You are on page 1of 17

1.

KB DALAM PANDANGAN ISLAM


Dalam kalangan umat islam masih ada perbedaan tentang KB. Ada menyetujui tentang
KB dan ada yang tidak menyetujui tentang KB. Sebenarnya KB sendiri identic dengan
pembatasan jumlah anak padahal KB bukan hanya sebatas itu, tetapi meliputi perencanaan
keluarga (dalam hal ini anak, yang meliputi juga jumlah anak, jarak antar kelahiran, waktu
kehamilan dan lain-lain). Artinya kita bisa memiliki anak lebih dari dua tetapi dengan terrencana,
disesuaikan dengan kemampuan kita sehingga anak bisa tumbuh sehat, mendapatkan kasih
sayang, pendidikan dan kebutuhan lainnya secara memadai. Keluarga berencana (KB) berarti
pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya
diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan
merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan
situasi kondisi masyarakat dan negaranya.
Islam membahas tentang ini dalam surah Al-Baqarah 233: “Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya”...{QS. Al
Baqarah:233}. Ayat diatas , dilihat bahwasanya islam menganjurkan seorang ibu untuk
memberikan ASI selama dua tahun sehingga secara alamih akan memberikan jarak pada
kehamila selanjutnya. pemberian ASI yang benar, maka ibu secara alamiah tidak mengalami
kehamilan karena perubahan pada produksi beberapa hormon yang bisa mencegah pulihnya
kesuburan. Dalam waktu dua tahun tersebut, diharapkan ibu dapat menuangkan segenap kasih
sayang pada anak yang disusuinya sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pada dasarnya islam memperbolehkan umatnya untuk ber-KB dengan berbagai etentuan
yaitu : pertama, , niat ber-KB untuk kebaikan keluarga, kesehatan dan kesejahteraan ibu dan
anak. Kedua, KB hendaknya dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak, yaitu suami dan
istri sehingga tidak ada salah satu dari keduanya yang terdhalimi dan keduanya
bertanggungjawab atas keputusan bersama tersebut. Ketiga , KB hendaknya menggunakan
metode yang benar dan sesuai untuk ibu.
Metode yang digunakan juga melihat kondisi kesehatan ibu, misalnya apakah ada riwayat
hipertensi, penyakit kardiovaskuler, alergi dan sebagainya.metode yang diperbolehkan yang
diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet
vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat
dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
) ‫ فلم ينهها (رواه مسلم‬.‫ م‬.‫كنا نعزل على عهد وسول هللا ص‬
Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya

Metode yang tidak diperbolehkan atau yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah
atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain,
vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan
untuk menghasilakn keturunan
2. Hukum Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung
Hukum inseminasi buatan di dalam rahim atau di luar rahim dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama: Jika metodenya adalah dengan mendatangkan pihak ketiga -selain suami istri- baik
dengan memanfaatkan sperma, sel telur, atau rahimnya, atau pula dilakukan setelah berakhir
ikatan perkawinan, maka metode ini dihukumi haram. Inilah pendapat kebanyakan ulama
mu’ashirin (kontemporer) saat ini.

Nadwah Al Injab fi Dhouil Islam, suatu musyawarah para ulama di Kuwait 11 Sya’ban 1403 H
(23 Maret 1983) ketika membicarakan hukum bayi tabung memutuskan:

Musyawarah ini memutuskan terkait dengan judul “bayi tabung”, hukumnya boleh secara syar’i
jika dilakukan antara suami istri, saat masih memiliki ikatan suami istri, dan dipastikan dengan
teliti bahwa tidak bercampur dengan nasab yang lain. Namun ada ulama yang bersikap hati-hati
walau dijaga ketat seperti itu tetap tidak membolehkan agar tidak terjerumus pada sesuatu yang
terlarang.

Disepakati hukumnya haram jika ada pihak ketiga yang turut serta baik berperan dalam
mendonor sperma, sel telur, janin atau rahimnya. Demikian keputusan dari musyawarah tersebut.

