Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Yoes Prijatna Dachlan, dr, M.Sc,SpPar(K)
Oleh:
Rofiatu Sholihah
NIM. 091724353007
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan
HidayahNya makalah tugas perkuliahan Imunobiologi dapat terselesaikan
dengan baik. Makalah dengan topik sistem imun spesifik ini memiliki judul
Signaling Pathway dalam sistem imun spesifik. Penulis sadar sepenuhnya
dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan, baik dari penulisan
maupun dari isinya. Oleh karena itu, penulis membuka lebar atas masukan,
saran, dan kritik demi kemajuan isi yang terdapat dalam makalah ini.
Tak lupa, penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Prof. Dr. Yoes
Prijatna Dachlan, dr, M.Sc,SpPar(K), selaku dosen pengampu mata kuliah
Imunobiologi.
Demikian pengantar dari saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya khususnya bagi teman-teman seperjuangan mahasiswa S2
Imunologi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1. Latar Belakang ............................................................................................. 4
2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
3. Tujuan .......................................................................................................... 6
3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 6
3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
2. Sistem Imun Spesifik ................................................................................... 8
2.1 Sistem Imun Spesifik Humoral ............................................................. 9
2.2 Sistem Imun Spesifik Selular .............................................................. 11
3. Limfosit yang Berperan dalam Respon Imun Spesifik .............................. 12
3.1 Sel B.................................................................................................... 13
3.2 Reseptor sel B ..................................................................................... 14
3.2.1 IgM .............................................................................................. 15
3.2.2 Reseptor Fc .................................................................................. 16
3.3 Aktivasi sel B ...................................................................................... 16
3.4 Sel T .................................................................................................... 18
3.5 Reseptor sel T (T cell Receptor) ......................................................... 18
3.6 Respon Sel T ...................................................................................... 18
3.7 Pengenalan Peptida terkait MHC........................................................ 20
3.8 Aktivasi Sel T CD8+ .......................................................................... 20
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
4
kedua kali akan dikenal cepat dan kemudian dihancurkan. Namun pada
umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun non spesifik
dengan sistem imun spesifik dalam tubuh manusia (Baratawidjaya, 2013)
Pentingnya sistem imun dalam kesehatan secara dramatis
digambarkan melalui pengamatan yang sering menunjukkan bahwa
seseorang dengan kelainan respon imun akan rentan terhadap infeksi berat
dan sering kali mengancam nyawa. Sistem imun yang berfungsi baik mutlak
diperlukan untuk kelangsungan hidup seseorang (Baratawidjaya,2013). Hal
ini terbukti dengan peningkatan prevalensi penyakit imunologi, termasuk
autoimun dan alergi. Data World Allergy Organization (WAO)
menunjukkan, angka prevalensi alergi mencapai 10-40 persen dari total
populasi dunia (WAO,2013). Sedangkan untuk penyakit autoimun dalam
hal ini adalah Systemic Lupus Erythematosus (SLE) tren penyakit SLE
pada pasien rawat inap rumah sakit meningkat sejak tahun 2014-2016. Pada
tahun 2016 penderita SLE meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan
tahun 2014 (Depkes,2017).
Mayoritas penderita penyakit imunologi memerlukan pengobatan
jangka panjang dengan biaya mahal dan mengalami penurunan kualitas
hidup yang signifikan. Oleh karena itu pengetahuan tentang imunologi juga
diperlukan untuk penanggulangan berbagai penyakit, baik yang
menyangkut diagnosis maupun pengobatan dan pencegahan
(Baratawidjaya,2013). Atas dasar hal tersebut disusunlah makalah ini untuk
mengetahui tentang sistem imun, dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai sistem imun adaptif/spesifik.
2. Rumusan Masalah
5
g. Bagaimana aktivasi T Cell Receptor dalam sistem imun spesifik?
3. Tujuan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
karena sistem imun spesifik memiliki kemampuan memori terhadap antigen
(Baratawidjaya, 2013).
