You are on page 1of 28

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronik

2.1.1 Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan dari gagal ginjal

akut yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa

tahun.Gagal ginjal kronik menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan

untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan dalam keadaan

asupan diit normal (Price & Wilson, 2012).

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo,

2009).

Penyakit ginjal stadium akhir adalah keadaan dimana terjadi

kemunduran yang progresif pada fungsi ginjal dan berkurangnya nefron

lebih lanjut sampai pada suatu titik sehingga ia harus menjalani terapi

dialisis atau transplatasi ginjal yang masih berfungsi agar dapat

bertahan hidup (Guyton & Hall, 2008).

2.1.2 Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2013), gagal ginjal kronik merupakan

suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible

dari berbagai penyebab. Penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yang

sering ditemukan dapat dibagi menjadi 8 kelas adalah :

10
11

a. Infeksi : Pielonefritis kronik.

b. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis.

c. Penyakit vascular hipertensif : Nefroslerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis.

d. Gangguan jaringan penyambung : Lupus erimatosus sistemik,

poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

e. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistikk,

asidosis tubulus ginjal.

f. Penyakit metabolik : Diabetes mellitus, gout, hiperparatyroidisme,

amloidosis.

g. Nefropati toksik : Penyalah gunaan analgesik, nefropati timbale.

h. Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma,

fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bawah : hipertrofi prostat,

striktur uretra, anomalicongenital pada leher kandung kemih dan

uretra.

2.1.3 Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Banyak gejala uremia

yang membaik setelah di dialysis (Smeltzer & Bare, 2013).

Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah

glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtasi glomerulus dideteksi

dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang

menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar

11
12

kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan

edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas,

aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan

hipovolemia (Price & Wilson, 2012).

Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,

memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan

kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik

pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang

diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoitein menurun

sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai kelelahan, angina

dan sesak nafas (Price & Wilson, 2012).

Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan

metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki

hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi lain

akan menurun. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespons normal

terhadap peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium di tulang

menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit

tulang. Demikian juga, vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang

dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal

(Sudoyo, 2009).

12
13

2.1.4 Manifestasi klinis

Gambaran klinis dari pasien gagal ginjal kronik yaitu letargi,

anoreksia, mual, muntah, kelebihan volume cairan, perikarditis, kejang-

kejang, neuropati, gangguan keseimbangan elektrolit, anemia, lemah

(Sudoyo, 2009).

Karena fungsi ginjal menurun, setiap sistem tubuh menjadi

terpengaruh. Manifestasi klinisnya adalah hasil dari zat dipertahankan

seperti urea, kreatinin, elektrolit, air. Uremia adalah sindrom dimana

fungsi ginjal menurun ke titik yang timbul gejala pada sistem tubuh

ganda. Itu sering terjadi ketika GFR ≤10 Ml/MIN (Lewis, 2005).

2.1.5 Penatalaksanaan

Menurut Price & Wilson (2012), penatalaksanaan penyakit gagal

ginjal tahap akhir adalah sebagai berikut :

a. Penatalaksanaam konservatif

1) Penentuan dan pengobatan penyebab

2) Pengoptimalan dan rumatan keseimbangan garam dan air

3) Koreksi obstruksi saluran kemih

4) Deteksi awal dan pengobatan infeksi

5) Pengendalian hipertensi

6) Diet rendah protein, tinggi kalori

7) Pengendalian keseimbangan elektrolit

8) Modifikasi terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal

9) Deteksi dan pengobatan kompliasi

13
14

b. Terapi pengganti ginjal

1) Hemodialisa

2) Dialisis peritoneal

3) Transplatasi ginjal

2.1.6 Klasifikasi

Menurut Price & Wilson (2012), perjalanan umum gagal ginjal

progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu :

a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen

(BUN) normal dan penderita asimtomatik.

b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo

filtration rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood

Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin

serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan,

timbul nokturia dan poliuri.

c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir/uremia)

Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo

filtration rate 10% dari normal, kraetinin klirens 5-10 ml permenit

atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar Blood

Ureum Nitrogen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.

