Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya peningkatan produksi bahan
makanan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan kuantitas dan kualitas bahan
tanaman penghasil karbohidrat, tetapi juga meningkatkan hasil tanaman yang mengandung gizi
Cabai ( Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran buah semusim yang telah dikenal
dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Komoditi ini umumnya digunakan sebagai
rempah-rempah. Obat, penghias masakan dan pewarna. Menurut pracaya (2000) dalam setiap
100 g bahan yang dapat dimakan buah cabai mengandung 15 mg kalsium, 30 fosfor, 0,5 mg besi,
Areal pertanaman cabai diindonesia pada tahun 2004 meliputi luas 95.059,16 hektar yang
tersebar disumatra utara, sumatra barat, sumatra selatan, jawa barat, jawa tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara timur, Nusa tenggara barat, sulawesi utara dan Sulawesi Selatan. Data ini ini
belum termasuk pengusahaan cabai secara kecil-kecilan dibeberapa propinsi lainya. Produksi
pada tahun 2004 dari seluruh pertanaman cabai di indonesia mencapai 214.445 ton.
1 Cabai merupakan komoditi ekpor yang bernilai tinggi. Pada tahun 2004 produksi cabai
indonesia mengalami penurunan, tercatat luas areal pertanaman cabai hanya mencapai 21.896
hektar dengan hasil mencapai 160.368 ton atau rata- rata hasil perhektar mencapai 7,324 ton/ha
(badan pusat statistik 2000). Hasil tersebut masih rendah karena jika dibudidayakan dengan
intensif tanaman cabai bisa mencapai 15 sampai 20 ton/ha (pracaya 2000). Penyebab rendahnya
produksi cabai adalah serangan hama dan penyakit pada buah cabai, selain itu diduga akibat
Penanaman tanaman cabai pada umumnya dilakukan dilahan kering dengan kemiringan > 150,
keadaan tersebut menyebabkan tingkat erosi yang tinggi dan pencucian unsur hara akibat curah
hujan yang tinggi. Untuk mengurangi tingkat erosi dan pencucian hara pada lahan tanaman cabai
dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman penutup tanah dan mulsa organik.
Penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik dapat mengurangi tingkat erosi
pada tanah dan dapat menekan kehilangan air karena evaporasi, menekan gulma, menekan
fluktuasi suhu tanah, dan menaikan kelembaban tanah. Penggunaan tanaman penutup tanah dan
mulsa organik yang dihamparkan pada permukaan tanah juga mempunyai pengaruh yang penting
dalam perkembangan sistem perakaran tanaman yang baik sehingga tanaman dapat menyerap
Informasi mengenai pengaruh tanaman penutup tanah dan mulsa organik terhadap pertumbuhan
hasil tanaman cabai masih belum jelas. Untuk mendapatkan informasi maka penulis terdorong
untuk mempelajari sampai seberapa besar pengaruh tanaman penutup tanah dan mulsa organik
terhadap
2. Tanaman penutup tanah dan mulsa organik yang mana yang berpengaruh
paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.
penutup tanah dan mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.
Masalah utama budidaya sayuaran di lahan kering pegunungan dengan kemiringan kurang dari
150 adalah pengikisan lapisan atas tanah dan pencucian hara sebagai akibat aliran air
dipermukaan tanah. Masalah tersebut dapat menyebabkan kerusakan fisik, Kimia, dan biologi
tanah. Budidaya sayuran yang diharapkan oleh petani umumnya belum memperlihatkan kaidah
konservasi tanah, sehingga produksi yang diperoleh seringkali dibawah potensi yang ada dan
produktivitas lahan adalah dengan menerapkan pola usaha tani konservasi yang
produktivitas lahan. Penanaman tanaman penutup tanah dan penutupan permukaan tanah dengan
sisa-sisa tanaman merupakan teknik konservasi secara vegetatif/kultur teknis yang mudah
dilaksanakan. Adanya tanaman penutup tanah dan mulsa dapat menahan percikan air hujan dan
aliran air.dipermukaan tanah sehingga erosi tanah dapat ditekan (Nelson et. Al., 1991,
infiltrasi tanah, mengurangi pencucian unsur hara dan menekan pertumbuhan gulma (sarief,
1985), sehingga akan menambah kemampuan tanah dan mendukung tanaman yang ada
diatasnya.