Proses eliminasi antigen sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa
bantuan sistem imun non spesifik, namun pada umumnya terjalin kerjasama
yang baik antara sistem imun non spesifik dan spesifik dalam proses
eliminasi antigen yang membahayakan tubuh.
8
2.1 Sistem Imun Spesifik Humoral
9
mengaktifkan fgosit untuk menghancurkan mikroba yang telah
ditelan dan membunuh sel yang terinfeksi.
Sistem imun spesifik humoral diperantarai oleh protein yang
disebut antibodi, yang diproduksi oleh sel-sel yang disebut limfosit
B. Antibodi masuk kedalam sirkulasi dan cairan mukosa, lalu
menetralisir dan mengeliminasi mikroa serta toksin mikroba yang
berada di luar sel-sel inang, dalam darah, cairan ekstraseluler yang
berasal dari plasma dan didalam lumen dari organ-organ mukosa,
seperti traktus gastrointestinalis dan traktus respiratorius. Salah satu
fungsi terpenting antibodi adalah menghentikan mikroba yang
berada pada permukaan mukosa dan dalam darah agar tidak
mendapatkan akses menuju sel-sel inang dan tidak membentuk
koloni di dalam sel serta jaringan ikat inang. Melalui cara ini
antibodi mencegah infeksi berkembang. Antibodi tidak dapat
mencapai mikroba yang hidup dan membelah di dalam sel yang
terinfeksi.
Aktivasi sel limfosit B menghasilkan proliferasi sel yang
antigen spesifik, selanjutnya terjadi ekspansi klonal, dan kemudian
berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang aktif mensekresi antibodi
dan menjadi sel efektor imunitas spesifik humoral.
10
Limfosit B naif mengenali antigen, dan dibawah pengaruh sel sel T-
helper sel B diaktivasi untuk proliferasi, meningkatkan ekspansi klonal,
dan untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang mensekresi
antibodi. Beberapa sel B yang teraktivasi mengalami perubahan isotipe
rantai berat dan maturasi afinitas, serta beberapa menjadi sel-sel
memori yang bertahan hidup lama
11
T sitotoksik dan sel B untuk tumbuh dan membelah, menarik neutrofil,
dan meningkatkan kemampuan makrofag untuk menelan dan
menghancurkan mikroba. Sel T supresor menghambat produksi sel T
sitotoksik ketika tidak dibutuhkan, karena dapat menyebabkan
kerusakan lebih dari yang diperlukan. Memori T sel diprogram untuk
mengenali dan merespon patogen setelah berhasil ditolak (Abbas
2016).
Sebanyak 20% dari semua leukosit dalam sirkulasi darah orang dewasa
adalah limfosit yang terdiri atas sel B dan sel T yang merupakan kunci
pengontrol sistem imun. Secara morfologik sangat sulit untuk membedakan
berbagai sel limfosit dan diferensiasi subkelas sel B dan sel T. Sel-sel
tersebut dapat mengenal benda asing dan membedakannya dari sel jaringan
sendiri. Biasanya sel limfosit hanya memberikan reaksi terhadap benda
asing, tetapi tidak terhadap sel sendiri. Pada tabel 1 disajikan tentang sel
limfosit yang berperan dalam respon imun spesifik.