Kedua: Jika metodenya adalah dengan inseminasi buatan di luar rahim antara sperma dan sel
telur suami istri yang sah namun fertilisasi (pembuahan) dilakukan di rahim wanita lain yang
menjadi istri kedua dari si pemilik sperma, maka para ulama berselisih pendapat. Yang lebih
tepat dalam masalah ini, tetap diharamkan karena ada peran pihak ketiga dalam hal ini.

Ketiga: Jika metodenya adalah dengan inseminasi setelah wafatnya suami, para ulama pun
berselisih pendapat. Yang lebih tepat, tetap diharamkan karena dengan wafatnya suami, maka
berakhir pula akad pernikahan. Dan jika inseminasi tersebut dilakukan pada masa ‘iddah, itu
suatu pelanggaran karena dalam masa ‘iddah masih dibuktikan rahim itu kosong.

Keempat: Jika inseminasi buatan dilakukan saat masih dalam ikatan suami istri, metode ini
dibolehkan oleh mayoritas ulama kontemporer saat ini. Akan tetapi ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi:

a- Inseminasi berlangsung ketika masih dalam status suami istri.

b- Dilakukan atas ridho suami istri.

c- Dilakukan karena dalam keadaan darurat agar bisa hamil.


d- Diperkirakan oleh dokter kemungkinan besar akan membuahkan hasil dengan menempuh cara
ini.

e- Aurat wanita hanya boleh dibuka ketika dalam keadaan darurat saja (tidak lebih dari keadaan
darurat).

f- Urutannya yang melakukan pengobatan adalah dokter wanita (muslimah) jika memungkinkan.
Jika tidak, dilakukan oleh dokter wanita non-muslim. Jika tidak, dilakukan oleh dokter laki-laki
muslim yang terpercaya. Jika tidak, dilakukan oleh dokter laki-laki non-muslim. Urutannya harus
seperti itu.

Di antara alasan sampai membolehkan inseminasi buatan ini:

– Inseminasi buatan adalah di antara cara mengambil sebab dengan berobat.

– Memiliki anak adalah kebutuhan darurat karena tanpa adanya keturunan hubungan suami istri
bisa retak sebab banyaknya percekcokan.

– Majma’ Al Fiqh Al Islami berkata bahwa kebutuhan istri yang tidak hamil dan keinginan
suami akan anak dianggap sebagai tujuan yang syar’i sehingga boleh diobati dengan cara yang
mubah lewat inseminasi buatan.

– Memang melakukan inseminasi buatan memiliki dhoror (bahaya). Namun tidak adanya
keturunan punya mafsadat (kerusakan) lebih besar. Sedangkan dalam kaedah fikih disebutkan,

‫إذا تعارض مفسدتان روعي أعظمهما ضررا بارتكاب أخفهما‬

“Jika bertabrakan dua bahaya, maka diperhatikan bahaya yang paling besar lalu dipilih bahaya
yang paling ringan.” (Al Asybah wan Naszhoir karya As Suyuthi, 1: 217)

Kelima: Inseminasi buatan dilakukan untuk menghasilkan anak dengan jenis kelamin yang
diinginkan. Di sini ada dua rincian:

a- Jika tujuannya untuk menyelamatkan penyakit turunan, misalnya jika anaknya laki-laki atau
perempuan, maka bisa membuat janin dalam kandungan itu wafat atau mendapat warisan
penyakit dari orang tuanya. Maka penentuan jenis kelamin semacam ini teranggap darurat dan
dibolehkan.

b- Jika sekedar ingin punya anak dengan jenis kelamin tertentu lewat inseminasi buatan, maka
tidak dibolehkan. Karena untuk memiliki anak sebenarnya mungkin sehingga tetap tidak boleh
keluar dari cara yang dibenarkan pada asalnya yaitu lewat inseminasi alami, ditambah lagi dalam
inseminasi ada beberapa pelanggaran yang dilakukan. Jadi hanya boleh keluar dari inseminasi
alami jika dalam keadaan darurat.