Hingga kini penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik masih belum biasa dilakukan
pada tanaman cabai, karena jenis tanaman penutup tanah dan mulsa organik yang cocok untuk
Untuk tanaman penutup tanah harus dipilih jenis-jenis tanaman yang mudah diperbanyak
(sebaiknya dari biji), mempunyai sistem perakaran yang tidak memberikan persaingan berat
dengan tanaman pokok, dapat tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, tahan pemangkasan
diantara barisan tanaman lorong atau tanaman penutup tanah Felmingia congesta meningkatkan
hasil tomat hingga 20 % dan hasil pengkasan tanaman penutup tanah tersebut dikembalikan
ketanah sebagai mulsa dapat berfungsi sebagai mulsa hidup pada penanaman kentang didaratan
medium, karena kanopinya dapat menutup permukaan tanah dan tidak mempengaruhi
Tanaman kacang-kacangan, seperti kacang jogo dan kacang tanah sebagai tanaman
penutup tanah. Penggunaan tanaman ubi jalar, kacang jogo dan kacang tanah sebagai tanaman
penutup tanah mempunyai nilai tambah karena dapat dipanen hasilnya, namun pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan hasil cabai belum diketahui. Untuk mulsa organik dapat digunakan
sisa-sisa tanaman, jerami, sekam padi, serbuk gergaji, dan limbah organik lainya. Mulsa jerami
padi telah diketahui dapat meningkatkan hasil kubis ( subhan dan Sumarna, 1994). Dan hasil
Penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik yang berlainan jenisnya akan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan produktifitas lahan dan tanaman
karena daya saing setiap jenis tanaman penutup tanah dalam pengambilan cahaya, air dan unsur
hara tidak sama, begitu pula sifat pelapukan setiap jenis mulsa organik tidak sama.
1.4 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
2. Salah satu Tanaman penutup tanah dan mulsa organik akan memberikan
II.TINJAUAN PUSTAKA
Cabai (capsicum Annum L) merupakan komoditi hortikultura yang berasal dari Meksiko,
sedangkan beberapa jenis cabai lain seperti cabai rawit atau kultivar lainya adalah berasal dari
Amerika Selatan. Tanaman cabai mulai diperkenalkan kekawasan asia pada abad Ke-16 dan
selanjutnya menyebar ke-indonesia (Suwandi 1997). Menurut Hendro sunaryo (1984), klasifikasi
Divisio : Spermathophyta
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Tanaman cabai mempunyai sistem perakaran menyebar dengan akar utama yanag lurus.
Pangkal batang berkayu, mempunyai banyak cabang, berdaun pipih, warna daun hijau dan
berbentuk sederhana. Bunga dan buah tumbuh pada ketiak daun. Penyerbukan umumnya terjadi
sendiri, penyerbukan silang jarang terjadi. Warna bunga putih atau ungu mempunyai 5 benang
sari dan 1 putik. Ukuran buah sedang, ovary berdaging, warna hijau tua waktu muda dan menjadi
kuning atau merah saat buah masak, tergantung pada varietasnya. Dinding buah terluar
berdaging tipis, dinding sebelah dalam mendukung plasenta dan biji. Dinding buah ini dalam
keadaaan mentah atau masak mempunyai kadar karotin yang tinggi, vitamin B dan vitamin C.
Biji berbentuk pipih dan bundar, tahan terhadap suhu tinggi dalam perkecambahanya, yaitu
Tanaman cabai tidak memerlukan struktur tanah yang khusus dan dapat tumbuh atau
ditanam dimana saja, karena kemampuanya beradaptasi yang luas, baik didaratan rendan maupun
daratan tinggi sampai ketinggian 1.200 meter diatas permukaan laut, yang penting tanah tersebut
banyak mengandung bahan organik dengan keasaman tanah (pH 5,0-7,5) (Nur Tjahjadi,1990).
Pada keasaman tanah yang sangat rendah, yaitu sekitar 4,0 tanaman cabai masih dapat tumbuh
dengan baik, tetapi produksinya agak sedikit berkurang, karena beberapa unsur hara sulit diserap.
Tanaman cabai sangat memerlukan sinar matahari. Apabila kurang pada awal pertumbuhanya
maka tanaman akan mengalami etiolase, jumlah cabang sedikit akibatnya buah cabai yang
dihasilkan sedikit.
Curah hujan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai
adalah 600-1.200 mm pertahun (Hendro Sunaryono, 1984). Tanaman cabai tidak tahan terhadap
hujan lebat terutama pada waktu berbunga. Didaerah yang iklimnya sangat basah (tipeA),
tanaman mudah terserang penyakit daun seperti bercak hitam(Antraknosa). Pada musim hujan
tanaman mudah mengalami tekanan (stess), sehingga bunganya sedikit.sedangkan banyak buah
yang berguguran karena pukulan air hujan yang lebat. Oleh karena itu, tanaman cabai sebaiknya
ditanam pada akhir musim hujan sekitar bulan maret atau april. Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai berkisar antara 180 C-300 C. Suhu udara yang
terlalu rendah atau atau terlalu tinggi akan menyebabkan turunya produksi cabai (Nur Tjahjadi
1990). Tanaman cabai dapat dipanen setelah berumur 3 sampai 4 bulan, dengan pemeliharaan
yang baik umur tanaman dapat mencapai 6 sampai 7 bulan (hendro Sunaryonno, 1984).