Tabel 1. Limfosit yang Berperan dalam Respon Imun Spesifik
Jenis Sel Fungsi Sel Produk Fungsi Produk
Produksi
Neutralisasi
B antibodi Antibodi
Opsonisasi
12
Presentasi
Lisis sel
antigen
↑ Produksi
Sitokin IL-3,
antibodi oleh sel
IL-4 Membantu sel B
Th2 B
dan Tc
IL-5, IL-10, IL-
↑ Tc aktif
13
Inflamasi : IL-2,
Mediator
Th1 mengawali dan IFNgamma,
inflamasi
meningkatkan TNF
Supresi Th dan
↓Produksi Faktor supresor
Tr akibatnya juga
antibodi sel B (TGFbeta)
supresi B dan Tc
Meningkatkan
IFN gamma ekspresi MHC
Lisis sel target Aktivasi sel NK
Tc
antigenik Merusak
Perforin membran sel
sasaran
Pemusnahan sel IL-4,
NKT
sasaran IFNgamma
Dalam tubuh ada sekitar 1012 limfosit yang disirkulasikan terus menerus
dalam darah dan limfe, dapat bermigrasi ke rongga jaringan dan organ
limfoid serta merupakan perantara berbagai bagian sistem imun. Sel limfosit
meruoakan sel yang berperan utama dalam sistem imun spesifikm sel T pada
imunitas seluler dan sel B pada imunitas humoral, sel CD4+ berinteraksi
dengan sel B dan merangsang proliferasi diferensiasi sel B. Pada imunitas
selular sel T CD4+ mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba
atau CD8+ untuk membunuh mikroba intraseluler yang menginfeksi sel.
Kedua sistem imun, nonspesifik dan spesifik bekerja sangat erat satu dengan
yang lainnya.
3.1 Sel B
Sel B merupakan 5-25% dari limfosit dalam darah yang berjumlah
sekitar 1000-2000 sel/mm3. Limfosit asal sumsum tulang merupakan
limfosit terbanyak sekitar 50%, sisanya sekitar 1/3 nya berasal dari
kelenjar getah bening, limfe, dan kurang dari 1% berasal di timus
(Baratawidjaya,2013). Pada manusia sel B diproduksi pertama pada fase
embrionik dan terus berlangsung selama hidup. Sebelum lahir, hati dan
13
sumsum tulang merupakan tempat pematangan utama sel B dan setelah
lahir pematangan sel B terjadi di sumsum tulang. Pematangan sel B
terjadi dalam beberapa tahap. Fase-fase pematangan sel B berhubungan
dengan Ig yang diproduksi. Pematangan limfosit terjadi melalui proses
yang disebut seleksi (positif dan negatif).
Seleksi pematangan primer terjadi dalam organ limfoid primer yaitu
sumsum tulang untuk sel B dan timus untuk sel T. Sel B dan sel T berasal
dari prekusor yang sama diproduksi dalam sumsum tulang, termasuk
pembentukan reseptor.
Pematangan sel B terjadi dalam sumsum tulang, sedangkan
progenitor sel T bermigrasi ke dan menjadi matang di timus. Masing-
masing sel berproliferasi terutama atas pengaruh sitokin IL-12 yang
meningkatkan jumlah sel matur. Pematangan sel B dalam sumsum tulang
tidak memerlukan antigen, tetapi aktivasi dan diferensiasi sel B matang
di kelenjar getah bening perifer memerlukan antigen.
14
Gambar 3. Struktur BCR
3.2.1 IgM
Sel B termuda sudah ditemukan dalam hati janin dan sumsum
tulang dan belum mengekspresikan imunoglobulin atau petanda
permukaan. Kebanyakan sel B yang matang dan belum diaktifkan
meninggalkan sumsum tulang. Mula-mula dibentuk IgM dalam
sitoplasma sel yang dapat digunakan sebagai ciri sel pre-B. Dalam
tahap selanjutnya IgM bergerak kearah membran sel dan kemudian
dijadikan reseptor monomerik permukaan sIgM. Kemudian sel
dapat mengenal antigen untuk pertama kali. Kontak antara antigen
dan sel B muda ini tidak menimbulkan ekspansi dan diferensiasi
lebih lanjut, dalam tahap selanjutnya dibentuk IgD yang kemudian
juga bergerak ke arah membran sel. Sel yang telah memiliki IgM
dan IgD sebagai reseptor dianggap matang.
