You are on page 1of 34

CASE REPORT SESSION

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218005/Februari 2019


** Pembimbing DR. dr. Charles A. Simanjuntak, Sp.OT, M.Kes

Close Fraktur Tibia

Mutia Yudha Putri, S.Ked

Pembimbing: DR. dr. Charles A. Simanjuntak, Sp.OT, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Close Fraktur Tibia

Oleh:

Mutia Yudha Putri, S.Ked

G1A218005

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior

Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Jambi, Februari 2019

Pembimbing

DR. dr. Charles A. Simanjuntak, Sp.OT, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah kepaniteraan klinik di bagian ilmu bedah yang
berjudul “Close Fraktur Tibia”. Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis
banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada DR. dr. Charles A. Simanjuntak,
Sp.OT, M.Kes sebagai dokter pembimbing.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan makalah ini.

Jambi, Februari 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah suatu keadaan dimana tulang mengalami patah/


dikontinuitas jaringan. Fraktur biasanya diakibatkan oleh trauma. Berdasarkan
jenisnya, fraktur dibagi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Sebuah
fraktur dikatakan fraktur tertutup (sederhana) apabila jaringan kulit diatasnya
masih utuh, sehingga tidak ada kontak antara fragmen tulang yang patah dengan
lingkungan luar. Namun bila fragmen tulang yangmengalami fraktur terekspos ke
luar, maka disebut fraktur terbuka ( compound). Fraktur terbuka lebih yang
cenderung untuk mengalami kontamin asi dan infeksi daripada fraktur tertutup.
Jenis fraktur biasanya berhubungan dengan mekanisme trauma, misalnya trauma
angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal oblik pendek, sedangkan
trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. 1
Prinsip penanganan fraktur tidak terlepas dari primary survey untuk
meneemukan dan mengatasi kondisi life threatening yang ada pada pasien,
terutama pada layanan primer. penatalaksaan yang tepat pada pasien fraktur
menentukan outcome nya. Bila dalam penatalaksanaan dan perawatan tepat,
tulang yang patah dapat menyatu kembali dengan sempurna (union). Namun bila
penatalaksanaan tidak tepat, maka fraktur dapat menyatu tidak sempurna
(malunion), terlambat menyatu ( delayed union), ataupun tidak menyatu(non
union). Perawatan yang baik juga perlu untuk mencegah terjadinya komplikasi
pada pasien fraktur.1

BAB II

4
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A

Umur : 25 tahun

JenisKelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : RT.05 Kec. Kuala Tungkal

Agama : Islam

Tanggal MRS : 16 Januari 2019

Tanggal Pemeriksaan : 17 Januari 2019

.2 Anamnesa
Keluhan utama :
Nyeri kaki kanan post KLL 4,5 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang post KLL motor 4,5 jam SMRS. Os dibonceng oleh temannya
dengan menggunakan motor dan terjatuh saat menabrak truk. Os datang dalam
keadaan sadar, pingsan (+) selama 3 jam post KLL, mual(-), muntah (-), nyeri
kepala (-), kejang(-), keluar darah pada kedua hidung(-), keluar darah pada kedua
telinga (-). Pasien juga mengeluh kaki kanan sulit digerakkan. Pasien merupakan
rujukan dari RS Arifin dan telah dipasang spalk/bidai pada kaki kanan, NGT dan
kateter. NGT bersih, urin berwarna merah.

