You are on page 1of 13

KELOMPOK 1

Nama Anggota :
1. Laila Nur Aini (14)
2. Lutfi Handayani (15)
3. M.Fatikunnaja (16)
4. Miftkhur Rizki A. (19)
5. Purna Widya Putri B (30)
6. Talitha Lasaufa S. (39)

Kerajaaan Islam di Sumatra

1. Kerjaan Samudra Pasai


a. Letak Geografis

Samudra Pasai terletak di pantai timur Pulau Sumatra bagian utara berdekatan dengan
jalur pelayaran perdagangan internasional (Selat Malaka), 15 km di sebelah timur
Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Pusat pemerintahan terletak di kota Pasai,
dengan posisi yang strategis Samudra Pasai dapat berkembang pesat baik dalam kehidupan
politik, ekonomi, sosial dan budaya.

b. Kehidupan Politik
Kerajaan Samudra Pasai didirikan pada abad ke-13 oleh Laksamana Laut Mesir yang
bernama Nazimudin Al-Kamil . Orang yang diangkat sebagai penguasa pertama kerjaan ini
adalah Meurah Silu dengar gelar Sultan Malik As-Saleh (1285 – 1297). Dalam kitab
Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh
sebelumnya hanya seorang kepala Gampong Samudera bernama Meurah Silu. Setelah
menganut agama Islam kemudian berganti nama dengan Malik as-Shaleh. Meurah Silu
menikah dengan Ganggang Sari , putri Raja Perlak. Setelah meninggal ia di makamkan di
kampung Samudra Mukim Blang Me.

Lalu digantikan oleh putranya yang bergelar Muhammad Malik Al–Zahir (1297-1326).
Sultan Muhammad Malik At-Tahir memiliki dua putra yaitu Malik Al-Mahmud dan Malik
Al-Mansyur. Pada pemerintahan Malik Muhammad At-Tahir, ada utusan Delhi yang pernah
datang ke Samudra Pasai mengatakan bahwa Sultan Mahmud dan masyarakatnya sangat taat
beragama. Dan beberapa pejabatnya juga ada yang berasal dari Mesir dan Persia dengan gelar
Emir. Ia juga giat dalam menyebarkan agama islam ke berbagai daerah di mulai dari Malaka
sampai ke Pulau Jawa. Setelah Sultan Mahmud meninggal, ia digantikan oleh putranya yang
bernama Zaenal Abidin. Berikut ini merupakan urutan para raja-raja yang memerintah di
Kesultanan Samudera Pasai:

1. Sultan Malik as-Shaleh (1285-1297 M);

2. Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326M);

3. Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346-1383M);

4. Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405M);

5. Sultanah Nahrisyah (1405-1412M);

6. Abu Zain Malik Tahir (1412M);

7. Mahmud Malik Tahir (1513-1524M).


c. Kehidupan Ekonomi

Dulu sebelum mejadi kerjaan islam, Samudra Pasai adalah kota pelabuhan yang berada di
bawah kekuasaan Majapahit. Kota ini ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai negeri,
ekonomi berkembang pesat dengan sendirinya. Seiring dengan melemahnya pengawasan
Majapahit, Samudra Pasai mencoba melepaskan diri dan membentuk kerajaan sendiri.
Berdirinya kerajaan Samudra Pasai juga dimaksudkan untuk menghadapi persaingan dengan
Siam dan Malaka yang saat itu dikenal sebagai pusat-pusat perdangan di Asia Tenggara.
Menurut Ibnu Battutah Samudra Pasai merupakan kota pelabuhan yang penting.

d. Kehidupan Sosial dan Kebudayaan

Sebagian besar masyarakatnya bergama islam dan sistem pemerintahannya pun berdasarkan
agam islam. Samudra Pasai juga menjalin hubungan baik dengan beberapa negara seperti
Cina, Majapahit, Malaka, dan India. Budaya islam sangat memengaruhi kehidupan
masyarakatnya, hal ini dapat dilihat dari peningalan-peninggalan yang ditemukan. Jirat-jirat
untuk makan tidak hanya dibuat dalam negeri tapi juga didatangkan dari India.

2. Kesultanan Palembang

A. Berdirinya Kesultanan Palembang

Tokoh pendiri Kerajaan Palembang adalah Ki Gede Ing Suro. Keraton pertamanya di
Kuto Gawang, pada saat ini situsnya tepat berada di komplek PT. Pusri. Dimana makam Ki
Gede Ing Suro berada di belakang Pusri. Dari bentuk keraton Jawa di tepi Sungai Musi, para
penguasanya beradaptasi dengan lingkungan melayu di sekitarnya.

