You are on page 1of 96

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

TINJAUAN PASTORAL
TENTANG HIDUP BERKELUARGA
MENURUT SERUAN APOSTOLIK AMORIS LAETITIA

SKRIPSI

Disusun oleh :
Sabti Herma Nugraheni
121124024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI
TINJAUAN PASTORAL
TENTANG HIDUP BERKELUARGA
MENURUT SERUAN APOSTOLIK AMORIS LAETITIA

Oleh:
Sabti Herma Nugraheni
NIM: 121124024

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. Ignatius L. Madya Utama, S.J. Tanggal 03 Juli 2018

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKRIPSI
TINJAUAN PASTORAL
TENTANG HIDUP BERKELUARGA
MENURUT SERUAN APOSTOLIK AMORIS LAETITIA

Dipersiapkan dan ditulis oleh


Sabti Herma Nugraheni
NIM: 121124024

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji


Pada 23 Agustus 2018
dan dinyatakan menemuhi syarat

SUSUNAN PANITIA

Nama Tanda Tangan

Ketua : Dr. B. Agus Rukiyanto SJ ..............................

sekertaris : Yoseph Kristianto, SFK., M. Pd ..............................

Anggota : 1. Dr. I. L. Madya Utama SJ ..............................

2. Dr. B. Agus Rukiyanto SJ ..............................

3. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd ..............................

Yogyakarta 2018
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd.,M.Si.

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan

Orangtuaku Giacinta Yuni Maryati dan Erferansius Sumawan; Saudara Kembarku


Vinsensius Sabta Herma Nugraha; Alm. Antonia Suci Nugraheni, Budhe Yunarti
sekeluarga beserta seluruh keluarga. Tidak lupa skripsi ini juga saya persembahkan
kepada Rama Dr. Ignatius L. Madya Utama, S.J., selaku dosen pembimbing yang
telah membantu dan membimbing saya dari awal sampai akhir, lalu Rama Dr.
Bernardus Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen Pembimbing Akademik dan Bapak
Yoseph Kristianto, SFK., M. Pd. Kepada seluruh donator, Bu Steffi, Bu Ignatia, dan
Bapak Alm. Handoko yang telah membantu saya selama kuliah. Skripsi ini saya
persembahkan kepada seluruh keluarga Wilayah Mater Dei Imogiri dan umat di
Lingkungan St. Petrus Kanisius.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

“ Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila dia telah
tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada
barangsiapa yang mengasihi Dia”.
(Yak. 1:12)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Agustus 2018

Sabti Herma Nugraheni

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Sabti Herma Nugraheni


Nomer Mahasiswa : 121124024

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan


Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
TINJAUAN PASTORAL TENTANG HIDUP BERKELUARGA MENURUT SERUAN
APOSTOLIK AMORIS LAETITIA
berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan atau
mengalihkan dalam bentuk lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan saya ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 23 Agustus 2018


Yang menyatakan

Sabti Herma Nugraheni

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Keluarga adalah sebuah komunitas dalam struktur sosial masyarakat yang


memiliki peran penting untuk menentukan masa depan dunia. Melalui keluarga akan
lahir generasi baru. Keluarga juga dapat menjadi tempat pertama bagi individu untuk
belajar mengenai kehidupan, nilai-nilai sosial, dan berinteraksi dengan sesamanya.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika banyak ahli yang mendiskusikan tentang
keluarga. Menyadari akan keberlangsungan hidup keluarga Kristiani di seluruh dunia
Paus Fransiskus pada 8 April 2016 mengeluarkan Seruan Apostolik Amoris Laetitia
untuk menanggapi hasil Sinode para Uskup Sedunia yang berlangsung pada 2013 dan
2015. Seruan Apstolik Amoris Laetitia ini juga diterbitkan terlebih untuk membantu
keluarga Kristiani yang menghadapi masalah-masalah, tantangan-tantangan, krisis,
dan situasi kompleks. Karenanya, penulis mengambil judul “TINJAUAN
PASTORAL TENTANG HIDUP BERKELUARGA MENURUT SERUAN
APOSTOLIK AMORIS LAETITIA.” Judul ini dipilih karena penulis ingin menda-
lami langkah-langkah pastoral seperti diserukan oleh Paus Fransiskus dalam Seruan
Apostolik Amoris Laetitia dan dapat mendampingi calon pasangan suami-istri
maupun keluarga-keluarga Kristiani di Paroki St. Yakobus Klodran Bantul yang
membutuhkan pendampingan pastoral.
Setelah semua hal tersebut dibahas, penulis akan menyajikan ajaran
perkawinan yang meliputi hakikat, tujuan, sifat, sakramentalitas perkawinan, dan
panggilan hidup keluarga menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia. Selain itu juga
akan dibahas mengenai masalah, tantangan, situasi krisis dan kompleks, yang
dihadapi keluarga-keluarga Kristiani dalam menempuh kehidupan berkeluarga.
Selain itu juga akan dibahas mengenai langkah-langkah pastoral bagi calon
pasangan suami-istri, maupun pendampingan berkelanjutan bagi pasangan suami-istri
yang baru saja menikah. Hal ini dilakukan mengingat pasangan suami-istri yang baru
saja menikah masih dalam tahap penyesuaian sehingga masih rawan perceraian.
Selain itu pendampingan pastoral ini bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang
baru saja menikah tetapi juga untuk keluarga-keluarga yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga, menjadi korban pelecehan, orangtua yang memiliki konflik
dengan anak-anak mereka, keluarga yang mengalami perceraian, dan bahkan
pendampingan bagi keluarga yang baru saja ditinggal oleh anggota keluarga yang
meninggal.
Skripsi ini memaparkan hasil studi kepustakaan dengan metode deskriptif,
artinya, penulis mengambil intisari dari literatur yang penulis pelajari, kemudian
memaparkannya kembali dan mengambil makna serta pelajaran darinya.

Kata-kata kunci: Tinjauan pastoral, Amoris Laetitia, ajaran tentang keluarga


Kristiani, langkah-langkah pastoral.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
Family is a community in society’s social structure which has an important
role to determine the world’s future. Through the family new generation will be born.
The family can also become the first place for an individual to learn about life, social
values, and interaction with other people. Thus, it is not surprising that there have
been many experts who discussed and studied family lives. Being aware of the
continuity of Christian family life in the world, Pope Francis released an Apostolic
Exhortation, Amoris Laetitia, on 8 April 2016 to respond to the world Synod of the
bishops taking place in 2013 and 2015. Moreover the Apostolic Exhortation, Amoris
Laetitia, was published to help Christian families facing problems, challenges, crisis,
and complex situations. Hence, the writer takes “Pastoral Review on Family Life
based on Apostolic Exhortation, Amoris Laetitia” as the title of the writer’s final
assignment paper. This title was chosen because the writer wants to explore pastoral
steps proposed by Pope Francis in Amoris Laetitia to accompany prospective
husbands and wives or Christian families who need pastoral accompaniment at St.
James’ Parish, Klodran, Bantul.
After all things are discussed, the writer will present teaching on Christian
marriage which includes elements of nature of Christian marriage, its purpose,
Christian marriage as a sacrament, and family life’s call based on the Apostolic
Exhortation, Amoris Laetitia. Besides, the writer will also discuss the problems,
challenges, crisis, and complex situation faced by Christian families.
The writer also discusses the pastoral steps to help prospective husbands and
wives and continuous accompaniment for newly wedded couples. This is done
because the newly wedded couples are still in adjustment phase in their life so that
there is still a big possibility for them to face divorce. The pastoral accompaniment is
not only needed by the newly wedded couples, but also needed by the families
experiencing domestic violence, by victims of harassment, by parents having conflicts
with their children, by families experiencing divorce, and by families who just lost
their members who passed away.
This final assignment paper is written based on literature study using
descriptive method, which means the writer takes core messages of the literature,
paraphrases them, and take the meanings and lessons from them.

Keywords: Pastoral review, Amoris Laetitia, teaching on Christian marriage,


pastoral steps.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kebaikan-Nya penulis dapat


menyelesaikan skripsi yang berjudul TINJAUAN PASTORAL TENTANG HIDUP
BERKELUARGA MENURUT SERUAN APOSTOLIK AMORIS LAETITIA.
Skripsi ini diinspirasi oleh pengalaman penulis dalam hidup bersama umat di
Paroki St. Yakobus, Klodran, Bantul. Didalam hidup bersama umat itulah penulis
melihat bahwa ada beberapa umat yang mengalami permasalahan dalam keluarga
yang cukup berat, seperti masalah mendidik iman anak, perceraian dalam keluarga
Katolik, adanya keluarga Katolik yang bercerai dan menikah kembali dengan orang
yang berbeda agama, dan kekerasan dalam keluarga yang dialami salah satu keluarga
sehingga pengalaman-pengalaman ini penulis terdorong untuk menulis skripsi ini.
Skripsi ini tentu tidak akan selesai tanpa bantuan pihak-pihak yang begitu baik
dalam mendukung secara langsung dalam pembuatan, maupun mereka yang memberi
semangat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. I. L. Madya Utama SJ, selaku dosen pembimbing utama yang sangat baik
memberi kebebasan berfikir dan bimbingan sehingga penulis dapat membuat tugas
akhir ini dengan semangat dari awal penulisan hingga akhir.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto SJ, selaku dosen penguji dan dosen pembimbing
akademik.
3. Yoseph Kristianto, SFK; M. Pd. selaku dosen penguji.
4. Segenap Staf Dosen Prodi PAK yang telah mendidik penulis selama kuliah dan
memberikan banyak pengalaman dalam berbagai dinamika bersama.
5. Sahabat-sahabat seangkatan 2012 yang dengan semangat dan kebaikan mereka
untuk saling membantu berhasil menciptakan kondisi yang sangat mendukung
siapapun untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
6. Ibu Bapak serta seluruh keluarga besar yang menjadi alasan penulis untuk
berjuang menyelesaikan kuliah di prodi PAK ini.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Semua pihak yang telah sangat baik dan penuh perhatian memberikan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan
sehingga penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik secara langsung demi kemajuan pelayanan penulis
dan Prodi PAK di kemudian hari. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang menggunakannya.

Yogyakarta, 23 Agustus 2018


Penulis

Sabti Herma Nugraheni

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

AL : Amoris Laetitia, Seruan Apostolik Pacasinode dari Paus


Fransiskus tentang Keluarga.
Ef. : Efesus
FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik dari Paus Yohanes
Paulus II tentang Peranan keluarga Kristen dalam dunia
modern.
Fil. : Filemon
GS : Gaudium Et Spes, Dokumen Konsili Vatikan II tentang
Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia dewasa ini.
Kan. : Kanon
Kej. : Kejadian
Kel. : Keluaran
Kor. : Korintus
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Mat. : Matius
Mrk. : Markus
Mzm. : Mazmur
RI : Republik Indonesia
Rom. : Roma
UU : Undang-undang
Why. : Wahyu

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv

MOTTO .......................................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

ABSTRACT .................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG PENULISAN SKRIPSI...................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ........................................................ 6

C. TUJUAN PENULISAN .......................................................... 7

D. MANFAAT PENULISAN ..................................................... 7

E. METODE PENULISAN SKRIPSI ........................................ 8

F. SISTEMATIKA PENULISAN ............................................... 8

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II. AJARAN TENTANG PERKAWINAN MENURUT SERUAN


APOSTOLIKAMORIS LAETITIA .................................................... 10

A. Pengantar ..................................................................................... 10

B. Hakikat Perkawinan Menurut AL .............................................. 10

C. Tujuan Perkawinan Menurut AL ................................................ 11

D. Sifat Perkawinan Menurut AL .................................................... 12

E. Sakramentalitas Perkawinan Menurut AL .................................. 13

F. Panggilan Hidup Berkeluarga .................................................... 15

F.1 Keluarga Sebagai Persekutuan Antar-Pribadi ..................... 16

F.2 Keluarga sebagai Gereja Rumah-Tangga ............................ 16

F.3 Keluarga Sebagai Tempat Lahirnya Generasi Baru ............ 18

F.4 Keluarga Sebagai Tempat Pendidikan Iman Anak-anak ..... 19

G. Rangkuman ................................................................................. 20

BAB III. MASALAH, TANTANGAN, DAN SITUASI KRISIS YANG


TERJADI DALAM KEHIDUPAN PERKAWINAN DAN
KELUARGA MENURUT SERUAN APOSTOLIK AMORIS
LAETITIA.......................................................................................... 23

A. Pengantar ..................................................................................... 23

B. Permasalahan Dalam Keluarga .................................................. 24

C. Tantangan, Krisis, dan Keprihatinan .......................................... 36

1. Mendidik Anak ...................................................................... 36

2. Kecanduan Terhadap Narkoba, Alkohol, dan Judi ................ 37

3. Adanya Praktik Hidup Bersama di Luar Nikah (Konkubinat) 38

4. Pengakuan Akan Hak dan Peran Perempuan ......................... 39


xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Laki-laki Sebagai Ayah Dalam Keluarga .............................. 41

D. Situasi Kompleks ....................................................................... 41

1. Pasangan Suami Istri yang Berbeda Gereja dan Beda Agama 42

2. Pernikahan Sesama Jenis ....................................................... 42

3. Keluarga Dengan Orangtua Tunggal ..................................... 43

4. Perceraian ............................................................................... 44

5. Jika Terjadi Perceraian dan Menikah Kembali ...................... 45

6. Kematian Orang-orang yang Dicintai Dalam Keluarga ........ 46

E. Rangkuman ................................................................................. 47

BAB IV. PASTORAL PERKAWINAN DAN KELUARGA MENURUT


SERUAN APOSTOLIK AMORIS LAETITIA .................................. 51

A. Pengantar ...................................................................................... 51

B. Mewartakan Injil Di tengah-tengah keluarga Saat ini ................. 51

C. Membimbing Calon Suami-Istri Mempersiapkan Pernikahan .... 54

D. Mempersiapkan Perayaan Sakramen Perkawinan ...................... 57

E. Mendampingi Suami-Istri Pada Tahun-tahun Awal Hidup

Perkawinan ................................................................................... 59

F. Beberapa Sumber Kutipan Dari Anjuran Apostolik Familiaris

Consortio...................................................................................... 61

G. Memberi Terang Pada Saat Krisis Kecemasan dan Kesulitan..... 64

H. Tantangan Krisis ......................................................................... 65

I. Luka-Luka Lama ......................................................................... 68

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

J. Pendampingan Setelah Terjadi Perceraian dan Kematian Anggota

Keluarga ........................................................................................ 69

K. Pelaku Pastoral ............................................................................ 71

L. Rangkuman ................................................................................. 73

BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 75

A. Kesimpulan .................................................................................... 75

B. Saran ............................................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah komunitas kecil dalam struktur sosial masyarakat yang

memiliki peran penting untuk menentukan masa depan dunia. Melalui keluarga

akan lahir generasi baru. Keluarga juga akan menjadi tempat belajar pertama

bagi individu mengenai kehidupan, nilai-nilai sosial, dan berinteraksi dengan

sesamanya. Dengan demikian tidak mengherankan jika banyak ahli yang

mendiskusikan mengenai keluarga.

Keluarga adalah buah dan tanda kesuburan bagi Gereja. Gereja menyebut

keluarga sebagai ecclesia domestica atau Gereja rumah-tangga. Sebutan ini

memperlihatkan pertalian erat antara Gereja dan keluarga serta menegaskan

fungsi keluarga sebagai bentuk terkecil dari Gereja (Pedoman Pastoral Keluarga

KWI, 2011:5).

Awal mula terbentuknya keluarga dimulai dengan seorang laki-laki dan

seorang perempuan merayakan sakramen dengan janji perkawinan yang

diucapkan di hadapan otoritas Gereja yang berwenang. Dalam perkawinan

Katolik perjanjian adalah unsur konstitutif dalam perkawinan. Artinya,

perkawinan hanya terbangun melalui perjanjian atau kesepakatan yang benar

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Hal ini dirumuskan secara jelas

melalui Kitab Hukum Kanonik dalam kanon 1055§ 1:

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Perjanjian (foedus) perkawinan dengannya seorang laki-laki dan seorang


perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortio) seluruh
hidup yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang
yang dibaptis oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat Sakramen.

Kanon ini memberikan penegasan bahwa perkawinan adalah perjanjian

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk persekutuan

seumur hidup dengan tujuan kesejahteraan suami-istri, kelahiran, dan pendidikan

anak.

Perkawinan Katolik juga memiliki ciri kesatuan atau Unitas dan tak-

terceraikan atau Indissolubilitas sebagaimana dinormakan dalam kanon 1056

“ciri hakiki perkawinan (Propietas) ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas

(sifat tak-terceraikan) yang dalam perkawinan Kristiani memperoleh kekuatan

khusus atas dasar sakramen”

Kanon 1056 ini menegaskan bahwa perkawinan memiliki ciri-ciri kesatuan

atau monogam yang artinya perkawinan sah bila dilakukan antara seorang laki-

laki dan seorang perempuan saja. Ciri berikutnya adalah indssolubilitas yang

memiliki arti bahwa perkawinan yang telah dilaksanakan tidak dapat diceraikan

oleh apapun dan siapapun kecuali karena kematian (bdk Kan. 1141).

Pandangan dari kanon 1056 ini diinspirasikan oleh ajaran Yesus Kristus

sendiri yang terdapat dalam Matius 19:1-12. Ayat 6 dalam prikopa ini

menyatakan “demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu apa

yang telah dipersatukan oleh Allah tidakboleh diceraikan oleh manusia.” Dalam

2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Matius 19:6 ini Yesus menegaskan bahwa seorang laki-laki dan seorang

perempuan yang telah diikat dalam perkawinan tidak diperkenankan untuk

bercerai. Di dalam Injil Matius ini Yesus menyampaikan hakikat dari

perkawinan. Perkawinan merupakan kesatuan erat antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan yang disatukan oleh Allah sendiri, sehingga keduanya bukan

lagi dua melainkan satu (Purwa Hadiwardoyo, 1987: 22).

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia Paus Fransiskus menegaskan

bahwa tak-terceraikannya ikatan perkawinan tidak boleh dipandang sebagai suatu

beban bagi pasangan suami-istri, namun harus dipandang sebagai sebuah rahmat

Allah karena kasih Allah yang selalu mengampuni dan menyertai perjalanan

hidup manusia. Allah yang menyembuhkan dan mengubah hati yang keras,

memimpin manusia kembali ke awal melalui jalan salib. Melalui Yesus dengan

jelas memberikan makna perkawinan sebagai kepenuhan wahyu dari rencana

Allah (Amoris Laetitia art 62).