14
15

2.1.7 Komplikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2008), komplikasi yang dapat terjadi

yaitu :

a. Hiperkalemi, karena ekskresi menurun, asidosis, dan asupan

makanan yang berlebihan.

b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade perikardial akibat

retensi produksi sampah uremik.

c. Hipertensi akibat retensi natrium dan air serta kerusakan renin

d. Anemi, karena produksi eritropoetin menurun, perdarahan di jalur

GI dari iritasi racun dan pembentukkan ulkus, dan kehilangan

darah selama hemodialisis.

2.1.8 Dampak Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Menurut Smeltzer & Bare (2008), penyakit ginjal kronik akan

berdampak terhadap perubahan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi.

Seperti yang dijelaskan berikut ini:

a. Perubahan Fisik

Perubahan yang terjadi pada fisik pasien penyakit ginjal

kronik tergantung pada kerusakan ginjal dan keadaan lainnya

yang mempengaruhi seperti usia dan kondisi tubuh pasien.

Perubahan fisik yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal

kronik dibagi menjadi 8 bagian yaitu :

15
16

1) Sistem Neurologi

Kelemahan/fatigue, kecemasan, penurunan

konsentrasi, disorientasi, tremor, seizures, nyeri

pada telapak kaki, perubahan tingkah laku.

2) Sistem Integumen

Kulit berwarna coklat keabu-abuan, kering, kulit

mudah terkelupas, pruritus, ekimosis, purpura tipis,

kuku rapuh, rambut tipis.

3) Sistem Kardiovaskular

Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan

sakrum), edema periorbita, precordial friction rub,

pembesaran vena pada leher, perikarditis, efusi

perikardial, tamponade pericardial, hiperkalemia,

hiperlipidemia.

4) Sistem Pernafasan

Cracles, sputum yang lengket dan kental, depresi

refleks batuk, nyeri pleuritik, napas pendek,

takipnea napas kussmaul, uremic pneumonitis.

5) Sistem Gastrointestinal

Bau ammonia, napas uremik, berasa logam, ulserasi

pada mulut dan berdarah, anoreksia, mual dan

muntah, konstipasi atau diare, perdarahan pada

saluran pencernaan.

16
17

6) Sistem Hematologi

Anemia, trombositopenia.

7) Sistem Reproduksi

Amenorrhea, atropi testis, infertil, penurunan libido.

8) Sistem Muskuloskeletal

Kram otot, hilangnya kekuatan otot, nyeri tulang,

dan fraktur.

b. Perubahan Psikologis

Perubahan fungsi fisik secara progresif akibat penyakit

ginjal yang diderita membuat pasien penyakit ginjal kronik

mengalami berbagai stres psikologis. Perubahan keseharian

akibat terapi yang harus dijalani, kewajiban melakukan

kunjungan ke rumah sakit dan laboratorium secara rutin untuk

pemeriksaan darah, dan perubahan finansial untuk biaya

pengobatan membuat pasien mengalami stres dan membuat

mereka tidak dapat menjalankan peran secara holistik.

c. Perubahan Sosial

Beberapa pasien timbul gangguan psikis seperti stres,

depresi, cemas, putus asa, konflik ketergantungan, denial,

frustasi, keinginan untuk bunuh diri, dan penurunan citra diri.

Selain itu, karena keterbatasan fisik yang dialaminya maka

pasien pun akan mengalami perubahan peran dalam keluarga

maupun peran sosialdi masyarakat. Peran sosial lain yang

berubah pada pasien penyakit ginjal kronik adalah perubahan

17
18

pekerjaan. Pasien dengan keterbatasan fisik akan mengalami

penurunan kemampuan kerja. Pasien dapat mengambil cuti

atau kehilangan pekerjaannya. Hal ini akan menimbulkan

permasalahan lain yaitu penurunan kualitas hidup pasien.