Dengan diproklamirkannya Kesultanan Palembang Palembang Darussalam ini maka


Agma Islam resmi sebagai Agama Kerajaan (negara) sampai masa berakhirnya. Dengan
Proklamasi Kesultanan Palembang ini, keterkaitan dengan Mataram, baik kultural maupun
politik terputus, dan Palembang mengembangkan pemerintahan dan kehidupan masyarakat
dengan tradisi dan kepribadian sendiri. Kultural jawa yang selama ini tertanam sebagai dasar
legitimasi keraton Palembang yang menumbuhkan keterkaitan sembah atau upeti dengan
Pajang dan Mataram sudah tidak terjadi lagi. Kultural masyarakat Palembang lebih banyak
didasari kultural Melayu.

Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang memperjelas jati diri
Palembang, memutus hubungan ideologi dan kultural dengan pusat kerajaan di Jawa
(Mataram). Dia menyatakan dirinya sebagai sultan, setara dengan Sultan Agung di Mataram.
Ki Mas Hindi bergelar Sultan Abdurrahman, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde
Walang (1659-1706). Keraton Kuto Gawang dibakar habis oleh VOC pada tahun 1659, akibat
perlawanan Palembang atas kekurangan ajaran hasil wakil wakil VOC di Palembang, Sultan
Abdurrahman memindahkan keratonnya ke Beringin Janggut (sekarang sebagai pusat
perdagangan). Sultan Mahmud Badaruddin I yang bergelar Jayo Wikramo (1741-1757)
adalah merupakan tokoh pembangunan Kesultanan Palembang, dimana pembangunan
modern dilakukannya. Antara lain Mesjid Agung Palembang, Makam Lemabang (Kawah
tengkurep), Keraton Kuto Batu (sekarang berdiri Musium Badaruddin dan Kantor Dinas
Pariwisata Kota Palembang).

B. Pemerintahan, Ekonomi dan Politik

1. Pemerintahan
Wilayah kesultanan Palembang Darussalam kira-kira meliputi wilayah keresidenan
Palembang dulu pada waktu pemerintahan Belanda ditambah dengan Rejang-Amput Petulai
(lebong) dan Belalu, disebelah selatan dari danau Ranau. Pusat pemerintahan kesultanan
berada di kota Palembang dimana pemerintahan dikendalikan oleh putra mahkota, yang juga
penasehat sultan langsung, wakil dan pengganti.
2. Ekonomi
Perekonomian kesultanan Palembang, sesuai dengan letaknya, sangat dipengaruhi oleh
perdagangan luar dan dalam negeri. Perdagangan diadakan dengan pulau Jawa, Riau, Malaka,
negri Siam dan negri Cina. Disamping itu, datang pula dari pulau-pulau lainnya perahu-
perahu yang membawa dan mengambil barang dagangan. Komoditi yang terpenting adalah
hasil pertambangan timah.
3. Politik
Politik yang dijalankan di kesultanan selama berdirinya +/- 50 tahun, membuktikan telah
berhasilnya menciptakan pemerintahan vang stabil, dimana ketentraman dan keamanan
penduduk dan perdagangan terpelihara dengan baik. Demikian juga hubungan dengan
negara-negara tetangga umumnya terjalin dengan baik, hanya ada satu kali perang saja
sewaktu pra-kesultanan pada tahun 1596 dengan Banten vang berlatar belakang pertikaian
ekonomi untuk memperebutkan pangkalan perdagangan di selat Malaka
Prestasi politik pada masa pemerintahan Sultan Susuhunan Abdurrahman vang paling
menentukan bagi perkembangan kesultanan Palembang Darussalam, adalah
kebijaksanaannya untuk meiepaskan diri dari ikatan perlindungan (protektorat) Mataram kira-
kira pada tahun 1675 tanpa menimbulkan penindasan dan peperangan. Hubungannya dengan
Mataram tetap terpelihara dengan baik. Yang mendapat tantangan berat adalah politik dalam
menghadapi imperialisme dan kolonialisme Eropa (Belanda dan Inggris) dengan kelebihan
teknologi alat perangnya dan kelicikan politiknya, sehingga banvak mendatangkan kerugian
kepada pihak kesultanan, dan akhirnya mengakibatkan hilangnya eksistensi kesultanan itu
sendiri. Politik imperialis dan kolonialis ini yang dikenal dengan "Belanda minta tanah"
dengan taktik tipu muslihatnva devide et impera.