Namun seiring berjalannya waktu tidak sedikit suami-istri dalam

kehidupan berkeluarga mengalami krisis dan tantangan dalam hidup mereka.

Pasangan suami-istri maupun anggota keluarga Kristiani menghadapi berbagai

masalah yang tidak mudah untuk diselesaikan. Masalah yang dihadapi oleh

suami-istri dalam hidup berkeluarga antara lain ketidakcocokan antara suami-

istri, perselingkuhan yang dilakukan oleh suami atau istri, masalah keuangan

keluarga yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga, kekerasan

dalam rumah-tangga yang mengancam keselamatan anggota keluarga, kejenuhan


3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

di dalam menjalankan kehidupan berumah-tangga. Berbagai krisis yang terjadi di

dalam kehidupan perkawinan dan keluarga ini menimbulkan keprihatinan yang

mendalam bagi Gereja.

Bahkan para Bapa Konsili Vatikan Ke II telah menyoroti berbagai

keprihatinan yang terjadi pada keluarga-keluarga Kristiani di seluruh dunia. Hal

ini dinyatakan dalam GS 45 yang menyatakan bahwa:

Akan tetapi tidak di mana-mana martabat lembaga itu sama-sama bersemi


semarak, sebab disuramkan oleh poligami, malapetaka perceraian apa yang
disebut percintaan bebas, dan cacat cedera lainnya. Selain itu cinta perkawinan
cukup sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah cara yang
tidak halal melawan timbulnya keturunan. Kecuali itu situasi ekonomi sosial-
psikologi dan masyarakat dewasa ini menimbulkan gangguan-gangguan yang
tidak ringan terhadap keluarga, kenyataan semacam ini sangat memprihatinkan
bagi Gereja Katolik.

Kenyataan yang lebih memprihatinkan lagi adalah fakta bahwa ada suami-

istri Katolik yang bercerai dan mencoba menikah lagi secara sipil dengan

meninggalkan iman Gereja Katolik. Banyaknya angka perceraian ini dipicu oleh

hukum sipil yang memungkinkan perceraian dan perkawinan baru, termasuk bagi

orang-orang Katolik. UU RI No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39

mengatur kemungkinan perceraian ini. Gerejapun tidak menutup mata pada

kemungkinan terjadinya perpisahan suami-istri yang disebabkan oleh berbagai

macam alasan sehingga sulit bagi pasangan suami-istri untuk bersatu lagi.

Gereja menyadari berbagai masalah perkawinan dan hidup berkeluarga

yang dialami oleh keluarga-keluarga Kristiani. Khususnya bagi suami-istri tidak

jarang masalah perkawinan sudah muncul sejak semula. Ada banyak masalah
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sehingga suami-istri ingin mengajukan pembatalan perkawinan. Maka

menghadapi pasangan suami-istri yang ingin berpisah dan mengajukan deklarasi

pembatalan perkawinan Gereja mengaturnya dalam kanon-kanon mengenai

proses pembatalan perkawinan yakni dalam kanon 1671-1691. Pada 15 Agustus

2015 Paus Fransiskus mengeluarkan Motu Proprio Mitis Iudex Dominus Iesus

(Tuhan Yesus Hakim yang adil) sebagai upaya untuk merumuskan ulang kanon-

kanon 1671-1691 ini, sehingga tercipta proses deklarasi pembatalan yang lebih

sederhana, singkat, dan murah.

Gereja juga memahami aneka krisis dan tantangan yang dialami oleh

keluarga-keluarga Kristiani maka Paus Fransiskus melalui Uskup Agung Wina,

Austria, Kardinal Christoph Schomborn mengumumkan anjuran Apostolik

Amoris Laetitia (AL) pada 8 April 2016. Anjuran Apostolik Amoris Laetitia

merupakan rangkuman dari hasil sinode para Uskup sedunia yang bertemakan

keluarga yang telah berlangsung dari tahun 2013 sampai dengan 2015.

Dalam rangka memperingati tahun Yubilium kerahiman Ilahi Paus

Fransiskus ingin mengundang keluarga-keluarga Kristiani untuk menghargai

karunia-karunia perkawinan dan keluarga serta untuk bertekun dalam cinta yang

diperkuat dengan nilai-nilai kemurahan hati, komitmen, kesetiaan, dan

kebenaran. Paus Fransiskus juga ingin mendorong setiap orang untuk menjadi

tanda kerahiman dan kedekatan ketika ada pasangan suami-istri yang kehidupan

perkawinan dan keluarga yang berada dalam situasi yang tidak sempurna atau

kurangnya rasa damai dan suka cita (AL art.5).


5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan uraian tentang latar belakang di atas penulis mengambil judul

skripsi: Tinjauan Pastoral Tentang Hidup Berkeluarga Menurut Seruan

Apostolik Amoris Laetitia. Sekripsi ini akan membahas mengenai perkawinan

menurut ajaran Gereja Katolik dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia.

Kemudian dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai masalah-masalah yang

dihadapi oleh suami-istri dalam hidup berkeluarga sesuai dengan seruan

Apostolik Amoris Laetitia. Lalu sekripsi ini juga akan membahas dan

menemukan macam-macam bentuk pastoral guna membantu pasangan suami-

istri dalam hidup berkeluarga sesuai dengan seruan Apostolik Amoris Laetitia.

Maka untuk menopang ulasan ini akan dimanfaatkan dokumen-dokumen Gereja

yang terkait khususnya anjuran Apostolik Familiaris Consortio.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana perkawinan dalam ajaran Gereja Katolik dipahami berdasakan

seruan Apostolik Amoris Laetitia?

2. Berdasarkan seruan Apostolik Amoris Laetitia masalah-masalah apa saja yang

sering dihadapi suami-istri Katolik dalam hidup berkeluarga?

3. Bentuk pastoral keluarga macam apa saja yang harus dilakukan untuk

membantu keluarga menghadapi masalah-masalah dalam hidup berkeluarga

secara bijaksana?

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

1. Memahami pengertian tentang perkawinan dalam ajaran Gereja Katolik

menurut seruan Apostolik Paus Fransiskus dalam Amoris Laetitia.

2. Memahami keprihatinan keluarga atas berbagai masalah yang dihadapi oleh

keluarga-keluarga Kristiani berdasarkan seruan Apostolik Paus Fransiskus

dalam Amoris Laetitia.

3. Menemukan bentuk-bentuk pastoral keluarga yang dapat membantu para

pelayan pastoral untuk mendampingi keluarga-keluarga yang menghadapi

permasalahan menurut Amoris Laetitia.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Dari segi akademis penulisan skripsi ini dapat membantu para pelayan

pastoral untuk memahami hidup berkeluarga, serta berbagai krisis, tantangan,

dan masalah yang dihadapi oleh keluarga Kristiani.

2. Dari segi praktis, membantu para pembaca memahami arti hidup berkeluarga,

dengan berbagai macam tantangan, dan situasi kompleks yang terjadi dalam

hidup keluarga Kristiani.

3. Dari segi penulis skripsi ini dapat membantu penulis sehingga dapat

menemukan bentuk-bentuk pastoral keluarga untuk membantu keluarga-

keluarga Kristiani yang mengalami kesulitan, tantangan dan krisis.


7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Metode Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi dengan judul Tinjauan Pastoral Tentang Hidup

Berkeluarga Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia penulis melakukan

penelitian pustaka yaitu, penulis mendasarkan diri pada kepustakaan dengan

sumber utama seruan Apostolik Amoris Laetitia. Agar penulisan skripsi ini dapat

menerangkan secara konferhensif.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

deskriptif artinya penulis memaparkan gagasan pokok dalam sumber pustaka.

Data- data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari sumber utama yaitu seruan

Apostolik Amoris Laetitia yang akan didukung dengan buku referensi yang

relevan untuk penulisan skripsi ini

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul Tinjauan Pastoral Tentang Hidup

Berkeluarga Menurut seruan Apostolik Amoris Laetitia ini akan ditelaah

dalam 5 (lima) bab.

Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan

skripsi, rumusan masalah, tujuan, manfaat penulisan, kajian pustaka, dan

sistematika penulisan.

Bab II memaparkan perkawinan dan keluarga menurut ajaran Gereja

katolik menurut hakikat, tujuan dan sifat hakiki perkawianan menurut ajaran

Gereja dan seruan Apostolik Amoris Leatitia.


8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bab III memaparkan masalah dan tantangan yang dihadapi suami-istri

dalam hidup berkeluarga berdasarkan seruan Apostolik Amoris Laetitia.

Bab IV akan memaparkan bentuk-bentuk Pastoral keluarga yang mungkin

diterapkan untuk membantu suami-istri yang mengalami masalah-masalah dan

tantangan dalam hidup berkeluarga berdasarkan seruan Apostolik Amoris

Laetitia.

Bab V akan memaparkan kesimpulan umum dari bab-bab yang telah

dipaparkan dan penutup.

9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

AJARAN TENTANG PERKAWINAN MENURUT SERUAN APOSTOLIK

AMORIS LAETITIA

A. Pengantar

Dalam bab I penulis menguraikan pendahuluan yang memuat tentang latar-

belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode, kajian pustaka, dan sistematika penulisan yang akan

digunakan penulis dalam menuliskan skripsi ini. Dalam bab II ini penulis akan

menguraikan hakikat, tujuan, sifat, sakramentalitas perkawinan dan panggilan

keluarga menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia.

B. Hakikat Perkawinan Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia

Perkawinan menurut Ajaran Gereja Katolik memiliki hakikat yaitu sebuah

perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk

kebersamaan seluruh hidup. Pandangan perkawinan sebagai sebuah perjanjian

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan juga ditegaskan oleh seruan

Apostolik Amoris Laetitia art 63 yang menyatakan bahwa:

Perjanjian perkawinan yang berasal dari penciptaan dan diwahyukan dalam


sejarah keselamatan, menerima kepenuhan pewahyuan maknanya dalam
Kristus dan Gereja-Nya. Melalui Gereja-Nya, Kristus menganugerahkan
kepada perkawinan dan keluarga, rahmat yang diperlukan untuk memberi
kesaksian tentang kasih Allah dan menghayati hidup persekutuan. Injil
Keluarga terbentang dalam sejarah dunia, mulai dari penciptaan manusia
menurut gambar dan citra Allah (bdk. Kej 1: 26-27), sampai pencapaian
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepenuhan misteri perjanjian dalam Kristus pada akhir zaman dengan


perkawinan Anak Domba (bdk. Why 19:9).

Dari pernyataan di atas ditegaskan bahwa perkawinan diartikan sebagai

perjanjian kasih yang berasal dari Sang Pencipta dan diwahyukan dalam sejarah

keselamatan. Perjanjian perkawinan tersebut mencapai kepenuhan dalam diri

Kristus dan Gereja-Nya. Melalui perkawinan dan keluarga Yesus juga

memberikan rahmat agar perkawinan dan keluarga yang dibangun oleh suami-

istri menjadi sarana untuk menjadi saksi dari kasih Allah dalam hidup

persekutuan.

C. Tujuan Perkawinan Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia

Dalam ajaran Gereja Katolik perkawinan memiliki tujuan untuk kebaikan

suami-istri, kelahiran dan pendidikan anak. Dengan mengutip Ensiklik Humanae

Vitae Amoris Laetitia 68 menegaskan bahwa:

Dengan ikatan hakiki dan cintakasih suami-istri dan penerusan kehidupan.


Cinta kasih perkawinan menuntut suami-istri memiliki kesadaran penuh
akan tugas perutusan mereka sebagai orangtua yang bertanggungjawab:
Hal itu sekarang ini, sudah sepatutnya, banyak dituntut, namun sekaligus
juga harus dimengerti secara benar... Maka pelaksanaan tugas kebapa-
ibuan secara bertanggungjawab menutut agar suami dan istri, mengenal
sepenuhnya kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah, terhadap diri
sendiri, terhadap keluarga dan terhadap masyarakat dalam hirarki nilai
yang benar’ (No. 10). Dalam Anjuran Apostolik Evangeli Nuntiandi, Paus
Paulus VI menyoroti hubungan keluarga dan Gereja.”

Dengan mengutip dari Anjuran Apostolik Evangeli Nuntiandi dari Paus

Paulus VI, Paus Fransiskus menegaskan bahwa dengan ikatan perkawinan


11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bertujuan untuk meneruskan kehidupan melalui kelahiran anak-anak di tengah-

tengah kehidupan perkawinan yang dibangun oleh suami-istri. Dengan

perkawinan itu pula suami-istri dituntut untuk memiliki kesadaran akan tugas

mereka sebagai orangtua terhadap anak-anak mereka. Selain itu suami-istri juga

harus menyadari akan tugas mereka kepada Allah, kepada diri mereka sendiri,

keluarga, dan kepada masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai yang benar.

D. Sifat Perkawinan Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia

Dengan mengutip catatan dari Para Bapa Sinode, Paus Fransiskus

menegaskan sifat perkawian menurut ajaran Gereja Katolik Seruan Apostolik

Amoris Laetitia art 62 menegaskan sebagai brikut:

Para Bapa Sinode mencatat bahwa Yesus, “ketika berbicara tentang


rencana asli dari Allah untuk laki-laki dan perempuan, menegaskan
kembali kesatukan tak terpisahkan antara mereka, bahkan menyatakan
bahwa karena ketegaran hatimu maka Musa mengizinkan kamu
menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian’ (Mat 19:8).
Tidak terceraikannya perkawinan (“Apa yang dipersatukan Allah, tidak
boleh diceraikan manusia,” Mat 19:6), tidak boleh dipandang sebagai ‘kuk’
bagi umat manusia, tetapi sebagai ‘karunia’ yang diberikan kepada orang-
orang yang bersatu dalam perkawinan. Kasih Allah yang mengampuni
selalu menyertai perjalanan manusia; melalui rahmat-Nya, menyembuhkan
dan mengubah hati yang mengeras, membimbingnya menuju awal mula
melalui jalan salib. Injil dengan jelas menyajikan teladan Yesus yang
mewartakan makna perkawinan sebagai pemenuhan pewahyuan yang
mengembalikan rencana Allah semula (bdk. Mat 19:3).

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 62 ini Paus Fransiskus

menegaskan bahwa kesatuan yang dibangun oleh seorang laki-laki dan seorang

perempuan melalui perkawinan adalah kesatuan tak terpisahkan, dengan


12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengambil inspirasi dari Yesus yang mengutip dari ajaran Musa yang

mengizinkan pasangan suami-istri untuk bercerai. Ajaran Musa ini sangat

bertolak-belakang dengan ajaran Yesus tentang perkawinan yang menyatakan

bahwa apa yang telah disatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia (bdk.

Mat 19-6). Melalui seruan Apostolik ini juga ditegaskan bahwa ikatan

perkawinan yang tak-terceraikan tidak boleh dipandang sebagai suatu beban,

melainkan harus dipandang sebagai karunia bagi pasangan yang terikat dalam

perkawinan. Seruan Apostolik Amoris Laetitia juga menegaskan bahwa kasih

Allah yang selalu mengampuni dan menyertai hidup manusia, melalui rahmat

yang memiliki daya penyembuh serta dapat mengubah hati. Yesus mewartakan

makna perkawinan sebagai pemenuhan pewahyuan dan mengembalikan rencana

Allah sejak semula.

E. Sakramentalitas Perkawinan Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia

Setelah memaparkan ajaran tentang perkawinan menurut Gereja Katolik

yang tetap mempertahankan ajaran dari Yesus sendiri Seruan Apostolik Amoris

Laetitia juga menegaskan mengenai ikatan perkawinan yang diangkat ke dalam

martabat Sakramen.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 71-75 secara khusus dibicarakan

tentang Sakramen Perkawinan. Pada artikel 71 Seruan Amoris Laetitia

menegaskan bahwa Yesus memulihkan bentuk asli dari perkawinan dan

keluarga, Yesus juga mengangkat perkawinan dalam martabat Sakramen seperti


13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditegaskan dalam Mat. 19:1-12; Mrk. 10:1-12 dan Ef. 5:21-23. Dalam keluarga

manusia disatukan oleh Kristus dalam gambar dan rupa Tritunggal Mahakudus.

Ditegaskan pula bahwa perkawinan dan keluarga menerima rahmat Roh Kudus

dari Kristus dengan tujuan untuk menjadi saksi Injil Kasih Kristus.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 72 menegaskan bahwa Sakramen

Perkawinan bukan sekedar kesepakatan sosial dan ritual yang kosong atau hanya

dipandang sebagai bentuk kesepakatan lahiriah dari suatu perjanjian. Sakramen

adalah rahmat pengudusan dan keselamatan yang diberikan pasamgan suami-istri

yang terikat dalam perkawinan. Sakramen perkawinan yang diterimakan oleh

suami-istri menghadirkan hubungan Kristus dengan Gereja. Dengan demikian,

kasih suami-istri terus-menerus mengingatkan Gereja akan kejadian di kayu

Salib. Berkat Sakramen Perkawinan yang diterima oleh suami-istri dan berkat

dari Sakramen Perkawinan menjadi rahmat keselamatan bagi seluruh anggota

keluarga maka mereka wajib memberikan kesaksian akan keselamatan yang

mereka terima. Dalam artikel ini juga ditegaskan bahwa perkawinan tersebut

membentuk keluarga sebagai sebuah panggilan.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 73 ditegaskan bahwa

Sakramentalitas perkawinan ditunjukkan dengan tindakan suami-istri yang saling

menyerahkan diri dengan didasari oleh rahmat Sakramen Baptis, yang

menetapkan perjanjian setiap orang pada Kristus dan Gereja. Seorang laki-laki

dan seorang perempuan saling berjanji untuk menyerahkan diri sepenuhnya, setia

dan terbuka pada kehidupan baru. Pasangan suami-istri yang mengakui unsur
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perkawinan sebagai rahmat Allah sendiri maka suami-istri menerima kekayaan

iman dalam sakramen perkawinan.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 74 menyatakan bahwa Sakramen

Perkawinan juga diwujudkan dengan suami-istri yang saling menyerahkan diri

melalui hubungan seksual yang manusiawi. Hubungan seksual tersebut dihayati

dengan penuh cinta kasih dan menjadi jalan bagi pertumbuhan dan rahmat

kehidupan bagi pasangan suami-istri. Makna dan nilai dari kesatuan fisik suami-

istri dinyatakan dengan persetujuan ketika suami-istri saling menerima dan

memberi diri satu dengan yang lain untuk berbagi seluruh hidup.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 75 yang menyatakan bahwa

pelayan Sakramen Perkawinan merurut Gereja Latin adalah pasangan laki-laki

dan perempuan yang menikah dengan mewujudkan kesepakatan perkawinan

mereka. Kesepakatan perkawinan itu diwujudkan dengan saling menyerahkan

diri dan menerima karunia besar. Kesepakatan dan kesatuan tubuh merupakan

sarana tindakan Ilahi yang membuat pasangan suami-istri menjadi satu.