Pasien penyakit ginjal kronik yang tidak mempunyai pekerjaan

mempunyai penurunan skor yang sangat signifikan pada

dimensi fungsi fisik, peran fisik, kesehatanumum, vitalitas,

peran emosional dan peningkatan intensitas nyeri.

d. Perubahan Ekonomi

Perubahan ekonomi akibat dari penyakit ginjal dan dialisis

tidak hanya terjadi pada individu dan keluarga pasien. Masalah

ekonomi ini juga akan berakibat kepada perekonomian negara

sebagai penanggung jawab atas penduduknya. Biaya dialisis

yang mahal akan membuat pengeluaran di sektor kesehatan

akan meningkat. Biaya perawatan yang mahal membuat pasien

yang harus menjalani hemodialisis di negara berkembang

sebagian besar meninggal atau berhenti melakukan dialisis

setelah 3 bulan menjalani terapi. Di sisi lain kapasitas kerja

dan fisik mereka mengalami penurunan yang sangat drastis

sehingga terjadi penurunan penghasilan.

18
19

2.2 Hemodialisa

2.2.1 Pengertian

Hemodialisa adalah prosedur pembersihan darah melalui suatu

ginjal buatan dan dibantu penatalaksanaanya oleh semacam mesin.

Hemodialisa sebagai terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup

dan memperpanjang usia. Hemodialisa merupakan metode pengobatan

yang sudah dipakai secara luas dan rutin dalam program

penanggulangan gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek

(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit

ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau

terapi permanen. Akan tetapi hemodialisa tidak menyembuhkan atau

memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer & Bare, 2013).

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal

dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang

berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa

metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawks, 2014).

Hemodialisis pada penyakit gagal ginjal kronik dilakukan dengan

mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang

terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan

dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput

semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat.

19
20

Kompartemen dialisat dialiri cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi

larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolism nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang

terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut

berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah

(Sudoyo, 2009).

2.2.2 Tujuan Hemodialisa

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen

dan toksin dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan

kemudian dialihkan dari pasien ke mesin yaitu mesin dialyzer, dimana

darah diberikan dan kemudian dikembalikan ke tubuh pasien (Smeltzer

& Bare, 2013).

2.2.3 Prinsip Hemodialisa

Ada 3 prinsip dasar yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu :

difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Racun dan limbah dalam darah

dibuang oleh proses difusi, yaitu bergerak dari daerah yang konsentrasi

yang lebih tinggi dalam darah ke area konsentrasi yang lebih rendah

dialisat. Dialisa terdiri dari semua elektrolit penting dalam konsentrasi

esktraseluler ideal. Tingkat elektrolit dalam darah pasien dapat

dikendalikan dengan cairan dialisat (Smeltzer and Bare, 2008).

Kelebihan air akan dibuang dari dalam darah melalui proses

osmosis, dimana bergerak dari daerah konsentrasi zat terlarut yang

lebih tinggi ke daerah konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah.

Ultrafiltrasi didefinisikan sebagai air yang bergerak di bawah tekanan

20
21

tinggi ke daerah tekanan rendah. Ultrafiltrasi dicapai dengan

menerapkan tekanan negatif atau kekuatan penyedotan ke membran

dialisis (Smeltzer and Bare, 2008).

2.2.4 Indikasi Hemodialisa

Menurut konsesus Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) kurang dari 15 mL/menit,LFG kurang dari 10

mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5

mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.Selain

indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila

terdapat komplikasi akut seperti edema paru, hiperkalemia, asidosis

metabolic berulang, dan nefropatik diabetic.

Pada umumnya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal

ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5

mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai

salah satu dari hal tersebut dibawah:

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

b. Kreatinin serum >6 mEq/L

c. Ureum darah > 200 mg/DL

d. Ph darah <7,1

e. Oliguria atau anuria berkepanjangan ( > 5hari)

2.2.5 Prosedur Hemodialisa

Menurut Smeltzer and Bare (2008), hemodialisa mencakup

shunting/pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator dimana

21
22

terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien.

