You are on page 1of 6

1.

Anatomi dan Fisiologi Vena Tungkai Bawah

Sistem pembuluh darah balik atau vena pada tungkai bawah memiliki tiga komponen:
vena superfisial, profundal, dan perforata. (Rutherford 150)

- Vena superfisial

Vena superfisialis terletak di atas fasia muskular. Pada tungkai bawah, terdapat
subkomponen sistem safena. Kompartemen vena safena dibatasi secara superfisial
oleh fasia safena hiperekoik dan bertumpu pada fasia muskular ("Egyptian eye"
terlihat pada pencitraan dupleks). Ini berisi vena saphenous magna, menyertai arteri
kecil, dan saraf safena di bawah lutut. Fasia safena telah disebut di masa lalu sebagai
fasia superfisialis, Colles atau Scarpa fascia, atau pseudofascia subkutan. Sejak
pembaruan konsensus, ketentuan ini tidak lagi direkomendasikan. Kompartemen
superfisial yang tersisa di bawah dermis berisi percabangan aksesori safena (anterior
dan posterior), yang naik sejajar dengan vena saphenous yang besar. Ini juga
mengandung vena komunikasi, sistem yang kompleks dan variabel yang terhubung
dengan vena lain pada kompartemen superfisial yang sama. Contohnya adalah vena
intersaphenous (sebelumnya dikenal sebagai vena Giacomini), yang
menghubungkan vena saphena besar dan kecil. Pleksus vena retikular dan pleksus
vena subpapiler juga termasuk di dalamnya. (Rutherford hlm 150)

- Vena dalam/profunda

Vena dalam terletak di kompartemen otot fasia, mengikuti jalur yang sama seperti
arteri, dan sebagian besar memiliki nama yang sama. Perubahan signifikan dalam
terminologi baru adalah bahwa vena femoral superfisial sekarang dinamakan vena
femoralis. Awalnya dinamai karena setara dengan vena dari arteri femoralis
superfisial, nama tersebut menimbulkan kebingungan bagi dokter ketika dilaporkan
bahwa itu mengalami trombosis akut. Beberapa orang akan secara keliru
menyimpulkan bahwa karena itu adalah vena femoralis "superfisial", trombus tidak
membentuk trombosis vena dalam (DVT), dan antikoagulasi tidak diindikasikan.
Dengan terminologi baru, melaporkan bahwa "vena femoralis" adalah trombosis
harus mengarahkan praktisi untuk mendorong inisiasi antikoagulan, dan mungkin,
terapi trombolitik. (Rutherford 150)

- Vena perforata

Terdapat banyak jaringan vena perforasi yang melintasi fasia otot antara vena dalam
dan superfisial. Vena-vena ini mengalir langsung dari sistem permukaan ke sistem
dalam untuk kembali ke jantung melalui pompa otot betis dan serangkaian katup
satu arah. Ekstremitas bawah memiliki serangkaian perforator besar yang terletak
pada interval 6 cm dari pangkal tumit ke bagian atas paha. Nama mereka telah
direvisi dalam dokumen konsensus. Vena perforator dapat berasal dari saphenous
besar atau aksesori (perforator tidak langsung) atau menghubungkan vena retikuler
langsung ke sistem dalam (perforator langsung). (Rutherford 150)
Gambar 1. Anatomi dari vena tungkai bawah. A, vena superfisial dan perforate,
tampak anterior. B, vena superfisial, tampak posterior. C, vena dalam, tampak
anterior. (Rutherford)

Gambar 2. Hubungan antara fasia dan vena ekstremitas bawah. Fasia menutupi
otot dan memisahkan kompartemen dalam dari kompartemen superfisial. Vena
superfisial (a) mendrainase dari pleksus vena subpapiler dan retikuler dan
terhubung ke vena dalam melalui vena perforasi (b). Saphenous fascia
mendrainase dari vena saphenous. Kompartemen saphenous adalah
subkompartemen dari kompartemen superfisial. (Rutherford)
Tabel 1. Perubahan nomenklatur dari vena superfisial dan dalam pada tungkai
bawah berdasarkan Konferensi 2001 (Rutherford)

Kapiler yang meninggalkan darah di telapak kaki masing-masing terkumpul ke dalam


jaringan vena plantar. Darah di lengkung vena plantar mengalir ke vena profunda kaki:
vena tibialis anterior, vena tibialis posterior, dan fibula (atau peroneal) vena (Gambar 3).
Lengkungan vena dorsal mengumpulkan darah dari kapiler pada permukaan dorsal kaki
dan vena digital jari kaki. Ada anastomosis yang luas antara lengkung plantar dan lengkung
punggung, dan darah di lengkungan ini dapat dengan mudah mengalir ke vena superfisial
atau profunda. (martini 594)
Gambar 3. Skema aliran vena pada tungkai bawah. (Martini 595)

Lengkungan vena dorsal didrainase oleh dua vena superfisial, vena safena magna (sa-FE-
nus; saphenes, menonjol) dan vena saphena kecil. Vena terpanjang dalam tubuh yaitu
vena safena magna berjalan secara proksimal di sepanjang aspek medial kaki dan paha,
mengalir ke vena femoralis dekat sendi panggul. Vena saphenous kecil muncul dari
lengkung vena dorsal dan bergerak secara proksimal di sepanjang aspek posterior dan
lateral betis. Kemudian memasuki fossa poplitea, di mana ia mengalir ke vena poplitea.
Vena poplitea dibentuk oleh gabungan vena tibialis anterior, tibialis posterior, dan fibula
(Gambar 3). Vena poplitea mudah teraba di fossa poplitea yang berdekatan dengan
adduktor magnus. Setelah meninggalkan fossa poplitea, vena poplitea menjadi vena
femoralis, yang berjalan secara proksimal di sebelah arteri femoralis. (martini 594)