Riwayat penyakit dahulu

Os tidak pernah mengalami cidera serupa, tidak ada riwayat operasi, riwayat
hipertensi, DM, alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

5
Riwayat penyakit Jantung, Hipertensi, DM, Asma serta alergi obat disangkal

.3 PemeriksaanFisik
Primary Survey
(Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)
(Breathing) : Spontan, RR 26x/menit, pergerakan dada simetris
kanan=kiri
(Circulation) : Nadi 82x/menit, reguler, akral hangat, CRT <2
detik, tekanan darah 130/70 mmHg
(Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, reflek cahaya +/+.
(Exposure) : Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk
mencegah hipotermi
Secondary Survey
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda vital :
TD : 130/70 mmHg
HR/Nadi : 82 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 37,20C

SpO2 : 98%

Kepala dan leher

Kepala : Normochepal, jejas (-), krepitasi (-)

Mata : CA (+/+), SI (-/-), RC(+/+), pupil isokor

Hidung : Epistaksis (-/-), deviasi septum (-), krepitasi (-)

Telinga : Normotia, otorea (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-), jejas (-)

Ekstremitas

Extremitas Superior Dextra

L = deformitas (-), jejas (-), vulnus excoriatum (-)

F = akral hangat, CRT < 2 detik

M = gerakan aktif dan pasif tidak terbatas, ROM dbn

Extremitas Superior Sinistra

L = deformitas (-), jejas (-), vulnus excoriatum (-)

6
F = krepitasi (-), akral hangat, CRT < 2 detik

M = gerakan aktif dan pasif tidak terbatas, ROM dbn

Extremitas Inferior Dextra

L = deformitas (+), jejas (+), vulnus excoriatum regio plantar pedis dextra uk

2x1 cm

F = Nyeri tekan (+), akral hangat, CRT < 2 detik

M = gerakan aktif dan pasif terbatas

Extremitas Inferior Sinistra

L = deformitas (-), jejas (-), vulnus excoriatum (-)

F = krepitasi (-), nyeri tekan (-) akral hangat, CRT < 2 detik

M = gerakan aktif dan pasif tidak terbatas, ROM dbn

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi, hasil Pemeriksaan Foto rontgen tibia dextra

2.5 Diagnosis Kerja

Fraktur tertutup os tibia dextra 1/3 proximal garis patah melintang

2.6 Tatalaksana Fraktur tertutup

1. Non farmakalogis

7
Bed rest
2. Farmakologi
IVFD RL 20 tetes/menit
Ketorolac 2x1
Inj ceftriaxone 1x1 g
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quoad sanationam : dubia ad bonam

2.8 Follow up Keadaan Pasien


17 Januari 2019
 S : Os mengeluh kaki kanan nyeri dan sulit digerakkan
 O : TD : 120/70
Suhu : 36,8 oC
Nadi : 80x/i
RR : 22x/i
 A : Fraktur tertutup os tibia dextra 1/3 proximal garis patah melintang
 P :
IVFD RL 20 tetes/menit
Ketorolac 2x1
Inj ceftriaxone 1x1 g
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk

18 Januari 2019
 S : Os mengeluh kaki kanan sulit digerakkan
 O : TD : 130/80
Suhu : 36,6 oC
Nadi : 80x/i
RR : 22x/i
 A : Fraktur tertutup os tibia dextra 1/3 proximal garis patah melintang
 P :
IVFD RL 20 tetes/menit
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk

8
19 Januari 2019
 S : OS mengeluh kaki kanan sulit digerakkan
 O : TD : 130/80
Suhu : 36,8 oC
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i
 A : Fraktur tertutup os tibia dextra 1/3 proximal garis patah melintang
 P :
IVFD RL 20 tetes/menit
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Anatomi Tulang Tibia


Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan Condylus femoris dan
caputfibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai
ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
pada ujung atas terdapat condylilateralis dan medialis (kadang-kadang disebut
plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan
medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan
atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior

9
dan posterior di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.Pada aspek
lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang kecil,
dan bersendi dengan Caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis
terdapat insertio m. semimembranosus.2

Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan


mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta
facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan
membentuk tulang kering. pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas
tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae. 'argo
anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus medialis.
Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk
membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea
oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.2

Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah memanjang ke
bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari
malleolus medialis bersendi dengan talus.Pada facies lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan
ligamenta penting yang melekat pada tibia.2

10
Gambar Anatomi Tibia.2

.2 Definisi Fraktur
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat lokal maupun sebagian. Fraktur adalah patah tulang yang
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik,
keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap.4

Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur
tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan
trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi
apabila di samping kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan
tulang disertai pula fraktur persendian tersebut.4

11
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada
tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal.
Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget).3

.3 Proses terjadinya Fraktur


Pada beberapa keadaan, proses fraktur terjadi karena kegagalan tulang
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Trauma
muskuloskeletal yang bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi taruma langsung
dan trauma tidak langsung.
- Trauma langsung ( direct )
Taruma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kuminutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
- Trauma tidak langsung ( indirect )
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi taruma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh deengan tangan
ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Fraktur juga bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih dibandingkan
kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan yang terjadi pada tulang
dapat berupa hal-hal berikut :

- Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

- Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal


- Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi atau fraktur dislokasi
- Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak.
- Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z.
- Fraktur remuk
- Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

12
3.4 Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis,
klasifikasi klinis dan klasifikasi radiologis.4
a. Klasifikasi Penyebab
- Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi fraktur
- Fraktur patalogis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patalogis
di dalam tulang. Fraktur patalogis terjadi di daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah karena tumor atau proses patalogis lainnya. Tulang
sering kali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling
sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer
maupun metastasis.
- Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerys pada suatu tempat tertentu.

b. Klasifikasi jenis fraktur


- Fraktur terbuka
- Fraktur tertutup
- Fraktur kompresi
- Fraktur stres
- Fraktur avulsi
- Greenstick fracture (fraktur lentur atau salah satu tulang patah sedang
satu sisi lainnya membengkok)
- Fraktur transversal
- Fraktur komunitif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)
- Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke dalam tulang
lainnya)

13
c. Klasifikasi klinis
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang
didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang. Secara umum
keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur di mana kulit tidak tembus oleh fragmen
tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
- Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam
atau dari luar.
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <1 cm; kerusakan jaringan tidak Sederhana, dislokasi
berarti; relatif bersih fragmen minimal
II Laserasi >1 cm; tidak ada kerusakan Dislokasi frjujn nmmagmen
jaringan yang hebat atau avulsi; ada jelas
kontaminasi
III Luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya Kominutif, segmental,
jaringan disekitarnya; kontaminasi hebat fragmen tulang ada yang
hilang

14
- Fraktur dengan komplikasi
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi
lainnya mal-union, delayed union, non-union serta infeksi tulang.

d. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi fraktur berdasarkan penilaian radiologis yaitu penilaian
lokalisasi/letak fraktur, meliputi diafsial, metafsial, intraartikular, dan fraktur
dengan dislokasi. Estimasi penilaian pada konfigurasi atau sudut patah dari
suatu fraktur dapat dibedakan sebagai berikut :
- Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempat semulanya, maka
segmen-segmen itu akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.

- Fraktur kumunitif
Fraktur komunitif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.

- Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.

15
- Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur
semacam ini sulit ditangani. Biasanya, satu ujung yang tidak memiliki
pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan pengobatan
secara bedah.

- Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompresi terjadi ketika dua
tulang menumbuk tulang yang berada d antaranya, seperti satu vertebra
dengan dua vertebra lainnya ( sering di sebut dengan brust fracture). Fraktur
pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram. Pandangan
lateral dari tulang punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertikal dan
sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra.

16
- Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi pada esktremitas. Fraktu-fraktur ini khas
pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis
fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak dan cenderung cepat sembuh dengan immobilisasi luar.

e. Bergeser - tidak bergeser (displaced-undisplaced)3,4,5


- Fraktur undisplaced (tidak bergeser) : garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser. Periosteumnya masih utuh.
- Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
yang juga disebut dislokasi fragmen.