Untuk pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien,

suatu mekanisme yang mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan

dialisator (daerah dimana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan

produk-produk sisa berlangsung). Sekarang terdapat lima cara utama

agar terjadi yang masuk ke aliran darah pasien. Ini terdiri dari sebagai

berikut :

a.Fistula aerteriovena

b.External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal

c.Kateterisasi vena femoral

d.Kateterisasi vena subklavia

2.2.6 Komplikasi Hemodialisa

Pada penderita gagal ginjal kronik memiliki keluhan utama yang

sering dirasakan oleh penderita penyakit gagal ginjal kronik adalah

cepat merasa lelah, mual, serta mulut kering ini. Kondisi ini disebabkan

oleh penurunan kadar natrium dalam darah karena ginjal tidak lagi

dapat mengendalikan eksresi natrium (Smeltzer and Bare, 2008).

Komplikasi atau dampak hemodialisa terhadap fisik menjadikan

klien lemah dan lelah dalam menjalani kehidupan sehari-hari terutama

setelah menjalani hemodialisa (Farida, 2010).

Sedangkan Menurut Smeltzer & Bare (2008), komplikasi dialisis

sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan

dikeluarkan.

22
23

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja

terjadi jika udara memasukis istem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang

berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

2.3 Fatigue/Kelelahan

2.3.1 Pengertian

Fatigue adalah perasaan subjektif yang berupa kelelahan,

kelemahan dan penurunan energi.Fatigue juga merupakan gejala

subjektif yang tidak menyenangkan dimana pasien merasakan adanya

penggabungan keseluruhan perasaan tubuh seperti kelelahan dan

kelemahan yang terjadi secara terus menerus dan mengganggu

kemampuan individu untuk berfungsi dan beraktivitas pada kapasitas

normal (Smeltzer and Bare, 2008).

23
24

Berdasarkan teori oleh Lenz, et al (2010) yang terdapat dalam

penelitian Jhamb, et al.(2012) yang menyatakan bahwa fatigue

merupakan gejala yang tidak menyenangkan. Faktor-faktor yang

berpengaruh yaitu faktor fisiologis, faktor sosial ekonomi dan faktor

situasional. Fatigue yang dialami pasien hemodialisis berhubungan

dengan berbagai faktor berdasarkan beberapa teori yaitu unpleasant

symptom (gejala tidak menyenangkan), a multi-dimensional fatigue

experience (pengalaman kelelahan multi dimensi) dan peripheral and

central fatigue (kelahan perifer dan pusat).

Teori Unpleasant Symptom menyatakan bahwa ada beberapa faktor

yang dapat menyebabkan seorang mengalami fatigue sebagai suatu

gejala yang tidak menyenangkan yaitu faktor psikologi dan persepsi,

faktor sosio demografi dan adanya efek timbal balik yang timbul dari

gejala fatigue yang dirasakan oleh pasien. Pada teori A Multi-

Dimensional Fatigue Experience dijelaskan bahwa pengalaman fatigue

yang dirasakan oleh pasien yang menjalani hemodialisa berbeda-beda

tiap individu. Fatigue sentral yaitu kegagalan sistem saraf pusat dalam

mengambil dan mengaktifkan motor unit yang dilibatkan langsung

dalam kontraksi otot atau dapat diartikan sebagai kegagalan untuk

memulai kontraksi otot atau bisa diartikan juga sebagai kegagalan untuk

memulai atau mempertahankan fokus perhatian (kelelahan mental) dan

aktivitas fisik (kelelahan fisik) yang membutuhkan motivasi diri.

Fatigue merupakan symptom yang sering dialami pasien yang

sedang menjalani hemodialisis, dan fatigue lebih dikenal dengan

24
25

keletihan, kelelahan, lesu, dan perasaan kehilangan energi. Fatigue

adalah suatu gejala akibat proses penggunaan energi yang tidak

seimbang dengan kekuatan yang ada dan menurunnya kapasitas kerja

fisik serta mental. Fatigue biasa terjadi pada penyakit kronik maupun

akut dan dapat juga dialami pada kondisi normal keadaan sehat dan

kehidupan sehari-hari. Pengukuran fatigue dapat dilakukan dengan

Piper Fatigue Scale (PFS).

