You are on page 1of 8

Jurnal Departemen Keperawatan Volume...., Nomor....

Tahun 2018, Halaman 1-8


Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DAN MOBILISASI DINI PADA


PASIEN PASCA BEDAH MAYOR DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Nur Aas Aisah1, Chandra Bagus Ropyanto2

1. Mahasiswa Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran,


Universitas Diponegoro (email : nur_aas@ymail.com)
2. Staf Pengajar Divisi Keperawatan Dewasa, Departemen
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro (email :
chandra.ropyanto@gmail.com)

ABSTRACT

Postoperative early mobilization is a gradual return of physiological function that needs to


be done to prevent postoperative complications. Self-efficacy is needed to improve early
mobilization. High self-efficacy will make someone able to do something even though
there are obstacles. The purpose of this study is to analyze the relationship between self-
efficacy and early mobilization of major post-surgical patients. This study was a
quantitative non-experimental study with the sample size of 62 respondents. Data
collection used a research questionnaire of General Self-Efficacy Scale (GSE) and
Cumulated Ambulation Afternoon (CAS). The results showed that the average value of
the respondent's self-efficacy was 36.56 from a maximum value of 40 and the average
value of the respondent's early mobilization was 2.02 from the maximum value of 6. The
results of the correlation test showed that there was no significant relationship between
self-efficacy and early mobilization (p = 0.172) (r = 0.181). The conclusion of this study is
that there is no significant relationship between self-efficacy and early mobilization of
major post-surgical patients. Suggestions in research that nurses can be able to provide
health education related early postoperative mobilization.

Keyword: Self-Efficacy, Early Mobilization, Major Post-Surgical

ABSTRAK

Mobilisasi dini pasca bedah merupakan pengembalian fungsi fisiologis bertahap yang
perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi pasca bedah. Efikasi diri diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan mobilisasi dini. Efikasi diri yang tinggi akan membuat
seseorang mampu melakukan suatu hal meskipun terdapat rintangan. Tujuan penelitian
ini untuk menganalisis hubungan antara efikasi diri dan mobilisasi dini pasien pasca
bedah mayor. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan
62 responden berpartisipasi dalam penelitian. Pengambilan data menggunakan
kuesioner penelitian General Self-Efficacy Scale (GSE) dan Cumulated Ambulation Sore
(CAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata efikasi diri responden sebesar
36,56 dari nilai maksimal 40 dan nilai rata-rata mobilisasi dini responden sebesar 2,02
dari nilai maksimal 6. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara efikasi diri dan mobilisasi dini (p=0,172) (r=0,181). Kesimpulan dari
penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara efikasi diri dan
mobilisasi dini pasien pasca bedah mayor. Saran dalam penelitian yaitu perawat dapat
memberikan pendidikan kesehatan terkait mobilisasi dini pasca bedah.

