You are on page 1of 7

Lex Crimen Vol. II/No.

2/Apr-Jun/2013

PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN kesalahan yang didakwakan kepada


DALAM ACARA PIDANA1 terdakwa, maka terdakwa harus
Oleh: Susanti Ante2 dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya
manakala kesalahan terdakwa dapat
ABSTRAK dibuktikan dengan alat-alat bukti yang
Sistem pembuktian adalah pengaturan disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa
tentang macam-macam alat bukti yang harus dinyatakan bersalah dan selanjutnya
boleh dipergunakan. Pembuktian tentang dijatuhi hukuman.
benar tidaknya terdakwa melakukan Hukum acara pidana bertujuan untuk
perbuatan yang didakwakan, merupakan mencari dan mendapatkan atau setidak-
bagian yang terpenting acara pidana. Dalam tidaknya mendekati kebenaran materiil,
hal ini pun hak asasi manusia yaitu kebenaran yang selengkap-
dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika lengkapnya dari suatu perkara pidana
seseorang yang didakwa dinyatakan dengan menerapkan ketentuan hukum
terbukti melakukan perbuatan yang acara pidana secara jujur dan tepat untuk
didakwakan berdasarkan alat bukti yang mencari siapakah pelaku yang dapat
ada disertai keyakinan hakim, padahal tidak didakwakan melakukan suatu pelanggaran
benar. Untuk inilah maka hukum acara hukum dan selanjutnya meminta
pidana bertujuan untuk mencari kebenaran pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
materiil, berbeda dengan hukum acara guna menentukan apakah terbukti bahwa
perdata yang cukup puas dengan suatu tindak pidana telah dilakukan dan
kebenaran formal. Sistem pembuktian apakah yang didakwa itu dapat
dalam perkara pidana di Indonesia adalah dipersalahkan.
sistem pembuktian berdasarkan undang- Pasal 183 KUHAP menentukan, Hakim
undang secara negatif dimana pembuktian tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
harus didasarkan pada undang-undang seorang kecuali apabila dengan sekuang-
(Pasal 183 KUHAP) yakni dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia
kurangnya dua alat bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.3
terdakwalah yang bersalah melakukannya Pasal ini menjadi pedoman bagi hakim
Kata kunci: pembuktian, acara pidana dalam menentukan keyakinannya, apakah
terdakwa dapat dipidana atau tidak. Selain
A. PENDAHULUAN itu Pasal ini menentukan fungsi dari pada
Pembuktian merupakan masalah yang alat-alat bukti yang menjadi dasar
memegang peranan dalam proses keyakinan hakim memutuskan suatu
pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan perkara pidana. Keyakinan hakim pidana
pembuktian inilah ditentukan nasib atas suatu perkara terikat pada alat-alat
terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan bukti yang ada. Betapa pentingnya alat-alat
alat-alat bukti yang ditentukan undang- bukti itu dalam sistem hukum acara pidana,
undang tidak cukup membuktikan walaupun memang putusan pengadilan
tidak mungkin hanya didasarkan pada alat-
1
Artikel skripsi.
2 3
NIM: 090711101. Mahasiswa Fakultas Hukum Anonim, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika,
Universitas Sam Ratulangi, Manado. Jakarta, 2009, hal. 271.