Tanaman penutup tanah bertujuan untuk menahan dan mencegah terjadinya erosi. Jenis
tanaman penutup tanah dibedakan atas tiga golongan, yaitu : tanaman merayap, tanaman semak
dan tanaman pohon. Tanaman merayap umumnya terdiri atas rumput dan jenisleguminosa sepeti
puerria javanica,
T.vogeli. sedangkan golongan pohon yang biasa dipakai adalah petai cina (Leuncaena glauca).
Tanaman penutup tanah bentuk pohon ini jarang digunakan, kecuali bagi tanaman yang
memerlukan naungan.
Tanaman penutup tanah sebaiknya dipilih jenis-jenis tanaman yang mudah diperbanyak
(sebaiknya dengan biji), mempunyai sistem perakaran yang tidak memberikan persaingan berat
dengan tanaman pokok, dapat tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, tahan pemangkasan
dan mampu mengikat N bebas. Oleh karena itu pada tanaman cabai tanaman penutup tanah yang
digunakan adalah dari tanaman jenis leguminosa, seperti tanaman kacang tanah dan kacang
jogo.penggunaan jenis tanaman ini selain dapat digunakan sebagai pelindung dapat bernilai
lingkungan luar yang dapat berpengaruh kurang baik bagi tanaman, seperti memperkecil suhu
tanah, mengurangi run-off, erosi dan menurunkan kecepatan evaporasi serta menekan gulma. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Purwowidodo (1982) bahwa mulsa mempunyai
1. mulsa menghalangi butiran hujan secara langsung menerpa tanah sehingga mengurangi erosi
Mulsa organik yang dapat digunakan adalah berasal dari sisa-sisa tanaman seperti jerami, sekam
padi dan rumput-rumputan. Menurut Suwarjo (1981) penggunaan mulsa organik mampu
melindungi permukaan tanah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Percobaan dilakukan didaratan tinggi samarang, Kabupaten Garut, propinsi Jawa Barat. Waktu
percobaan dilaksanakan dibulan oktober 2002 sampai dengan bulan april 2003.
Bahan- bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih tanaman cabai kultivar Hot Beauty,
tanaman penutup tanah dan mulsa organik (jerami padi daun-daun/sisa tanaman), pupuk kandang
domba, pupuk NPK (15-15-15), insektisida, Curacron 500 EC dan fungisida Dithane M-45 80
WP. Alat-alat yang digunakan meliputi meteran, timbangan, embrat, cangkul, seng, tali rapia,
Rancangan lingkungan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah Ranangan Petak terbagi
(Strip Plot design) yang terdiri dari dua faktor yang diulang tiga kali.
4.2 Pembahasan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tanaman penutup tanah dan
mulsa organik terhadap pertumbuhan tanaman hasil cabai, serta tingkat erosi tanah. Pengaruh
tanaman penutup tanah dan mulsa organik terhadap pertumbuhan dan gulma cabai serta tingkat
Pada Tabel 1 tampak bahwa pemberian mulsa organik pada tanman cabai tidak mempengaruhi
tinggi tanaman, luas daun dan bobot kering tanaman, tetapi menurunkan bobot segar tanaman.
Walaupun tanaman yang diberi mulsa organik mempunyai bobot segar tanaman yang lebih
rendah, tetapi bobot kering tanamannya tidak jauh berbeda dengan tanaman yang tidak diberi
mulsa (Tabel 1). Hal ini berarti pemberian mulsa organik hanya menurunkan kandungan air
dalam tanaman tetapi tidak sampai menghambat proses fotosintesis tanaman, karena tidak ada
perbedaan dalam bobot kering tanaman sebagai hasil fotosintesis antara tanaman yang diberi
Pemberian mulsa permukaan baik jerami ataupun sisa-sisa tanaman tidak meningkatkan hasil
buah cabai per petak, tetapi hasil jumlah buah cabai per petak meningkat secara nyata (Tabel 2).
Hal ini berarti mulsa organik menurunkan ukuran buah cabai. Hasil bobot buah akan
tidak ada peningkatan fotosintat yang tercermin dari tidak adanya perbedaaan bobot kering
tanaman akibat pemakaian mulsa organik (Tabel 1) maka tidak terjadi peningkatan bobot hasil
buah, penggunaan mulsa organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang
akan mempermudah penyediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pembentukan dan
perkembangan buah (creamer et al., 1996). Sedangkan menurut Vos (1994) mulsa organik jerami
menurunkan suhu tanah, menyebabkan pertumbuhan tanaman dan waktu pembentukan buah
lebih cepat, tetapi tidak ditemukan adanya pengaruh nyata terhadap hasil tanaman Cabai.