Kata kunci: Efikasi Diri, Mobilisasi Dini, Pasca Bedah Mayor


Pendahuluan
Pemulihan pasca bedah dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan
intervensi keperawatan dalam memandirikan pasien, yaitu dengan menilai
kapasitas latihan fungsional pasien. Salah satu upaya peningkatan kapasitas
latihan fungsional pasien adalah dengan mobilisasi dini. Mobilisasi dini menjadi
tindakan yang penting dalam pengembalian fungsi fisilogis pada tahap mobilisasi
sebelumnya. Konsep awal mobilisasi dini adalah pengembalian fungsi fisiologis
secara bertahap untuk mencegah bahkan menurunkan timbulnya komplikasi
sehingga dapat mempertahankan kemandirian pasien (Potter & Perry, 2006).
Mobilisasi dini memiliki beberapa manfaat, diantaranya yaitu dapat
mencegah kontraktur, mempercepat penyembuhan luka, memperlancar
peredaran darah, mencegah tromboflebitis, mengurangi rasa nyeri,
meningkatkan kelancaran fungsi ginjal dan memberi nutrisi untuk penyembuhan
pada daerah luka (Ditya, Zahari, & Afriwardi, 2016; Long, 2006). Mobilisasi dini
yang tidak dilakukan dapat menimbulkan beberapa akibat salah satunya adalah
trombosis vena, komplikasi pasca bedah akibat sirkulasi yang tidak lancer (Long,
2006). Imobilisasi dapat meningkatkan resiko infeksi. Selain itu, mobilisasi dini
yang terhambat dapat meningkatkan terjadinya komplikasi pasca bedah misalnya
pneumonia, dekubitus, resiko tinggi delirium dan memperpanjang Length of Stay
(LOS) pasien. Keterbatasan mobilisasi dini juga akan menyebabkan otot
kehilangan daya tahan tubuh, penurunan massa otot dan penurunan stabilitas
(Brunner & Suddarth, 2002).
Mobilisasi dini merupakan aktivitas fisik pasien yang memerlukan efikasi
diri (Bauman et al., 2012). Efikasi diri merupakan keyakinan terhadap
kemampuan untuk melakukan suatu tugas maupun perilaku tertentu. Efikasi diri
mempengaruhi arah tindakan yang dipilih sehingga akan menentukan seberapa
keras seseorang mencoba dan bertahan. Efikasi diri akan mempengaruhi
motivasi seseorang dalam melaksanakan perubahan (Bandura, 1997).
Efikasi diri rendah dapat meningkatkan distress pasien selama masa
pemulihan; perasaan khawatir terhadap kondisi yang akan semakin buruk
setelah melakukan aktivitas tertentu timbul akibat ketidak percayaan diri pasien
dalam melakukan program rehabilitasi (Wu, Lee, Chou, Chen, & Huang, 2018).
Efikasi diri pasca bedah lebih konsisten dikaitkan dengan hasil pemulihan seperti
mobilisasi jarak jauh, pengulangan latihan dan frekuensi, kecepatan berjalan dan
kecacatan (Wu et al., 2018). Hal ini didukung oleh penelitian Dewi tahun 2015
yang menyatakan bahwa efikasi diri tinggi akan meningkatkan kemampuan
mobilisasi dini pada pasien pasca bedah digestif (Dewi, Widyawati, & Hidayati,
2015). Penelitian yang dilakukan oleh Wu menyatakan bahwa efikasi diri yang
tinggi berhubungan dengan kemampuan ambulasi melalui frekuensi,
pengulangan dan jarak yang dapat ditempuh selama latihan (Wu et al., 2018).
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa hubungan antara efikasi diri dan
tingkat mobilisasi dini pada pasien pasca bedah mayor.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif dengan metode deskriptif korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 62 responden menggunakan
teknik consecutive sampling dengan kriteria pasien pasca bedah usia ≥ 21-65
tahun, kesadaran compos mentis, pengukuran dilakukan pada 1 hari pasca
bedah. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner baku. Kuesioner GSE
untuk mengukur efikasi diri dan kuesioner CAS untuk mengukur mobilisasi dini.
Hasil uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner GSE nilai r hitung 0,574-0,808
dengan nilai cronbach alpha untuk state anxiety 0,924 dan kuesioner CAS nilai r
hitung 1 dengan nilai cronbach alpha 1. Analisis data menggunakan uji
Spearman rho. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik RSUD Tugurejo
Semarang dengan nomor 46/KEPK/VI/2018.

Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Pasca Bedah Mayor di ruang Anggrek
dan Amarilis RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2018
(n=62)
Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%)
Usia
21-40 (Dewasa Awal) 29 46,8
40-60 (Dewasa Madya) 26 41,9
>60 (Dewasa Akhir) 7 11,3
Jenis Kelamin
Laki-laki 43 69,4
Perempuan 19 30,6
Status Pernikahan
Belum Menikah 13 21,0
Menikah 49 79,0
Status Pendidikan
SD 23 9,1
SMP 3 14,3
SMA 25 65,6
D3 2 6,5
S1 8 4,5
Lainnya 1 1,6
Pekerjaan
Tidak Bekerja 14 22,6
Petani/Pedagang 8 12,9
Wiraswasta 7 11,3
PNS 10 16,1
Lainnya 23 37,1
Jenis Pembedahan
Bedah Abdomen 23 37,1
Bedah Onkologi 21 33,9
Bedah Saluran Kemih 18 29,0
Total 62 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak responden laki-laki
sebesar 69,4% dan sebagian besar berstatus menikah, 79%. Responden
memiliki tingkat pendidikan SMA sebesar 65,6% dan sebagian besar
menjalani pembedahan abdomen sebesar 37,1%.
2. Efikasi Diri
Tabel 2
Gambaran Efikasi Diri Pasca Bedah Mayor di ruang Anggrek dan Amarilis RSUD
Tugurejo Semarang Tahun 2018
(n=62)
Mean Median Std. Deviasi Min Max 95% CI
Efikasi
36,56 37 3,15 26 40 35,76-37,36
Diri
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki nilai efikasi diri
pasca bedah mayor sebesar 36,56 dari nilai maksimal 40 hasil ini menyatakan
bahwa nilai rata-rata mendekati nilai maksimal. Diyakini sebanyak 95% bahwa
efikasi diri berada pada rentang 35,76-37,36.
3. Mobilisasi Dini
Tabel 3
Gambaran Mobilisasi Dini Pasien Pasca Bedah Mayor di ruang Anggrek dan
Amarilis RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2018
(n=62)
Mean Median Std. Deviasi Min Max 95% CI
Mobilisasi 1,37-
2,02 0 2,53 0 6
Dini 2,66
Tabel 3 menjelaskan bahwa rata-rata pasien memiliki nilai 2,02 untuk
kemampuan mobilisasi dini pasca bedah mayor dari nilai maksimal 6 hasil ini
menyatakan bahwa nilai rata-rata menjauhi nilai maksimal. Diyakini sebanyak
95% bahwa mobilisasi dini berada pada rentang 1,37-2,66.
4. Hubungan Efikasi Diri dan Mobilisasi Dini
Tabel 4
Hubungan Efikasi Diri dan Mobilisasi Dini Pasien Pasca Bedah Mayor di ruang
Anggrek dan Amarilis RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2018
(n=62)
P value r
Efikasi Diri
0,172 0,181
Mobilisasi Dini
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil analisa hubungan antara efikasi diri dan
mobilisasi dini pada pasien pasca bedah mayor didapatkan nilai p value =
0,172 (p > 0,05) dan nilai koefisien korelasi (r) = 0,181 menunjukkan bahwa
hubungan efikasi diri dan mobilisasi dini pada pasien pasca bedah mayor
bersifat sangat lemah atau tidak terdapat hubungan antara efikasi diri dan
mobilisasi dini pada pasien pasca bedah mayor.

