Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
1. Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti
jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan
cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun atau radio aktif.
3. Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
4. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
(Arifin. M, 2008 ; (online).
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini
bisa berasal dari kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng,
botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa
pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-
jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti
halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti
BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008).
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang
diperlukan. (Depkes RI, 2002)
(KLMNH, 1995).
Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998
sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya
dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya
lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan
(Walhi) Jabar
B. Jenis-jenis limbah
1. Limbah klinik
2. Limbah patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum
keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
3. Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang
tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko
sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang
besar untuk mengangkut dan menbuangnya.
4. Limbah dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga
seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi
staf maupun pasien di Rumah Sakit.
5. Limbah radioaktif
Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah
sakit dengan menggunakan warna :
3. Kotor/Terinfeksi : Merah
Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu
untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai
limbah klinik
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992).
D. Pengelolaan limbah
1. Pemisahan Limbah
2. Penyimpanan Limbah
3. Penanganan Limbah
a) Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian.
Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
d) Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
4. Pengangkutan limbah
5. Pembuangan limbah
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau
lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang
dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula
mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah
sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu
saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung
limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk
farmasi yang tidak terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur
dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai
berikut :
Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable),
misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang
ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus
ditanam.
Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani
oleh DPU atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat
pembuangan sampah umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang
pada tempat pembuangan samapah umum.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan
mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi
atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung
yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan
mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja
(Moersidik. S.S, 1995).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu
berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa
pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan
memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke
pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit.
Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun
orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan
sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan
kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu
indikator penting yang perlu diperhatikan.
Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.
Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik.
Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman
Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit.
Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan
Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah
Rumah Sakit. UnAir.