Segera sebelum memasuki dinding perut, vena femoralis menerima darah dari tiga
pembuluh darah: (1) vena safena magna, (2) vena femoralis dalam, dan (3) vena
sirkumfleksa femoralis. Vena femoralis dalam mengumpulkan darah dari struktur paha
yang lebih dalam, dan vena sirkumfleksa femoralis menampung area di sekitar leher dan
kepala femur. Vena femoralis menembus dinding tubuh dan memasuki rongga panggul
sebagai vena iliaka eksternal. (martini 594)
2. Manifestasi Klinis

Pasien dengan varises umumnya tidak mengeluhkan lokasi nyeri yang parah. Sebaliknya,
ketidaknyamanan digambarkan sebagai terbakar atau berdenyut, dan dilokalisasi ke
area umum varises. Pembengkakan betis dan kaki sering dikaitkan dengan varises.
Pasien juga mengamati bahwa gejala meningkat selama hari itu, terutama jika mereka
rawat jalan dan aktif. Pasien dengan varises harus diperiksa dalam posisi berdiri.
*Rutherford

Lokasi dari semua varises harus dicatat. Varises di sepanjang aspek medial tungkai
umumnya berhubungan dengan vena saphenous magna atau cabang-cabangnya yang
berlubang; varises di atas daerah betis posterior termasuk dalam distribusi vena
saphenous kecil, yang dimulai pada aspek lateral kaki dan naik sepanjang garis tengah
posterior betis. Rutherford

Tabel 2. Klasifikasi CEAP tahun 2004 yang telah direvisi (puruhito, eklof 2004)

Class-0/C0 Tidak tampak adanya kelainan vena


Class-1/C1 Nampak varises kapilaris (telangiektasis)
Class-2/C2 Nampak adanya varises berkelok-kelok
Class-3/C3 Ada edema tungkai
Class-4/C4 Kelainan trofik kulit: pigmentasi, eksema, lipodermatosklerosis
Class-5/C5 Terdapat ulserasi/ulkus varikosum yang menyembuh
Class-6/C6 Kelainan kulit lanjut dan ulkus yang nyeri/aktif

Secara klinis, gejala dibagi dalam beberapa stadium (stadium klinis varises tungkai):
(puruhito)

Stadium 1

Dengan adanya hambatan aliran darah vena kembali ke proksimal, maka darah
mencoba menembus katup-katup dari system communicans yang oleh
penderita dirasakan sebagai rasa pegal, linu, atau lekas Lelah setelah melakukan
pekerjaan dengan tungkainya (berdiri lama, berjalan lama, dan lain sebagainya).

Stadium 2

Tekanan dan volume darah dalam system profundal mulai menaik, system
profundal mulai membengkak. Mata rantai patofisiologi dimulai: aliran vena di
superfisial mulai menegang, system katup communicans mulai insufisien: tidak
dapat lagi menampung aliran darah balik. Di system superfisial mulai nampak
pembesaran vena (vena ectasia, phleboektasia).

Stadium 3

Bila pada fase berikutnya, katup-katup vena di system superfisialis mulai tidak
dapat menahan lagi aliran darah balik ini, karena vena yang melebar ini
insufisien, maka akan terjadi pembalikan arus darah dalam vena superfisialis:
darah akan berputar kembali kea rah distal lagi dan vena dengan beban volume
ini akan memanjang, berkelok, melebar.
Stadium 4

Aliran darah yang berputar-putar pada satu segmen tungkai tersebut: profunda-
communicans-superfisial, kembali melalui vena communicans ke system
profundal, akan mempengaruhi peredaran metabolit pada daerah tersebut.
Jaringan akan iskemik, terjadi kelainan trofik dan edema yang konstan, terdapat
perlukaan, luka yang lama sembuh, disertai thrombosis pada pembuluh darah
mikro dan timbul “ulcus varicosum” atau juga disebut static ulcer, bila
menyangkut daerah tungkai yang luas disebut “post phlebitic syndrome”.

Dalam menghadapi penderita dengan varises tungkai, maka sebelum melakukan


pemeriksaan khusus, perlu tetap dilakukannya anamnesa yang menyangkut tentang
umur, paritas, jarak kehamilan, keluhan waktu menstruasi, pemakaian obat-obat
konstrasepsi peroral dan kapan datangnya keluhan yang mengganggu tersebut. Bila
keluhan timbul pada penderita tua (lebih dari 60 tahun), maka perlu dicatat dan dicari
kemungkinan adanya insufisiensi venosa yang menahun (Chronic Venous Insufficiency –
CVI)- Insufisiensi Vena Kronik. (Puruhito)

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: (puruhito)

1. Test Trendelenburg: untuk penentuan derajat insufisiensi katup pada vena


communicans
2. Test Perthes: untuk penentuan berfungsinya system vena profundal
3. Venous-phlethysmography (fletismografi vena): untuk penentuan aliran vena
secara kuantitatif
4. Flebografi: visualisasi anatomis
5. Duplex-scan USG

Sumber:

Puruhito. Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular. Airlangga
University Press. 2013. 397-413.

Eklof B, Rutherford RB, Bergan JJ et al. Revision of the CEAP classification for chronic
venous disorders: consensus statement. J Vasc Surg 2004;40:1248-52.

Martini FH, Tallitsch RB, Nath JL. Human Anatomy Ninth Edition. Pearson. 2018;22:594-5

You might also like