C. Sultan Palembang yang pernah memerintah diantaranya :

 Sri Susuhunan Abdurrahman (1659-1706)

 Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1757)

 Sultan Ahmad Najamuddin I (1757-1776)

 Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803)

 Sultan Mahmud Badaruddin II (1804-1812, 1813, 1818-1821)

 Sultan Ahmad Najamuddin II (1812-1813, 1813-1818)

 Sultan Ahmad Najamuddin III (1821-1823)

3. Kerajaan Indragiri
A. Sejarah Kerajaan Inderagiri

Kerajaan Inderagiri merupakan sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri.


Sebelumnya kerajaan ini merupakan bawahan (vazal) kerajaan Pagaruyung dan sekaligus
sebagai kawasan pelabuhan. Kemudian kerajaan ini diperebutkan oleh Kesultanan Jambi,
Kesultanan Siak, dan Kesultanan Aceh.
Raja yang pertama adalah raja Kecik Mambang, memerintah 1298 – 1337.
Sampai tahun 1515, berdasarkan catatan perjalanan Tme Pires dalam Suma Oriental kawasan
Indragiri masih disebutkan sebagai kawasan pelabuhan raja Minangkabau namun kerajaan ini
diberi kebebasan mengatur urusan dalam dan luar negerinya sendiri. Wilayah kerajaan ini
dilalui oleh Batang Kuantan (atau disebut juga Sungai Indragiri pada kawasan hilirnya), di
mana hasil bumi dari kawasan pedalaman Minangkabau dulunya didistribusikan melalui
sungai ini, yang berhulu pada Dan au Singkarak (sekarang masuk wilayah Propinsi Sumatera
barat) dan bermuara pada kawasan pesisir timur Pulau Sumatera.

B. Raja yang pernah memerintah diantaranya :

1) 1298-1337: Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I.


2) 1337-1400: Raja Iskandar alias Nara Singa I.
3) 1400-1473: Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya.
4) 1473-1532: Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan NaraSinga II
bergelar Zirullah Fil Alam.
5) 1532-1557: Sultan Usulluddin Hasansyah.
6) 1557-1599: Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah.
7) 1559-1658: Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah.
8) 1658-1669: Sultan Jamalluddin Suleimansyah.
9) 1669-1676: Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah.
10) 1676-1687: Sultan Usulluddin Ahmadsyah.
11) 1687-1700: Sultan Abdul Jalilsyah.
12) 1700-1704: Sultan Mansyursyah.
13) 1704-1707: Sultan Modamadsyah.
14) 1707-1715: Sultan Musafarsyah.
15) 1715-1735: Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin Indragiri. Pada awalnya beliau
merupakan Mangkubumi Indragiri kemudian menjadi Sultan Indragiri ke lima belas.
Dimakamkan di Kota Lama.
16) 1735-1765: Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah.
17) 1765-1784: Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan.
18) 1784-1815: Sultan Ibrahim. Merupakan Sultan Indragiri ke delapan belas. Ia adalah yang
mendirikan kota Rengat dan pernah ikut dalam perang Teluk Ketapang untuk merebut kota
melaka dari tangan Belanda pada tanggal 18 Juni 1784.
19) 1815-1827: Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu. Beliau pernah bertapa di puncak
Gunung Daik.
20) 1827-1838: Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal.
21) 1838-1876: Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah.
22) 1876: Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah. Memerintah hanya seminggu naik tahta
kerajaan kemudian meninggal dunia karena sakit.
23) 1877-1883: Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah.
24) 1887-1902: Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah.
25) 1902-1912: Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri.
26) 1912-1963: Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah. Oleh T.N.I diberikan
pangkat Mayor Honorair TNI dengan surat penetapan Panglima T.N.I No.
228/PLM/Pers/1947 tanggal 11 Desember 1947

4. Kerajaan Jambi
Bersama dengan berdirinya Kesultanan Aceh,di Jambi berdiri pula Kerajaan Melayu
Jambi. Kerajaan ini berdiri setelah Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang
mengalami kemunduran. Pusat kerajaan ini ada di hulu sungai Batanghari, Jambi. Nama lain
Kerajaan Melayu Jambi adalah Kerajaan Dharmasraya.

Agama Islam yang menyebar di Jambi berasal dari Samudra Pasai. Jambi secara resmi
dinyatakan masuk Islam ketika berada dalam kekuasaan Rangkayo Hitam (1500-1515). Akan
tetapi, pada tahun 1615 Pangeran kedah mulai menggunakan gelar sultan Abdul Kahar.
Pangeran Kedah saat itu baru saja diangkat sebagai Raja Melayu Jambi yang pertama. Oleh
sebab itu, tahu 1615 selalu dianggap sebagai tahun berdirinya Kerajaan Melayu Jambi.