F. Panggilan Hidup Berkeluarga

Melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 1 Paus Fransiskus

menegaskan bahwa sukacita yang dialami oleh setiap keluarga Kristiani

merupakan sukacita yang juga dialami oleh Gereja. Meskipun tidak dapat

dipungkiri bahwa ada banyak tanda-tanda krisis yang dialami oleh keluarga

namun keinginan untuk membentuk perkawinan dan membangun keluarga masih


15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tetap kuat terutama bagi kalangan muda, maka kenyataan ini menjadi inspirasi

bagi Gereja untuk mewartakan kabar baik tentang keluarga.

1. Keluarga Sebagai Persekutuan Antarpribadi

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia art 71 Paus Fransiskus

menegaskan bahwa gambaran keluarga seperti halnya persekutuan Tritunggal.

Persekuan Tritunggal ini merupakan gambaran dari sebuah keluarga dimana di

dalam keluarga terbentuk persekutuan antar- pribadi. Ketika Yesus dibaptis di

sungai Yordan suara Allah Bapa terdengar dan menyebut Yesus sebagai

Anak-Nya yang terkasih dan dalam kasih Allah itu kita mengenal Roh Kudus.

2. Keluarga sebagai Gereja Rumah-tangga.

Dalam ajaran Gereja Katolik keluarga disebut sebagai Ecclesia

Domestica atau Gereja rumah-tangga. Sebutan tersebut selain menegaskan

eratnya pertalian Gereja dan keluarga, juga menegaskan bahwa di dalam

kehidupan rumah-tangga yang dibangun oleh suami-istri Kristiani keluarga

adalah Gereja kecil yang di dalamnya terdapat anggota yang percaya pada

Kristus dan senantiasa terbuka pada kehadiran-Nya.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 15 ditegaskan bahwa

dalam keluarga Kristiani terlihat aspek lain yaitu Gereja yang dipersatukan

dalam rumah seperti yang diinspirasikan oleh Kor. 16:19, Rom. 16:15, Kol.

4:15 dan Fil. 2. Ruang hidup keluarga Kristiani dapat berubah menjadi Gereja

rumah-tangga. Rumah bisa menjadi Gereja kecil karena di dalam rumah

tersebut sering diadakan Ekaristi dan kegiatan-kegiatan lainnya.


16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Di dalam Kitab Wahyu juga ditegaskan bahwa Tuhan berdiri di muka

pintu dan mengetuk dan jika anggota keluarga mendengar suara Tuhan dan

membuka pintu maka Tuhan akan masuk dan mendapatkannya. Keluarga

Kristiani diperkaya dengan perjanjian perkawinan seperti yang diinspirasikan

oleh kasih Kristus pada Gereja-Nya dengan demikian keluarga Kristiani

diharapkan untuk dapat menampakkan kehadiran Kristus dan Gereja secara

nyata pada masyarakat zaman sekarang. Kehadiran Kristus dan Gereja-Nya

dapat diwujudkan oleh keluarga Kristiani melalui kasih yang subur di antara

suami-istri dan anggota keluarga lainnya. Selain itu juga dengan dilandasi

semangat berkorban serta kerja sama yang penuh kasih di antara sesama

anggota keluarga.

Setelah berbicara mengenai keluarga sebagai Gereja kecil dimana

keluarga Kristiani diajak terbuka terhadap kehadiran Tuhan maka dalam

seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 87 ditegaskan bahwa Gereja sejatinya

adalah himpunan dari keluarga-keluarga Kristiani yang secara terus-menerus

diperkaya dengan kehidupan seluruh Gereja rumah-tangga. Maka karena

sakramen perkawinan setiap keluarga pada dasarnya merupakan kebaikan

bagi Gereja; dengan kata lain, keluarga dan Gereja memiliki hubungan timbal-

balik dan keluarga adalah anugerah bagi Gereja. Untuk memelihara anugerah

sakramen yang Tuhan berikan tersebut melibatkan tidak hanya setiap keluarga

tetapi juga seluruh komunitas Kristiani sendiri.

17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Keluarga Sebagai Tempat Lahirnya Generasi Baru

Keluarga sebagai tempat kelahiran generasi baru ini juga ditegaskan dalam

seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 166 yang menyatakan bahwa:

Keluarga adalah lingkungan di mana hidup baru bukan hanya


dilahirkan, tetapi juga disambut sebagai suatu karunia Allah. Setiap
hidup baru memungkinkan kita untuk menemukan dimensi kasih cuma-
cuma yang tidak pernah berhenti membuat kita takjub. Inilah keidahan
dikasihi lebih dahulu: anak-anak telah dikasihi sebelum mereka hadir.
Hal ini mencerminkan keagungan kasih Allah, yang selalu mengambil
prakarsa, karena anak-anak itu “telah dikasihi sebelum mereka dapat
melakukan apa-apa yang membuat mereka pantas menerimanya” Akan
tetapi sejak awal hidup mereka banyak anak-anak yang ditolak,
ditinggalkan dan dirampas masa kanak-kanak dan hari depannya. Ada
juga orang-orang yang berani berkata, sepertinya membenarkan dirinya
sendiri, bahwa membiarkan anak-anak ini hadir ke dalam dunia.
Sungguh memalukan!... Bagaimana kita bisa mengeluarkan deklarasi
tentang hak asasi manusia dan anak-anak, jika kita kemudian
menghukum anak-anak itu atas kesalahan orang dewasa? Jika seorang
anak lahir ke dunia dalam situasi yang tidak diinginkan para orangtua
dan seluruh anggota keluarganya harus melakukan segala upaya untuk
menerima anak tersebut sebagai karunia Allah dan memikul tanggung-
jawab untuk menerima anak-anak ini dengan keterbukaan dan kasih
sayang, sebab ketika berbicara tentang anak yang lahir di dunia, tidak
ada pengorbanan orang dewasa yang dianggap terlalu besar atau terlalu
mahal, jika ini dimaksudkan agar sang anak tidak pernah harus berpikir
bahwa ia adalah suatu kesalahan atau tidak berharga atau ditinggalkan
pada luka-luka kehidupan dan kepada keangkuhan manusia. Karunia
seorang anak, yang dipercayakan Tuhan seorang bapak dan seorang ibu
dimulai dengan penerimaan, dilanjutkan dengan perlindungan seumur
hidup dan memiliki tujuan akhirnya berupa sukacita kehidupan abadi.
Dengan teduh merenungkan pemenuhan akhir pribadi manusia, orangtua
akan lebih menyadari akan karunia berharga yang dipercayakan kepada
mereka. Sebab Tuhan memperbolehkan para orangtua memilihkan nama
dengan mana ia akan memanggil setiap anaknya masuk dalam
keabadian.

Dari artikel Seruan Apostolik Amoris Laetitia 166 di atas Paus

Fransiskus mengajak setiap keluarga untuk menerima anak-anak yang lahir


18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

di dalam keluarga. Paus Fransiskus juga menyerukan bahwa banyak anak-

anak yang tidak diterima oleh orangtua dan keluarganya. Maka melalui

Amoris Laetitia Paus Fransiskus mengajak setiap orangtua dan keluarga untuk

dapat menerima anak-anak dan memberikan kasih sayang kepada setiap anak

yang dikaruniakan Tuhan bagi orangtua dan keluarga.

4. Keluarga Sebagai Tempat Pendidikan Iman Anak-anak

Setelah berbicara mengenai keluarga sebagai tempat lahirnya generasi

baru yaitu anak-anak yang dikaruniakan Tuhan dalam keluarga Kristiani,

Amoris Laetitia juga berbicara tentang perlunya keluarga Kristiani juga

menjadi tempat pendidikan iman bagi anak-anak mereka.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 16 menyatakan bahwa:

Kitab Suci memandang keluarga sebagai tempat di mana anak-anak


dibesarkan dalam iman. Ini jelas dari perayaan Paskah (bdk. Kel 12:26-
27, Ul 6:20-25) kemudian tampak secara eksplisit dalam haggadah
Yahudi, dalam bentuk narasi dialogis yang mengiringi upacara makan
paskah. Bahkan, satu Mazmur menyampaikan pewartaan keluarga
tentang iman: Yang telah kamu dan kami ketahui, dan yang diceritakan
kepada kami oleh nenek moyang kami, kami tidak hendak sembunyikan
kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan
yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan
perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Telah ditetapkan-
Nya pringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel ; nenek
monyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada
anak-anak mereka, supaya dikenal oleh angkatan supaya anak-anak
yang lahir kelak bangun dan menceritakannya kepada anak-anak
mereka.” (Mzm 78:3-6). Maka, keluarga merupakan tempat di mana
orangtua menjadi guru pertama iman bagi anak-anak mereka. Ini adalah
tugas “pekerja terampil”, yang diteruskan dari satu orang ke orang
lainnya: “Dan apabila anakmu akan bertanya kepadamu di kemudian
hari.... maka haruslah engkau berkata kepadanya....” (Kel 13:14).
Dengan demikian, berbagai angkatan dapat mengangat nyanyian mereka

19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepada TUHAN: “ terutama anak-anak dara, orangtua dan orang


muda!”

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 16 Paus Fransiskus

menegaskan bahwa keluarga menjadi tempat pendidikan iman bagi anak-

anak. Hal tersebut diinspirasikan oleh Kitab Mazmur 78:3-6 yang

menyatakan bahwa “Telah ditetapkan-Nya peringatan pada Yakub dan

hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya

untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh

angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun

dan menceritakannya kepada anak-anak mereka.” Hal tersebut menegaskan

bahwa orangtua wajib mewariskan kekayaan Iman mereka kepada anak-anak

dengan cara mengenalkan, mengajarkan Iman Katolik seperti yang dianut

orangtua mereka.

5. Rangkuman

Dalam Bab II penulis membahas tentang ajaran perkawinan yang

disampaikan oleh Paus Fransiskus melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia tersebut Paus Fransiskus

menyampaikan ajaran perkawinan Katolik yang meliputi hakikat, tujuan, sifat,

Sakramentalitas Perkawinan dan panggilan untuk hidup berkeluarga.

Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia 63 Paus Fransiskus

menegaskan hakikat perkawinan Katolik yaitu perkawinan dipandang sebagai

perjanjian kasih antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dimana


20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perjanjian kasih tersebut berasal dari Allah sendiri dan diwahyukan dalam

sejarah keselamatan. Melalui perkawinan Yesus memberikan rahmat kepada

suami-istri untuk menjadi saksi kasih Allah dalam hidup persekutuan.

Selain itu Paus Fransiskus juga menekankan kembali tujuan perkawinan

yaitu meneruskan kehidupan melalui kelahiran anak-anak dimana dalam hal

ini suami-istri dituntut untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak

mereka. Melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia 62 Paus Fransiskus juga

menekankan sifat perkawinan Katolik yaitu kesatuan dan tak terceraikan. Paus

Fransiskus juga menegaskan bahwa tak-terceraikannya perkawinan jangan

menjadi beban melainkan harus dipandang sebagai rahmat bagi suami-istri

Kristiani.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 71-75 juga ditegaskan

mengenai Sakramentalitas dalam Perkawinan Katolik. Paus Fransiskus

mengambil inspirasi dari ajaran Yesus sendiri yaitu Mat. 19:1-12; Mrk. 10:1-

12 dan Ef. 5:21-23. Sakramentalitas Perkawinan Katolik ditandai dengan

karunia Roh Kudus yang diterima suami-istri dengan tujuan untuk menjadi

saksi kasih dan Injil Yesus Kristus. Selain itu ditegaskan pula bahwa

Sakramentalitas bukan ritual kosong dan tidak ada maknanya, tetapi Sakramen

menunjukan rahmat pengudusan bagi suami-istri. Dalam Seruan Apostolik

Amoris Laetitia ditegaskan bahwa Sakramentalitas perkawinan ditunjukkan

dengan tindakan suami-istri yang saling menyerahkan diri. Seorang laki-laki

dan seorang perempuan saling berjanji untuk menyerahkan diri sepenuhnya,


21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

setia dan terbuka pada kehidupan baru. Pasangan suami-istri yang mengakui

unsur perkawinan sebagai rahmat Allah sendiri maka suami-istri menerima

kekayaan iman dalam Sakramen Perkawinan.

Di dalam bab I ini juga ditekankan panggilan hidup berkeluarga. Paus

Fransiskus menyatakan bahwa sukacita yang dialami oleh setiap keluarga juga

merupakan sukacita bagi Gereja sendiri. Menurut Seruan Apostolik Amoris

Laetitia 71 ditegaskan bahwa keluarga adalah persekutuan antar-pribadi.

Selain itu keluarga juga dipandang sebagai Eccleciae Domestica atau Gereja

rumah-tangga. Hal ini mengingat bahwa eratnya pertalian Gereja dan

keluarga. Selain itu keluarga memiliki tugas yaitu sebagai tempat lahirnya

generasi baru bagi keluarga. Ditegaskan pula bahwa anak-anak harus diterima

dan didik sesuai dengan iman Katolik.

22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

MASALAH, TANTANGAN, DAN SITUASI KRISIS YANG TERJADI

DALAM KEHIDUPAN PERKAWINAN DAN KELUARGA DALAM SERUAN

APOSTOLIK AMORIS LAETITIA

A. Pengantar

Bab II membahas mengenai ajaran perkawinan menurut Gereja Katolik

yang memuat tentang hakikat, tujuan, sifat, sakramentalitas perkawinan, dan

panggilan keluarga menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia. Dalam Seruan

Apostolik Amoris Laetitia tersebut ditegaskan bahwa Gereja Katolik tetap

mempertahankan ajaran Yesus mengenai perkawinan yang hakikatnya

merupakan perjanjian antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk

persekutuan seluruh hidup. Selain itu dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia

juga ditegaskan bahwa perkawinan yang tak-terceraikan adalah suatu anugerah

bagi suami-istri.

Dalam menempuh hidup berkeluarga tidak jarang suami-istri menghadapi

berbagai persoalan, tantangan, dan situasi krisis yang kadang sulit untuk dapat

dipecahkan. Sekarang ini tidak jarang kehidupan suami-istri diwarnai dengan

percecokan yang terjadi secara terus-menerus, perselingkuhan yang dilakukan

oleh suami-istri sehingga dapat mencederai janji perkawinan yang telah dibangun

oleh suami-istri. Kemudian juga terdapat masalah keuangan yang tidak bisa

mencukupi kebutuhan keluarga, terjadi juga kekerasan dalam rumah-tangga yang


23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat mengancam keselamatan anggota keluarga. Selain itu terdapat juga

pasangan yang tinggal bersama di luar pernikahan, kesulitan orangtua dalam

mendidik anak serta kesulitan dan tantangan-tantangan lainnya yang kerap kali

dihadapi suami-istri dalam membangun hidup berkeluarga. Keprihatinan yang

dihadapi oleh setiap keluarga ini juga menjadi keprihatinan dari Para Bapa

Konsili yang ditegaskan melalui GS 47 yang menyatakan bahwa perkawinan

yang telah dibangun oleh suami-istri dicederai oleh adanya praktik poligami,

perceraian, dan percintaan bebas. Tidak hanya itu, perkawinan juga dicemarkan

oleh adanya cinta diri, gila kenikmatan, dan mengusahakan segala macam cara

untuk mencegah lahirnya keturunan. Dalam bab ini akan diuraikan tentang

masalah, tantangan, dan situasi krisis yang terjadi dalam kehidupan perkawinan

dan keluarga yang terdapat dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia.

B. Permasalahan dalam keluarga

Menjalani dan membangun hidup keluarga memang tidak mudah. Dalam

membangun hidup keluarga sering diwarnai dengan aneka tantangan, dan

masalah yang kompleks. Para Bapa Sinode mencatat beberapa tantangan yang

sering dalam hidup berkeluarga antara lain:

a. Dalam Amoris Laetitia (AL) art 50 disebutkan bahwa:

keluarga-keluarga Kristiani yang merasa kesulitan mendidik dan


membesarkan anak-anak. Hal ini disebabkan oleh kesibukan orangtua
dalam bekerja sehingga mereka tidak ingin berbicara pada anak-anak.
Selain itu disebabkan juga oleh banyak gangguan termasuk kecanduan
televisi, sehingga menyulitkan orangtua untuk berbicara tentang iman
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepada anak-anak mereka. Kemudian juga adanya efek stress hebat yang
dialami keluarga, yang disebabkan oleh keluarga yang lebih mementingkan
masa depan mereka daripada menikmati masa sekarang. Ini adalah masalah
budaya yang lebih luas, ketakutan mengenai pekerjaan yang mapan,
keuangan dan masa depan anak-anak.

Situasi dunia saat ini memang seringkali memaksa suami-istri untuk

pergi bekerja. Sudah menjadi hal yang lazim jika seorang pekerja akan

menghabiskan lima puluh sampai dengan enam puluh jam dalam seminggu

untuk bekerja.