Dalil Syar’i Dasar Hukum Mengharamkan Bayi Tabung


Ada beberapa dalil syar’i yang menjadi landasan hukum utama sehingga menyatakan haram pada
proses bayi tabung dan juga inseminasi buatan dengan cara donor.

1. Surat Al-Isra ayat 70

“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

2. Surat At-Tin ayat 4

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Dari kedua ayat tersebut, memperlihatkan jika manusia sudah diciptakan oleh Allah SWT
sebagai makhluk yang memiliki keistimewaan melebihi dari makhluk Allah yang lainnya. Allah
sendiri sudah memuliakan manusia, sehingga sudah sepantasnya manusia untuk juga
menghormati martabatnya sendiri sekaligus menghirmati martabat sesama manusia. Bayi tabung
atau inseminasi buatan yang dilakukan dengan cara donor mengartikan merendahkan harkat
manusia yang disejajarkan dengan hewan yang di inseminasi.

Dalam islam, anak memiliki posisi yang amat penting dalam mewujudkan keluarga sakinah
mawadah warohmah . Mengapa? Sebab anak sholehah dapat mengantarkan orang tuanya masuk
surga. Sebaliknya anak yang durhaka maka akan mendapatkam laknatullah dari Allah SWT.
Maka dari itu, hubungan anak dan orang tua bukan hanya sebatas hubungan darah saja, namun
juga berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan. Hadist nabi SAW :

“Apabila manusia mati, maka putuslah semua amalnya kecuali 3 perkara : sedekah jariyah, ilmu
yg bermanfaat, dan anak yg sholeh yg mendoakan orang tuanya” (HR. Bukhori Muslim).

Didikan orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pengaruh terhadap anak. Islam
memandang bahwa saat dilahirkan anak merupakan jiwa yang suci. Tergantung dari bagaimana
orang tua mengarahkan mereka serta cara mendidik anak dalam islam. Sebagaimana Rasulullah
SAW juga bersabda :

“Setiap anak yg lahir dlm keadaan suci, maka orang tuanyalah menyebabkan ia menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi.”

Kedudukan Anak Dalam Hukum Islam


Melihat betapa pentingnya kedudukan anak menurut islam, Maka Berikut akan digolongkan
mengenai kedudukan anak dalam hukum islam :
1. Anak Kandung
Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif
dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah. Dalam hukum islam terdapat 4 syarat agar anak memiliki arti nasab yang sah :

 Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar
untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau
meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari
seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.
 Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam bulan sejak
perkawinan dilaksanakan.
 Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya
kehamilan.
 Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an.

Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua berkewajiban
untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara kehidupan anak tersebut
sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan
tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi
penerus keturunanya

2. Anak Angkat
Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah SWT dalam surat
al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan :

“Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian
itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka”.

dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Sehingga status
anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi
memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima
wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari
harta warisan orang tua angkatnya.

3. Anak Tiri
Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak
baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam
perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam suatu
perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur (belum
dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih mendapat nafkah dari pihak
bapaknya sampai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi
dengan pria lain.

Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam Hukum Adat, Hukum Perdata
Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak
kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris anak tiri dari harta kekayaan
peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya
meninggal dunia.

4. Anak Piara / Asuh


Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia hanya
dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan
sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara ini ada yang hidupnya
mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada
hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap
mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya
mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak
piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh
memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

5. Anak Luar Nikah


Anak di luar nikah merupakan anak yang lahir dari hubungan yang dilakukan di luar
nikah. Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam
bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal ini berakibat pula pada
hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah.
Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah baik bagi laki-
laki maupun perempuan.

Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ikatan
perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak dibedakan apakah pelakunya
gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristeri atau duda sebagaimana yang berlaku
pada hukum perdata sebagaimana juga hukum menikahi wanita hamil . Anak di luar nikah
biasanya akan dipandang sebelah mata dan dinilai negatif di masyarakat. Tentunya hal ini dapat
berdampak negatif bagi tumbuh kembang sang anak.