Sultan Abdul Kahar memerintah sampai tahun 1643. Pada jamannya, kerajaan melayu
Jambi terus mengalami kemajuan. Hal ini disebabkan karena Portugis menguasai malaka
pada tahun 1511. Akhirnya, para pedagang itu memilih Jambi. Setelah Sultan Abdul Kahar
meninggal, ia digantikan oleh Sultan Agung Abdul Jalil (1643-1665). Pada saat itu sering
terjadi peperangan antara Jambi dengan Belanda.

5. Kesultanan Aceh Darussalam


Kerajaan ini berdiri pada abad ke- 13 M. Pada awalnya Aceh merupakan daerah
taklukan kerajaan Pidir. Namun berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah, Aceh akhirnya mampu
melepaskan diri dan berdaulat penuh menjadi Kerajaan. Atas jasa beliau, akhirnya Sultan
Mghiyat Syah dinobatkan menjadi Raja pertama
Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan Kerajaan Daya ke dalam kekuasaan Aceh
Darussalam. Tahun 1524, Pedir dan Samudera Pasai ditaklukkan. Kesultanan Aceh
Darussalam di bawah Sultan Ali Mughayat Syah menyerang kapal Portugis di bawah
komandan Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.
Pada 1529 Kesultanan Aceh mengadakan persiapan untuk menyerang orang Portugis
di Malaka, tetapi tidak jadi karena Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada 1530, yang
kemudian dimakamkan di Kandang XII Banda Aceh. Di antara penggantinya yang terkenal
adalah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1538- 1571). Usaha-usahanya adalah
mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan mengadakan hubungan
internasional dengan kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki, Abessinia (Ethiopia), dan
Mesir. Pada 1563 ia mengirimkan utusannya ke Constantinopel untuk meminta bantuan
dalam usaha melawan kekuasaan Portugis. Dua tahun kemudian datang bantuan dari Turki
berupa teknisi-teknisi, dan dengan kekuatan tentaranya Sultan Alauddin Riayat Syah at-
Qahhar menyerang dan menaklukkan banyak kerajaan, seperti Batak, Aru, dan Barus. Untuk
menjaga keutuhan Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar menempatkan
suami saudara perempuannya di Barus dengan gelar Sultan Barus, dua orang putra sultan
diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan gelar resminya Sultan Ghari dan
Sultan Mughal, dan di daerahdaerah pengaruh Kesultanan Aceh ditempatkan wakil-wakil dari
Aceh.
Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda mengundang perhatian para ahli sejarah. Di bidang politik Sultan Iskandar Muda telah
menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur dan barat. Demikian pula Johor di
Semenanjung Malaya telah diserang, dan kemudian rnengakui kekuasaan Kesultanan Aceh
Darussalam. Kedudukan Portugis di Malaka terus-menerus mengalami ancaman dan
serangan, meskipun keruntuhan Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara baru
terjadi sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda.
Perluasan kekuasaan politik VOC sampai Belanda pada dekade abad ke-20 tetap menjadi
ancaman Kesultanan Aceh.

Silsilah kesultanan aceh :

1. sultan alaidin ali mughayat syah 916-936 H (1511 - 1530 M)

2. sultan salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)

3. sultan alaidin riayat syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 -
1571M)

4. sultan husain alaidin riayat syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)

5. sultan muda bin husain syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari

6. sultan mughal seri alam pariaman syah,987 H (1579M) selama 20 hari

7. sultan zainal abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)

8. sultan aialidin mansyur syah, 989 -995H (1581 -1587M)

9. sultan mugyat bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)

10. sultan alaidin riayat syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M)

11. sultan muda ali riayat syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12. sultan iskandar muda dharma wangsa perkasa alam syah 1016 - 1045H (1607 -
1636M)

13. sultan mughayat syah iskandar sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)

14. sultanah sri ratu tajul alam safiatuddin johan berdaulat, 1050-1086H (1641 - 1671M)

15. sultanah sri ratu nurul alam naqiatuddin (anak angkat safiatuddin), 1086 - 1088 H
(1675-1678 M)

16. sultanah sri ratu zakiatuddin inayat syah (putri dari naqiatuddin) 1088 - 1098 H (1678
- 1688M)

17. sultanah sri ratu kemalat syah (anak angkat safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 -
1699M)

18. sultan badrul alam syarif hasyim jamalul lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)