98
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

alat bukti belaka, karena keyakinan hakim 1. Bagaimanakah sistem pembuktian


harus diletakkan sederajat dengan alat dalam perkara pidana di Indonesia?
bukti. Dalam melakukan pemeriksaan, 2. Bagaimanakah bentuk-bentuk putusan
hakim harus mengindahkan aturan-aturan pengadilan dalam acara pidana
tentang pembuktian yang merupakan berdasarkan KUHAP?
hukum pembuktian. Karena ketidakpastian
hukum dan kesewenang-wenangan akan C. METODE PENELITIAN
timbul apabila hakim, dalam melaksanakan Dalam penulisan skripsi ini penulis
tugasnya itu, diperbolehkan menyandarkan menggunakan beberapa metode penelitian
putusannya hanya pada keyakinannya, dan teknik pengolahan data dalam karya
biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. ilmiah ini. Seperti yang diketahui bahwa
Keyakinan hakim itu harus didasarkan pada dalam penelitian setidak-tidaknya dikenal
sesuatu yang oleh undang-undang beberapa alat pengumpul data seperti,
dinamakan alat bukti. studi dokumen atau bahan pustaka,
Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita, pengamatan atau observasi, wawancara
yang dimaksud dengan alat bukti adalah atau interview.5 Oleh karena ruang lingkup
segala sesuatu yang ada hubungannya penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu
dengan satu perbuatan, dimana dengan Hukum, khususnya Hukum Pidana maka
alat-alat bukti tersebut, dapat digunakan penelitian ini merupakan bagian dari
sebagai bahan pembuktian guna penelitian hukum yakni dengan cara
menimbulkan keyakinan hakim atas meneliti bahan pustaka yang dinamakan
kebenaran adanya suatu tindak pidana penelitian hukum normatif atau penelitian
yang telah dilakukan terdakwa.4 hukum kepustakaan.6
Putusan pengadilan merupakan aspek
penting dan diperlukan untuk D. PEMBAHASAN
menyelesaikan perkara pidana melalui 1. Sistem Pembuktian Dalam Perkara
pembuktian. Melalui putusan pengadilan di Pidana
satu pihak, terdakwa memperoleh Sistem pembuktian adalah pengaturan
kepastian hukum dan dilain pihak. Putusan tentang macam-macam alat bukti yang
pengadilan merupakan pencerminan nilai- boleh dipergunakan, penguraian alat bukti
nilai keadilan, kebenaran hakiki dan hak dan cara-cara bagaimana alat bukti itu
asasi manusia. Begitu penting dan dipergunakan dan dengan cara bagaimana
kompleksnya pembuktian dan putusan hakim harus membentuk keyakinannya.7
pengadilan dalam acara pidana, sehingga Sumber-sumber hukum pembuktian
menarik untuk dibahas. adalah:
Dari uraian tersebut di atas telah 1. Undang-undang;
mendorong penulis untuk menulis skripsi 2. doktrin atau ajaran;
ini dengan judul : Pembuktian dan Putusan
5
Pengadilan dalam Acara Pidana. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hal. 66.
6
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
B. PERUMUSAN MASALAH Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985,
hal. 46.
4 7
Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Hari Sasangka, Lili Rosita, Hukum Pembuktian
Pembuktian dalam Perkaran Pidana, Mandar Maju, dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung,
Bandung, 2003, hal. 11. 2003, hal. 11.

99
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

3. yurispruidensi. 8 dapat menjatuhkan hukuman kepada


Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa.
terdakwa melakukan perbuatan yang Jadi misalnya ada dua orang saksi
didakwakan, merupakan bagian yang yang telah disumpah secara istimewa dan
terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun mengatakan kesalahan terdakwa maka
hak asasi manusia dipertaruhkan. hakim mesti menjatuhkan hukuman pidana
Bagaimana akibatnya jika seseorang yang kepada terdakwa meskipun barangkali
didakwa dinyatakan terbukti melakukan hakim itu berkeyakinan bahwa terdakwa
perbuatan yang didakwakan berdasarkan adalah tidak berdosa.
alat bukti yang ada disertai keyakinan Demikian sebaliknya apabila syarat
hakim, padahal tidak benar. Untuk inilah berupa dua saksi itu tidak dipenuhi, maka
maka hukum acara pidana bertujuan untuk hakim mesti membebaskan terdakwa dari
mencari kebenaran materiil, berbeda tuntutan walaupun hakim berkeyakinan
dengan hukum acara perdata yang cukup bahwa terdakwalah yang berdosa.
puas dengan kebenaran formal.
Sejarah perkembangan hukum acara 2. Sistem atau teori pembuktian berdasar
pidana menunjukkan bahwa ada beberapa keyakinan hakim melulu
sistem atau teori untuk membuktikan Sistem atau teori ini terlalu besar
perbuatan yang didakwakan. Sistem atau memberi kebebasan kepada hakim
teori pembuktian ini bervariasi menurut sehingga sulit untuk diawasi. Sehingga
waktu dan tempat (negara). dengan adanya hal demikian terdakwa atau
Berikut ini penulis akan menguraikan penasehat hukumnya sulit untuk
keempat sistem atau teori pembuktian melakukan pembelaan.
tersebut di atas sebagai berikut: Menurut sistem ini, dianggap cukuplah
1. Sistem atau teori pembuktian bahwa hakim mendasarkan terbuktinya
berdasarkan undang-undang secara suatu keadaan atas keyakinan belaka
positif (Positief Wettelijke Bewijs dengan tidak terikat oleh suatu peraturan.
Theorie) Dalam sistem ini hakim dapat menurut
Dikatakan secara positif, karena hanya perasaan belaka dalam menentukan apa
didasarkan kepada undang-undang melulu. suatu keadaan harus dianggap telah
Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan terbukti.
sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut
oleh undang-undang, maka keyakinan 3. Sistem atau teori pembuktian berdasar
hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem keyakinan hakim atas alasan yang logis
ini disebut juga teori pembuktian formal (La Conviction Rais onnee)
(formale bewijstheorie). Menurut teori ini hakim dapat
Sistem ini menitikberatkan pada adanya memutuskan seseorang bersalah berdasar
bukti yang sah menurut undang-undang. keyakinannya, keyakinan mana didasarkan
Meskipun hakim tidak yakin akan kesalahan kepada dasar-dasar pembuktian disertai
terdakwa, namun apabila ada bukti yang dengan suatu kesimpulan yang
sah menurut undang-undang, maka ia berlandaskan kepada aturan-aturan
pembuktian tertentu.
Sistem atau teori pembuktian ini disebut
juga pembuktian bebas karena hakim bebas
8
Ibid, hal. 10.