Itulah tadi garis besar memgenai 5 kedudukan anak dalam hukum islam. Tentunya semoga
semakin menambah pengetahuan anda dan sebagai referensi bagi anda. Semoga artikel ini dapat
bermanfaat.
TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH DAN OTOPSI DALAM ISLAM
1. Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu, dari suatu
tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain untuk menggantikan
organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik.

Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyaidaya hidup yang sehat,
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik.

2. Transplantasi ditinjau dari prakteknya dapat dibedakan menjadi 3:

1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh organ itu
sendiri.
2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ daritubuh seseorang ke tubuh orang
lain.
3. Heterotransplantasi, yaitupemindahan suatu jaringan atau organ dari satu spesies ke tubuh spesies
lainnya.
Apabila pencangkokan tersebut dilakukan pada saat pendonor dlam keadaan hidup sehat wal
afiat, begitu pula sakit (koma), atau hampir meninggal, maka hukumnya adalah dilarang (haram),
sedangkan apabila di lakukan ketika pendonor sudah meninggal maka hukumnya ada yang
mengharamkan, juga ada yang memperbolehkannya dengan syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-
syarat tersebut adalah :

1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudahmenempuh pengobatan
secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil.
2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi resipien dibandingkan
dengan keadaan sebelum pencangkokan.

3. Hukum Melakukan Transplantasi Organ Tubuh


Ada beberapa dalil yang dinilai sebagai dasar pengharaman transplantasi organ tubuh ketika
pendonor dalam keadaan hidup, antara lain :[5]

a. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 195

Artinya:” Dan infakkanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik.”[6]

b. Hadits Rasulullah:
Artinya:” tidak di perbolehkan adanya bahaya pada diri sendiri dan tidak boleh membahayakan diri
orang lain.” (HR. Ibnu Majah).

Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ berpendapat bahwa :

a) Kesejahteraan publik (al-Mashlahah)

Kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan ketentuan-ketentuan berikut:

1. Transplantasi organ tersebut adalah satu-satunya bentuk (cara) penyembuhan yang bisa ditempuh.

2. Derajat keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi.

3. Ada persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau dari ahli warisnya.

4. Kematian orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar diakui oleh dokter yang reputasinya
terjamin, sebelum diadakan operasi pengambilan organ.

5. Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi berikut implikasnya.

b) Altruisme (al-Itsar)

Dalam surat Al-maidah ayat 2 telah menganjurkan bahwa umat islam untuk bekerja sama satu
sama lain dan memperkuat ikatan persaudaraan mereka.

c) Organ Tubuh Non muslim

Kebolehan bagi seorang muslim untuk menerima organ tubuh nonmuslim didasarkan pada dua
syarat berikut ;

1. Organ yang dibutuhkan tidak bisa diperoleh dari tubuh seorang muslim.

2. Nyawa muslim itu bisa melayang jika transplantasi tidak segera dilakukan.

Akan tetapi Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila :

1. Transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, dengan
alasan :

“ Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada
orang lain.”(HR. Ibnu Majah, No.2331)

2. Penjualan Organ Tubuh Sejauh mengenai praktik penjualan organ tubuh manusia, ulama sepakat
bahwa praktik seperti itu hukumnya haram berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut[7] :

Seseorang tidak boleh menjual benda-benda yang bukan miliknya.


Otopsi Menurut Pandangan Islam

Secara etimologi bedah maya (Autopsi) adalah pengobatan penyakit dengan jalan memotong
atau mengiris bagian tubuh manusia yang sakit atau operasi

Ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

a.Bedah Mayat Pendidikan Anatomi

Autopsi jenazah muslim untuk belajar ilmu kedokteran, Islam sebagai agama yang telah
disempurnakan oleh Allah SWT telah menetapkan beberapa kaidah untuk menjawab permasalahan yang
belum terjadi pada masa Rasulullah SAW diantara kaidah tersebut adalah “Apabila berbenturan dua
kemashlahatan maka yang dilakukan yang paling banyak mashlahatnya, juga apabila berbenturan dua
mufsadat maka dilakukan yang paling ringan mufsadatnya.”[1]

b. Bedah Mayat Keilmuan (Klinis)

Ialah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit, setelah
mendapat perawatan yang cukup dari para dokter.

c. Bedah Mayat Kehakiman (Forensik)

Yaitu bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang
terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.

Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-
bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan salah satu cara atau media untuk menemukan
bukti.

Kemungkinan terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :

1. Untuk Mengeluarkan Janin

Bila seorang ibu meninggal dunia, dalam keadaan hamil, dan bayi yang dikandungnya masih dalam
keadaan hidup. Dalam hal ini para ulama berselisih dalam menentukan hukumnya, apakah harus
dibedah perut ibu atau tidak?

a. Menurut Imam Malik dan Ahmad

Mengatakan tidak boleh dibedah perut seorang ibu meskipun bayi yang dalam kandungannya
masih hidup, namun dikeluarkan dengan cara diambil dari jalan Farji oleh tenaga medis.

b. Sedangkan Menurut Imam Syafi’i, Ibnu Hazm dan sebagian ulama Malikyah mengatakan bahwa
dalam keadaan seperti itu dibedah perut ibu demi keselamatan bayi dalam kandungannya.

c. Menurut Ulama Syafi’i

Bahwa jika yang meninggal adalah seorang perempuan dan didalam perutnya ditemukan janin
yang masih hidup, maka perut perempuan itu dibedah dalam keadaan darurat, maka pembedahan ini
boleh dilakukan kalau ada harapan janin itu untuk hidup atau berumur 6 bulan keatas. Jika kurang dari 6
bulan tidak ada harapan untuk hidup, maka pembedahan itu haram dilakukan. Hal ini didasarkan sabda
Nabi yang berbunyi :

Artinya : “Sesuatu yang diperbolehkan karena, hanya boleh dilakukan sekedarnya saja.”

d. Menurut Mazhab Maliki perut mayat tidak boleh dibedah

Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa memecah tulang mayat
sama haramnya dengan memecah tulang manusia yang hidup. (H.R. Abu Daud dari Aisyah binti Abu
Bakar). Seiring dengan kewajiban terhadap mayat, yakni memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan
menguburkan sebagai penghormatan bagi mayat.

e. Ulama Mazhab Hanafi sependapat dengan Mazhab Syafi’i

Bahwa jika ada sesuatu yang bergerak dan diduga yang bergerak itu adalah janin yang masih
hidup, maka perut ibu boleh dibedah demi membela kehormatan yang masih hidup.

2. Untuk mengeluarkan benda berharga dalam perut mayat.

Dalam kitab fiqih, diantaranya kitab fiqih sebagian Mazhab Maliki dan umumnya Mazhab Syafi’i,
disebutkan bahwa “apabila seseorang pada masa hidupnya sempat menelan uang logam (koin), maka
ketika ia meninggal perutnya dibedah untuk mengeluarkan uang logam tersebut.”

Ukuran uang logam yang dikeluarkan tersebut lebih kurang bernilai ¼ dinar, atau 3 dirham (satu
dinar = 4,5 gram emas, jadi ¼ dinar =1,125 gram emas).

Nuruddin Atr (ahli hadits dari Syriah) mengatakan bahwa “jika sekedar mengeluarkan uang logam
dari perut mayat dibolehkan, maka membedah mayat untuk mengetahui sebab kematiannya dan
kepentingan ilmu kesehatan lebih diutamakan lagi, karena kepentingannya jauh lebih besar dari pada
sekedar pembedahan untuk mengeluarkan uang logam yang tertelan itu.”

3. Menegakkan kepentingan umum

Peralatan modern kadang-kadang sulit juga membuktikan sebab-sebab kematian seseorang


dengan hanya penyelidikan dari luar tubuh mayat. Kesulitan tersebut, cukup menjadi alasan untuk
membolehkan membedah mayat sebagai bahan penyelidikan, karena sangat diperlukan dalam
penegakkan hukum, dan sesuai dengan kaidah fiqhiyyah :

Tidak haram bila darurat dan tidak makruh karena hajat.