.5 Manifestasi Klinis Fraktur

17
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan warna.3
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk bidai
alami yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frekmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alami ( gerakan luar biasa ) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.3
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain.3
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya. ( uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat ).3
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera3

.6 Diagnosis Fraktur
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang
sebenarnya.5,6,7

Anamnesa
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur teradi di
daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa

18
benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah
raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, deformitas, krepitasi, diskrepansi (hilangnya kontuinitas
permukaan tulang) atau datang dengan gejala-gejala lain.3
Pemeriksaan Status Lokalis

a. Look
Inspeksi sebenarnya telah dmulai sejak awal pertama bertatap muka dengan
pasien. Saat pertama kali melihat pada inspeksi yang diperhatikan adalah raut
muka pasien (apakah terlihat kesakitan), cara berjalan sekurang-kurangnya 20
langkah, cara duduk, dan cara tidur (periksa adanya kelainan dalam cara
berjalan).
Inspeksi kemudian dilakukan secara sistematis dan ditujukan pada hal-hal
berikut :
- Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendon, ligamen,
jaringan lemak, fasia, dan kelenjar limfe
- Kulit, meliputi warna kulit (kemerahan, kebiruan, atau
hiperpigmentasi) dan tekstru kulit
- Tulang dan sendi
- Jaringan parut
- Benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal)
- Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)
b. Feel
- Suhu kulit apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan
arteri dapat diraba atau tidak
- Jaringan lunak palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui
adanya spasme otot, atrofi otot atau adanya pembengkakan
- Tulang diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari
tulang atau adanya gangguan di dalam hubungan yang normal antara
tulang yang satu dengan lainnya
- Penilaian deformitas yang menetap dilakukan apabila sendi tidak dapat
diletakkan pada posisi anatomis yang normal
- Nyeri tekan perlu diketahui lokalisasi yang tepat dari nyeri, apakah
nyeri setempat atau nyeri menjalar yang berasal dari tempat lain.
- Pengukuran panjang anggota gerak terutama untuk anggota gerak
bawah.
c. Move

19
Pada pergerakan sendi dikenal dengan dua istilah yaitu pergerakan aktif
dan pasif. Gerakan aktif merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh
pasien sendiri, sedangkan pergerakan pasif merupakan pergerakan sendi
dengan bantuan pengkaji.
- Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif. Apakah gerakan ini
menimbulkan rasa sakit. Apakah gerakan ini disertai dengan adanya
krepitasi.
- Stabilitas sendi. Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan
sendi dan keadaan ligamen yang mempertahankan sendi.
- Pengkajian stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan pada ligamen kemudian gerakan sendi diamati
- Pengkajian range of joint movement (ROM).
Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos
Pemeriksaan radiologis perlu dilakukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfirmasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
- Untuk menentukan teknik pengobatam
- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur intra artikuler atau ekstra artikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
- Untuk melihat adanya benda asing seperti peluru
Pemeriksan radiologis dilakukan dengan prinsip dua:
- Dua posisi proyeksi, yaitu sekurang-kurangnya AP dan Lateral
- Dua sendi pada anggota gerak harus difoto, diatas dan dibawah sendi yang
mengalami fraktur
- Dua anggota gerak, pada anak sebaiknya dilakukan pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisis

20
- Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang, misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu
dilakukan fotot pada panggul dan tulang belakang
- Dua kali dilakukan foto, pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid
foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 0-14 hari kemudian.
Pemeriksaan radiologis berupa:

- Foto polos
- Tomografi
- CT-Scan
- MRI
- Radiotop scanning

.7 Penyembuhan Fraktur
Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan fraktur.
Setiap faktor akan memberikan pengaruh penting terhadap proses penyembuhan.
Faktor yang bisa menurunkan proses penyembuhan fraktur pada pasien harus
dikenali sebagai parameter dasar untuk pemberian intevensi selanjutnya yang
lebih komprehensif. Penyembuhan fraktur berkisar antara tida minggu sampai
empat bulan, waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu
penyembuhan daripada dewasa.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain :
- Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena kativitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum, serta proses romodeling tulang. Pada bayi proses
penyembuhan sangat cepat dan aktif, namun kemampuan ini makin berkurang
apabila umur bertambah.
- Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokasi fraktur memegang peranan penting. Fraktur metafisis penyembuhan
lebih cepat daripada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik
karena kontak yang lebih banyak.
- Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser diman periosteum tidak bergeser, maka
penyembuhan dua kali cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser.