Pembahasan
Rata-rata efikasi diri pasien pasca bedah mayor tinggi dengan mendekati
nilai maksimal. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi yang
menyatakan bahwa efikasi diri pasien pasca bedah digestive sebagian besar
tinggi (Dewi et al., 2015). Hal ini juga didukung oleh penelitian Brembo yang
menyatakan bahwa efikasi diri pasien pasca total hip replacement memiliki rata-
rata tinggi (Brembo, Kapstad, Van Dulmen, & Eide, 2017). Efikasi diri akan dapat
mempengaruhi usaha dan ketahanan seseorang dalam menghadapi kesulitan.
Individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan berusaha lebih keras dan bertahan
lama pada situasi yang menekan (Bandura, 1997).
Efikasi diri terdiri dari tiga domain yang memiliki peran terhadap efikasi diri
yang ditampilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari domain magnitude
memiliki nilai rata-rata tinggi dari nilai maksimal. Domain magnitude
menggambarkan perbedaan kemampuan seseorang dalam menghadapi
sesuatu. Pernyataan pada domain magnitude yang memiliki nilai rata-rata paling
besar adalah saat pasien menjawab pernyataan terkait keyakinan menghadapi
kejadian yang tidak terduga dengan baik (Bandura, 1997). Domain ini memiliki
nilai rata-rata paling rendah diantara ketiga domain hal ini menunjukkan
kemampuan yang dimiliki oleh tiap pasien berbeda. Perbedaan kemampuan
melakukan mobilisasi dini dapat dilihat berdasarkan jenis pembedahan yang
dilakukan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang akan memiliki efikasi
diri yang berbeda dengan lainnya saat menghadapi permasalahan yang berbeda
pula.
Domain strength yang memiliki nilai rata-rata tinggi dari nilai maksimal.
Dimensi strength berfokus pada kekuatan dan keyakinan dalam melakukan suatu
usaha. Pernyataan dari domain strength yang memiliki nilai rata-rata paling besar
adalah saat pasien menjawab pernyataan terkait keyakinan untuk mencari jalan
keluar saat ada seseorang yang menghambat tujuan (Bandura, 1997). Hal ini
menyatakan bahwa pasien memiliki keyakinan terhadap kemampuannya sendiri.
Domain terakhir adalah domain general yang memiliki nilai rata-rata tinggi
dari nilai maksimal. Domain general berfokus pada harapan penguasaan terkait
pengalaman melakukan suatu usaha tertentu. Pernyataan terakhir berasal dari
domain general yang memiliki nilai rata-rata paling besar adalah saat pasien
menjawab pernyataan terkait keyakinan untuk melaksanakan niat dan tujuan dan
keyakinan menghadapai kesulitan dengan tenang karena selalu mampu
mengandalkan kemampuan diri sendiri (Bandura, 1997). Domain ini menjadi
domain dengan nilai rata-rata paling tinggi dari ketiga domain. Hal ini
menunjukkan bahwa pengalaman pasien yang menjalani operasi lebih dari satu
kali dapat mempengaruhi respon psikologis pasien dalam menghadapi proses
pembedahan ini. Pasien yang memiliki pengalaman pembedahan sebelumnya
akan terlihat lebih tenang dan memahami kondisi pasca bedah yang mereka
alami sehingga akan meningkatkan efikasi diri yang ditampilkan.
Mobilisasi dini merupakan serangkaian aktivitas yang meliputi ROM.
Mobilisasi dini sebagai suatu usaha untuk mempercepat penyembuhan sehingga
terhindar dari komplikasi akibat pembedahan terutama proses penyembuhan
luka operasi. Hasil penelitian pada pasien pasca bedah mayor menyatakan
bahwa nilai rata-rata mobilisasi dini rendah dari nilai maksimal. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi yang menyatakan
bahwa mobilisasi dini pada pasien pasca bedah digestive berada pada tingkat
kemampuan tinggi (Dewi et al., 2015).
Penelitian ini menilai mobilisasi dini meliputi tiga aktivitas seperti naik ke