Akar dari persoalan ini adalah adanya dorongan yang besar untuk

menjadi orang sukses dan terpandang. Banyak orang mengartikan bahwa

menjadi orang sukses adalah dengan memiliki banyak uang, reputasi yang

hebat, dan memiliki kedudukan yang tinggi. Dengan demikian banyak

orangtua rela menghabiskan waktu untuk bekerja di luar rumah daripada

menghabiskan waktu bersama anggota keluarga (Albertus Purnomo, 2015:

144-145).

b. Dalam Amoris Laetitia (AL) art 51 disebutkan bahwa:


Narkoba juga disebutkan sebagai salah satu “momok” di masa kita,
menyebabkan penderitaan yang besar dan bahkan perpecahan untuk
banyak keluarga. Hal yang sama juga untuk kecanduan alkohol,
perjudian, dan beberapa kecanduan yang lain. Keluarga bisa menjadi
tempat di mana hal ini bisa dicegah dan diatasi, namun masyarakat dan
politik tidak melihat keluarga berada dalam resiko perpecahan dalam
keluarga, yang muda dibuang dan yang lanjut usia diabaikan, anak-anak
yang menjadi yatim piatu walaupun orang tuanya masih hidup, anak
remaja dan dewasa muda kebingungan dan tidak didukung. Seperti yang
disebutkan Uskup Mexico, kekerasan dalam keluarga melahirkan agresi
sosial dalam bentuk baru, karena “relasi dalam keluarga juga bisa
menjelaskan adanya kecenderungan tentang kepribadian yang keras.”
Inilah kasus yang sering terjadi pada keluarga yang kurang
berkomunikasi, sikap defensif mendominasi, anggota tidak saling
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mendukung satu sama lain, tidak ada aktivitas keluarga yang partisipatif,
hubungan orang tua-anak sering diwarnai dengan konflik, kekerasan,
dan permusuhan. Kekerasan dalam keluarga adalah dasar dari kebencian
yang ada dalam hubungan antar manusia.

c. Tantangan yang dialami oleh keluarga terdapat pada Amoris Laetitia

selanjutnya terdapat pada art 52 menyatakan bahwa:

Tidak ada yang dapat berpikir bahwa melemahnya keluarga, di mana


masyarakat secara alami dibangun di atas perkawinan, akan berpengaruh
bagi masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya, ini merupakan
ancaman bagi perkembangan kedewasaan dari tiap individu,
perkembangan nilai komunitas dan kemajuan moral dari kota dan
negara. Ada kegagalan untuk menyadari bahwa hanya kesatuan
eksklusif dan tak terpisahkan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan akan mempunyai peran yang lengkap dalam masyarakat
sebagai fungsi untuk menjaga kestabilan komitmen. Namun faktanya,
ada beberapa negara yang mengizinkan perkawinan sesama jenis.
Perkawinan sesama jenis tidak bisa disamakan dengan perkawinan.
Tidak ada persatuan yang sementara atau dekat dengan perubahan hidup
yang dapat menjamin masa depan masyarakat.

d. Seruan Apostolik Amoris Laetitia 53 menyatakan bahwa:

Masih ada budaya dalam masyarakat masih mempertahankan praktik


poligami, di tempat lain, pengaturan perkawinan, adalah praktek yang
abadi, dan tidak hanya di negara-negara barat, praktek hidup bersama
sebelum menikah sudah menyebar. Praktik hidup bersama diluar
perkawinan yang sah terjadi sebagai alasan tidak adanya kenginan untuk
menikah. Di berbagai negara pembuatan undang-undang memfasilitasi
perkembangan variasi atau alternatif untuk menikah, sebagai akibatnya,
pernikahan, dengan sifat eksklusif, tak-terpisahkan, dan terbuka untuk
kehidupan, dianggap menjadi pilihan yang ketinggalan zaman. Banyak
negara menyaksikan pembangunan kembali keluarga, kecenderungan
mengadopsi model yang mengarah pada otonomi keinginan individu.
Tentu saja adalah sah dan benar untuk menolak bentuk lama dari
keluarga tradisional yang ditandai dengan otorisasi bahkan kekerasan,
namun hal ini juga pada padangan yang merendahkan nilai perkawinan
sendiri, melainkan harus menemukan kembali arti aslinya dan
pembaharuannya. Kekuatan keluarga “terdapat pada kapasitasnya untuk
mengasihi dan mengajarkan bagaimana harus mengasihi. Dalam semua
masalah, keluarga selalu dapat bertumbuh, dimulai dengan kasih.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Salah satu prinsip dalam Gereja Katolik mengenai perkawinan adalah

bahwa perkawinan yang memiliki prinsip monogam. Artinya perkawinan

yang hanya dilangsungkan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan

saja. Konsekuensi logis dari gagasan monogam perkawinan adalah bahwa

seseorang yang sudah terikat perkawinan tidak dapat menikah lagi secara sah

dengan orang lain karena terhalang oleh ikatan nikah yang pertama (Alf. Catur

Raharso, 2006:32).

Ajaran Gereja Katolik menentang praktik poligami karena perempuan

tidak dipandang sebagai patner yang sepadan sehingga seorang istri harus

menumbuhkan dan mendidik anak-anak seorang diri tanpa patisipasi penuh

dari suami. Selain itu juga didalam praktik poligami sering terjadi istri

pertama tidak diperlakukan secara adil, tidak diberi nafkah, ditelantarkan dan

ditinggalkan oleh suaminya. Dengan kata lain bahwa poligami menrupakan

praktik ketidakadilan terhadap perempuan suatu subbordinasi perempuan

dibawah laki-laki atas dasar superioritas kepentingan laki-laki. Poligami juga

memandang perempuan berada dalam posisi objek (Alf. Catur Raharsa,

2006:89-90)

e. Dalam Amoris Laetitia art 54 Paus Fransiskus menyatakan bahwa:

kekerasan dan terhadap wanita harus dihentikan. Meskipun sekarang


Negara-negara telah mengakui peran dan partisipasi wanita meskipun, di
beberapa negara masih perlu dipromosikan akan hak, peran, dan
partisipasi wanita. Paus Fransiskus menyerukan untuk menghentikan
perbuatan yang bersifat merendahkan martabat wanita. Perbuatan yang
merendahkan wanita seperti melakukan kekerasan baik fisik maupun
kata-kata kasar selain itu juga ada kekerasan seksual yang bersifat
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kontradiktif terhadap nilai kesatuan perkawinan suami-istri. Paus


Fransiskus juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan pada
kebudayaan dibeberapa negara seperti mutilasi pada alat kelamin
wanita, kurangnya kesetaraan dalam bidang pekerjaan, pemakaian
wanita sebagai ibu pengganti serta ekploitasi dan komersialisasi tubuh
wanita di era media saat ini. Adanya kesetaraan martabat antara laki-laki
dan perempuan merupakan sukacita bagi Gereja. Gereja juga melihat
bahwa pergerakan wanita melibatkan terang Roh Kudus untuk
meperjelas hak pengakuan dan martabat wanita.

Keprihatinan yang ditunjukkan oleh Paus Yohanes Paulus II melalui

anjuran Apostolik Familiaris Consortio 24 adalah keprihatinan akan adanya

pelanggaran-pelanggaran terhadap martabat kaum perempuan. Perempuan

sering dijadikan sebagai benda dari objek perniagaan, mereka dijadikan

sebagai pelayan guna memuaskan kenikmatan dan rasa egoisme semata dan

yang menjadi korban adalah kaum perempuan.

Cara pandang yang demikian tentu menghasilkan buah-buah yang pahit

misalnya penghinaan terhadap kaum laki-laki dan perempuan, perbudakan,

penindasan bagi kaum lemah, pornografi dan pelacuran yang terorganisasi,

serta bentuk-bentuk diskriminasi pendidikan dan pekerjaan.

Selain itu juga masih banyak bentuk diskriminsi yang merendahkan

martabat perempuan di dalam masyarakat dan merugikan golongan-golongan

khas wanita misalnya para istri yang tidak memiliki anak, janda, yang

berpisah dengan suaminya dan para ibu yang tidak menikah.

28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

f. Seruan Apostolik Amoris Laetitia (AL) juga menegaskan bahwa:

Pria memiliki peran yang setara dalam kehidupan keluarga, khususnya


dalam melindungi dan dukungan terhadap istri dan anak-anak mereka.
Banyak laki-laki yang menyadari akan pentingnya peran mereka dalam
keluarga dan menghidupinya dengan benar. Namun dengan tidak
adanya seorang ayah akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan
keluarga dan integrasi anak-anak ke dalam masyarakat. Ketiadaan ini
bisa secara fisik, emosi, psikologi, dan spiritual, menghilangkan figur
seorang ayah bagi anak-anak.

Dalam kehidupan berkeluarga seorang laki-laki dipanggil untuk

menghayati perannya sebagai suami dan ayah. Sesuai dengan wahyu yang

diinspirasikan oleh Allah sendiri melalui Kejadian 2:18 bahwa Allah

menjadikan wanita sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki.

Dengan demikian maka cintakasih suami-istri tersebut juga diwujudkan

dengan adanya sikap hormat dan memandang seorang istri memiliki

martabat yang sama dengan suami. Dalam anjuran Apostolik ini Santo Bapa

Yohanes Paus Paulus ke-II mengutip pernyataan dari Santo Ambrosius yang

menyatakan bahwa :” seorang suami bukan majikan istrinya, istri bukan

budak bagi suami. Tetapi suami haruslah menerima istri dengan penuh rasa

cinta”. Selain itu ditegaskan pula bahwa suami Kristen harus menampakkan

cintakasih kepada istri, cintakasih yang lembut dan kuat yang nampak dalam

cintakasih Kristus dengan Gereja-Nya.

Namun pada situasi sosio-budaya sekarang ini seorang ayah yang

kurang memperdulikan keluarganya bahkan kurang melibatkan dalam

pendidikan anak-anaknya. Maka penting bagi seorang ayah untuk

29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

meningkatkan kesadaran mereka akan tugasnya sebagai ayah dalam keluarga.

Begitu pentingnya kehadiran seorang ayah tersebut di dalam keluarganya

sehingga kehadiranya tak bisa tergantikan. Tanpa kehadiran seorang ayah

mengakibatkan ketidak-seimbangan psikologis, moril dan kesulitan-kesulitan

dalam hubungan keluarganya.

Namun sebaliknya kehadiran seorang ayah yang selalu menindas akan

mengancam kehidupan bagi keluarganya maka seorang suami diharapkan

menunaikan dan menghayati perannya di hadapan Allah sendiri. Suami

diharapkan dapat menjamin perkembangan seluruh anggota keluarga secara

harmonis dan terpadu. Dengan menghayati hidupnya dan memberikan

kesaksiannya dalam hidup Kristen yang dewasa secara efektif menghantarkan

anak-anak memasuki pengalaman aktual akan Kristus dan Gereja.

g. Dalam Amoris Laetitia (AL) art 56 dinyatakan bahwa:

Tantangan lain yang muncul akibat bervariasinya ideologi gender yang


“menolak perbedaan dan timbal balik alami antara pria dan wanita dan
mempertimbangkan sebuah masyarakat tanpa perbedaan seksual,
sehingga menghapus dasar anthropologi keluarga. Ideologi ini mengarah
pada program pendidikan dan lembaga perundangan yang
mempromosikan identitas pribadi dan keintiman emosi yang secara
radikal memisahkan perbedaan biologi antara pria dan wanita.
Akibatnya, identitas manusia menjadi pilihan individu, yang bisa
berubah dengan berjalannya waktu.” Menjadi perhatian kita bila
beberapa ideologi semacam ini, yang mencari respon terhadap aspirasi
yang bisa dimengerti, menyatakan bahwa diri mereka absolut dan tidak
dapat dipertanyakan, bahkan mendikte tentang bagaimana anak-anak
harus dibesarkan. Harus ditekankan bahwa “seks secara biologi dan
aturan gender secara sosial budaya dapat dibedakan tapi tidak dapat
dipisahkan.” Di sisi lain, “revolusi teknologi dalam era penciptaan
manusia memperkenalkan kemampuan memanipulasi tindakan
reproduksi, membuat hal tersebut menjadi bebas dari hubungan seksual
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

antara pria dan wanita. Dengan cara ini, kehidupan manusia dan
pendidikan anak menjadi modular dan kenyataan yang terpisah,
tergantung keinginan individu atau pasangan.” Adalah satu hal untuk
mengerti kelemahan manusia dan kompleksitas hidup, di sisi lain kita
harus menerima ideologi yang berusaha memisahkan aspek realita yang
tidak bisa dipisahkan. Janganlah kita jatuh dalam dosa ketika berusaha
menggantikan Sang Pencipta. Kita adalah ciptaan, bukan yang maha
kuasa. Kita telah diciptakan lebih dulu dan ini harus diterima sebagai
karunia. Diwaktu yang sama, kita dipanggil untuk melindungi
kemanusiaan, dan hal ini berarti, pertama-tama, menerima hal tersebut
dan menghormatinya karena hal itu telah diciptakan.

Selain menghadapi tantangan tidak jarang keluarga-keluarga Kristiani juga

harus menghadapi situasi yang sulit yakni situasi kompleks. Berikut ini

adalah situasi-situasi kompleks yang sering dihadapi oleh keluarga-keluarga

Kristiani berdasarkan seruan Apostolik Amoris Laetitia:

a. Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia (AL) art 247 dinyatakan bahwa:

Masalah yang melibatkan perkawinan campuran memerlukan perhatian


khusus. Perkawinan antara orang Katolik dan orang yang dibaptis
lainnya ‘memiliki sifat khususnya tersendiri, tetapi mereka memiliki
banyak elemen yang dapat bermanfaat dan dikembangkan, baik untuk
nilai intrinsik mereka maupun untuk kontribusi yang dapat mereka
sumbangkan bagi gerakan ekumenis'. Untuk tujuan ini, 'suatu upaya
harus dilakukan untuk menjalin kerjasama yang baik antara para pelayan
Katolik dan non-Katolik saat memulai persiapan perkawinan sampai
upacara pernikahan' (Familiaris Consortio,79). Sehubungan dengan
keterlibatan dalam Ekaristi, ‘keputusan apakah pihak non-Katolik dalam
perkawinan tersebut dapat menerima komuni Ekaristi harus dibuat
dengan memperhatikan norma-norma umum tentang hal ini, baik bagi
orang Kristen Timur maupun Kristen lainnya, dengan
mempertimbangkan situasi tertentu dari penerimaan sakramen
perkawinan oleh dua pihak yang telah dibaptis secara Kristiani.
Meskipun pasangan dalam perkawinan campur saling berbagi sakramen
baptis dan perkawinan, berbagi Ekaristi hanya bisa menjadi
pengecualian dan dalam setiap kasus disesuaikan dengan norma-norma
yang telah digariskan ' (Dewan Kepausan untuk Persatuan Umat
Kristen, direktori untuk Penerapan Prinsip dan Norma tentang
Ekumenisme, 25 Maret 1993, 159-160)
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam hukum Gereja Katolik perkawinan campur dinormakan pada

kanon 1124. Maksud dengan perkawinan campur sendiri adalah

perkawinan yang dilangsungkan antara seseorang yang dibaptis dan

diterima dalam Gereja Katolik dengan seseorang yang tidak dibaptis secara

katolik. Perkawinan ini mempunyai sifat sakramentali sejauh perkawinan

tersebut dilaksanakan secara sah jika seorang laki-laki dan seorang

perempuan itu sama-sama dibaptis (bdk kan. 1055-1056).

b. Selain menyoroti perkawinan campur atau beda Gereja dalam Amoris

Laetitia (AL) juga diungkapkan kondisi keluarga dengan perkawinan beda

agama yang terdapat dalam AL art 248 yang menyatakan bahwa:

Perkawinan yang melibatkan disparitas kultus (perbedaan ibadat)


merupakan kesempatan istimewa untuk dialog antar agama dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka melibatkan kesulitan-kesulitan khusus
menyangkut baik identitas Kristiani keluarga maupun pendidikan
agama bagi anak-anak. Jumlah rumah tangga dari pasangan menikah
dengan disparitas kultus, meningkat di wilayah misi, dan bahkan di
negara-negara dengan tradisi Kristiani yang sudah lama, perlu segera
mendapatkan pelayanan pastoral yang dibedakan menurut berbagai
konteks sosial dan budaya. Di beberapa negara yang tidak memiliki
kebebasan beragama, pasangan Kristiani diwajibkan untuk pindah ke
agama lain agar dapat menikah, karena itu mereka tidak bisa
merayakan pernikahan kanonik yang melibatkan disparitas kultus
atau membaptis anak-anak. Oleh karena itu kita harus terus
mengulang-ulang perlunya kebebasan beragama dihormati. Perhatian
perlu diberikan kepada orang-orang yang memasuki perkawinan
seperti itu, tidak hanya pada periode sebelum pernikahan. Tantangan
unik adalah menghadang pasangan dan keluarga di mana yang
satunya katolik dan yang lainnya bukan orang percaya. Dalam kasus
seperti ini, mewartakan kesaksian tentang kemampuan Injil meresap
masuk dalam situasi ini akan memungkinkan untuk membesarkan
anak-anak mereka di dalam iman Kristiani.

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam hukum Gereja Katolik perkawinan beda agama merupakan

halangan nikah Gerejawi. Seperti yang dinormakan pada kanon 1086.

Kanon tersebut menegaskan bahwa antara orang katolik dan orang yang

tidak dibaptis tidak dapat melangsungan pernikahan dengan sah, tanpa

adanya dispensasi disparitas cultus atau halangan nikah beda agama.

Halangan nikah beda agama ini berbeda dari perkawinan campur

seperti ditegaskan pada kanon 1124-1129 karena, pada perkawinan campur

tidak perlu dispensasi dari Ordinaris wilayah tetapi cukup hanya

dibutuhkan izin demi kelayakan perkawinan. Keluarga dengan perkawinan

beda agama ini tantangan tersendiri karena sebagai aggota Gereja Katolik

yang penuh orang katolik berkewajiban untuk menjaga imannya dari segala

bahaya. Maka menyadari bahwa hidup dengan orang lain yang tidak

seiman dapat memberikan pengaruh buruk bagi iman Katolik maka Gereja

melarang perkawinan orang bukan katolik (Rubiyatmoko, 2011:74-75).

Halangan nikah beda agama ini halangan yang bersifat Gerejawi

sehingga dapat didispensasi. Namun ada beberapa syarat yang harus

dipenuhi seperti yang ditentukan dalam kanon 1125 yaitu sebagai berikut:

 Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan


iman serta memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala
sesuatu dengan sekuat tenaga agar, semua anaknya dibaptis dan didik
dalam Gereja Katolik.
 Mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak Katolik itu pihak
yang lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga
jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak katolik;

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

 Kedua pihak hendaknya diajar mengenai tujuan-tujuan dan ciri-ciri


hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun
dari keduanya.

c. Situasi keluarga yang kompleks berikutnya adalah seseorang yang ingin

dibaptis secara katolik dengan status perkawinan rumit seperti ada dalam

Amoris Laetitia art 249 yang menyatakan:

Masalah khusus muncul ketika orang-orang dengan situasi perkawinan


yang kompleks ingin dibaptis. Orang-orang ini yang menjalani kontrak
perkawinan yang stabil untuk suatu jangka waktu dimana setidaknya
salah satu dari mereka tidak mengenal iman Kristiani. Dalam kasus
tersebut, uskup berperan untuk memberikan discernment pastoral yang
sepadan dengan kondisi spiritual mereka.

d. Dalam ajuran Apostolik Amoris Laetitia para Bapa Sinode juga menaruh

perhatian kepada kaum homoseksual. AL art 250 menyatakan bahwa: .