21
- Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Namun apabila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya buruk, maka akan menghambat atau bahkan tidak terjadi
tautan yang dikenal dengan non-union.
- Reduksi serta imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih
baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam
penyembuhan fraktur.
- Waktu imobilisasi
Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi
tautan (union) maka kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
- Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum maupun otot atau
jaringan fibrosa lainnya maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung
fraktur.
- Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses inflamasi lokal yang akan
menghambat proses penyembuhan dari fraktur.
- Cairan sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur
- Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
Gerakan gerak aktif dan pasif pada anggota gerak akan meninngkatkan
vaskularisasi daerah fraktur, tetapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur
tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
- Nutrisi
Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai kebutuhan protein untuk
proses perbaikan. Pertumbuhan tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang
dengan asupan nutrisi yang optimal.
- Vitamin D
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah
besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar
hormon paratiroid yang tinggi. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit akan
membantu klasifikasi tulang (membantu kerja hormone paratiroid), antara lain
dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

.8 Penyembuhan Tulang

22
Ketika mengalami cedera fragmen, tulang tidak hanya ditambal dengan
jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada
beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :4

- Fase 1 Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada
cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera
kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan
membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi,
pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan
hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
- Fase 2 Proliferasi Sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuklah
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, serta invasi fibroblas dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum tampah pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah
tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang
yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
- Fase 3 Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur. Bentuk kalus
dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung
berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu
tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan
atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

23
Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang
orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat
bulan.

- Fase 4 remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stres
fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih
cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung.
Ketika remodeling telah sempurna muatan permukaan patah tulang tidak lagi
negatif.

.9 Penatalaksanaan Fraktur Tertutup


Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi dilakukan tidak harus mencapai
keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai keadaan remodelling
(proses swapugar).8
Sebelum mengambil keputusan utnuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat R (4R):

24
1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktir, penentuan teknik yang sesuai
dengan pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Reduction
Reduksi adalah restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis
dikemudian hari. Fraktur seperti fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi
dari humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi <50 pada tulang panjang
anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10 0 pada humerus
dapat diterima. Reduksi dapat dilakukan berupa reduksi tertutup atau reduksi
terbuka. Reduksi tertutup merupakan penanganan dengan metode non operatif
disebut juga dengan reposisi. Prinsip reposisi adalah berlawanan dengan arah
fraktur. Umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur dengan
pergeseran fragmen minimal. Reduksi tertutup berupa manual traction, skin
traction, atau sceletal traction.
3. Retention
Setelah dilakukan reposisi dilakukan imobilisasi. Retensi (imobilisasi) dapat
berupa pemasangan bidai, fiksasi internal dan fiksasi eksternal. Salah satu
contoh eksternal fiksasi adalah pemasangan gips (Plaster of Paris). Selain
gips, Fiksasi luar (OREF) dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang,
dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian
pin baja disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar.
Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan
rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka). Sedangkan
pada fiksasi internal bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa
juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara
operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi
interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi
dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna
adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur intra

25
artikuler, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement
kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan
(fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan
reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan
perawatan yang sulit. Bentuk-bentuk internal fiksasi antara lain plate and
screw, intramedullary nail, oblique transfixion screws, circumferential wire.
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Konservatif