4. Memperhatikan kepentingan pendidikan dan keilmuan

Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu
kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran
bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.

Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara berulang-ulang, karena mayat hendaknya
segera dikuburkan bukan untuk dipamerkan.

Sebagaimana sabda Rasulullah yang berbunyi :


Artinya : Percepatlah mengantar jenazah ke kuburnya. Bila dia seorang yang shaleh maka
kebaikanlah yang kamu hantarkan kepadanya dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan yang
kamu tanggalkan dari beban lehermu. (HR. Bukhari).

1. Hukum Bedah Mayat


Surat Funssilat Ayat 53 yang berbunyi :

Artinya : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap
penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak
cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”

Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai
ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.

2. Otopsi Bagi Kepentingan penegak Hukum


Otopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan pengadilan dengan maksud untuk
mengetahui sebab-sebab kematianya di sebut juga obductie. Di Indonesia masalah bedah mayat atau
otopsi diatur dalam pasal 134 UU No 8 Tahun 1981 tentang hukum Acara pidana yang berbunyi sebagai
berikut :

Dalam hal sangat dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindarkan,
penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

BANK ASI DAN PROBLEMATIKANYA


Air Susu Ibu (ASI) sangat penting dan berguna bagi pertumbuhan anak manusia. Hingga sampai
sekarang ini pemberian ASI kepada anak selalu digalakkan di Indonesia. Dalam ajaran agama
islam, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:

َ‫ضا َعة‬
َ ‫ال َّر‬ ‫يُتِ َّم‬ ‫أَن‬ َ‫أَ َراد‬ ‫ِل َم ْن‬ ‫َاملَي ِْن‬
ِ ‫ك‬ ‫َح ْولَي ِْن‬ ‫أ َ ْوالَدَه َُّن‬ َ‫ض ْعن‬
ِ ‫ي ُْر‬ ُ‫َو ْال َوا ِلدَات‬
Artinya: Dan para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. ..........
Dari ayat di atas jelaslah bahwa Allah memerintahkan memberikan ASI kepada anak dengan sempurna
selama dua tahun. Para ulama sepakat dalam mengakui penyempurnaan penyusuan dan kegunaan ASI,
karena jelas anjuran yang disebutkan dalam Alquran menunjukkan bahwa ASI sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan anak.

Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan
diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan
memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. Namun seseorang dianjurkan menghindari
untuk memilih seorang ibu susu yang bisu, gila, pelaku kejahatan, bermata lemah, Yahudi, Kristen,
Majusi, atau peminum alcohol untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kondisi (kejiwaan) mereka
dianggap dapat ditransfer ke bayi melalui susu.
Terjadinya perbedaan dalam memahami tentang apa itu “radha’ah”, berapa batasan
umur, bagaimana cara menyusui dan berapa kali susuan:
a) Pengertian ar-Radha’
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha’. Menurut Hanafiyah
bahwa ar-Radha’ adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan pada
waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar radha’ adalah masuknya susu
manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi.
b) Batasan Umur
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui
yang bisa menyebabkan kemahraman. Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya adalah
jika seorang bayi berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. “ (QS. Al Baqarah: 233)

c) Jumlah Susuan
Madzhab Syafi’i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika
telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra berikut ini:

“Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali
penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu
Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu.” (HR Muslim)

d) Cara Menyusu
Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke
dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara menghisap puting

payudara dari perempuan langsung, ataupun dengan cara “ ‫”السعوط‬as su’uth (memasukkan
susu ke lubang hidungnya), atau dengan cara “ ‫”الوجور‬/al- wujur (menuangkannya langsung
ke tenggorakannya), atau dengan cara yang lain.