Penanaman tanaman penutup tanah tidak terpengaruh oleh tinggi tanaman cabai, akan tetapi
berpengaruh terhadap luas daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman (Tabel 1), serta
jumlah dan bobot buah cabai perpetak (Tabel 2). Pada umumnya penggunaan tanaman kacang
jogo dan kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah dapat meningkatkan luas daun, bobot
segar tanaman dan bobot kering cabai (Tabel 1). Hal ini menunjukan bahwa tanaman kacang
jogo dan kacang tanah tidak memberikan persaingan berat dalam pengambilan cahaya, air dan
unsur hara pada tanaman cabai. Bahkan tanaman kacang jogo dan kacang tanah tampaknya dapat
memberikan lingkungan tumbuh yang lebih baik bagi tanaman cabai, karena tanaman kacang-
kacangan dapat memfiksasi N secara biologis (Hoyt dan Hargone, 1986), sehingga dapat
menambah ketersediaan N bagi tanaman cabai (stiver Young, 1998). Burket, et. Al(1997) juga
pencucian nitrat antara 65-70% karena akar-akarnnya menahan nitrat (N) dan air
disekitar lapisan tanah agar tidak hilang tercuci air tanah (Wyland,et. Al. 1996).
Peningkatan pertumbuhan tanaman cabai dalam hal ini luas daun, bobot segar, dan bobot kering
tanaman akibat penggunaan tanaman penutup tanah kacang jogo dan kacang tanah meningkatkan
jumlah bobot buah perpetak (Tabel 2). Peningkatan hasil cabai dengan tanaman penutup tanah
kacang jogo dan kacang tanah masing-masing sebesar 11,74 % dan 33,19 %.
Sebaliknya penggunaan tanaman ubi jalar sebagai tanaman penutup tanah dapat menurunkan
luas daun, bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman cabai (Tabel 1), yang pada akhirnya
menurunkan jumlah dan bobot buah perpetak (Tabel 2). Hal ini berarti pertumbuhan tanaman ubi
jalar yang bersama dengan waktu tanam cabai tidak tepat Asandhi (1998) mendapatkan bahwa
pada tumpangsari kentang + ubi jalar, waktu tanam ubi jalar yang baik adalah 2 MST kentang.
Hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa tanaman ubi jalar menggunakan cahaya, air dan
unsur hara lebih banyak dari pada tanaman kacang jogo dan kacang tanah, hal ini terlihat dari
bobot segar tanaman total dan kandungan N pada daun tanaman ubi jalar lebih tinggi dari pada
tanaman kacang jogo dan kacang tanah. Penurunan bobot cabai akibat penggunaan ubi kalar
Tabel 3 menunjukan bahwa tingkat erosi tanah dapat ditekan baik dengan pemberian mulsa
organik atau dengan penanaman tanaman penutup tanah. Pemakain mulsa jerami dan media sisa-
menahan erosi. Tingkat erosi tanah dengan pemberian mulsa organik tersebut dapat ditekan
sebesar 34,82 %. Begitu pula penggunaan tanaman kacang jogo, kacang tanah dan ubi jalar
sebagai tanaman penutup tanah dapat menekan tingkat erosi tanah berturut-turut sebesar 22,41,
39,65, dan 42,32 % (Tabel 3). Dari hasil tersebut tampak bahwa tanaman ubi jalar paling baik
untuk menekan erosi tanah, akan tetapi tanaman tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan
sebagai tanaman penutup tanah pada penanaman cabai karena dapat menurunkan pertumbuhan
hasil tanaman cabai yang baik disarankan pemberian mulsa jerami atau sisa-sisa
dan tanaman penutup tanah
DAFTAR PUSTAKA
Andrawarudiansah, M.J., Sukarna dan Satsijati. 1993. Pengaruh Tanaman Lorong dan
Mulsa Pangkasnya terhadap Produsi Tomat dan Bawang Merah dalam Lorong. J. Hort. 3(1): 7-
12.
Asandhi, AA. 1993. Perfomance of Potato Intercropped With Corn, Sweet Potato Under
Asandhi, A.A. 1998. Pengaruh Waktu Tanam Kentang dan Ubi Jalar dalam Tumpangsari
Kentang = Ubi Jalar di Daratan Medium. J.Hort. 8(3):1170- 1179. Badan Pusat Statistik. 2006.
Burket, J.Z, D.D.Hempil and R.P Dick. 1997. Winter Cover Crop and Nitrogen
Creamer, N.g., M.A. Bennett, B.R.Stimer and J. Cardina. 1996. A Comparison of Four
Processing Tomat Production System Differing in Cover Crop and Chemical Input. J.Amer.Soc.
Sinar baru,Bandung