You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. DEFINISI
 Appendiks yaitu ujung menyerupai jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
 Apendisitis yaitu peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10
hingga 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
 Apendisitis yaitu infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
benalu menyerupai Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis (Ovedolf, 2006).
 Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi kuman untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010)
 Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akhir terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).

APENDISITIS
C. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut yaitu : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya yaitu obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi menjadikan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar
dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya anutan vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal menyerupai nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik gres dapat ditegakkan kalau dipenuhi semua syarat
: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik yaitu fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren gres dapat dipikirkan kalau ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
membuktikan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi
sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks yaitu dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akhir
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu ketika bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya yaitu apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi keinginan hidup yang jauh lebih baik
dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa menunjukkan residif
dan adanya metastasis sehingga dibutuhkan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
Pathway

Pathway APENDISITIS
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada akrab rektal.
7. Nyeri kemih, kalau ujung appendiks berada di akrab kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif kalau ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melaksanakan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akhir ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala hingga terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif kalau dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
kalau timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
kalau timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul ketika dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada kawasan epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah ketika pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

APENDISITIS
G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akhir keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa,
menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melaksanakan
penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada belum dewasa di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada belum dewasa dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek
dan belum berkembang tepat memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang
renta terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau kawasan pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
menjelma rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi yaitu pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga kuman menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama semenjak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam semenjak sakit, panas
lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis yaitu peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang
hingga timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit menjadikan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut
yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP yaitu salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan episode memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
episode yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai
tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100%
dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa watu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akhir dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau watu ureter kanan.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai
susukan ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik
memiliki kegunaan untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik
sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan terperinci ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan yaitu operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat menjadikan infeksi dan perforasi.
Pada infeksi appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat menyerupai komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama yaitu infeksi luka dan
infeksi intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi dibutuhkan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi diadaptasi dengan besar infeksi intra-
abdomen.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
 Keluhan utama klien akan menerima nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya bekerjasama dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
 Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
 Kebiasaan eliminasi.
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
 Sirkulasi : Takikardia.
 Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
 Aktivitas/istirahat : Malaise.
 Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
 Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
 Demam lebih dari 38oC.
 Data psikologis klien nampak gelisah.
 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada kawasan prolitotomi.
 Berat tubuh sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
APENDISITIS
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Pre operasi
1. Nyeri akut bekerjasama dengan biro injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) bekerjasama dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan bekerjasama dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
 Post operasi
1. Nyeri bekerjasama dengan biro injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi bekerjasama dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care bekerjasama dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan wacana kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut bekerjasama Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan Untuk
asuhan
dengan biro injuri biologi keperawatan, diharapkan karasteristik nyeri. tingka
(distensi jaringan intestinal nyeri klien berkurang dengan indiak
oleh inflamasi) kriteria hasil: dapa
 Klien bisa mengontrol nyeri selan
2. Jelaskan pada pasien wacana infor
(tahu penyebab nyeri, bisa
menggunakan tehnik penyebab nyeri menu
nonfarmakologi untuk kecem
mengurangi nyeri, mencari mena
bantuan) pasie
 3.
Melaporkan bahwa nyeri Ajarkan tehnik untuk napas
berkurang dengan pernafasan diafragmatik lambat O2 s
menggunakan administrasi / napas dalam otot-o
nyeri sehin

 Tanda vital dalam rentang rasa

normal 4. Berikan kegiatan hiburan men

TD (systole 110-130mmHg, (ngobrol dengan anggota dapa

diastole 70-90mmHg), keluarga) kema


5. Observasi tanda-tanda vital
HR(60-100x/menit), RR (16-  de

24x/menit), suhu (36,5- perke

37,50C) pasie

 6. Kolaborasi dengan tim medis sebag


Klien tampak rileks bisa
tidur/istirahat dalam pemberian analgetik meng

2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan


1. Pastikan kebiasaan defekasi memb
(konstipasi) bekerjasama keperawatan, diharapkan klien dan gaya hidup acara
dengan penurunan konstipasi klien teratasi sebelumnya.
peritaltik. dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi bising usus 
 BAB 1-2 kali/hari gastr
 Feses lunak terlam

 Bising usus 5-30 kali/menit perito


3. Tinjau ulang pola diet dan masu
jumlah / tipe masukan cairan. maka
menu
caira
dalam
feses
4. Berikan makanan tinggi serat.
 mak
dapa
penc
terjad
5. Berikan obat sesuai indikasi,
pola : pelunak feses
 obat
melu
tidak
3. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan
1. Monitor tanda-tanda vital  Ta
bekerjasama dengan mual keperawatan diharapkan meng
muntah. keseimbangan cairan dapat volum
dipertahankan 2. Kaji membrane mukosa, kaji Indica
dengan
kriteria hasil: tugor kulit dan pengisian perife
 kelembaban membrane kapiler.
mukosa 3. Awasi masukan dan haluaran, Penur
 turgor kulit baik catat warna urine/konsentrasi, deng

