faktor risiko terjadinya artritis septik yaitu dengan
penyebaran secara langsung melalui infeksi kulit sekitar dan ulkus kutaneus;
dengan inokulasi langsung melalui riwayat penyuntikan intraartrikular, adanya
sendi prostetik dan operasi sendi terbaru; dengan penyebaran hematogen melalui
riwayat diabetes melitus, infeksi HIV, pengobatan imunosupresan,
penyalahgunaan obat intravena, osteoartritis, artritis reumatoid, aktivitas seksual;
dan faktor lain seperti umur di atas 80 tahun (Horowitz, 2011).
Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat osteoartritis sejak satu tahun
terakhir. Pasien juga rutin mengonsumsi obat anti nyeri yang didapat dari
puskesmas. Hal ini juga sesuai dengan teori dimana pasien memiliki dua faktor
risiko artritis septik yaitu melalui penyebaran hematogen.
Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik didapatkan sendi yang
membengkak, terjadi secara akut, eritema, hangat disertai imobilitas sendi.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk membedakan lokasi inflamasi antara
intraartrikular atau periartikular. Pada patologi intraartrikular didapatkan
keterbatasan hebat pada pergerakan pasif dan aktif. Sedangkan nyeri patologi
periartikular terjadi hanya dalam pergerakan aktif dan pembengkakan lebih
terlokalisasi (Horowitz, 2011).
Pada kasus ini, didapatkan status lokalis genu sinistra yaitu nyeri tekan
(+), edema (+) di suprapatella, eritema (+), teraba hangat (+), ROM sangat

15
terbatas. Hal ini sesuai dengan teori dimana didapatkan tanda monoartritis akut
dengan lokasi inflamasi intraartrikular.
Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan yaitu
darah rutin untuk melihat leukositosis dan analisis cairan sendi. Pada analisis
cairan sendi diperiksa jumlah leukosit dan diferensiasinya, analisis kristal,
pewarnaan Gram dan kultur. Jika ditemukan leukosit lebih dari 50.000 per mm3
dan sel PMN lebih dari 90 persen, ini berhubungan dengan artritis infeksiosa
(Horowitz, 2011).
Pada kasus ini, dari pemeriksaan darah rutin didapatkan jumlah leukosit
14.500/µL. Pada analisis cairan sendi yang dilakukan, secara makroskopis
didapatkan cairan kuning bercampur pus sekitar 75 cc, viskositas rendah-sedang,
transparansi kurang. Secara mikroskopis didapatkan jumlah leukosit < 25/LPB,
BTA negatif, pewarnaan Gram negatif. Sedangkan diferensiasi leukosit, analisis
kristal, dan kultur tidak dilakukan. Hal ini belum sesuai teori dimana diferensiasi
leukosit dan analisis kristal tidak dilakukan. Sedangkan kultur cairan sendi tidak
dilakukan karena keterbatasan fasilitas pemeriksaan.
Berdasarkan teori, kriteria diagnosis artritis septik didasarkan pada kriteria
Newman. Kriteria Newman membagi artritis septik menjadi tiga kategori, yaitu,
1) artritis septik dengan gejala klinis yang khas dan ditemukan bakteri dari isolasi
cairan sendi, 2) gejala klinis yang khas dan ditemukan bakteri dari isolasi tempat
lain misalnya dari darah, 3) gejala klinis khas tanpa didukung oleh adanya bakteri
dari cairan sendi ataupun di dalam darah, tetapi pungsi cairan sendi
memperlihatkan warna yang keruh (Najirman, 2015).
Pada kasus ini, penegakan diagnosis artritis septik didasarkan pada
kriteria Newman kategori 3 yaitu didapatkan gejala klinis khas (monoartritis
akut) tanpa adanya bakteri dari cairan sendi, tetapi pada pungsi cairan sendi
didapatkan cairan berwarna purulen. Hal ini sesuai dengan teori.
Secara epidemiologi, kasus artritis septik lebih umum terjadi pada pasien
dengan imunosupresi dan usia tua, 56 persen kasus terjadi pada laki-laki (Brusch
JL, 2017).
Pada kasus ini, artritis septik didapatkan pada pasien imunosupresi, usia
tua dan merupakan laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori.