Perkembangan sel B dalam sumsum tulang merupakan
perkembangan independen, akan tetapi perkembangan selanjutnya
memerlukan rangsangan antigen. Sel B yang diaktifkan akan
berkembang menjadi limfoblast, beberapa diantaranya menjadi
15
matang/ sel plasma mampu memproduksi antibodi bebas dan
lainnya berkembang menjadi sel memori.
3.2.2 Reseptor Fc
Semua sel B memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG. reseptor
ini berperan dalam gerakan antibodi melewati membran sel dan
transfer IgG dari ibu ke janin melalui plasenta. Reseptor tersebut
dapat diikat pasif oleh berbagai sel seperti sel B dan sel T, neutrofil,
sel mast, eosinofil, makrofag, dan sel NK.
16
Gambar 4. Signaling Pathway B Cell Receptor
Hasil respon ditentukan oleh keadaan pematangan sel, sifat antigen,
besarnya dan durasi sinyal BCR, dan sinyal dari reseptor lain seperti CD40,
reseptor IL-21, dan BAFF-R.
Banyak protein transmembran lainnya, beberapa di antaranya
merupakan reseptor, memodulasi elemen spesifik dari pensinyalan BCR.
Beberapa di antaranya, termasuk CD45, CD19, CD22, PIR-B, dan
FcγRIIB1 (CD32), pada gambar diatas ditunjukkan dengan warna kuning.
Besar dan durasi sinyal BCR dibatasi oleh loop umpan balik negatif
termasuk yang melibatkan jalur Lyn / CD22 / SHP-1, jalur Cbp / Csk, SHIP,
Cbl, Dok-1, Dok-3, FcγRIIB1, PIR-B, dan internalisasi BCR. In vivo, sel B
sering diaktifkan oleh sel antigen-presenting yang menangkap antigen dan
menampilkannya di permukaan sel mereka. Aktivasi sel B oleh antigen
terkait membran tersebut memerlukan reorganisasi sitoskeletal BCR.
17
3.4 Sel T
3.5 Reseptor sel T (T cell Receptor)
TCR yang mengenali antigen peptide yang disajikan oleh molekul MHC,
adalah protein heterodimerik yang terikat membrane, terdiri dari rantai α dan
rantai β, masing masing rantai mengandung satu regio variabel (V) dan satu
region konstan (C). Regio V dan C ini homolog dengan regio V dan C pada
immunoglobulin. Pada regio V setiap rantai TCR terdapat tiga tiga region
hipervariabel atau complementarity-determining reions dalam domain V
(Abbas 2016).
18
fungsinya ketika mereka diaktifkan oleh antigen yang sama di jaringan
perifer atau organ limfoid. Respon limfosit T naif terhadp antigen
mikroba terkait sel terdiri dari serangkaian tahapan yang berurutan yang
mengakibatkan peningkatan jumlah sel T spesifik antigen serta
perubahan sel T naif menjadi sel efektor dan memori (Abbas 2016).
Salah satu respon paling awal adalah sekresi sitokin dan peningkatan
ekspresi reseptor untuk berbagai sitokin. Beberapa sitokin mernsang
poliferasi sel T yang diaktifkan antigen, menghasilkan peningkatan cepat
jumlah limfosit spesifik antigen, suatu proses yang disebut dengan
ekspansi klonal. Limfosit yang teraktivasi menjalani proses diferensiasi
menghasilkan perubahan sel T naif menjadi populasi sel T efektor yang
berfungsi untuk menghilangkan mikroba. Banyak sel T efektor
meninggalakan organ limfoid, masuk ke sirkulasi dan bermigrasi ke
tempat infeksi., dimana mereka dapat menghilangkan infeksi tersebut.
Bebrapa sel T efektor mungkin tetap di kelnjar limfe, dan berfungsi untuk
membasmi sel yang terinfeksi di tempat tersebut atau memberikan sinyal
ke sel B untuk memberikan respons antibodi terhadap mikroba. Beberapa
turunan sel T yang telah berpoliferasi dalam menangapi antigen
berkembang menjadi sel T memori. Sel T naif dan sel T efektor memiliki
pola yang berbeda dalam bersirkulasi dan bermigrasi dalam jaringan
yang sangat penting dalam peran mereka yang berbeda pada respon imun
(Abbas 2016).