2.3.2 Etiologi

Fatigue biasanya terjadi pada penyakit yang menyebabkan nyeri,

demam, infeksi diare, stress, gangguan tidur, cemas, depresi, kurang

melakukan aktivitas dan dapat terjadi akibat gaya hidup pasien.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Fatigue

Menurut Brunner & Suddarth (2008) beberapa kondisi yang dapat

mempengeruhi kelelahan pada pasien hemodialisis, yaitu:

2.3.3.1 Uremia

Uremia adalah sindrom klinis yang berhubungan dengan

ketidakseimbangan cairan, elektrolit, hormon dan kelainan

metabolik, yang berkembang secara paralel dengan penurunan

fungsi ginjal.Penyakit ginjal kronis lebih sering berkembang

menjadi uremia terutama pada stadium lanjut dengan penurunan

LGF (laju filtrasi glomeroulus) < 10-15 ml/menit.

2.3.3.2 Anemia

Anemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal

kronis. 80-90% pasien penyakit ginjal kronik mengalami anemia.

25
26

Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh

defisiensi eritropoietin. Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah

jenis anemia normositik normokrom, yang khas selalu terjadi pada

sindrom uremia. Bisanya hematokrit menurun hingga 20-30%

sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini biasa ditemukan pada

penyakit ginjal kronik stadium 4, tapi kadang juga ditemukan sejak

awal stadium 3.

2.3.3.3 Malnutrisi

Malnutrisi adalah kondisi berkurangnya protein tubuh dengan atau

tanpa berkurangnya lemak, atau suatu kondisi terbatasnya kapasitas

fungsional yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan

dan kebutuhan nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai

gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan, dan hilangnya

massa tubuh. Malnutrisi pada pasien dialisis juga menyebabkan

konsekuensi klinis penting lainnya. Anemia lebih sering terjadi pada

pasien dialisis yang juga menderita malnutrisi dan atau inflamasi,

dan respon terhadap erythropoietin yang minimal biasanya

dikaitkan dengan tingginya kadar sitokin pro-inflamasi.

2.3.3.4 Depresi

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisis setiap minggunya,

atau paling sedikit 3-4 jam setiap kali terapi. Penyesuaian diri

terhadap kondisi sakit mengakibatkan terjadinya perubahan dalam

kehidupan pasien. Dampak psikologis pasien gagal ginjal kronik

26
27

yang menjalani program terapi seperti hemodialisis dapat

dimanifestasikan dalam serangkaian perubahan perilaku antara lain

menjadi pasif, ketergantungan, merasa tidak aman, bingung dan

menderita akhirnya timbul suatu keadaan depresi sekunder sebagai

akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya.

2.3.3.5 Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang

tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko

independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan

diperkirakan menyebabkan kematian secara global.

Sedangkan menurut Mollaoglu (2009), faktor-faktor yang

berkaitan dengan tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yaitu:

a. Usia

Usia merupakan faktor yang dapat menggambarkan kondisi dan

mempengaruhi kesehatan seseorang, dimana diketahui bahwa

setelah usia 40 tahun akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus

secara progresif hingga usia 70 tahun kurang lebih sekitar 50% dari

normalnya.

b. Jenis kelamin

Secara klinik laki-laki mempunyai risiko mengalami penyakit gagal

ginjal kronik 2 kali lebih besar dari perempuan. Hal ini dikarenakan

laki-laki memiliki gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan

merokok dan minum alkohol.

27
28

c. Pendidikan

Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan

pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang

di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman,

dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian

serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas

kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat

membantu individu tersebut dalam membuat keputusan.

d. Lama hemodialisa

Rohmat, (2010) mengatakan bahwa pada awal menjalani

hemodialisa respon pasien seolah-olah tidak menerima atas

kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang ada dan

merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan

penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan

harus menjalani hemodialisa dua kali seminggu. Keluhan pasien di

awal menjalani hemodialisa yaitu merasa mual karena belum

terbiasa melakukan terapi hemodialisa.

Pasien yang sudah lama menjalani hemodialisa selama ≥24 bulan

lebih akan memiliki kadar ureum dan kreatinin yang tinggi. Ureum

yang tinggi akan mengganggu produksi hormon eritropoietin.