16
Berdasarkan teori, penatalaksanaan artritis septik dilakukan secara non
farmakologis dan farmakologis. Secara non farmakologis, sendi yang terinfeksi
harus diistirahatkan pada posisi fisiologis dan setelah infeksi teratasi harus
dilakukan mobilisasi dini. Selain itu pungsi cairan sendi harus dilakukan untuk
mengeluarkan pus sebanyak mungkin (Najirman, 2015). Sedangkan secara
farmakologis, terapi antibiotik disesuaikan dengan hasil pewarnaan Gram. Pada
kasus pewarnaan Gram negatif (tidak ditemukan bakteri Gram negatif maupun
Gram positif), pilihan antibiotik untuk pasien tanpa risiko penyakit menular
seksual yaitu vancomycin 15-20 mg/kgBB iv q8-12h + ceftriaxone 1 g iv q24h
atau vancomycin 15-20 mg/kgBB iv q8-12h + cefepime 2 g iv q8-12h (khusus
orang tua, imunokompromis, terkait tenaga kesehatan) (Sharff KA, 2013).
Pada kasus ini, secara nonfarmakologis sendi yang terinfeksi
diistirahatkan sejak awal datang sampai pungsi cairan sendi dilakukan.
Kemudian mobilisasi dini sendi lutut kiri dilakukan sehari setelah pungsi cairan
dilakukan hingga pasien pulang. Hal ini sesuai dengan teori.
Pada kasus ini, penatalaksanaan secara farmakologis pasien diberikan
ceftriaxone iv 2x1 g dan ciprofloxacin iv 2x400 mg. Hal ini belum sesuai dengan
teori. Vancomycin dan cefepime tidak diberikan karena tidak tersedia di rumah
sakit setempat. Ceftriaxone diberikan sebagai antibiotik spektrum luas.
Sedangkan ciprofloxacin diberikan sebagai antibiotik tambahan yang lebih efektif
terhadap bakteri Gram negatif.
Berdasarkan teori, prognosis artritis septik secara umum dipengaruhi oleh
usia, ketepatan penegakan diagnosis, ada tidaknya penyakit penyerta pada sendi,
dan penggunaan agen imunosupresan. Prognosis jelek disebabkan oleh
keterlambatan pemberian antibiotik lebih dari tujuh hari. Kematian terutama
terjadi pada penderita artritis septik poliartrikular (Najirman, 2015).
Pada kasus ini, pasien berusia tua, terdapat osteoartritis dan
imunosupresif. Namun demikian, terapi antibiotik diberikan segera saat pasien
datang yaitu pada hari ketiga onset penyakit. Perbaikan klinis juga didapatkan
pada hari keempat perawatan. Sehingga pasien ini memiliki prognosis dubia ad
bonam. Hal ini sesuai dengan teori.

17
BAB V
RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus seorang penderita, Tn. M 59 tahun, dengan artritis


septik knee sinistra. Keluhan yang didapatkan nyeri sendi lutut kiri yang akut.
Faktor risiko yang didapatkan riwayat konsumsi obat antinyeri dan penyakit sendi
lutut sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan, edema, eritema,
dan teraba hangat pada sendi lutut kiri dengan mobilitas yang sangat terbatas. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis dan cairan sendi yang purulen.
Penatalaksanaan yang diberikan secara non farmakologis yaitu imobilisasi
sendi sampai infeksi teratasi, pungsi cairan sendi, dan mobilisasi sendi saat infeksi
telah teratasi. Penatalaksanaan secara farmakologis yaitu terapi cairan dengan
Asering berbanding Hidromal 20 tetes per menit, antibiotik ceftriaxone 2x1 gram
iv dan ciprofloxacin 2x400 mg iv, ketorolac 2x30 mg iv dan pantoprazole 1x40
mg iv.
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam. Hal ini dipengaruhi penegakan
diagnosis yang tepat, aspirasi cairan sendi serta pemberian antibiotik yang adekuat
dan segera.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brusch JL, Talavera F, Giatt A. 2017. Septic arthritis. Sep 19. Diunduh dari
URL: https://emedicine.medscape.com/article/236299-overview diakses 30
Oktober 2017.
Horowitz DL, Katzap E, Horowitz S, Barilla-LaBarca ML.2011. Approach to
septic arthritis. American Academy of Family Physician. Sep 15;6(84):653-
9.
Mue DD, Salihu MN, Awonusi FO, Yongu WT, Kortor JN, Elachi IC. 2013. The
epidemiology and outcome of acute septic arthritis: a hospital based study.
West African College of Surgeons. Jan-March;1(3):41-5.
Najirman. Artritis septik. 2015 In: Setyohadi N, Nasution SA, Arsana PM.
EIMED PAPDI: Kegawatdaruratan penyakit dalam buku 2. Jakarta:
InternaPublishing. hal.425-37.
Setiyohadi B, Tambunan AS. 2010. Infeksi tulang dan sendi. In: Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta: InternaPublishing. hal.2639-40.
Sharff KA, Richards EP, Townes JM. 2013. Clinical management of septic
arthritis. Curr Rheumatol Rep;15(332):1-9.

19

You might also like