19
Gambar 6. Langkah-langkah dalam aktivasi Limfosit T
20
Gambar 7. Signaling Pathway T Cell Receptor
21
efektor mereka. Sel T naif yang belum bertemu antigen menunjukkan sintesis
protein yang rendah. Dalam bebrapa menit setelah pengenalan antigen,
transkripsi gendan sintesis protein yang baru terlihat pada sel T yang
teraktivasi. Protein-protein yang baru tersebut memperantarai banyak respon
sel T berikutnya. Pengenalan antigen mengaktifkan beberapa mekanisme
biokimiawi yang menggarahkan respon sel T,termasuk aktivasi enzim-enzim
seperti kinase, rekruitmen protein adaptor, dan produksi faktor transkripsi aktif.
Jalur kimia tersebut tercetus ketika kompleks TCR dan koreseptor yang sesuai
bersama-sama terikat pada kompleks MHC-peptida dipermukaan APC.
Disamping itu, terdapat gerakan protein yang teratur baik di membrane APC
maupun sel T region kontak sel-sel, sedemikian rupa hingga kompleks TCR,
koreseptor CD4/CD8, dan CD28 menyatu dipusat dn integrin bergerak
membentuk sebuah cincin periferal. Koreseptor CD4 dan CD8 memfasilitasi
sinyal melalui satu kinase tirosin protein yang disebut Lck yang terikat secara
nonkovalen pada ujung sitoplasmik koreseptor tersebut (Roitt’s 2017).
Jalur kinase Ras/ Rac-MAP termasuk proetein Rac dan Ras pengikat
guanosin trifosfat (GTP). Jalur ini diawali oleh fosforilasi yang tergantung pada
ZAP-70 dan akumulasi protein adaptor di membrane plasma, mengarahkan
22
rekruitmen Rasa tau Rac, dan aktivasi mereka oleh pertukaran ganosin difosfat
(GDP) yang terikat dengan GTP. Ras●GTP dan Rac●GTP, bentuk aktif dari
protein-protein tersebut, mencetuskan kaskade enzim yang berbeda, dan
menimbulkan aktivasi kinase MAP yang berbeda. Kinase MAP terminal dalam
jalur-jalur tersebut, disebut berturut-turut extracellular signal regulated kinase
(ERK) dan kinase c-jun amino terminal (N-terminal) (JNK), merangsang
ekspresi satu protein yang disebut c-fos dan fosforilasi protein lain yang disebut
c-jun. c- jun dan c-fos yang terfosforilasi bergabung membentuk faktor-faktor
transkripsi activating protein 1 (AP-1), yang meningkatkan transkripsi
beberapa sel T (Abbas 2016).
Jalur utama lain yang terlibat dalam persinyalan TCR terdiri dari
aktivasi isoform Ө dari kinase treonin- serin yang disebut protein kinase C
(PKC Ө), yang mencetus aktivasi faktor transkripsi nuclear faktor-kB (NF-kB).
NF-kB diaktifkan oleh kompleks TCR yang di hidrolisis. NF-kB berada dalam
di dalam sitoplasma sel T yang istirahat dalam bentuk tidak aktif. Berbagai
faktor transkripsi diinduksi atau diaktifkan dalam sel T, termasuk NFAT, AP-
1 dan NF-kB, merangsang transkripsi dan produksi sitokin, reseptor sitokin,
peransang siklus sel, dan molekul efektor seperti CD40L. keseluruhan sinyal
tersebut dipicu oleh pengenalan antigen, karena pengikatan TCR dan
koreseptor dengan kompleks MHC-peptida diperlukan untuk mengawali
persinyalan di sel T (Abbas 2016).
23
BAB III
PENUTUP
24
DAFTAR PUSTAKA
25