1. Istirahat
Istirahat salah satu jenis metode pengobatan, baik secara umum ataupun hanya
lokal dengan mengistirahatkan anggota gerak/tulang belakang dengan cara-cara
tertentu.
2. Pemberian Alat Bantu
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips, berupa bidai,
gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat jalan lainnya.
Pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang
mengalami gangguan, untuk mengurangi beban tubuh, membantu untuk
berjalan, untuk stabilisasi sendi atau untuk mencegah deformitas yang ada
bertambah berat.
Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengan
menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk pemakaian
jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian ortosis, protesa, tongkat atau
pemberian alat jalan lainnya untuk menyangga bagian-bagian dari anggota
tubuh/anggota gerak yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada
penderita.
3. Pemberian Obat-Obatan
Pemberian obat-obatan di dalam bidang ortopedi meliputi :
- Obat-obat anti bakteri
Diperlukan untuk mencegah atau mengobati infeksi yang ada misalnya pada
osteomielitis, piogenik akut atau tuberkulosis.
- Analgetik
Sebaiknya diberikan secara bertahap dari dosis yang kecil dan kadang-
kadang juga diperlukan obat-obat sedatif.
- Vitamin
Misalnya pemberian vitamin D pada penyakit riketsia

26
4. Pemasangan Gips
Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan
(terutama pada fraktur).
Bentuk-bentuk pemasangan gips :
- Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran
permukaan anggota gerak
- Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi antero-posterior anggota
gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar
- Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak
- Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk
menumpu atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah.
5. Pemasangan Traksi
Traksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yang mudah dilakukan.
Berdasarkan mekanisme traksi dikenal dua macam traksi yaitu :
- Traksi menetap dipergunakan untuk melakukan fiksasi sekaligus traksi
dengan mempergunakan traksi dari thomas splint
- Traksi berimbang merupakan suatu traksi secara bertahap untuk
memperoleh reduksi tertutup dan sekaligus imobilisasi pada daerah yang
dimaksud.
Ada dua jenis pemasangan traksi yaitu :
1) Traksi kulit
Menggunakan plaster lebat yang direkatkan pada kulit dan diperkuat dengan
perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg yang
merupakan batas toleransi kulit.
Jenis-jenis traksi kulit :
- Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana plaster melekat
secara sederhana, dengan memakai katrol
- Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri
anak-anak
- Traksi dari Gallow atau traksi dari Bryant, dipergunakan pada fraktur
femur anak-anak usia di bawah 2 tahun.
- Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia lebih dari
2 tahun.

27
2) Traksi pada tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Kirschner (K-wire) atau
batang dari steinmann pada lokasi-lokasi tertentu yaitu :
- Proksimal tibia
- Kondilus femur
- Olekranon
- Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya)
- Traksi pada tengkorak
- Trokanter mayor
- Bagian distal metakarpal

Jenis-jenis traksi tulang


- Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada
fraktur orang dewasa
- Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari pearson
- Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus

28
- Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gardner Well
Skull Calipers, Crutchfield cranial tong
Terapi operatif

Indikasi operasi dibagi menjadi indikasi absolute dan relative.


Indikasi absolute :
- Fraktur dengan cedera vascular
- Fraktur dengan sindrom kompartemen
- Pasien dengan cedera multiple untuk meningkatkan mobilisasi,
mengurangi nyeri dan mengurangi pelepasan mediator – mediator
sehingga menurunkan resiko sindrom distress pernafasan.
Indikasi relative:
- Adanya shortening yang signifikan pada foto x-ray
- Cominutif yang signifikan
- Fraktur tibia dengan fibula yang intak

.10 Komplikasi Fraktur


Komplikasi awal

a. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal
ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok
neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat
pada pasien.4
b. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat di tandai dengan tidak adanya nadi,
CRT (capillary Refill Time) menurunun, sianosis pada bagian distal,
hematoma yang lebar dan rasa dingin pada ekstermitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi pada daerah yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.4
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kopartemen adalah suatu kondisi di mana terjadi terjebaknya otot,
tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan

29
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur
hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi
pada bagian tengah tulang. Tanda khas pada sindrom kompartemen adalah
5P yaitu : pain (nyeri lokal), paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor (pucat
bagian distal), parastesia (tidak ada sensasi), pulselessness (tidak ada
denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT >3 detik
pada bagian distal kaki).4
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kuliy (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal
ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF)
atau plat.4
e. Avaskular nekrosis
AVN terjadi karema aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia.4
d. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrom-FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karema sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan
demam.4
Komplikasi lanjut

a. Delayed union.
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi susai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan
baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed
union adalah Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah.4
b. Non-union
Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8
bulan dan tidak terjadi konsilidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi

30
palsu). Pseudoartritis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi
bersama infeksi yang disebut sebagai infected pseudoartritis.4
c. Mal-union
Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan atau menyilang
misalnya pada fraktur radius-ulna.4

BAB IV
ANALISIS MASALAH

Pada kasus didapat, Tn. A umur 25 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan
sakit pada kaki sebelah kanan sejak 4,5 jam SMRS. Pada pemeriksaan Fisik
Gerakan ektremitas inferior dextra aktif dan pasif terbatas, deformitas (+), jejas
(+), vulnus excoriatum regio plantar pedis dextra uk 2x1 cm dan nyeri tekan (+).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau
tulang rawan yang disebabkan karena ruda paksa. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat kuminutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak
langsung ( indirect ) merupakan suatu kondisi taruma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur. Secara umum keadaan patah tulang secara klinis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut Fraktur tertutup adalah fraktur di mana kult
tidak tembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka
adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam atau dari luar. Estimasi
penilaian pada konfigurasi atau sudut patah dari suatu fraktur dapat dibedakan
fraktur transversal, fraktur kumunitif, fraktur oblik, fraktur segmental, fraktur
kompresi, fraktur spiral timbul akibat torsi pada esktremitas. Fraktur-fraktur ini
khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis
fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan

31
cenderung cepat sembuh dengan immobilisasi luar. berdasarkan posisi frakur 1/3
proksimal, 1/3 medial dan 1/3 distal.
Pada pasien ini didapatkan fraktur tertutup pada 1/3 proksimal tibia. Penderita
biasanya datang dengan gejala nyeri bertambah hebat disertai pembengkakan pada
daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai. Terdapat deformitas,
dan krepitasi. Penanganan fraktur pada pasien ini adalah imobilisasi menggunakan
spalk.

BAB V
KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan


epifisis dan atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma
tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
Prinsip penanganan fraktur tidak terlepas dari primary survey untuk
menemukan dan mengatasi kondisi life threatening yang ada pada pasien,
terutama pada layanan primer. penatalaksaan yang tepat pada pasien fraktur
menentukan outcome nya. Bila dalam penatalaksanaan dan perawatan tepat,
tulang yang patah dapat menyatu kembali dengan sempurna (union). Namun bila
penatalaksanaan tidak tepat, maka fraktur dapat menyatu tidak sempurna
(malunion), terlambat menyatu ( delayed union), ataupun tidak menyatu(non
union). Perawatan yang baik juga perlu untuk mencegah terjadinya komplikasi
pada pasien fraktur.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley AG, Solomon Luis. Apley’s System of Orthopaedics and Fracture.


7th Edition.Jakarta:Widya Medika
2. Bucholz RW, Heckman JD, Cour-Brown C, at al., eds. Rock Wood and
Green. Fractures in adults.6th ed. Philadelphia Lippincott Wiliiams &
Wilkins;2006.p.2081-93
3. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif
Watampone. Makassar: 2007
4. Noor, Zairin. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta. 2016
5. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. Diunduh dari
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-
Fracture-Care.htm. Update terakhir: 12 Agustus 2018
6. Rasjad,C. Trauma. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi 2.
Makasar : Bintang Lamumpatue.2003
7. Gosling T and Giannoudis P. Skeletal Trauma : Basic Science,
Management, and Reconstruction. Clinical Key. 2015
8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Sistem organ dan tindak bedahnya didalam Buku
ajar ilmu bedah Edisi 3. Jakarta: EGC. 2007.

34

You might also like