100
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

untuk menyebut alasan-alasan Sebenarnya sebelum diberlakukan


keyakinannya. Sistem ini memberi KUHAP, ketentuan yang mana telah
kebebasan kepada hakim terlalu besar, ditetapkan dalam Undang-undang Pokok
sehingga sulit diawasi. Di samping itu, Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun
terdakwa atau penasehat hukumnya sulit 1970) Pasal 6 yang berbunyi: “Tiada
untuk melakukan pembelaan. Dalam hal ini seorang jua pun dapat dijatuhi pidana
hakim dapat memidana terdakwa kecuali apabila pengadilan karena alat
berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah pembuktian yang sah menurut undang-
melakukan apa yang didakwakan. undang mendapat keyakinan, bahwa
seseorang yang dianggap dapat
4. Teori pembuktian berdasarkan undang- bertanggungjawab telah bersalah atas
undang secara negatif (Negatief perbuatan yang dituduhkan kepadanya”.
Wettelijk) Sistem pembuktian berdasar undang-
HIR maupun KUHAP, begitu pula Ned.Sv undang secara negatif (negatief wettelijk)
yang lama dan yang baru semuanya sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua
menganut sistem atau teori pembuktian alasan. Pertama, memang sudah
berdasar undang-undang secara negatif selayaknya harus ada keyakinan hakim
(negatief wettelijk). Hal tersebut dapat tentang kesalahan terdakwa untuk dapat
disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP, dahulu menjatuhkan suatu hukuman pidana,
Pasal 294 HIR. janganlah hakim terpaksa memidana orang
Pasal 183 KUHAP berbunyi: “Hakim tidak sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan
boleh menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Kedua, ialah berfaedah jika ada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang- aturan yang mengikat hakim dalam
kurangnya dua alat bukti yang sah ia menyusun keyakinannya, agar ada patokan-
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak patokan tertentu yang harus diturut oleh
pidana benar-benar terjadi dan bahwa hakim dalam melakukan peradilan.
terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Jadi untuk menjatuhkan pidana kepada
Dari ketentuan Pasal 183 KUHAP seorang terdakwa telah dapat dibuktikan
tersebut di atas nyata bahwa pembuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
harus didasarkan kepada undang-undang yang sah sehingga minimum pembuktian
(KUHAP), yaitu alat-alat bukti yang sah, yang dianggap cukup membuktikan
disertai dengan keyakinan hakim yang kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat
diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. dijatuhkan pidana harus dengan sekurang-
Hak tersebut dapat dikatakan sama saja kurangnya dua alat bukti yang sah dan
dengan ketentuan yang tersebut pada Pasal hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu
294 ayat (1) Herziene Inlands Reglement tindak pidana benar-benar terjadi dan
(HIR) yang berbunyi: “Tidak seorangpun bahwa terdakwalah yang bersalah
boleh dikenakan pidana, selain jika hakim melakukannya.
mendapat keyakinan dengan alat bukti
yang sah, bahwa benar telah terjadi. 2. Putusan Pengadilan Dalam Acara Pidana
Perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa Putusan pengadilan merupakan output
orang yang didakwa itulah yang bersalah dari suatu proses peradilan di sidang
melakukan perbuatan itu”. pengadilan yang meliputi proses
pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan

101
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

terdakwa, dan pemeriksaan barang bukti. perbuatan pidana yang didakwakan


Ketika proses pembuktian dinyatakan sehingga terdakwa harus dibebaskan dari
selesai oleh hakim, tibalah saatnya hakim tuduhan hukum, sedangkan seorang hakim
mengambil keputusan. 9 lainnya tidak memberikan pendapatnya
Pengembalian setiap putusan harus alias abstain, dan jika terjadi demikian,
berdasarkan surat dakwaan, irequisitoir putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa
penuntut umum, kemudian pada segala pastilah putusan berupa pembebasan dari
fakta dan keadaan-keadaan yang terbukti tuduhan.
dalam sidang pengadilan. Selain itu, Ketentuan yang demikian itu diakui
pengambilan putusan harus diambil dengan mempunyai kebaikan terutama bagi
melalui musyawarah jika hakim terdiri atas terdakwa, tetapi akan dikhawatirkan dapat
hakim majelis. Berkenaan dengan adanya terjadi penyalahgunaan pasal tersebut,
musyawarah ini, maka A. Hamzah dimana terdakwa dapat mendekati salah
menyatakan satu hal yang harus diingat seorang hakim dengan janji-janji yang
dalam musyawarah pengambilan putusan menggiurkan agar dapat memberikan
tersebut hakim tidak boleh melampaui pendapat yang menguntungkan di dalam
batas yang telah ditetapkan dalam surat musyawarah pengambilan keputusan.
penyerahan perkara yang menjadi dasar Barangkali akan lebih baik jika tidak
pemeriksaan di sidang pengadilan. diperoleh suara terbanyak, maka putusan
Dalam ayat berikutnya, ayat (6) KUHAP tidak didasarkan pada pendapat hakim
ditentukan bahwa : “Semua hasil yang menguntungkan terdakwa, tetapi
musyawarah harus didasarkan pada diserahkan kepada ketua hakim majelis
pemufakatan yang bulat, kecuali setelah untuk menentukan putusan apa yang harus
diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak diambil. Cara demikian sejalan dengan
dapat tercapai, maka ditempuh dua cara, ajaran agama di mana jika terjadi
yaitu: perselisihan pendapat, dikembalikan
a. Putusan diambil dengan suara kepada Allah; jika tidak ditemukan
terbanyak, dan ketentuan Allah, kepada Rasul; dan jika
b. Jika tidak diperoleh suara terbanyak, tidak, dikembalikan kepada pemimpin.
diambil pendapat hakim yang Perihal putusan hakim atau Putusan
menguntungkan terdakwa”. Pengadilan merupakan aspek penting dan
Ketentuan Pasal 182 ayat (6) diperlukan untuk menyelesaikan perkara
tersebut adalah sangat menguntungkan pidana. Dengan demikian, dapatlah
terdakwa karena jika di dalam musyawarah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya
tidak ada kesepakatan pendapat dimana Putusan Hakim di satu pihak berguna bagi
seorang hakim berpendapat bahwa terdakwa memperoleh kepastian hukum
terdakwa terbukti melakukan perbuatan (rechtszekerheids) tentang ‘statusnya’ dan
yang didakwakan sehingga harus dijatuhi sekaligus dapat mempersiapkan langkah
pidana penjara sementara hakim lainnya berikutnya terhadap putusan tersebut
berpendapat berbeda, yakni bahwa dalam artian dapat berupa menerima
terdakwa justru tidak terbukti melakukan keputusan, melakukan upaya hukum verzet,
banding atau kasasi, melakukan grasi dan
9
H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana sebagainya. Sedangkan di lain pihak,
Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, apabila ditelaah melalui visi hakim yang
hal. 199.