Gereja mengadopsi sikap Tuhan Yesus, yang menawarkan cintaNya


yang tak terbatas kepada setiap orang tanpa kecuali. Selama Sinode,
kami membahas situasi keluarga yang anggotanya mencakup mereka
yang mengalami ketertarikan sesama jenis, situasi yang tidak mudah
baik bagi orang tua maupun bagi anak-anak. Kami ingin menegaskan
kembali di hadapan semua yang lain bahwa setiap orang, tanpa
memandang orientasi seksual, harus dihormati martabatnya dan
diperlakukan dengan penuh pertimbangan, sementara 'setiap tanda
diskriminasi yang tidak adil' dihindarkan dengan hati-hati, khususnya
segala bentuk agresi dan kekerasan. Keluarga tersebut harus diberikan
bimbingan pastoral dengan penuh hormat, sehingga mereka yang
memperlihatkan orientasi homoseksual dapat menerima bantuan yang
mereka butuhkan untuk memahami dan sepenuhnya melaksanakan
kehendak Allah dalam hidup mereka.

e. Telah dinyatakan pada artikel sebelumnya bahwa Gereja katolik tetap

merangkul mereka yang mengalami kelainan orientasi seksual atau

homoseksual. Namun para Bapa Sinode menolak bentuk hidup bersama

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kaum homoseksual dengan perkawinan heteroseksual. Seperti yang

dinyatakan dalam Amoris Laetitia art 251 bahwa:

Dalam membahas martabat dan misi keluarga, para Bapa Sinode


mengamati bahwa, sebagai usulan untuk menempatkan penyatuan
antara orang-orang homoseksual pada tingkat yang sama dengan
perkawinan, tidak ada dasar sama sekali untuk mempertimbangkan
penyatuan homoseksual dengan cara apapun serupa atau bahkan
analog jauh terhadap rencana Allah bagi perkawinan dan keluarga".
Tidak dapat diterima "bahwa Gereja-Gereja lokal menjadi subyek
tekanan dalam perkara ini dan bahwa badan-badan internasional harus
memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara miskin
bergantung pada penerbitan hukum untuk menetapkan 'perkawinan'
antara orang-orang dengan jenis kelamin yang sama.

Gereja Katolik memegang prinsip heteroseksul adalah perkawinan

yang sah. Prinsip ini didasarkan pada Kitab Kejadian 1:26-27 dimana Allah

menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, yaitu laki-laki dan

perempuan. Selanjutnya Allah menyatukan laki-laki dan perempuan untuk

hidup dalam persekutuan sehingga mereka ditugaskan oleh Allah untuk

beranak-cucu dan bertambah banyak (Kej. 1:28;2:18-24). Ini merupkan

dasar dari ajaran perkwinan Gereja bahwa perkawinan hanya boleh terjadi

pada seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Gereja katolik mengikuti, melestarikan dan mempertahankan

ketetapan Allah dalam tata penciptaan yakni perkawinan yang bercorak

heteroseksual karena Allah menghendaki relasi timbal balik dan saling

melengkapi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan oleh karena itu

Gereja Katolik tidak mengakui adanya pernikahan sesama jenis baik

sesama laki-laki (homoseksual) ataupun sesama perempuan (lesbian).


35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Relasi dari kaum homoseksual dan lesbian tidak bisa diangkat kedalam

perkawinan karena memiliki kecacatan dalam kesepakatan (lih Kanon

1057§2). ( Catur Raharsa, 2006).

C. Tantangan, Krisis, dan Keprihatinan

Dalam Amoris Laetitia juga dipaparkan mengenai berbagai situasi yang

berupa tantangan, krisis dan keprihatinan yang terjadi dalam kehidupan

berkeluarga. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hal-hal tersebut

1. Mendidik anak

Tantangan yang dihadapi oleh keluarga Kristiani yang pertama adalah

kesulitan para orangtua dalam mendidik anak-anak. Hal ini diungkapkan

dalam Seruan Amoris Laetitia art 50 yang menyatakan bahwa setiap

orangtua menghadapi kesulitan untuk mendidik anak-anak mereka. Hal ini

disebabkan oleh orangtua yang kelelahan dalam bekerja sehingga para

orangtua sulit untuk membagikan waktu kepada anak-anak. Selain itu,

adanya kecanduan televisi dan berbagai tawaran hiburan lainya yang

mengakibatkan orangtua kesulitan untuk mendidik dan meneruskan warisan

iman kepada anak-anak mereka. Dalam Seruan Amoris Laetitia ini para

Paus Fransiskus juga menyoroti fenomena dari keluarga-keluarga Kristiani

saat ini yang cenderung untuk menghindari permasalahan yang terjadi dalam

keluarga. Keadaan ini juga diperparah dengan situasi sosial dan budaya di

36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mana terdapat situasi ketidakpastian ekonomi, pekerjaan, dan masa depan

anak-anak mereka.

2. Kecanduan terhadap narkoba, alkohol, dan judi

Tantangan berikutnya yang sering dihadapi oleh keluarga Kristiani

adalah adanya kecanduan terhadap obat-obatan terlarang, alkhol, dan

perjudian seperti yang ditegaskan dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia

51

Ketergantungan Pada napza juga disebutkan salah satu bencana zaman


kita, yang menyebabkan penderitaan besar dan bahkan perpecahan
pada banyak keluarga. Hal yang sama juga terjadi pada orang yang
kecanduan alkohol, perjudian, dan masalah lainnya. Keluarga bisa
menjadi tempat dimana hal ini bisa dicegah dan diatasi, namun
masyarakat dan politik tidak memahami bahwa keluarga berrisiko
“kehilangan kemampuan bertindak untuk menolong mereka... Kita
mencatat akibat serius dari perpecahan dalam keluarga retak, anak-
anak dicabut dari akarnya, orang-orang lanjut usia ditinggalkan, anak-
anak menjadi yatim piatu walaupun orangtuanya masih hidup, anak
remaja dan dewasa muda kehilangan arah dan tidak punya aturan.”
Seperti yang disebutkan para uskup Meksiko, ada, situasi menyedihkan
kekerasan dalam keluarga yang menjadi lahan subur berkembangnya
bentuk-bentuk baru agresi sosial, karena “relasi dalam keluarga juga
menjelaskan adanya kecenderungan pribadi yang keras.” Inilah kasus
yang sering terjadi dengan keluarga-keluarga yang kurang
berkomunikasi, yang didominasi oleh sikap defensif, yang para
anggotanya tidak saling mendukung satu sama lain, yang tidak
memiliki kegiatan keluarga yang mendorong partisipasi, yang
hubungan kedua orangtua sering diwarnai dengan konflik dan
kekerasan, yang hubungan orangtua-anak ditandai dengan sikap
bermusuhan. Kekerasan dalam keluarga adalah persemaian dendam
dan kebencian dalam hubungan manusia yang fundamental.”

Dari kutipan di atas ditegaskan bahwa adanya kecanduan alkohol,

judi, obat-obatan terlarang yang terjadi pada anggota keluarga dapat

berdampak buruk bagi keutuhan keluarga. Selain itu, juga berdampak bagi
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orang-orang lanjut usia yang ditinggalkan, anak-anak menjadi yatim-piatu

meskipun orangtuanya masih ada, kaum muda dan remaja kehilangan arah

dan tidak memiliki aturan. Dalam kutipan tersebut juga ditunjukkan kasus

kekerasan dalam keluarga akibat dari agresi sosial dan kurangnya

komunikasi diantara anggota keluarga. Ada pula hubungan orangtua dan

anak-anak yang mengalami konflik sehingga memunculkan sikap dendam

dan kebencian.

3. Adanya Praktik Hidup Bersama di luar Nikah (Konkubinat)

Tantangan yang dihadapi oleh keluarga Kristiani menurut Seruan

Apostolik Amoris Laetitia art 53 adalah praktik hidup bersama sebelum

menikah sudah menyebar luas di berbagai tempat di dunia. Praktik hidup

bersama tanpa ikatan perkawinan ini mengesampingkan keinginan untuk

menikah. Berbagai negara bahkan membuat undang-undang guna

memfasilitasi alternatif pernikahan sehingga perkawinan yang memiliki sifat

eksklusif, tak terpisahkan dan terbuka pada kehidupan baru tampak sebagai

pilihan yang ketinggalan zaman. Di berbagai negara berkembang

deskontruksi hukum tentang keluarga yang mengadopsi bentuk-bentuk dari

paradikma kehendak. Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia ini Paus

Fransiskus tidak menolak perubahan undang-undang yang baru ini tetapi

Paus Fransiskus juga menekankan bahwa dengan adanya perubahan undang-

undang ini orang tidak boleh mengubah nilai-nilai perkawinan itu sendiri

dan harus menemukan makna sejati dari perkawinan. Selain itu Paus
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Fransiskus juga menekankan bahwa “ Kekuatan keluarga adalah kekuatan

untuk mengasihi dan mengajarkan bagaimana harus mengasihi seberapa pun

dapat terlukanya sebuah keluarga, ia selalu dapat bertumbuh dimulai dengan

kasih.

Seperti yang ditegaskan dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia di

atas, saat ini praktik hidup bersama tanpa ikatan nikah atau kokubinat makin

marak terjadi bukan hanya di negara-negara Barat saja tetapi juga terjadi di

tengah-tengah kehidupan masyarakat kita saat ini.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 52 menyatakan bahwa

melemahnya ikatan keluarga yang didasarkan pada perkawinan akan

mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Melemahnya ikatan keluarga

ini juga akan berdampak buruk pada perkembangan kedewasaan, nilai-nilai

dan moral bagi masyarakat baik di kota maupun di desa. Seruan Apostolik

Amoris Laetitia 53 juga menyerukan keprihatinan mengenai kegagalan

masyarakat untuk menyadari bahwa hanya dengan kesatuan eksklusif dan

tak terpisahkan antara suami dan istri dapat memenuhi fungsi sosial

sepenuhnya.

4. Pengakuan akan hak dan peran perempuan

Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 54 Paus Fransiskus menekankan

bahwa pengakuan akan hak dan partisipasi dari kaum perempuan adalah

penting. Di berbagai negara pengakuan akan hak dan partisipasi perempuan

sudah menunjukkan peningkatan yang signifikan namun masih harus


39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dilakukan upaya yang lebih keras lagi untuk menunjukkan hak dan

partisipasi perempuan ini. Melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia ini juga

ditunjukkan kasus-kasus yang sering dialami oleh kaum perempuan, di

antaranya adalah kekerasan yang sering dialami oleh kaum perempuan,

perlakuan buruk yang dilakukan dalam keluarganya, perbudakan dan

berbagai kekerasan yang sering dialami kaum perempuan baik fisik, verbal

maupun seksual yang terjadi dalam kehidupan perkawinan. Dengan adanya

kekerasan dalam kehidupan rumah-tangga ini dapat mencederai kesatuan

adikodrati antara laki-laki dan perempuan.

Paus Fransiskus juga mengungkapkan adanya kasus-kasus

ketidakadilan yang terjadi pada perempuan; di antaranya mutilasi genital

perempuan, kurangnya kesetaraan di bidang pekerjaan dan pengambilan

keputusan. Sejarah mengukir jejak-jejak patriarkal yang memandang bahwa

perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Selain itu juga ada praktik

seorang perempuan yang berperan sebagai ibu pengganti dan ekploitasi

tubuh perempuan yang sengaja diekspos di media sosoial yang saat ini

marak terjadi. Ada pula anggapan bahwa banyaknya masalah saat ini

disebabkan oleh emansipasi perempuan. Adanya pandangan bahwa laki-laki

dan perempuan memiliki martabat yang setara, dalam kehidupan keluarga

merupakan sukacita bagi Gereja.

40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Laki-laki sebagai Ayah dalam Keluarga

Kehadiran seorang ayah dalam kehidupan keluarga sangatlah penting.

Hal ini ditegaskan melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 55 yang

menyatakan bahwa pria memiliki peran yang penting di dalam kehidupan

keluarga khususnya dalam hal perlindungan dan dukungan untuk istri dan

anak-anaknya. Banyak laki-laki yang sadar dengan tugas mereka dan

menghayati peran mereka sebagai suami dan ayah yang baik bagi istri dan

anak-anak mereka. Ditegaskan pula bahwa ketidakhadiran seorang ayah

akan berpengaruh buruk terhadap keluarga, pendidikan, dan integrasi anak-

anak ke dalam masyarakat. Ketidakhadiran ayah ini bersifat fisik, emosi,

psikologis, dan spiritual. Ketidakhadiran ini mengakibatkan anak-anak tidak

memiliki model perilaku kebapaan yang sesuai.

D. Situasi Kompleks

Setelah membahas mengenai tantangan-tantangan krisis dan keprihatinan

yang sering terjadi dalam keluarga Kristiani saat ini, dalam skripsi ini penulis

juga akan menguraikan situasi kompleks yang sering dihadapi oleh keluarga

Kristiani menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia. Situasi-situasi kompleks ini

terdiri dari perkawinan pasangan suami-istri yang berbeda Gereja, pasangan

suami-istri yang berbeda agama, orang-orang yang homoseksual, Singel Parent

dan kematian dari salah satu anggota keluarga. Berikut ini adalah situasi-situasi

kompleks yang sering dihadapi oleh keluarga- keluarga Kristiani;


41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Pasangan suami-istri yang berbeda Gereja dan Beda Agama

Situasi kompleks yang biasanya dialami oleh keluarga-keluarga

Kristiani adalah perkawinan campur dan beda Agama. Seperti yang

diungkapkan oleh Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 247-273 yang

menyatakan bahwa masalah-masalah yang terjadi pada keluarga-keluarga

Kristiani adalah adanya perkawinan campur antara orang yang dibaptis dan

diterima oleh Gereja Katolik.

Selain perkawinan campur ada juga situasi kompleks yang dihadapi

oleh suami-istri karena perkawinan dengan disparitas cultus sebetulnya

perkawinan semacam ini merupakan kesempatan untuk mengadakan dialog

antar agama dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam kehidupannya

pasangan suami-istri dengan perkawinan campur dan beda agama sering

menghadapi kesulitan dan tantangan terutama dalam mendidik anak-anak.

Menurut Seruan Apostolik Amoris Laetitia diungkapkan pula bahwa di

beberapa negara yang belum mengakui kebebasan beragama menjadi lebih

sulit lagi karena pihak Katolik sering dipaksa untuk meninggalkan ajaran

Katolik dan tidak bisa merayakan perkawinan secara kanonik.

2. Pernikahan Sesama Jenis.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia Paus Fransiskus memahami

situasi kompleks keluarga-keluarga Kristiani. Salah satunya adalah adanya

keluarga yang salah satu anggotanya memiliki orientasi seksual yang

berbeda yaitu homoseksual. Bahkan dibeberapa negara ada usulan untuk


42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

persatuan orang-orang homoseksual ini kedalam martabat sakramen

perkawinan pada umumnya. Namun Paus Fransiskus dengan tegas menolak

untuk mengakui pernikahan sesama jenis tersebut karena beliau memandang

tidak ada dasar untuk menyatukan orang-orang dengan kecenderungan

homoseksual ke dalam perkawinan. Dalam seruan Apostoliknya Paus

Fransiskus juga menghimbau Gereja lokal untuk tidak tunduk pada badan-

badan internasional yang akan memberikan bantuan hukum untuk

menetapkan perkawinan antara orang-orang yang berjenis kelamin sama

(Seruan Apostolik Amoris Laetitia 251).

3. Keluarga Dengan Orangtua Tunggal

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia ini Paus Fransiskus juga

memberikan perhatian khusus kepada orangtua tunggal seperti yang

dinyatakan pada artikel 252:

Keluarga dengan orangtua tunggal seringkali diakibatkan dari ibu atau


ayah biologis yang tidak pernah ingin berintegrasi ke dalam hidup
keluarga; situasi kekerasan, di mana salah satu orangtua terpaksa
melarikan diri bersama dengan anak-anak; kematian salah satu
orangtua; ditinggalkanya salah satu orangtua, dan situasi-situasi
lainnya. Apapun penyebabnya orangtua yang tinggal bersama anak
harus memperoleh dukungan dan penghiburan dari keluarga-keluarga
di dalam komunitas Kristiani, dan dari Dewan Pastoral Paroki. Sering
kali keluarga ini menanggung kesulitan lainnya seperti ekonomi,
prospek pekerjaan yang tidak pasti, kesulitan memenuhi kebutuhan
anak, dan ketiadaan tempat tinggal.

Dari kutipan di atas ditegaskan bahwa adanya orangtua tunggal yang

terjadi di tengah-tengah masyarakat disebabkan oleh salah satu orangtua,

43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

baik ayah atau ibu, yang tidak tinggal bersama di tengah-tengah keluarga.

Selain itu juga disebabkan oleh adanya kematian orangtua, situasi yang

penuh dengan kekerasan sehingga salah satu pihak dari orangtua terpaksa

melarikan diri bersama anak-anak demi keamanan dan keselamatan anak-

anak. Melalui Amoris Laetitia Paus Fransiskus mengajak keluarga-keluarga

Kristiani untuk senantiasa memberikan penghiburan bagi anak-anak dan

orangtua tunggal tersebut. Paus Fransiskus juga mengajak Dewan Pastoral

Keluarga untuk membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh keluarga

dengan orangtua tunggal.

4. Perceraian

Dalam menempuh kehidupan sebagai suami-istri tentu tidaklah mudah.

Ada begitu banyak permasalahan yang harus mereka hadapi. Terkadamg

karena berbagai masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh suami-istri maka

mereka memilih untuk bercerai. Seruan Amoris Laetitia 241 menyatakan

bahwa perceraian tersebut mungkin terpaksa dilakukan oleh suami-istri karena

adanya masalah-masalah rumah-tangga yang rumit, misalnya terjadi

kekerasan dalam keluarga yang dapat mencederai salah satu pihak, baik istri

ataupun suami dan bahkan anak-anak mereka. Selain itu juga disebabkan oleh

adanya pelecehan, penghinaan, exploitasi dan ketidakpedulian antara anggota

keluarga. Melalui artikel ini Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa

perceraian harus menjadi upaya terakhir dari proses rekonsiliasi yang gagal.