atau beranjak dari tempat tidur, duduk-berdiri pada kursi dan berjalan. Nilai rata-
rata dari setiap aktivitas ini berbeda dan memiliki peran terhadap hasil mobilisasi
dini yang ditampilkan. Dari ketiga aktivitas yang dinilai, aktivitas duduk-berdiri
pada kursi dan duduk-berdiri pada kursi memiliki nilai rata-rata paling tinggi. Nilai
ini bergantung pada jenis anestesi. Jenis anestesi yang berbeda tergantung jenis
pembedahan yang dijalani. Jenis anestesi yang digunakan antara lain anestesi
general dan spinal.
Hasil penelitian menyatakan jenis pembedahan yang paling banyak
dilakukan oleh pasien pasca bedah mayor adalah bedah abdomen kemudian
bedah onkologi dengan jumlah yang hampir sama. Berdasarkan dua jenis
pembedahan tersebut pemberian anestesi general lebih banyak digunakan.
Pasien yang mendapatkan anestesi general dianjurkan untuk dapat makan dan
minum setelah 4 jam pasca bedah, kemudian dianjurkan untuk melakukan
aktivitas seperti miring kanan-kiri jika tidak merasa pusing. Apabila kondisi pasien
semakin membaik maka pasien dapat dipulangkan (Raymer, 2013).
Berbeda dengan jenis anestesi spinal, pasien dianjurkan untuk bedrest
selama 24 jam guna membantu mengurangi insiden sakit kepala dan dianjurkan
melakukan mobilisasi dini setelahnya (Gloucester & Casey, 2010). Hal ini yang
menyebabkan perbedaan kemampuan mobilisasi dini setiap individu. Hal
tersebut terjadi pada aktivitas berjalan yang memilki rata-rata paling rendah dari
ketiga aktivitas. Selain pengaruh anestesi terdapat hal lain yang mempengaruhi
kemampuan mobilisasi dini. Hambatan mobilisasi dini yang mengganggu pasien
pasca bedah hari pertama pada tahap pertama seperti naik dan beranjak dari
tempat tidur adalah hipotensi (Haines, Skinner, & Berney, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien pasca bedah mayor
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dan
mobilisasi dini pasien pasca bedah mayor. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
efikasi diri dan mobilisasi dini pasien pasca bedah digestive (Dewi et al., 2015).
Kemampuan mobilisasi dini pasien yang berbeda dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi dini
diantaranya adalah kondisi kesehatan pasien, status mental, dukungan sosial,
mobilisasi pra bedah, pengetahuan dan keyakinan. Kondisi kesehatan yang
tidak normal dapat mengakibatkan sistem muskuloskeletal dan sistem saraf
mengalami penurunan koordinasi. Pasien pasca bedah akan mengalami nyeri.
Nyeri yang dirasakan pasien pasca bedah merupakan respon fisilogis akibat luka
bedah, edema, hematom dan spasme otot (Brunner & Suddarth, 2002).
Pasien yang mengalami perasaan tidak aman, motivasi turun dan harga diri
rendah akan berpengaruh terhadap latihan mobilisasi dini (Hartati, Setyowati, &
Afiyanti, 2014). Seorang dengan depresi maupun merasakan kekhawatiran akan
tidak mampu melakukan latihan mobilisasi dini. Latihan tersebut memerlukan
energi yang besar sehingga kondisi seperti ini akan menyebabkan pasien
mengalami kelelahan secara fisik dan emosi (Kneale, Davis, & Powell, 2011).
Respon nyeri dan cemas seakan berhubungan ketika stimulus nyeri
mengaktifkan bagian sistem limbik yang mengendalikan emosi seseorang
khususnya rasa takut (Perry & Potter, 2006). Kemampuan mobilisasi dini pasien
pada hari sebelum pra bedah juga terbatas karena penyakit atau trauma
(Brunner & Suddarth, 2002).
Edukasi yang diberikan pada pasien pra bedah menjadi sangat
menguntungkan untuk meningkatkan alternatif penanganan. Informasi yang
diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah pembedahan dapat
meningkatkan keberanian pasien untuk melakukan mobilisasi dini aktif (Brunner