102
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

mengadili perkara, putusan hakim adalah kepada terdakwa, tiba saatnya menjelaskan
‘mahkota’ dan ‘puncak’ pencerminan nilai- apa yang harus dimuat atau yang terdapat
nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi dalam suatu putusan pengadilan, seperti
manusia, penguasaan hukum atau fakta yang diatur dalam Pasal 197 KUHAP. Tanpa
secara mapan, mumpuni dan faktual serta memuat ketentuan-ketentuan yang disebut
visualisasi etika, mentalitas dan moralitas pada Pasal 197 KUHAP, dapat
dari hakim yang bersangkutan.10 mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Dengan mengacu pada batasan Sekalipun ketentuan Pasal 197 seolah-olah
sebagaimana formulasi di atas maka hanya merupakan syarat terhadap putusan
dapatlah lebih mendetail, mendalam dan pemidanaan, pembebasan dan pelepasan
terperinci disebutkan bahwa Putusan dari segala tuntutan hukum, pada
Hakim pada hakikatnya merupakan : hakikatnya ketentuan Pasal 197 KUHAP
1. Putusan yang diucapkan dalam berlaku terhadap jenis putusan lain,
persidangan perkara pidana yang terutama terhadap jenis putusan yang
terbuka untuk umum menyatakan dakwaan batal demi hukum,
2. Putusan dijatuhkan oleh hakim setelah kecuali terhadap putusan yang berupa
melalui proses dan prosedural hukum penetapan tidak berwenang mengadili.
acara pidana pada umumnya
Adapun bentuk-bentuk putusan F. PENUTUP
pengadilan dapat diketahui berdasarkan 1. Kesimpulan
Pasal 1 butir 11 KUHAP. Pasal ini 1) Sistem pembuktian dalam perkara
menyebutkan bahwa putusan pengadilan pidana di Indonesia adalah sistem
adalah pernyataan hakim yang diucapkan pembuktian berdasarkan undang-
dalam sidang pengadilan terbuka, yang undang secara negatif dimana
dapat berupa pemidanaan atau bebas atau pembuktian harus didasarkan pada
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal undang-undang (Pasal 183 KUHAP)
serta menurut cara yang diatur dalam yakni dengan sekurang-kurangnya dua
undang-undang hukum acara pidana. alat bukti yang sah hakim memperoleh
Demikian pula berdasarkan Pasal keyakinan bahwa suatu tindak pidana
191 KUHAP, maka putusan pengadilan benar-benar terjadi dan bahwa
dapat digolongkan ke dalam tiga macam, terdakwalah yang bersalah
yaitu : melakukannya.
1. Putusan bebas dari segala tuduhan 2) Bentuk-bentuk putusan pengadilan
hukum; dalam acara pidana berdasarkan
2. Putusan lepas dari segala tuntutan KUHAP adalah putusan bebas, putusan
hukum; lepas dari segala tuntutan hukum, dan
3. Putusan yang mengandung putusan pemidanaan. Putusan-putusan
11
pemidanaan. ini menurut ketentuan Pasal 195
Setelah mengetahui bentuk-bentuk KUHAP harus diucapkan di sidang
putusan pengadilan yang dapat dijatuhkan terbuka untuk umum agar putusan-
putusan tersebut dapat dipandang
10
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Acara sebagai putusan yang sah dan
Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. mempunyai kekuatan hukum.
119.
11
H. Rusli Muhammad, Op-Cit, hal. 201.

103
Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013

2. Saran Sasangka Hari, Rosita Lily, 2003, Hukum


1) Diharapkan hakim dalam pembuktian Pembuktian dalam Perkara Pidana,
suatu perkara pidana Mandar Maju, Bandung.
mempertimbangkan keabsahan alat- ____________, 2007, Penyidikan,
alat bukti dan menggunakan hati Penahanan, Penuntutan dan Pra
nurani dan mempunyai keyakinan Peradilan dalam Teori dan Praktek, CV.
untuk mengambil keputusan. Mandar Maju, Bandung.
2) Dalam mengambil keputusan Soekanto Soerjono, 1982, Pengantar
pengadilan diharapkan hakim tidak Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
lalai untuk mengucapkan keputusan- ________________ dan Mamudji Sri, 1985,
keputusan yang diambil di sidang Penelitian Hukum Normatif, Rajawali,
terbuka untuk umum agar putusan Jakarta.
yang diambil tidak dinyatakan batal Soerodibroto Soenarto R., 2007. KUHP dan
demi hukum sehingga menjadi tidak KUHAP Yurisprudensi Mahkamah
sah dan tidak mempunyai kekuatan Agung dan Hoge Raad, PT. Radja
hukum. Grafindo Persada, Jakarta.
Soesilo R., 1982, Hukum Acara Pidana
DAFTAR PUSTAKA (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana
Anonim, 2009, KUHAP dan KUHP, Sinar Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum),
Grafika, Jakarta. Politeia, Bogor.
Hamzah Andi, 1983, Pengantar Hukum Subekti R., 1975, Hukum Pembuktian,
Acara Pidana Indonesia, Ghalia Pradnya Paramita, Jakarta.
Indonesia, Jakarta. Waluyadi, 1999, Pengetahuan Dasar
_____________, 2010, Pengantar Hukum Hukum Acara Pidana, CV. Mandar maju,
Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Bandung.
Jakarta. Waluyo Bambang, 1991, Sistem
Manalu Rambe Paingot, dkk, 2010, Hukum Pembuktian dalam Peradilan di
Acara Pidana dari Segi Pembelaan, CV. Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Novindi Pustaka, Mandiri, Jakarta.
Marpaung Leden, 2008, Proses
Penanganan Perkara P{idana
(Penyelidikan dan Pendidikan), Sinar
Grafika, Jakarta.
Muhamad Rusli H., 2007, Hukum Acara
Pidana Kontemporer, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Mulyadi Lilik, 2007, Putusan Hakim Dalam
Acara Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Nasution Karim A, 1976, Masalah Hukum
Pembuktian Dalam Proses Pidana,
Tanpa Penerbit, Jakarta.
Prodjodikoro Wirjono, 1981, Hukum Acara
Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung.

104

You might also like