Jumlah sel darah merah menurun atau yang disebut anemia. Pasien

yang menderita anemia akan mengalami kelelahan (Smeltzer and

Bare, 2008).

28
29

Menurut Jhamb, et al. (2009), faktor yang mempengaruhi fatigue

pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah faktor fisiologis, faktor

sosial ekonomi, faktor situasional.

a. Faktor fisiologi

Faktor biasanya dihubungkan dengan faktor fisiologis yaitu

kondisi malnutrisi, anemia dan insomnia. Faktor fisiologi yang akan

dilihat pada penelitian ini adalah anemia, malnutrisi dan insomnia

yang dialami pasien yangmenjalani hemodialisis.

b. Faktor sosial ekonomi

Sosial ekonomi dalam penelitian ini meliputi kebiasaan

merokok, mengkonsumsi alkohol, latihan fisik, dan penghasilan.

Petchrung (2004) menyatakan bahwa pendapatan keluarga

berkolerasi dengan fatigue dan mentransportasikan pada pasien

hemodialisis mempengaruhi terjadinya fatigue dan melakukan

latihan fisik dapat menurunkan fatigue. Kebiasaan merokok

merupakan faktor sosial yang secara fisiologis akan mempengaruhi

tersedianya oksigen ke otak dan dapat menghabiskan cadangan-

cadangan energi sehingga kondisi tersebut menyebabkan seseorang

merasa lelah.

c. Faktor situasional

Faktor situasional merupakan faktor yang berkaitan dengan

situasi hemodialisis, terdiri dari lamanya menjalani hemodialisis,

komplikasi hemodialisis dan riwayat penyakit. Kondisi tersebut

memberikan gambaran bahwa fase awal menjalani hemodialisis,

29
30

pasien mengalami peningkatan fatigue. Dukungan dari keluarga,

tenaga kesehatan dan lingkungan sangat diperlukan pada fase

tersebut sehingga pasien tidak mengalami perubahan psikologis

berupa depresi. Fatigue juga akan dirasakan bila pasien mengalami

hipotensi intradialisis. Selain itu fatigue biasanya menyertai

komplikasi disequilibrium sindrom. Riwayat penyakit yang

menyebabkan klien mengalami end stage renal disease (ESRD)

diantaranya diabetes militus, hipertensi, glumerulonefritis dan

penyakit lainnya. Penyakit penyerta pasien dengan hemodialisis jika

tidak mendapatkan perhatian khusus dan tidak dilakukan

pengobatan akan mempercepat progresifitas penyakit.

2.3.4 Pengukuran Fatigue

Pengukuran fatigue dalam penelitian ini menggunakan

Skala Kelelahan Functional Assessment of Chronic Illness (FACIT)

Versi 4. Dalam kuesioner ini terdiri dari 13 pernyataan dengan skor

jawaban yaitu tidak pernah (0), jarang (1), cukup sering (2), sangat

sering (3), selalu (4).

Perhitungan skor item yaitu pada pernyataan (HI7) 4

dikurangi skor jawaban responden, pernyataan (HI12) 4 dikurangi

skor jawaban responden, pernyataan 3 (An1) 4 dikurangi skor

jawaban responden, pernyataan 4 (An2) 4dikurangi skor jawaban

responden, pernyataan 5 (An3) 4dikurangi skor jawaban responden,

pernyataan 6 (An4) 4 dikurangi skor jawaban responden, pernyataan

7 (An5) 0 ditambah skor jawaban responden, pernyataan 8 (An7) 0

30
31

ditambah skor jawaban responden, pernyataan 9 (An8) 4 dikurangi

skor jawaban responden, pernyataan 10 (An12) 4dikurangi skor

jawaban responden, pernyataan 11 (An14) 4 dikurangi skor jawaban

responden, pernyataan 12 (An15) 4 dikurangi skor jawaban

responden, pernyataan13 (An16) 4dikurangi skor jawaban

responden.

Untuk menentukan skor facit, maka jumlah skor setiap item

dikalikan dengan 13 dan kemudian dibagi dengan jumlah item yang

dijawab. Dari perhitungan tersebut diketahui skor facit dimana jika

skor < 30 maka dikategorikan kelelahan dan ≥ 30 dikategorikan

tidak kelelahan.