 Haluaran urin adekuat: 1 berat jenis. didug

cc/kg BB/jam penin

 4. Auskultasi bising usus, catat Indica


Tanda-tanda vital dalam
batas normal kelancaran flatus, gerakan kesia
usus. oral.
5. Berikan perawatan lisan sering Dehid
TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg), dengan perhatian khusus pada lisan
HR(60-100x/menit), RR (16- perlindungan bibir.
24x/menit), suhu (36,5-
6. Pertahankan penghisapan Se
37,50C) gaster/usus. dima
dan
sege
deko
meni
menc
7. Kolaborasi pemberian cairan IV Perito
dan elektrolit iritasi
meng
caira
volum
menj
Dehid
ketida
4. Cemas bekerjasama Setelah dilakukan 1. Evaluasi tingkat ansietas, catat ketak
asuhan
dengan akan dilaksanakan keperawatan, diharapkan verbal dan non verbal pasien. nyeri
operasi. kecemasab klien berkurang prose
dengan kriteria hasil: pemb
 Melaporkan 2. Jelaskan dan persiapkan untuk dapa
ansietas
menurun hingga tingkat tindakan prosedur sebelum teruta
teratasi dilakukan terse
 Tampak rileks pemb
3. Jadwalkan istirahat adekuat m
dan periode menghentikan meng
tidur. meni
kopin
4. Anjurkan keluarga untuk Mengu
menemani disamping klien

POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri bekerjasama dengan Setelah dilakukan asuhan
1. Kaji skala nyeri lokasi, Bergu
biro injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan karakteristik dan laporkan dan
post operasi appenditomi). nyeri berkurang dengan perubahan nyeri dengan tepat. kema
kriteria hasil: peny
 Melaporkan nyeri berkurang2. Monitor tanda-tanda vital dan k
 Klien tampak rileks  de

 Dapat tidur dengan tepat perke


3. Pertahankan istirahat dengan
 Tanda-tanda vital dalam pasie
posisi semi powler.
batas normal  Me

TD (systole 110-130mmHg, abdo


4. Dorong ambulasi dini.
diastole 70-90mmHg), deng

HR(60-100x/menit), RR (16-  Men

24x/menit), suhu (36,5- fungs


5. Berikan kegiatan hiburan.
37,50C)  menin
6. Kolborasi tim dokter dalam
 Mengh
pemberian analgetika.
2. Resiko infeksi bekerjasama Setelah dilakukan 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi Dugaa
asuhan
dengan tindakan invasif keperawatan diharapkan pada area insisi
(insisi post pembedahan). infeksi dapat diatasi dengan
2. Monitor tanda-tanda vital. Dugaa
kriteria hasil: Perhatikan demam, menggigil, infeks
 Klien bebas dari tanda- berkeringat, perubahan mental abse
tanda infeksi 3. Lakukan teknik isolasi untuk mence
 Menunjukkan kemampuan infeksi enterik, termasuk basuh virus
untuk mencegah timbulnya tangan efektif.
infeksi 4. Pertahankan teknik aseptik mence
 Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) ketat pada perawatan luka mem
insisi / terbuka, bersihkan organ
dengan betadine. konta
5. Awasi / batasi pengunjung dan menur
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis dalam terapi
pemberian antibiotik anae
nega

3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan


1. Mandikan pasien setiap hari Agar
bekerjasama dengan nyeri. keperawatan diharapkan hingga klien bisa mela
kebersihan klien dapt melaksanakan sendiri serta darah
dipertahankan dengan basuh rambut dan potong kuku keseh
kriteria hasil: klien.
 klien bebas dari basi badan2. Ganti pakaian yang kotor
 klien tampak bersih dengan yang bersih.  Untu

 ADLs klien dapat mampu kuma


3. Berikan Hynege Edukasi pada rasa
bangun diatas kaki sendiri
atau dengan bantuan klien dan keluarganya wacana Agar
pentingnya kebersihan diri. termo
4. Berikan kebanggaan pada klien perso
wacana kebersihannya.  Agar
dan
5. Bimbing keluarga klien kebe
memandikan / menyeka pasien Aga
6. Bersihkan dan atur posisi serta ditera
tempat tidur klien.
 Klien
tenun
menc
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan
1. Kaji ulang pembatasan Membe
wacana kondisi prognosis keperawatan diharapkan kegiatan pascaoperasi untuk
dan kebutuhan pengobatan pengetahuan bertambah rutini
b.d kurang informasi. dengan kriteria hasil: meni
 2.
menyatakan pemahaman Anjuran  Memba
menggunakan
proses penyakit, pengobatan laksatif/pelembek feses ringan usus
dan bila perlu dan hindari enema ngeja
 3.
berpartisipasi dalam acara Diskusikan perawatan insisi,
pengobatan termasuk mengamati balutan, Pemah
pembatasan mandi, dan kerja
kembali ke dokter untuk meni
mengangkat jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala
yang
 Upaya
memerlukan evaluasi medic,
resiko
pola peningkatan nyeri
peny
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-
35840-Kep%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

You might also like