44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam Seruan Amoris Laetitia 242 menyatakan bahwa pendampingan

Pastoral perlu dilakukan terhadap orang-orang yang berpisah atau bercerai

atau ditinggalkan oleh salah satu pasangan baik istri atau suami. Pengalaman

akan kegagalan rumah-tangga ini menjadi pengalaman traumatis dan

menyakitkan bagi pihak suami atau istri yang ditinggalkan dan juga bagi

anggota keluarga yang lainnya. Dalam artikel ini juga disebutkan bahwa

pengalaman perceraian menjadi pengalaman yang meyakitkan terutama bagi

keluarga yang miskin.

5. Jika Terjadi Perceraian Dan Menikah Kembali

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 242 Paus Fransiskus juga

menyoroti perlakuan diskiriminatif yang dilakukan oleh umat terhadap orang-

orang Katolik yang bercerai kemudian menikah kembali dengan orang lain.

Melalui seruan Apostolik Amoris Laetitia 242 ini Paus Fransiskus mengajak

umat Katolik untuk mendampingi dan mendorong mereka untuk terlibat

dalam persekutuan Gerejawi.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 245 juga menyoroti akibat dari

perceraian bagi anak-anak. ditegaskan bahwa anak-anak sering menjadi

korban dari perceraian kedua orangtuanya. Melalui artikel ini Paus Fransiskus

berkata” Jangan, jangan, jangan pernah memperlakukan anak anda sebagai

sandera! Anda berpisah karena banyak masalah dan alasan. Hidup telah

memberikan anda ujian ini, tetapi anak-anak Anda tidak harus menanggung

beban perpisahan ini dan dijadikan sandera melawan pasangan lainnya.


45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mereka harus bertumbuh dengan mendengar ibu mereka berbicara yang baik

tetang bapak mereka meskipun mereka tidak bersama-sama dengan bapak

mereka”.

Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa dengan merusak citra dari

bapak atau ibu dengan tujuan untuk membalas dendam pada pasangan dapat

merusak kehidupan batin anak-anak yang akan sulit untuk disembuhkan.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 246 juga ditegaskan bahwa

perceraian menjadi pengalaman yang buruk bagi anak-anak dan akan

membuat proses kedewasaan menjadi terhambat. Oleh karena itu, komunitas

Kristiani harus membantu para orangtua yang mengalami perceraian fungsi

pendidikan.

Paus Fransiskus juga menghimbau agar komunitas Kristiani bersedia untuk

merangkul keluarga-keluarga Kristiani yang mengalami perpisahan agar anak-

anak semakin tidak terbebani oleh perceraian kedua orangtuanya.

6. Kematian Orang-orang yang Dicintai Dalam keluarga

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 253-257 juga menaruh

perhatian kepada keluarga-keluarga Kristiani yang mengalami penderitaan

akibat kehilangan salah satu anggota keluarganya. Dalam seruan Apostolik

Amoris Laetitia 353 Paus Fransiskus memahami penderitaan hebat yang

dialami oleh keluarga-keluarga yang kehilangan salah satu anggota

keluarganya yang diakibatkan oleh kematian. Seorang istri atau suami yang

kehilanggan pasangan mereka ataupun orangtua yang kehilangan anak-anak


46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka tentu membuat mereka menderita dan bahkan sampai meninggalkan

Tuhan.

E. Rangkuman

Seperti yang telah dituliskan di atas bahwa dalam bab III ini penulis

membahas mengenai berbagai tantangan, krisis, keprihatinan, dan situsi-situsi

kompleks yang tidak jarang dialami oleh keluarga-keluarga Kristiani. Pada

bagian sub-bab III telah dibahas juga mengenai tantangan-tantangan yang

dialami oleh keluarga-keluarga Kristiani. Tantangan-tantangan itu adalah

kesulilan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Hal ini disebabkan oleh

orangtua yang tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak, anak-anak yang

mulai kecanduan dengan internet dan televisi, sehingga hal ini membuat orangtua

kesulitan untuk mengajarkan iman kepada anak-anak mereka.

Selain itu juga adanya kecannduan obat-obatan terlarang, alkohol dan judi

juga menjadi tantangan berat bagi keluarga-keluarga. Akibat dari kecanduan

obat-obatan terlarang itu mengakibatkan penderitaan bagi keluarga-keluarga.

Contohnya, anak-anak yang ditinggalkan oleh orangtuanya, terjadi kekerasan

dalam rumah-tangga, dan hubungan yang buruk antara anak dan orangtuanya.

Sekarang ini praktik kehidupan bersama di luar perkawinan semakin

banyak terjadi bahkan tidak hanya terjadi di negara-negara Barat saja, tetapi juga

di negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai perkawinan. Para pasangan

muda lebih memilih untuk hidup bersama di luar nikah karena pernikahan

dianggap sebagai tatanan hidup yang sudah ketinggalan zaman. Disamping itu
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

juga banyak pasangan muda yang takut untuk membangun komitmen melalui

pernikahan yang tak-terceraikan. Dalam seruan Apostolik Amoris Leatitia 52

Paus Fransiskus juga menyoroti bahwa adanya kegagalan dari masyarakat untuk

menyadari bahwa hanya kesatuan esklusif dan tak-terpisahkan di antara seorang-

laki-laki dan perempuan yang dapat memenuhi fungsi sosial sepenuhnya.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 54 juga menyuarakan hak-hak dan

partisipasi kaum perempuan. Paus Fransiskus memberikan apresiasi kepada

negara-negara yang telah mengakui hak dan partisipasi dari kaum perempuan di

bidang politik, sosial, pekerjaan, dan upah yang diterima. Namun Paus

Fransiskus juga menyoroti bahwa masih banyak juga negara-negara yang kurang

menghargai hak dari kaum perempuan. Contohnya adalah pemberian upah yang

tidak adil, ekploitasi tubuh perempuan, perempuan yang terpaksa menjadi

seorang ibu pengganti dan lain sebagainya.

Paus Fransiskus juga menekankan pentingnya peran seorang laki-laki

sebagai suami dan ayah bagi keluarganya. Kehadiran seorang ayah sangat

penting bagi keluarga. Ketidakhadiran seorang ayah dalam keluarga akan

membawa dampak buruk bagi perkembagan pemikiran, emosi, psikologis dan

spiritual bagi anak-anak.

Keluarga Kristiani juga tidak jarang menghadapi situasi kompleks yang

terjadi dalam kehidupan berkeluarga, misalnya keluarga Kristiani yang menikah

dengan orang yang berbeda agama maupun Gereja. Seperti pada Seruan

Apostolik Amoris Laetitia 247 dan 278 kesuliatan yang dihadapi pasangan ini
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adalah ketika mereka mendidik anak secara Katolik. Selain pasangan beda agama

atau beda Gereja situasi kompleks yang dihadapi oleh keluarga Kristiani adalah

adanya anggota keluarga yang memiliki orientasi seksual yang berbeda baik gay

atau lesbian. Situasi kompleks yang dihadapi oleh keluarga adalah ketika

pasangan gay atau lesbian ini akan meresmikan hubumgan mereka kedalam

perkawian sakramen.

Situasi kompleks berikutnya adalah keluarga dengan orangtua tunggal yang

disebabkan oleh kematian salah satu pihak baik ayah atau ibu, atau salah satu

pihak ayah atau ibu yang tidak mau tinggal dengan keluarga mereka. Situasi ini

juga bisa disebabkan oleh kekerasan yang terjadi dalam kehidupan rumah-tangga

mereka.

Situasi kompleks berikutnya adalah adanya kasus perceraian di antara

pasangan suami-istri yang menikah secara Katolik dan perkawinan tersebut telah

diangkat kedalam martabat Sakramen. Perceraian tersebut mungkin terpaksa

dilakukan karena terjadi kekerasan dalam kehidupan rumah-tangga yang dijalani

oleh pasangan suami-istri. Namun seperti yang ditegaskan dalam seruan

Apostolik Amoris Laetitia 245 ketika perceraian harus terjadi oleh pasangan

suami-istri maka yang akan menjadi korban adalah anak-anak mereka. Anak-

anak dijadikan sandera oleh orangtuanya, maka dalam Seruan Apostolik Amoris

Laetitia Paus Fransiskus menyerukan kepada suami-istri yang bercerai untuk

tidak menjadikan anak-anak mereka sebagai sandera.

49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 246 juga menegaskan agar para

orangtua dan para petugas pastoral harus memberikan pendampingan bagi anak-

anak yang orangtuanya bercerai. Pengalaman akan perceraian yang dialami oleh

kedua orangtuanya menjadi pengalaman buruk bagi anak-anak dan akan

menghambat perkembangan kedewasaan anak-anak tersebut.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 353-537 memberikan perhatian kepada

keluarga-keluarga yang mengalami kesedihan akibat kematian salah satu anggota

keluarga. Paus Fransiskus memahami penderitaan yang dialami oleh anggota

keluarga tersebut. Terkadang karena kesedihan yang mendalam membuat

anggota keluarga yang ditinggalkan menjadi marah dengan Tuhan. Oleh karena

itu Paus Fransiskus mengajak para Imam dan petugas pastoral untuk

mendampingi keluarga-keluarga ini dan membantu menyadarkan mereka bahwa

kehidupan mereka yang telah meninggal itu hanyalah diubah bukannya

dilenyapkan.

50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

PASTORAL PERKAWINAN DAN KELUARGA MENURUT SERUAN

APOSTOLIK AMORIS LAETITIA

A. Pengantar

Dalam bab III penulis telah membahas mengenai masalah, tantangan dan

situasi krisis yang terdapat dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia yang sering

dihadapi oleh keluarga-keluarga Kristiani saat ini. Pada bab IV dalam penulisan

skripsi ini penulis akan memaparkan pandangan Pastoral perkawinan dan

keluarga yang disampaikan Paus Fransiskus melalui Seruan Apostolik Amoris

Laetitia.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 199 ditegaskan bahwa

dengan dialog yang berlangsung selama Sinode telah mengarahkan para Bapa

Sinode untuk mencari langkah-langkah Pastoral baru yang lebih praktis dan

efektif, dengan memperhatikan ajaran Gereja, dan kebutuhan yang dihadapi oleh

Gereja-Gereja lokal. Berikut adalah pandangan-pandangan Pastoral menurut

Seruan Apostolik Amoris Laetitia.

B. Mewartakan Injil di Tengah-tengah Keluarga Saat ini

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 200 Paus Fransiskus mengutip

pendapat dari para Bapa Sinode yang menekankan bahwa keluarga Kristiani

yang telah menerima rahmat Sakramen perkawinan merupakan pelaku utama


51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

reksa pastoral keluarga. Dengan demikian keluarga Kristiani memiliki tugas

untuk memberikan kesaksian akan sukacita yang dialami dalam membangun

hidup keluarga.

Paus Fransiskus mengambil inspirasi dari Injil dengan perumpamaan

tentang seorang penabur dan dengan perumpamaan ini Paus Fransiskus ingin

mengajak keluarga-keluarga Kristiani untuk menaburkan benih sukacita kepada

keluarga-keluarga lainnya. Selain itu Paus Fransiskus juga ingin mengajak

pasangan suami-istri untuk berterimakasih kepada para Imam yang telah

memberikan motivasi untuk berani menempuh kehidupan rumah-tangga yang

didasarkan pada cinta yang kuat sehingga pasangan suami-istri mampu

menghadapi rintangan yang menghadang dalam kehidupan mereka. Ditegaskan

pula oleh Paus Fransiskus bahwa reksa pastoral yang disampaikan kepada

keluarga-keluarga jangan hanya bersifat teoretis, tetapi perlu memperhatikan

masalah-masalah yang dihadapi keluarga.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 201 ditegaskan bahwa reksa

pastoral yang disampaikan pada proses pendampingan keluarga-keluarga

Kristiani tidak hanya berhenti pada warta teoretis saja, tetapi juga harus berkaitan

dengan masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh keluarga-keluarga Kristiani.

Selain itu ditekankan juga bahwa proses evangelisasi dengan jelas mengecam

faktor-faktor budaya, ekonomi, politik, dan sosial yang menghalangi hidup

keluarga sejati dan menimbulkan diskriminasi, kemiskinan, penyingkiran dan

52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kekerasan. Selain itu Paus Fransiskus juga menekankan untuk mendorong kaum

awam Kristiani yang berkecimpung di bidang budaya, sosial dan politik.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia art 202 menekankan sumbangan utama

dalam Reksa Pastoral keluarga diberikan oleh Paroki. Paroki menjadi tempat

terhimpunnya keluarga-keluarga Kristiani; oleh karena itu, Paroki perlu memiliki

formasi Pastoral yang lebih memadai. Tenaga Pastoral itu terdiri dari para Imam,

Diakon, Rohaniwan/ Rohaniwati, katekis dan tenaga Pastoral lainnya. Namun

sayangnya banyak para pelayan Pastoral tertahbis yang kurang dibekali dengan

pelatihan Pastoral yang memadai, sehingga mereka kurang mampu untuk

menangani masalah-masalah keluarga yang kompleks.

Selain para Imam, Diakon, Rohaniwan/Rohaniwati dan para Katekis

pelayanan Pastoral juga perlu melibatkan para Seminaris. Dalam Seruan

Apostolik Amoris Laetitia artikel 203 ditekankan bahwa para Seminaris perlu

pendidikan interdisipliner yang lebih luas dibidang pertunangan, pernikahan, dan

keluarga. Dalam proses pembinaan bagi Seminaris harus dipastikan agar mereka

mencapai kematangan psikologis sehingga kelak para Seminaris bisa menjadi

pelayan yang baik di tengah-tengah umat. Maka dari itu para Seminaris

diharapkan bisa membagi waktu antara kehidupan di Seminari dan kehidupan di

Paroki sehingga mereka bisa berinteraksi langsung dengan keluarga-keluarga

yang tinggal di sekitar Paroki.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 204 menegaskan bahwa para

petugas Pastoral terutama kaum awam perlu dilatih agar dapat mendampingi
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keluarga-keluarga Kristiani. Pelatihan bagi tenaga Pastoral ini juga perlu

melibatkan bantuan dari para guru, konselor, dokter keluarga, komunitas medis,

pekerja sosial, pengacara dan para ahli yang memiliki pengalaman dalam hal

mendampingi keluarga. Pelatihan yang diberikan kepada tenaga Pastoral ini

bertujuan agar mereka dapat menyiapkan kursus persiapan perkawinan,

mendampingi keluarga-keluarga yang berada dalam darurat kekerasan serta

pelecehan dalam keluarga.

C. Membimbing Calon Suami-Istri Mempersiapkan Pernikahan

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 205 Paus Fransiskus

mengutip dari para Bapa Sinode yang menegaskan bahwa para petugas Pastoral

harus dapat membantu kaum muda untuk menemukan nilai dan kekayaan dalam

Sakramen Perkawinan yang menyatukan seorang laki-laki dan perempuan.

Melalui perkawinan suami-istri dapat memberikan lingkungan yang baik bagi

pertumbuhan dan pendidikan anak-anak mereka.

Dengan kenyataan sosial yang kompleks dan perubahan-perubahan sosial

yang dihadapi oleh keluarga-keluarga saat ini menuntut usaha yang lebih keras

untuk mengadakan persiapan perkawinan. Maka dari itu para Bapa Sinode

menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh umat dalam pendampingan Pastoral

pra-nikah dan mengintegrasikannya kedalam penerimaan Sakramen inisiasi

(Amoris Laetitia 206).

54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 207 Paus Fransiskus mengajak

komunitas Kristiani untuk menyadari pentingnya mendampingi perjalanan calon

suami-istri terutama dalam menyiapkan Sakramen Perkawinan. Ada beberapa

cara untuk menyusun materi pendampingan persiapan perkawinan dalam jangka

pendek maupun jangka panjang. Setiap Gereja lokal akan mempertimbangkan

cara terbaik untuk menjalankan proses persiapan Sakramen Perkawinan. Perlu

diingat pula bahwa peserta calon penerimaan Sakramen perkawinan tidak perlu

diberikan banyak materi, yang terpenting adalah para peserta dibantu untuk

berkomitmen menjalin kesatuan sebagai suami-istri yang berlangsung seumur

hidup.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 208 menegaskan bahwa persiapan

perkawinan juga membutuhkan dukungan dari keluarga calon suami-istri. Selain

itu persiapan perkawinan juga perlu didukung dengan sumber daya Pastoral yang

berguna untuk mendewasakan kasih timbal balik kedua calon penerima

Sakramen Perkawinan. Perlu diingat juga bahwa dalam proses pendampingan

Pastoral persiapan perkawinan kedua calon mempelai harus diberi waktu untuk

pribadi agar mereka bisa belajar untuk saling mencitai.

Di atas sudah disebutkan bahwa persiapan perkawinan membutuhkan

dukungan dari orangtua calon mempelai, hal ini bertujuan agar kedua calon

mempelai dapat belajar dari orangtua masing-masing pihak bagaimana

perkawinan Kristiani yang memilih tanpa syarat dan harus terus-menerus

diperbaharui. Dengan demikian tindakan Pastoral persiapan perkawinan


55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membantu pasangan calon suami-istri untuk bertumbuh dalam kasih anak-anak

yang akan hadir di tengah-tengah mereka kelak.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 209 disebutkan bahwa selama

kursus perkawinan yang sedang dijalani oleh calon pasangan suami-istri, para

pendamping harus membantu mereka mengenali ketidakcocokan antar-pasangan

dan berbagai risiko yang harus dihadapi dalam kehidupan berumah-tangga.

Dengan demikian pasangan calon suami istri dapat menyadari kegagalan yang

akan membawa konsekuensi menyakitkan bagi kedua belah pihak. Dalam

persiapan perkawinan calon suami-istri juga harus dibantu untuk

mengungkapkan harapan-harapan mereka dalam perkawinan yang akan mereka

jalani. Selain itu, mereka juga harus dibantu untuk memahami cinta dan

komitmen sehingga keputusan untuk menikah adalah keputusan sejati dan stabil.

Jika pasangan mengenali titik-titik lemah masing-masing maka pasangan

tersebut bisa menolong untuk menggali hal-hal positif dalam diri pasangan.

Pasangan calon suami-istri harus bisa bertahan dalam situasi konflik dan

memiliki kesanggupan dalam menghadapi konflik tersebut. Calon pasangan

suami-istri juga harus disiapkan untuk mengetahui tanda-tanda bahaya dalam

hubungan mereka dan cara mengatasinya (Seruan Apostolik Amoris Laetitia

210).