2.4 Hubungan Lama Hemodialisa dengan Fatigue

Sampai saat ini hemodialisis masih digunakan sebagai terapi

utama dalam penanganan gagal ginjal kronik, namun pasien gagal

ginjal kronik sering mengeluhkan cepat merasa lelah dalam

aktivitas sehari-harinya. Pasien yang telah menjalani hemodialisa

dalam jangka waktu yang lama mengalami peningkatan level

fatigue dan penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan

kesehatan. Peningkatan level fatigue ini dapat menyebabkan

malaise, gangguan tidur, gangguan emosional, dan penurunan

kemampuan pasien dalam aktivitas sehari-hari atau penurunan daya

kerja (Smeltzer and Bare, 2008).

31
32

2.5 Aktivitas Fisik

2.5.1 Pengertian

Aktivitas fisik dalah pergerakan anggota tubuh yang

menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi

pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan

kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik

sangat penting perannya terutama bagi penderita gagal ginjal kronik.

Dengan melakukan aktivitas fisik, maka penderita tersebut dapat

mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Namun,

karena keterbatasan fisik yang dimiliki akibat penyakit yang diderita

serta perubahan dan penurunan fungsi fisiologis, maka penderita

memerlukan beberapa penyesuaian dalam melakukan aktivitas fisik

sehari-hari (Kristanti et al, 2015).

Aktivitas Fisik menurut World Health Organization (WHO,

2010) didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang membutuhkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik meliputi

latihan serta kegiatan lain yang melibatkan gerakan tubuh anda dan

dilakukan sebagai bagian dari bermain, bekerja, transportasi aktif,

tugas-tugas rumah dan kegiatan rekreasi seperti jalan-jalan bersama

keluarga, berjalan kaki, bersepeda, atau berpartisipasi dalam olahraga.

Aktivitas fisik juga dapat berupa kegiatan menyapu, mengepel lantai,

dan mencuci pakaian.

32
33

2.5.2 Manfaat

Ada beberapa alasan penting mengapa aktivitas fisik bisa

menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Diantaranya adalah meningkatkan

kelenturan otot serta menguatkan dan memperpanjang daya tahan otot.

Aktivitas fisik yang dilakukan oleh penderita gagal ginjal dalam

kegiatan sehari-hari dapat meningkatkan aliran darah pada otot,

memperbesar jumlah kapiler serta memperbesar luas dan permukaan

kapiler sehingga meningkatkan perpindahan urea dan toksin dari

jaringan ke vaskuler. Berikut ini manfaat fisik/ biologis dan

psikis/mental dari aktivitas fisik yaitu menjaga tekanan darah tetap

stabil dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap

penyakit, meningkatkan kebugaran tubuh, dan mengurangi stress,

cemas.

2.5.3 Aktivitas fisik/olahraga untuk penderita gagal ginjal

Menurut Suwitra K (2010), aktivitas fisik ataupun olahraga

sangatlah penting untuk penderita gagal ginjal, tidak perlu melakukan

aktivitas yang berat, cukup ringan asalkan membantu seseorang

mengeluarkan keringat. Berikut ini adalah aktivitas atau olahraga

untuk penderita gagal ginjal, sebagai berikut:

2.5.3.1 Jalan kaki

Jalan kaki adalah aktivitas olahraga paling ideal bagi

penderita penyakit ginjal. Berjalan akan menggerakkan otot-

otot tubuh secara berulang-ulang dan bisa dilakukan didalam

ruangan ataupun diluar rumah.

33
34

Parah ahli kesehatan menyebut rata-rata orang harus berjalan

selama 30 menit setiap hari. Berjalan sangat di anjurkan

karena dapat membantu mengurangi risiko masalah

kardiovaskular, sebuah risiko kesehatan yang umum di alami

penderita gagal ginjal dan orang-orang yang harus hidup

dengan cuci darah.