& Suddarth, 2002; Hartati et al., 2014). Konseling pra operasi bersama dengan
dukungan fisioterapi dapat mendorong mobilisasi dini pasien yang menjalani
operasi abdomen. Oleh karena itu, konseling mengenai mobilisasi pasca operasi
awal harus dipromosikan di antara pasien yang menjalani operasi abdomen
untuk meningkatkan kondisi pasca operasi (Samnani, Umer, Mehdi, & Farid,
2014).
Sumber-sumber efikasi diri juga dapat berperan terhadap mobilisasi dini.
Sumber efikasi diri terdiri dari lima sumber meliputi mastery experience, vicarious
experience, verbal persuasion, physiological dan affective states, integrations of
efficacy information. Mastery experience yang berfokus pada penguasaan
pengalaman. Pasien yang memiliki pengalaman pembedahan lebih dari satu kali
akan memiliki penguasaan pengalaman yang lebih baik dari pasien yang belum
menjalani pembedahan sehingga dapat terlihat lebih tenang dan tidak
menunjukkan keraguan (Bandura, 1997).
Sumber efikasi diri, integrations of efficacy information berfokus pada
penilaian efikasi diri seseorang akan berbeda tergantung bagaimana seseorang
menilai. Efikasi diri tinggi dapat terjadi pada individu dengan kemampuan kognitif
dan kemampuan fisik yang baik (Bandura, 1997). Terdapat lebih banyak
responden yang memiliki pendidikan SMA. Pasien yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi cenderung lebih memahami dan mudah menerima
informasi akan pentingnya mobilisasi dini pasca bedah (Ratmiwasi, Utami, &
Agritubella, 2017; Sriharyanti, Ismonah, & Arif, 2016). Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Suciawati yang menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi mobilisasi dini salah satunya adalah pengetahuan (Suciawati,
2017).
Efikasi diri dapat ditingkatkan dengan persuasi verbal atau pendapat orang
lain (Bandura, 1997). Persuasi verbal dapat dikembangkan melalui dukungan
sosial. Dukungan sosial dapat dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti
keluarga. Pada penelitian ini, sebagian besar responden sudah menikah
sehingga dapat dikaitkan dengan adanya dukungan keluarga. Keluarga
diharapkan mampu untuk memberikan peran dukungan kepada pasien pasca
bedah agar mampu melakukan mobilisasi dini secara bertahap dengan baik.
Dukungan keluarga yang kurang baik dapat disebabkan oleh kuranganya
pengetahuan keluarga tentang mobilisasi sehingga mereka tidak dapat
memberikan masukan ataupun membantu pasien untuk melakukan mobilisasi
dini karena takut akan melakukan hal yang salah terhadap keluarga yang baru
menjalani pembedahan (Suciawati, 2017).
Vicarious experience menggambarkan kemampuan yang dimiliki setiap orang
dalam menghadapi suatu masalah berbeda (Bandura, 1997). Hal ini dapat
berkaitan dengan tugas perkembangan usia. Pada penelitian ini terdapat lebih
banyak usia dewasa awal yang menjalani bedah mayor. Semakin cukup umur
seseorang, akan lebih matang dalam berfikir dan bersikap sehingga pemberian
arahan terkait mobilisasi dini pada usia pasien yang masih produktif akan lebih
mudah. Oleh sebab itu usia pasien sangat mempengaruhi bagaimana pasien
mengambil keputusan dalam mobilisasi dini (Ratmiwasi et al., 2017).
Sumber efikasi diri selanjutnya adalah physiological dan affective states yang
berfokus pada respon emosional dan gejala somatik dalam mengintrepretasikan
kemampuan. Gejala somatik seperti ketegangan, kecemasan, mood dan
ketakutan dapat mempengaruhi efikasi diri. Hal ini akan membuat seseorang
menjadi lebih yakin bahwa dirinya akan gagal melakukan sesuatu. Mengerjakan
suatu kegiatan seseorang akan mengalami sakit, kelelahan dan nyeri sebagai
tanda kelemahan fisik (Bandura, 1997).