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 211 ditegaskan bahwa

selama kursus persiapan perkawinan baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang calon suami-istri harus diberi pemahaman bahwa hidup perkawinan yang
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

akan mereka jalani bukanlah ujung dari perjalanan hidup mereka, tetapi

perkawinan mereka adalah sebuah panggilan. Dengan demikian hidup

perkawinan yang akan mereka jalani membawa konsekuensi keteguhan dalam

menghadapi berbagai cobaan dan kesulitan bersama. Maka dari itu, reksa

Pastoral pra-nikah dan reksa Pastoral perkawinan harus bisa membantu calon

pasangan suami-istri untuk dapat memperdalam cinta kasih suami-istri dan cara

untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Selain itu, ditegaskan

juga bahwa bantuan Pastoral yang diberikan kepada peserta calon penerimaan

Sakramen perkawinan bukan hanya berasal dari kekayaan ajaran Gereja saja,

tetapi juga cara-cara praktis, sarana-sarana konkrit, dan strategi yang berasal dari

pengalaman dan bimbingan psikologis.

D. Persiapan Perayaan Sakramen Perkawinan

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 212 Paus Fransiskus

menyoroti kecenderungan dari calon pasangan suami-istri, yang dalam persiapan

perkawinan hanya berfokus pada undangan, pakaian, dan pesta sehingga ketika

mereka datang pada upacara perkawinan mereka sudah lelah dan kehabisan daya.

Padahal calon suami-istri harus mencurahkan kekuatan terbaiknya untuk

mempersiapkan diri sebagai suami-istri. Paus Fransiskus menegaskan bahwa

prioritas utama dalam perayaan sakramen perkawinan adalah kasih timbal-balik

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dikuduskan dengan karunia

Allah. Maka dari itu Paus Fransiskus mengajak kaum muda, terlebih calon
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

suami-istri, untuk merayakan sakramen perkawinan secara sederhana, dengan

cinta kasih yang lebih utama.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 213 menegaskan bahwa dalam kursus

persiapan perkawinan calon suami-istri perlu dibantu untuk sungguh memahami

dan menghayati tata-cara perayaan Sakramen Perkawinan. Calon suami-istri juga

perlu menghayati arti dari sebuah komitmen yang luhur dalam janji perkawinan.

Bagi orang beriman dengan perjanjian nikah dan kesatuan tubuh antara seorang

laki-laki dan perempuan ditafsirkan sebagai tanda atau simbol perjanjian dan

kesatuan antara Yesus dan Gereja- Nya.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 214 Paus Fransiskus menyoroti

bahwa calon suami-istri kurang memahami makna dari perjanjian perkawinan

dan semua tatacara yang mengikutinya. Dalam seruan Amoris Laetitia 214 ini

ditekankan bahwa janji perkawinan yang diungkapkan oleh calon pasangan

suami-istri memiliki makna kesatuan yang kekal dan hanya maut yang dapat

memisahkan kesatuan suami-istri itu.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 215 menegaskan bahwa persiapan

sakramen perkawinan adalah menyiapkan calon suami-istri untuk dapat

berkomitmen yang akan berlangsung seumur hidup. Untuk itu calon suami-istri

perlu dibantu untuk memahami Sakramen Perkawinan bukan hanya sebuah

peristiwa masa lalu, tetapi Sakramen Perkawinan tersebut akan memberikan

pengaruh bagi kehidupan suami-istri secara permanen. Maka makna dari setiap

unsur perkawinan dimaknai sebagai bahasa liturgis.


58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Mendampingi Pasangan Suami-Istri Pada Tahun-tahun Awal Hidup

Perkawinan

Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 217 menegaskan bahwa sangat

peting untuk mengadakan pendampingan terhadap pasangan yang baru saja

menikah atau memberikan pendampingan pada awal-awal tahun perkawinan. Hal

ini berguna untuk memperdalam keputusan pasangan suami-istri guna saling

mencintai seumur hidup. Hal ini juga penting karena suami-istri yang baru saja

menikah masih mudah rapuh; biasanya pasangan saling jatuh cinta hanya karena

ketertarikan fisik saja, dan masih sering terjadi kesalahpahaman di antara

mereka, keputusan menikah yang diambil terlalu cepat karena berbagai alasan

dan ketidakmatangan dari pasangan itu sendiri sehingga pasangan yang baru saja

menikah harus menyelesaikan satu proses yang seharusnya terjadi selama masa

pertunangan.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia artikel 218 Paus Fransiskus

menegaskan bahwa tujuan reksa Pastoral perkawinan adalah membantu pasangan

suami-istri untuk menyadari bahwa perkawinan yang mereka jalani bukan

perkawinan yang sekali dibangun dan selesai. Pasangan suami-istri perlu diberi

pemahaman bahwa perkawinan adalah sebuah penyatuan nyata antara seorang

laki-laki dan seorang perempuan yang diteguhkan dan dikuduskan dengan

Sakramen Perkawinan.

Paus Fransiskus juga menegaskan supaya pandangan suami-istri harus

diarahkan pada masa depan yang harus mulai mereka bangun. Dengan memulai
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

proses perjalanan sebagai suami-istri berati mereka harus menyingkirkan

berbagai ilusi pribadi dan mau menerima pasangan sebagaimana adanya.

Perkawinan adalah sebuah proyek yang harus dikerjakan bersama dengan

kesabaran, pengertian, toleransi dan kerendahan hati.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 219 menegaskan bahwa pasangan suami-

istri muda harus dibimbing untuk membangun harapan yang memiliki daya dan

kekuatan yang memungkinkan untuk dapat melihat dengan perfektif yang lebih

luas. Dengan harapan yang sama Paus Fransiskus mengajak pasangan suami-istri

untuk hidup baik di masa sekarang, dan memperhatikan kehidupan keluarga.

Karena cara terbaik untuk mempersiapkan dan mengkoordinasikan masa depan

adalah hidup baik pada masa sekarang.

Dalam tahap perkawinan yang baru suami-istri perlu belajar untuk duduk

bersama dan berdiskusi guna mencapai persetujuan bersama karena di dalam

kehidupan berkeluarga keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan

keluarga tidak bisa diambil oleh salah satu pihak saja, karena pasangan suami-

istri harus bertanggungjawab bersama (Seruan Apostolik Amoris Laetitia 220)

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia art 221 Paus Fransiskus

menyoroti penyebab retaknya perkawinan adalah karena adanya harapan yang

terlalu tinggi dalam hidup perkawinan. Setelah pasangan saling menemukan

kenyataan yang sulit dari pada yang dibayangkan maka dengan tergesa-gesa

pasangan suami-istri tersebut memutuskan untuk bercerai. Oleh karena itu para

petugas Pastoral harus menyadarkan pasangan suami-istri bahwa perkawinan


60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adalah sebuah proses pendewasaan, dan sarana bagi Allah untuk

mengembangkan satu sama lain. Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa

perkawinan adalah sejarah keselamatan yang berawal dari kerapuhan. Berkat

karunia Allah dan tanggapan yang murah hati maka kerapuhan tersebut bisa

terkikis dari waktu ke waktu.

Pendampingan Pastoral bagi suami-istri muda perlu mendorong mereka

untuk bermurah-hati dalam menyalurkan kehidupan. Paus Fransiskus

menganjurkan supaya pasangan suami-istri muda perlu mempelajari Ensiklik

Humanae Vite (bdk.art 10-14) dan Seruan Apostolik Familiaris Consortio (art

14;28-34) guna melawan mentalitas yang memusuhi kehidupan. Dengan

mengutip dari Konsili Vatikan II dan Ensiklik Humanae Vitae 11 Paus

Fransiskus mengajak agar suami-istri memperhatikan kesejahteraan anak-anak

yang hadir dalam kehidupan suami-istri maupun anak-anak yang masih

diperkirakan akan lahir. Selain itu, suami-istri juga memiliki kewajiban untuk

mendidik anak-anak tersebut.

F. Beberapa Sumber Kutipan Dari Anjuran Apostolik Familiaris Consortio

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 223 sering ditegaskan bahwa

tahun-tahun awal dalam kehidupan perkawinan adalah masa-masa sangat penting

bagi kehidupan suami-istri. Maka dari itu, mengutip dari anjuran Apostolik

Familiaris Consortio Paus Fransiskus menegaskan perlunya pendampingan

Pastoral berkelanjutan sesudah perayaan Sakramen Perkawinan. Dalam


61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pendampingan Pastoral ini juga ditegaskan bahwa kehadiran suami-istri yang

berpengalaman sangat penting.

Proses perjalanan suami-istri dalam membangun keluarga membutuhkan

waktu dan memerlukan pengorbanan. Suami-istri muda membutuhkan waktu

untuk saling berdialog, untuk saling memeluk, untuk saling berbagi rencana, dan

membangun hubungan yang kuat antara suami-istri. Namun terkadang suami-istri

muda sering menghadapi masalah seperti kesibukan dalam pekerjaan, kurang

memperhatikan satu sama lain, dan waktu yang dihabiskan bersama keluarga

kurang berkualitas. Untuk itu para petugas Pastoral dan kelompok-kelompok

keluarga perlu membantu dan menemukan cara-cara agar pasangan muda

tersebut bisa saling belajar meluangkan waktu, saling memandang, dan dapat

berbagi saat-saat hening yang mewajibkan kehadiran dari pasangan suami-istri

itu sendiri.

Pasangan suami-istri yang sudah memiliki pengalaman dalam

pendampingan Pastoral bisa dapat juga berbagi cara-cara praktis kepada

pasangan suami-istri muda mengenai cara untuk membagi waktu bersama dengan

keluarga dan merayakan peristiwa penting dalam keluarga serta berbagi

pengalaman rohani. Pasangan suami-istri senior juga dapat membantu

menyediakan berbagai sumber daya pastoral bagi keluarga muda untuk

memberikan makna dari kebersamaan mereka sehingga keluarga muda itu dapat

belajar untuk membangun komunikasi antara suami-istri. Membangun

komunikasi dianggap penting terutama ketika gairah cinta dari pasangan keluarga
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

muda ini sudah mulai menurun. Mengingat bahwa ketika pasangan keluarga

muda ini tidak tahu cara meluangkan waktu untuk bersama-sama maka salah satu

atau kedua belah pihak akan mencari melalui gadget dan hal-hal negatif lainnya.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 226 Paus Fransiskus

menganjurkan kepada pasangan keluarga muda untuk dapat menciptakan

rutinitas mereka sendiri. Dengan rutinitas ini maka keluarga muda dapat

memupuk rasa stabilitas dan rasa aman yang sehat. Sesekali keluarga muda juga

harus menghadiri pesta dan merayakan peristiwa khusus dalam keluarga; dengan

cara begitu, daya cinta suami-istri bisa terus-menerus diperbaharui.

Para Pastor juga memiliki peran penting di dalam pendampingan keluarga

muda untuk pertumbuhan iman mereka. Para Pastor harus mendorong keluarga

muda tersebut untuk membuat pengakuan dosa, mengikuti bimbingan rohani, dan

sesekali mengadakan retret khusus untuk kelompok keluarga muda. Selain itu,

para Pastor juga harus mendorong supaya didalam keluarga selalu ada

kesempatan untuk doa keluarga, dan meluangkan waktu untuk mengunjungi

keluarga-keluarga lainnya. Para Pastor juga harus menekankan agar keluarga

senantiasa saling mendoakan keluarga-keluarga Kristiani yang lainnya. Dalam

seruan ini Paus Fransiskus juga menekankan anjuran dari para Bapa Sinode

bahwa Sabda Allah adalah sumber hidup dan spiritualitas bagi keluarga.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 229 menegaskan bahwa Paroki-Paroki,

sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga Paroki juga dapat membantu dalam

melindungi dan menyegarkan kehidupan keluarga. Paroki misalnya, dapat


63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengadakan acara-acara pertemuan bagi keluarga-keluarga muda, retret singkat

bagi suami-istri, seminar yang dibantu oleh para pakar yang membahas tentang

masalah-masalah keluarga, konseling keluarga, dan loka karya mengenai

hubungan orangtua dengan anak-anak remaja mereka.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 230 Paus Fransiskus menyoroti

pasangan-pasangan suami-istri yang setelah menikah menjadi tidak aktif atau

bahkan menghilang dari komunitas Kristiani. Para petugas Pastoral tekadang

menyia-nyiakan kesempatan untuk menyadarkan mereka tentang cita-cita

perkawinan untuk kembali aktif dalam proses pendampingan. Paus Fransiskus

menghimbau supaya umat di komunitas atau para petugas Pastoral untuk

memanfaatkan momen-momen penting dalam keluarga guna membawa

pasangan-pasangan suami-istri menjadi aktif kembali dalam kehidupan

menggereja. Selain itu Paus Fransiskus juga menegaskan bahwa pelayanan

Pastoral keluarga saat ini harus bersifat misioner.

G. Memberi Terang Pada Saat Krisis, Kecemasan dan Kesulitan

Dalam Seruan Amoris Laetitia Paus Fransiskus berusaha untuk menguatkan

kasih pasangan suami-istri agar tetap bertahan menghadapi aneka krisis yang

terjadi di dalam hidup perkawinan. Dalam hal ini Paus Fransiskus mengibaratkan

perjalanan hidup perkawinan sebagai anggur. Hidup perkawinan yang dibangun

oleh suami-istri akan matang berkat pengalaman, perjalanan, dan kesetiaan dalam

hal-hal kecil. Mengutip dari perkataan Yohanes dari Salib Paus Fransiskus
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menegaskan bahwa bukti nyata kasih suami-istri adalah jika mereka tidak lagi

terbakar emosi tetapi dorongan untuk menikmati anggur manis dan pasangan

tersebut berhasil melewati krisis, kesulitan serta tantangan dalam hidup berumah-

tangga.

H. Tantangan Krisis

Dalam perjalanan membangun hidup berumah-tangga sering diwarnai

dengan berbagai krisis yang harus dihadapi oleh suami-istri. Paus Fransiskus

menegaskan bahwa mengatasi krisis tidak akan melemahkan hubungan suami-

istri, namun dengan menghadapi krisis justru dapat memperbaiki hubungan

suami-istri. Setiap krisis yang dihadapi suami-istri akan meningkatkan intensitas

hubungan pasangan suami-istri tersebut. Ditegaskan oleh Paus Fransiskus bahwa

para petugas Pastoral dan suami-istri senior harus mampu mendampingi

keluarga-keluarga muda dalam mengatasi krisis sehingga keluarga-keluarga

mampu mengambil keputusan dengan bijaksana.

Selain itu melalui seruan Apostolik Amoris Laetitia 233 ini Paus Fransiskus

juga menyoroti tentang suami-istri yang menolak untuk menghadapi krisis dalam

hidup berkeluarga. Pasangan suami-istri biasanya menyangkal adanya

permasalahan yang terjadi dalam keluarganya dan bahkan membiarkan

permasalahan itu berlalu dengan sendirinya. Namun hal ini justru akan membuat

masalah semakin rumit. Maka Paus Fransiskus menganjurkan agar pasangan

suami-istri selalu menjalin komunikasi agar permasalahan dapat terselesaikan.


65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dengan komunikasi itu pula membantu suami-istri untuk lebih memahami satu

sama lain sehingga mereka tidak menjadi asing antara satu sama lain.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia 234 juga ditegaskan bahwa krisis

yang di alami di dalam kehidupan keluarga harus dihadapi bersama. Menghadapi

masa krisis ini memang sulit karena terkadang pasangan suami-istri cenderung

menarik diri dan tidak ingin membicarakan perasaan yang dimiliki oleh suami-

istri ini. Di saat-saat krisis terjadi salah satu hambatan yang dialami suami-istri

adalah membangun komunikasi antara satu sama lain. Suami-istri perlu dibantu

untuk menemukan penyebab-penyebab krisis dalam rumah-tangga mereka

sehingga mereka dapat menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang

terjadi dalam keluarga tersebut.

Paus Fransiskus juga menyoroti bahwa suami-istri yang sedang

menghadapi situasi krisis cenderung enggan untuk mencari bantuan pastoral

karena mereka menggangap bahwa bantuan pastoral suatu proses yang sulit

untuk dimengerti, tidak realistis dan tidak konkrit. Maka dari itu, harus menjadi

acuan bagi petugas pastoral untuk lebih peka terhadap beban, penderitaan, dan

kesedihan yang dialami oleh keluarga-keluarga dalam menghadapi krisis.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 235 ditegaskan bahwa ada

beberapa krisis umum yang sering terjadi dalam kehidupan perkawinan. Krisis

yang biasanya terjadi misalnya krisis yang terjadi pada awal perkawinan. Krisis

ini terjadi karena suami-istri sedang berada pada tahap saling menyesuaikan diri

dengan perbedaan-perbedaan dan melepaskan diri mereka dari orangtua, krisis


66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam membesarkan anak-anak balita. Selain itu pasangan suami-istri juga

dihadapkan pada anak-anak mereka yang memasuki masa-masa remaja yang

menguras emosi dan tenaga.

Selanjutnya adalah krisis yang disebabkan oleh anggota keluarga yang

sudah lanjut usia sehingga anggota keluarga tersebut membutuhkan kehadiran

dan perhatian yang lebih. Selain itu juga suami-istri yang dihadapkan pada

pengambilan keputusan yang sulit sehingga dengan berbagai kendala ini

menyebabkan pasangan suami-istri mengalami kecemasan, kelelahan, dan

depresi yang akan berakibat buruk pada perkawinan mereka.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 236 juga disebutkan adanya krisis

pribadi yang mempengaruhi kehidupan pasangan suami-istri. Krisis ini biasanya

disebabkan oleh kesulitan keuangan, pekerjaan, emosional, sosial dan spiritual.

Situasi ini dapat mengganggu kehidupan berkeluarga. Maka dari itu dibutuhkan

proses rekonsiliasi. Proses rekonsiliasi ini sendiri membutuhkan dukungan dari

berbagai pihak baik keluarga, saudara-saudara, teman-teman dan pertolongan

profesional.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 237 juga disebutkan ketika

pasangan suami-istri merasa bahwa harapan dan impiannya tidak terpenuhi

menjadi alasan bagi mereka untuk berpisah. Ada situasi tertentu yang disebabkan

oleh kelemahan pasangan sehingga menyebabkan beban emosional yang berat,

misalnya perasaan kurang dihargai, kecemburuan, dan adanya minat baru yang

menyita waktu kebersamaan keluarga. Seruan Amoris Laetitia menegaskan


67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahwa dengan adanya kelemahan ini suami-istri diberi kesempatan untuk

membangun kembali kasih yang telah hilang.