19. sultan perkasa alam syarif lamtoi bin syarif ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)

20. sultan jamalul alam badrul munir bin syarif hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)

21. sultan jauharul alam imaduddin,1139H (1729M)

22. sultan syamsul alam wandi teubeueng

23. sultan alaidin maharaja lila ahmad syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)

24. sultan alaidin johan syah 1147 - 1174 (1735-1760M)

25. sultan alaidin mahmud syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M)

26. sultan alaidin muhammad syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M)

27. sultan husain alaidin jauharul alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M)

28. sultan alaidin muhammad daud syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M)

29. sultan sulaiman ali alaidin iskandar syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30. sultan alaidin mahmud syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)

31. sultan alaidin muhammad daud syah, (1884 -1903 M)

8. Kerajaan perlak

Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu
Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu kapal,
sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal. Dan di Perlak banyak
tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut negeri Perlak (Perlak). Perlak merupakan salah
satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad ke- 8 M. sehingga menjadi
tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan demikian, secara tidak langsung
berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini. Factor utamanya yaitu karena sebab
pernikahan antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan pribumi.
Sehingga menyebabkan lahir keturunan-keturunan yang beragama Islam.

Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada
hari selasa bulan muharram tahun 225 H (840 M). dan sultannya yang pertama adalah Syeh
Maulana Abdul Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah.
Kemudian Bandar Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah. Islam terus berkembang
di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke – 13 M. pada abad ini, perkembangan Islam
di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di Sumatera. Hal ini bersumber pada riwayat
Marco Polo yang tiba di Sumatera pada tahun 1292 M. Ia mengatakan bahwa pada saat iu di
Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya menyembah berhala kecuali satu,
itu kerajaan Perlak. Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan
Islam Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 –
1326 M).

9. Kerajaan Malaka

Berdirinya Kerajaan Malaka


Hubungan perdagangan antara Samudra Pasai dan Malaka makin berkembang dan
ramai. Ramainya hubungan antara Samudra Pasai dan Malaka telah membawa pengaruh
Islam di Malaka sehingga muncullah masyarakat muslim di Malaka. Pada abad ke-14,
Malaka berkembang menjadi bandar yang paling penting di Asia Tenggara. Oleh karna
perkembangan itu, Malaka kemudian muncul sebagai kerajaan besar.

Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara, seorang keturunan bangsawan


Majapahit. Sebagai raja Islam, Parameswara bergelar Sultan Iskandar Syah. Prameswara
memerintah pada tahun 1396-1414. Pemerintahan dan Perkembangan Sosial Ekonomi Di
bawah pemerintahan Iskandar Syah, Kerajaan Malaka mengalami perkembangan pesat.
Malaka menjadi pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam di Asia Tenggara.
Bandar Malaka ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai daerah. Malaka menjadi
bandar transito. Kehidupan rakyat pun makin makmur.

Pengganti Sultan Iskandar Syah adalah putranya yang bergelar Muhammad Syah.
Setelah Muhammad Syah, raja yang memerintah Malaka adalah Mudhafar Syah. Pada masa
pemerintahannya Malaka mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sebagai pengganti Sultan
Mudhafar Syah adalah Sultan Mansyaru Syah yang memerintah pada tahun 1458-1477.

Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, hiduplah seorang panglima yang
sangat terkenal, yaitu Laksamana Hang Tuah. Tokoh Hang Tuah ini sangat terkenal dalam
usahanya menyebarkan pengaruh Islam di daerah Semenanjung Melayu dan sektiarnya.
Malaka benar-benar menjadi kerajaan yang besar. Daerah kekuasaannya hampir meliputi
seluruh semenanjung Melayu, Sumatera Tengah, Sia, Indragiri, daerah sekitar Kampar, dan
Kepulauan Riau. Pada tahun 1511, Malaka diserang dan diduduki oleh bangsa Portugis.

Daftar Pustaka

http://www.artikelsiana.com/2014/11/sejarahhttp://www.gurusejarah.com/2015/01/kerajaan-
islam-di-sumatera.html
http://id.wikipedia.org/wiki

http://www.gurusejarah.com/2015/01/kerajaan-islam-di-sumatera.html

https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sumatera/sultan-of-indragiri/

http://dedewahyudin11.blogspot.com/

http://makalah-mantap.blogspot.com/2014/05/kerajaan-palembang.html

Thamiend R.,Nico.2000. Sejarah.Jakarta : Yudhistira

Wurjantoro,Edi.1996. Sejarah Nasional dan Umum 1.Jakarta: Perum Balai Pustaka

You might also like