Kesimpulan dan Saran


Pasien pasca bedah mayor memiliki nilai rata-rata efikasi diri tinggi dari
nilai maksimal dan memiliki nilai rata-rata kemampuan mobilisasi dini rendah dari
nilai maksimal. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara efikasi diri dan mobilisasi dini pada pasien pasca bedah mayor.
Saran yang diberikan bagi perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan
terkait mobilisasi dini pra bedah dan pasca bedah juga memberikan konseling
untuk meningkatkan kemampuan mobilisasi dini pasca bedah sesuai dengan
jenis anestesi yang diberikan pada pasien.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih peneliti ucapkan kepada pihak dosen yang telah
memberikan masukan beserta saran yang membangun, responden dalam
penelitian ini, serta semua pihak yang telah membantu proses penelitian.

Daftar Pustaka
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. Harvard Mental Health
Letter. New York: W. H. freeman & Company.
https://doi.org/10.1007/SpringerReference_223312
Bauman, A. E., Reis, R. S., Sallis, J. F., Wells, J. C., Loos, R. J. F., & Martin, B.
W. (2012). Correlates of physical activity: Why are some people physically
active and others not? The Lancet, 380(9838), 258–271.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(12)60735-1
Brembo, E. A., Kapstad, H., Van Dulmen, S., & Eide, H. (2017). Role of self-
efficacy and social support in short-term recovery after total hip
replacement: A prospective cohort study. Health and Quality of Life
Outcomes, 15(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12955-017-0649-1
Brunner, & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. (S. C.
Smeltzer & B. G. Bare, Eds.) (8 Vol.1). Jakarta: EGC.
Dewi, A. C., Widyawati, I. Y., & Hidayati, L. (2015). Self-efficacy regarding with
mobilization capabilities in digestive post surgery patients. In The
Proceeding of 6th International Nursing Conference: Emphasize the Art of
Nursing on Research, Education into Clinical and Community Practice.
Surabaya: Ners Unair Repository Software. Retrieved from
http://eprints.ners.unair.ac.id/454/
Ditya, W., Zahari, A., & Afriwardi. (2016). Hubungan mobilisasi dini dengan
proses penyembuhan luka pada pasien pasca laparatomi di bangsal bedah
pria dan wanita RSUP dr. M. Djamil padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
5(3), 724–729.
Gloucester, C. A., & Casey, W. F. (2010). Spinal Anaesthesia - A Practical Guide.
E-Safe 2Nd Edition 2017, 8 Th Article, (12), 1–14. Retrieved from http://e-
safe-
anaesthesia.org/e_library/07/Spinal_anaesthesia_a_practical_guide_Update
_2000.pdf
Haines, K. J., Skinner, E. H., & Berney, S. (2013). Association of postoperative
pulmonary complications with delayed mobilisation following major
abdominal surgery: An observational cohort study. Physiotherapy (United
Kingdom), 99(2), 119–125. https://doi.org/10.1016/j.physio.2012.05.013
Hartati, S., Setyowati, & Afiyanti, Y. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu
postpartum pasca seksio sesarea untuk melakukan mobilisasi dini di RSCM.
Jurnal Keperawatan, 5(2), 192–197.
Kneale, J. D., Davis, P. S., & Powell, M. (2011). Keperawatan ortopedik & trauma
(Orthopaedic and Trauma Nursing). (T. Hadiningsih, S. Isnaeni, & N. P. I.
Mahayuni, Eds.) (2nd ed.). Jakarta: EGC.
Long, B. C. (2006). Perawatan medikal bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan) (Jilid 3). Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Perry, G. A., & Potter, A. P. (2006). Clinical nursing skills & techniques (6th ed.).
USA: Mosby.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses dan praktik. (M. Ester, D. Yulianti, & I. Parulian, Eds.) (4th ed.).
Jakarta: EGC.
Ratmiwasi, C., Utami, S., & Agritubella, S. M. (2017). Pengaruh Promosi
Kesehatan Mobilisasi Dini Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Ibu
Postpartum Sc Di Rspb Pekanbaru. Jurnal Endurance, 2(3), 346–353.
https://doi.org/10.22216/jen.v2i3.1640
Raymer, K. (2013). Understanding Anesthesia A Learner ’ s Handbook.
https://doi.org/10.1007/s12630-013-9971-1
Samnani, S. S., Umer, M. F., Mehdi, S. H., & Farid, F. N. (2014). Impact of
Preoperative Counselling on Early Postoperative Mobilization and Its Role in
Smooth Recovery. International Scholarly Research Notices, 2014, 1–5.
https://doi.org/10.1155/2014/250536
Sriharyanti, D. E., Ismonah, & Arif, S. (2016). Pengaruh Mobilisasi Dini ROM
terhadap Pemulihan Peristaltik Usus pada Pasien Paska Pembedahan. Ilmu
Keperawatan Dan Kebidanan, 2(5), 239–247.
Suciawati, A. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan mobilisasi dini
pasien post sectio caesarea di rsia amc metro in lampung, 3, 196–202.
Wu, K., Lee, P., Chou, W., Chen, S., & Huang, Y. (2018). Relationship between
the social support and self-efficacy for function ability in patients undergoing
primary hip replacement. Journal of Orthopaedic Surgery and Research,
13(150), 1–8.

You might also like