Dalam seruan Amoris Laetitia 238 ditegaskan bahwa dalam menghadapi

situasi krisis ini diperlukan sikap kedewasaan sehingga pasangan suami-istri

dapat menyadari bahwa pasangan yang sudah dipilih merupakan teman

seperjalanan, bahwa salah satu pihak tidak dapat sepenuhnya memenuhi impian

yang didambakan, bahwa terdapat kemungkinan-kemungkian kecil yang dapat

mengukuhkan perkawinan mereka. Pasangan suami-istri tersebut juga menyadari

bahwa setiap krisis yang mereka lalui adalah kesempatan untuk mematangkan

komitmen mereka. Selain itu juga ditegaskan adanya proses pelayanan pastoral

dapat membantu memperbaiki hubungan suami-istri yang telah rusak.

I. Luka-luka lama

Seruan Apostolik Amoris Laetitia juga menyoroti luka-luka lama yang

dialami oleh salah satu pihak dari pasangan suami-istri. Dalam Seruan Amoris

Laetitia 239 disebutkan bahwa salah satu pihak suami-istri yang kurang matang

menjadi lahan subur bagi krisis pribadi yang pada akhirnya dapat merusak hidup

perkawinan. Tanda-tanda ketidakmatangan salah satu pihak dari pasangan ini

adalah sikap mementingkan diri sendiri, tidak pernah merasa puas dengan cinta,

dan ketika mengalami kegagalan ia akan menangis dan berteriak.

Dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 240 disebutkan bahwa ketika

seseorang tumbuh dewasa tanpa cinta yang tulus akan mempengaruhi


68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepercayaan diri mereka untuk memberikan diri sepenuhnya dalam hidup

perkawinan. Relasi buruk antara orangtua dan saudara kandung yang tidak

pernah disembuhkan dapat merusak hidup perkawinan. Luka-luka ini dapat

disembuhkan dengan cara mengakui dengan jujur dengan pengakuan dosa.

Perlunya penyembuhan dan doa untuk memperloleh rahmat agar diampuni dosa

serta luka-luka lama disembuhkan.

J. Pendampingan Pastoral Setelah Perceraian dan Kematian Anggota Keluarga.

Dengan mengutip dari cacatan Bapa Sinode Paus Fransiskus menghimbau

pentingnya membuat pegangan khusus untuk menangani kasus pembatalan

perkawinan agar proses pembatalan perkawinan bisa lebih mudah dan tidak

memakan waktu lama. Paus Fransiskus menegaskan bahwa proses pembatalan

yang lama menyebabkan ketidaknyamanan dari pasangan suami-istri. maka

dengan adanya dua dokumen yang telah dibuat oleh Paus Fransiskus sudah

menyederhanakan proses pembatalan perkawinan yang mudah, sederhana dan

murah.

Dalam Seruan Apostolik ini Paus Fransiskus juga menekankan bahwa

Uskup telah ditunjuk oleh Gereja untuk menjadi gembala dan hakim atas umat

yang dipercayakan pada Uskup yang bersangkutan. Maka dari itu pelaksanaan

dokumen ini menjadi tanggung jawab dari Uskup Diosesan. Ditegaskan pula

bahwa Para Uskup Diosesan juga harus mengadili beberapa kasus pembatalan

perkawinan dan memberikan akses yang lebih mudah kepada umat beriman
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam hal mendapatkan keadilan. Para Uskup Diosesan juga harus menyiapkan

tenaga-tenaga ahli untuk mampu mendampingi dan memberikan konseling bagi

suami-istri yang bercerai.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 256 menegaskan bahwa seorang Imam

perlu turut serta dalam proses pendampingan untuk keluarga-keluarga yang

sedang berdukacita. Dalam proses pendampingan tersebut para imam perlu

berdialog dengan anggota keluarga yang sedang berduka. Lalu para Imam juga

perlu mendoakan keluarga yang sedang berduka agar keluarga tersebut bisa

hidup damai kembali. Tahap pendampingan selanjutnya para Imam perlu

memberikan penyadaran kepada anggota keluarga yang berduka bahwa keluarga

tersebut masih memiliki tugas untuk mendoakan anggota keluarga yang

meninggal. Para Imam juga harus menyadarkan supaya keluarga yang berduka

tidak terus-menerus meratapi anggota keluarga yang meninggal.

Seruan Apostolik Amoris Laetitia 256 menegaskan bahwa umat Katolik

terhibur dengan mengimani bahwa mereka yang telah meninggal tidak

sepenuhnya meninggalkan kita. Dengan mengutip dari Kitab Kebijaksanaan

Salomo 3:2-3 Paus Fransiskus menegaskan bahwa Tuhan yang bangkit tidak

akan meninggalkan umat-Nya. Dengan demikian kita dapat mencegah kematian

meracuni hidup kita.

Selain itu dalam seruan Apostolik Amoris Laetitia 258 ditegaskan bahwa

untuk menjaga persekutuan dengan orang-orang yang telah meninggal dapat

70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dilakukan dengan cara mendoakan mereka. Hal ini diinpirasikan oleh Kitab 2

Makabe 12:44-45. Selain itu juga terinpirasi oleh kisah para Santo/ Santa.

K. Pelaku Pastoral

Pelaku Pastoral adalah mereka yang berperan aktif untuk mendampimgi

keluarga baik di Paroki, wilayah dan lingkungan. Dalam seruan Apostolik

Amoris Laetitia art 202 dan 204. Pada art 202 lebih ditekankan peran Pastor

Paroki sebagai pelaku Pastoral karena di paroki terdapat komunitas-komunitas

kecil, gerakan-gerakan Gerejani dan asosiasi-asosiasi yang tumbuh

berdampingan. Oleh karena itu dibutuhkan formasi yang memadai dari para

Imam, Diakon, Rohaniwan, katekis dan para perkerja Pastoral. Namun pelaku

pastoral kurang dibekali dengan pelatihan yang dibutuhkan untuk menangani

masalah-masalah kompleks yang dihadapi oleh keluarga saat ini.

Respon konsultasi juga mendesak bagi para pemimpin awam yang dapat

membantu para pelaku pastoral keluarga. Peran dari guru, konselor, dokter,

komunitas pekerja serta psikologi dapat membantu inisiatif pastoral. Maka

ditunjang dengan pelatihan pastoral yang baik maka dapat membantu Gereja

dalam mendampingi mereka yang mengalami masalah-masalah serius seperti

pelecehan dan kekerasan.

Dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio juga menganjurkan pelaku

pastoral yang terdiri dari Para Uskup. Tugas utama dari para uskup ini adalah

sebagai penanggungjawab utama dalam reksa pendampingan pastoral keluarga.


71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Para uskup juga wajib menaruh perhatian yang istimewa pada kegiatan

pendampingan keluarga ini.

Sama seperti yang ditegaskan oleh seruan Apostolik Amoris Laetitia para

Imam adalah unsur penting di dalam Pastoral keluarga, tugas ini juga berlaku

bagi para Diakon. Tanggungjawab Imam dan diakon tidak hanya perkara-perkara

moril, tetapi juga harus mampu mendukung keluarga-keluarga yang berada

dalam perkara yang sulit.

Paus Yohanes Paulus ke II mengajak para Religius untuk meningkatkan

pengabdian mereka kepada keluarga-keluarga secara khusus kepada anak-anak

terutama kepada anak-anak terlantar, yatim-piatu, tidak diinginkan, miskin dan

cacat. Para religius juga bisa mengujungi keluarga-keluarga, merawat orang sakit

dan mendampingi keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan dan penderitaan

seperti perceraian.

Tidak kalah pentingnya para religius juga dapat menyediakan karya

pendidikan dan penyuluhan untuk menyiapkan kaum muda menuju perkawinan

dan menolong suami-istri supaya bisa menjadi orangtua yang sungguh-sunguh

bertanggungjawab.

Pendampingan pastoral keluarga juga dapat diberikan oleh para ahli baik

dokter, ahli hukum, psikologi dan para konsultan keluarga. Pendampingan yang

dapat mereka berikan berupa nasihat, penyuluhan, pengarahan dan dukungan

kepada keluarga-keluarga.

72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

L. Rangkuman

Pada bab IV ini penulis telah membahas tentang beberapa pandangan

pastoral yang terdapat dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia. Sub-bab pertama

membahas tentang perlunya mewartakan Injil kepada keluarga saat ini yang

menegaskan bahwa keluarga adalah pelaku utama reksa pastoral. Lalu ditegaskan

pula bahwa dalam reksa pastoral keluarga tidak perlu diberikan materi yang

berlebihan. Selain itu juga ditegaskan bahwa sumbangan utama dalam reksa

pastoral adalah Paroki yang melibatkan para Imam, diakon, biarawan/biarawati,

para seminaris, dan para tenaga ahli baik psikolog, dokter keluarga, konselor serta

para katekis.

Sub-bab selanjutnya adalah betapa pentingnya membimbing para calon

suami-istri dalam menyiapkan penerimaan Sakramen Perkawinan. Sub-bab ini

juga menyoroti hal-hal yang biasanya dipersiapkan oleh pasangan suami-istri dan

himbauan kepada calon suami-istri untuk lebih mempersiapkan mental daripada

hal-hal yang bersifat lahiriah. Dalam sub-bab ini juga diberi penegasan bahwa

pasangan suami-istri baru harus tetap didampingi karena merupakan priode yang

penting. Suami-istri baru juga perlu diberikan cara-cara praktis untuk dapat

menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupannya.

Dalam bab IV ini juga ditegaskan agar para petugas pastoral mampu

memberikan pendampingan pada masa sulit, krisis, kecemasan dan kesulitan

dalam hidup berkeluarga. Dalam bab IV ini juga ditekankan pentingnya

mendampingi keluarga yang mengalami perceraian dikarenakan oleh masalah-


73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

masalah yang terjadi. Selain itu para petugas pastoral harus mendampingi

keluarga-keluarga yang berdukacita karena ditinggal oleh salah satu anggota

keluarganya.

74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

PENUTUP

Dalam keseluruhan Bab dalam penulisan Skripsi ini penulis telah

menguraikan tentang ajaran perkawinan, keluarga, masalah-masalah dan tahap-tahap

pastoral dalam keluarga menurut seruan Apostolik Amoris Laetitia. Dalam bab akhir

dalam penulisan skripsi ini penulis akan membuat kesimpulan dari pembahasan-

pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Penulis juga akan memberikan saran yang

kiranya dapat bermanfaat bagi para Imam dan para petugas pastoral sebagai

pelaksana pendampingan keluarga Kristiani.

A. Kesimpulan

Melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia Paus Fransiskus menegaskan

tentang ajaran perkawinan menurut Gereja Katolik yaitu perkawinan yang

dipandang sebagai perjanjian kasih antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan dimana perjanjian kasih tersebut berasal dari Sang Pencipta. Selain

itu perkawinan juga memiliki sifat yaitu kesatuan dan tak-terceraikan. Paus

Fransiskus juga menegaskan bahwa tak-terceraikannya ikatan perkawinan

Katolik adalah sebuah rahmat yang tidak boleh dianggap sebagai suatu beban

bagi suami-istri.

Melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia Paus Fransiskus juga

menegaskan kembali mengenai tujuan perkawinan menurut Gereja Katolik.

Menurut Paus Fransiskus perkawinan Katolik memiliki tujuan sebagai sarana


75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lahirnya generasi baru dengan demikian maka, suami-istri dituntut untuk menjadi

orangtua yang baik bagi anak-anak yang lahir dari suami-istri tersebut.

Selain itu melalui Seruan Amoris Laetitia ditegaskan mengenai

sakramentalitas Perkawinan Katolik. Di dalam Diri-Nya Yesus telah memulihkan

perkawinan dan keluarga dan mengangkatnya ke dalam bentuk Sakramen yang

kudus. Ditegaskan pula bahwa melalui Gereja perkawinan dan keluarga

menerima rahmat Roh Kudus yang berasal dari Yesus maka dari itu suami-istri

harus menjadi saksi dari kasih Allah.

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia juga ditegaskan bahwa Sakramen

bukan hanya sekedar ritual kosong yang tidak ada maknanya atau sebagai tanda

perjanjian lahiriah semata tetapi Sakramen Perkawinan adalah suatu tanda

pengudusan bagi suami-istri yang akan terus mengingatkan suami-istri akan

pengorbanan Kristus bagi Gereja-Nya. Dengan Sakramen Perkawinan yang

diterima oleh suami-istri diwujudkan dengan saling menyerahkan diri dan dengan

setia dan terbuka pada kehidupan baru.

Suami-istri yang telah menerima rahmat Sakramen Perkawinan kemudian

membentuk keluarga yang di dalamnya terdapat persekutuan umat beriman.

Keluarga juga disebut sebagai eccleciae domistica atau keluarga sebagai bentuk

mini dari Gereja dimana di dalam keluarga menjadi tempat kelahiran generasi

baru dan tempat pendidikan serta pewarisan kekayaan iman bagi generasi baru

tersebut.

76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia juga dipaparkan mengenai

masalah-masalah, tantangan-tantangan, dan situasi krisis yang dihadapi oleh

suami-istri Kristiani. Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh suami-istri

adalah mendidik anak-anak yang telah terpapar oleh kecanduan internet, televisi

dan hiburan yang tidak sehat lainnya. Para orangtua sulit untuk mendidik anak-

anak mereka terutama mewariskan kekayaan iman Katolik yang disebabkan oleh

kesibukan orangtua dan kurangnya kebersamaan mereka dengan anak-anak.

masalah berikutnya adalah adanya kecanduan narokoba, minuman keras dan judi

yang dapat menimbulkan penderitaan bagi anggota keluarganya. Masalah

berikutnya adalah adanya praktik hidup bersama diluar nikah yang dilakukan

oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Masalah berikutnya adalah adalah

pengakuan akan hak dan perempuan yang masih belum sepenuhnya diakui oleh

beberapa negara dan paran laki-laki sebagai ayah bagi keluarganya.

Selain masalah-masalah keluarga juga ada situasi-situasi kompleks di

dalam kehidupan, kehidupan keluarga Kristiani. Berikut ini adalah situasi-situasi

kompleks yang sering dihadapi keluarga-keluarga Kristiani di antaranya adalah

suami-istri yang menikah dengan pasangan beda Gereja dan bahkan beda agama

hal ini menyulitkan bagi kehidupan suami-istri terutama ketika mereka harus

memberikan pendidikan iman bagi anak-anak yang lahir ditengah-tengah mereka.

Selain itu juga adanya anggota keluarga yang mengalami orientasi seksual yang

berbeda yaitu gay atau lesbian bahkan ada usulan untuk menyatukan mereka

77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kedalam perkawinan Sakramen, namun Paus Fransiskus menolak untuk

mengangkat perkawinan mereka kedalam bentuk Perkawinan Sakramen.

Situasi kompleks selanjutnya adalah adanya orangtua tunggal yang

disebabkan oleh adanya salah satu pihak baik ayah atau ibu tidak tinggal atau

enggan tinggal bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Ada pula

keluarga dengan situasi kompleks selanjutnya adalah perceraian dan pasangan

yang telah bercerai namun pasangan salah satu pihak ingin menikah lagi. Paus

Fransiskus menegaskan supaya keluarga yang mengalami perceraian tetap

diintegarsikan ditengah-tengah kehidupan umat sehingga mereka supaya hidup

dalam iman Katolik.

Melalui Seruan Apostolik Amoris Laetitia Paus Fransiskus juga

mengupayakan pendampingan Pastoral bagi keluarga-keluarga Kristiani baik

bagi mereka yang masih dalam tahap persiapan pernikahan, pendampingan bagi

mereka yang baru saja menikah maupun keluarga yang mengalami masa-masa

sulit, seperti perceraian, menjadi korban pelecehan, dan kekerasan dalam rumah-

tangga. Selain itu Paus Fransiskus juga menaruh perhatian bagi mereka yang

baru saja ditinggalkan oleh anggota keluarga menghadap Tuhan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis ingin memberikan beberapa saran

yang dapat diberikan kepada Paroki, Romo Paroki, para petugas pastoral, para

78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

katekis dan khususnya adalah keluarga-keluarga Kristiani di sekitar Paroki St.

Yakobus, Klordran, Bantul. Saran yang penulis sampaikan adalah:

1. Para Petugas pastoral baik Imam, Biarawan/Biarawati, para petugas pastoral

lainnya dan para katekis perlu memiliki kemampuan untuk dapat

mendampingi calon pasangan suami-istri dan keluarga-keluarga terutama

keluarga-keluarga yang berada dalam masalah-masalah dan masa-masa krisis

dalam kehidupan perkawinan umat di sekitar Paroki St. Yakobus Klodran

Bantul.

2. Para petugas pastoral baik para Imam, diakon, Biarawan/Biarawati perlu

bersedia membuka hati terhadap keluarga-keluarga Kristiani yang menghadapi

masalah-masalah pelik dalam kehidupan perkawinan mereka.

3. Para calon pasangan suami-istri yang sedang mempersiapkan perkawinan dan

keluarga-keluarga Kristiani yang menghadapi masalah pelik jangan ragu-ragu

untuk berkonsultasi dengan para petugas pastoral supaya permasalahan yang

dihadapi dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bagi umat di Lingkungan, Wilayah ataupun Paroki St. Yakobus Bantul perlu

mau turut mendampingi, memberikan dukungan, dan doa, serta membimbing

dan mererima calon pasangan suami-istri maupun keluarga-keluarga yang

sedang menghadapi permasalahan pelik.

79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Catur Raharso, Alf. (2006). Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik.
Malang: Dioma.

Fransiskus. (2016). Amoris Laetitia. (Komisi Keluarga KWI dan Couples Of Christ
Indonesia. Penerjemah). Jakarta: Dokpen.

Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana,


Penerjemah). Jakarta: Obor.

Pedoman Pastoral Keluarga. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor.

Purnomo, Albertus. (2015). Allah Menyertai Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.

Purwa Hadiwardoyo, Al (1988). Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta:


Kanisius.

_________(2007). Suami-Istri Katolik Memahami Panggilan Dan Perutusannya.


Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.

Rubiyatmoko, R. (2011). Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum Kanonik.


Yogyakarta. Kanisius.

Yohanes Paulus II. (1981). Familiaris Consortio ( Penerjemah, R. Hardawiryana).


Jakarta : Obor.

Yohanes Paulus II. (2015). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: Obor Bekerjasama
dengan Serikat KWI. ( Dokumen Asli Diundangkan Tahun 1983.

80

You might also like