2.5.3.2 Brisk walking (jalan cepat)

Brisk walking adalah penjabaran lebih lanjut dari aktivitas

olahraga berjalan. Prinsip yang di terapkan dalam aktivitas

ini adalah jalan dengan langkah yang lebih lebar dan cepat.

Aktivitas olahraga ini terbilang lebih menyehatkan tetapi

tidak melelahkan seperti jogging. Untuk dapat mendapatkan

hasil yang optimal, penderita bisa melalukan nya selama 1

jam setiap harinya di bawah sinar matahari pagi.

2.5.3.3 Jogging

Aktivitas olahraga satu ini memiliki potensi untuk

mengeluarkan keringat lebih banyak dalam waktu yang

singkat.Pada umumnya aktivitas fisik ini merupakan jenis

lari yang dilakukan tidak cepat tetapi konstan.Rata-rata

orang disarankan untuk melakukan jogging selama 30 menit

perharinya.

2.5.3.4 Berkebun

Manfaat kesehatan dari berkebun dari sinar teriknya

matahari pagi, berkebun ternyata juga sehat bagi tubuh,

34
35

khususnya ginjal. Berkebun selama 30 menit sampai 1 jam

perharinya dipercaya mampu menurunkan risiko penyakit

ginjal hingga 16%.

Berkebun yang dimaksud juga tidak harus memiliki ladang

dengan ukuran hectare, tetapi bisa tanaman dirumah maupun

pohon di halaman depan dapat bisa dimanfaatkan untuk

aktivitas berkebun. Selain dapat menjaga kesehatan ginjal,

pikiran penderita gagal ginjal akan lebih segar.

2.5.3.5 Mengepel

Mengepel juga merupakan aktivitas fisik yang dapat

mengeluarkan keringat, dan merupakan aktivitas fisik yang

dapat mengurangi risiko penyakit ginjal. Mengepel dapat

dilakukan setiap 2 hari sekali selama 15 menit sampai 30

menit.

2.5.3.6 Bersepeda

Bersepeda merupakan aktivitas fisik yang dapat dilakukan

bila weekend ataupun berkeja. Melakukan kegiatan

bersepeda selama 30 menit sampai 1 jam setiap harinya akan

berpotensi meringankan penyakit ginjal sebanyak 15%.

2.5.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan penderita gagal ginjal sebelum

melakukan aktivitas fisik/olahraga

Seorang penderita penyakit ginjal perlu memperhatikan dengan

baik kualitas fisiknya dan berhenti jika mengalami beberapa hal

dibawah ini saat sedang melakukan aktivitas, sebagai berikut:

35
36

1. Jika merasa sangat lelah.

2. Jika kekurangan nafas.

3. Jika merasa nyeri dada.

4. Jika merasa denyut jantung terlalu cepat.

5. Jika merasa sakit perut.

6. Jika mengalami kram kaki.

7. Jika merasa pusing.

Selain itu, penderita tidak boleh melakukan aktivitas

fisik/olahraga dalam situasi sebagai berikut:

1. Penderita mengalami demam.

2. Penderita mengubah jadwal minum obat.

3. Kondisi fisik penderita sangat lemah.

4. Penderita makan terlalu banyak.

5. Cuaca sangat panas dan lembab.

6. Penderita memiliki masalah sendi atau tulang.

36
37

2.4.3 Kerangka Teori

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Terapi pada Gagal Ginjal Keluhan pasien gagal ginjal


Kronik : kronik yang menjalani
hemodialisa :
1. Hemodialisa
2. Dialisis peritoneal 1. Kelelahan (fatigue )
3. Transplatasi ginjal 2. Mual
3. Mulut kering
Sumber : Price & Wilson,
(2012). Sumber :Smeltzer & Bare,
(2008).

Faktor-faktor yang Faktor-faktor yang


mempengaruhi fatigue : mempengaruhi fatigue :

1. Uremia 1. Usia
2. Anemia 2. Jenis kelamin
3. Malnutrisi 3. Pendidikan
4. Depresi 4. Lama hemodialisa
5. Aktivitas fisik
Sumber :Mollaoglu, (2009).
Sumber : Smeltzer & Bare,

(2008).

37

You might also like