Setidaknya ada dua syarat penyusuan yang diperdebatkan. Pertama, apakah disyaratkan
terjadinya penghisapan atas puting susu ibu? Kedua, apakah harus ada saksi penyusuan?
Haruskah Lewat Menghisap Puting Susu ?
Dalam fatwanya, Ibnu Hazm mengatakan bahwa bayi yang diberi minum susu seorang
wanita dengan menggunakan botol atau dituangkan ke dalam mulutnya lantas ditelannya, atau
dimakan bersama roti atau dicampur dengan makanan lain, dituangkan ke dalam mulut, hidung,
atau telinganya, atau dengan suntikan, maka yang demikian itu sama sekali tidak mengakibatkan
kemahraman.
Dalil yang mereka kemukakan, yaitu hadits yang menyebutkan bahwa kemahraman itu
terjadi ketika bayi merasa kenyang.

ُ ‫ّللَاِ ا ُ ْن‬
‫ فَإِنه َما‬,‫ظ ْرنَ َم ْن ِإ ْخ َوانُ ُك هن‬ ‫سو ُل َ ه‬
ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ت‬ ْ َ‫ع ْن َها قَال‬ ‫ي َه‬
َ ُ‫ّللَا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫شةَ َر‬ َ ِ‫عائ‬َ ‫ع ْن‬
َ
)‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ع ِة ( ُمتهفَ ٌق‬َ ‫عةُ ِم ْن اَ ْل َم َجا‬َ ‫ضا‬ ‫اَ ه‬
َ ‫لر‬
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Perhatikan saudara laki-laki
kalian, karena saudara persusuan itu akibat kenyangnya menyusu. (HR Bukhari dan Muslim

Haruskah Ada Saksi ?


Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan
hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.Sehingga tidak
perlu ada yang dikhawatirkan dari bank susu ibu. Karena susu yang diminum oleh para bayi
menjadi tidak jelas susu siapa dari ibu yang mana. Dan ketidak-jelasan itu malah membuat tidak
akan terjadi hubungan kemahraman. Dalilnya adalah bahwa sesuatu yang bersifat syak (tidak
jelas, ragu-ragu, tidak ada saksi), maka tidak mungkin ditetapkan di atasnya suatu hukum.
Pendeknya, bila tidak ada saksinya, maka tidak akan mengakibatkan kemahraman.

Bank ASI dibolehkan. Tetapi jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya: setiap
ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan meregistrasi nama
pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengkonsumsi ASI tersebut harus
dicatat detail dan diberitahukan kepada pemilik ASI, supaya jelas nasabnya.
Problematika khitan laki-laki dan perempuan
a. Pengertian khitan

Khitan berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata Khatana, Yakhtinu, Khatnan. Khitan
telah menjadi Bahasa Indonesia dan sering juga disebut dengan“sunat”.Khitan berasal dari kata
khatana yang berarti memotong. Sedangkan alkhatnu berarti memotong kulit yang menutupi
kepala dzakar dan memotong sedikit daging yang berada di bagian atas farji (clitoris). Secara
umum, sunat adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup
depan dari penis.
b. Waktu pelaksanaan khitan
Pelaksanaan khitan untuk anak laki-laki terkait dengan kewajiban melaksanakan shalat
setelah dewasa. Ketika seseorang ingin mengerjakan shalat terlebih dahulu harus suci
fisiknya dari najis dan hadats, pakaiannya dan tempatnya harus suci dari najis. Untuk itu
maka kulit yang menutup penis harus dipotong. Jika tidak, najis air seni setelah seseorang
buang air kecil akan tertinggal dan bersembunyi di dalamnya dan ini akan terbawa waktu
shalat. Hal ini menyebabkan shalatnya tidak sah dan tidak dibenarkan. Untuk itu wajib
dihilangkan dengan cara dikhitan. Sedangkan khitan bagi perempuan dilakukan sewaktu
masih bayi atau kecil, sehingga yang bersangkutan tidak mengetahuinya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan hukum waktu


melaksanakan khitan adalah:

1. Waktu wajib yaitu sebelum masuk umur baligh (Ibn al-Qayyim, Tuhfah-110).
2. Waktu yg dianjurkan yaitu ketika anak-anak dianjurkan untuk solat (7 tahun) atau
disebut juga waktu itsghar (Tuhfah-112).
3. Waktu mubah yaitu waktu selain yg disebutkan di atas.
Selain penjelasan di atas, ada anak-anak yang tidak mungkin di khitan dan hukumnya
HARAM dikhitan dengan alasan, ternyata hal itu tidak mungkin dilakukan (bila
dilakukan membahayakan).
Allah berfirman:
Artinya : “Janganlah engkau mencampakkan dirimu dengan tanganmu ke lembah
kebinasaan, dan hendaklah kamu berbuat baik, karena Allah menyukai orangorang yang
berbuat baik .” (QS. Al-Baqarah: 195)
c. Tujuan medis terhadap khitan
Dalam isitilah medis khitan disebut female circumcision, yaitu istilah umum yang
mencakup eksisi suatu bagian genitalia eksterna wanita. Dalam istilah medis, khitan
wanita juga diistilahkan Female Genital Cutting (FGC) atau Female Genital Mutilation
(FGM). Menurut WHO, definisi FGM meliputi seluruh prosedur yang menghilangkan
secara total atau sebagian dari organ genitalia eksterna atau melukai pada organ kelamin
wanita karena alasan non-medis. Dapat kita simpulkan dari penjelasan WHO yang
dilarang adalah tindakan FGM (Female Genita Mutilation), yaitu seluruh prosedur yang
menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genialia eksterna atau melukai pada
organ kelamin wanita karena alasan non-medis. Namun perlu diperhatikan baik-baik
bahwa definisi khitan wanita dalam Islam tidak sama dengan FGM yang dilarang oleh
WHO.
d. Tinjauan hukum islam terhadap khitan
1. Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 123 danQ.S. Al Hajj ayat 78:
“Kemudian Kami (Allah) mewahyukan kepadamu (Nabi Muhamad SAW) untuk
mengikuti agama Nabi Ibrahim yang lurus. Tidaklah Nabi Ibrahim itu termasuk orang-
orang yang musyrik.” (QS. An-Nahl: 123)

Artinya: “Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam (Al quran) ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.”
(Q.S. Al Hajj ayat 78)
e. Pelaksanaan Walimah Khitan dalam pandangan Hukum islam
Acara walimah khitan merupakan acara yang sangat biasa dilakukan oleh umat
Islam di Indonesia, atau mungkin juga di negeri lainnya. Persoalannya, apakah acara
semacam itu ada tuntunannya atau tidak. Utsman bin Abil ‘Ash diundang ke (perhelatan)
Khitan, dia enggan untuk datang lalu dia diundang sekali lagi, maka dia berkata,
“Sesungguhnya kami dahulu pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mendatangi walimah khitan dan tidak diundang.” (HR. Imam Ahmad).
Berdasarkan Atsar dari Utsman bin Abil’Ash di atas, walimah khitan adalah tidak
disyariatkan, walaupun atsar ini dari sisi sanad tidak shohih, tetapi ini merupakan pokok,
yaitu tidak adanya walimah khitan. Karena khitan merupakan hukum syar’i, maka setiap
amal yang ditambahkan padanya harus ada dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan
walimah ini merupakan amalan yang disandarkan dan dikaitkan dengan khitan, maka
membutuhkan dalil untuk membolehkannya. Semoga Allah ta’ala memudahkan kaum
muslimin untuk menjalankan sunah yang mulia ini.
f. Tujuan , Manfaat dan Hikmah Melaksanakan Khitan
Tujuan
Untuk menghindari adanya najis pada anggota badan saat shalat. Karena, tidak sah Shalat
seseorang apabila ada najis yang melekat pada badannya.
Adapun manfaat dan hikmah melaksanakan khitan sebagai berikut:
1. Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at.
2. Khitan itu membedakan kaum muslimin dari pada pengikut agama lain.
3. Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah SWT. Ketaatan melaksanakan
perintah, hukum dan kekuasaannya.
4. Khitan bagi wanita tidak berbahaya ditinjau dari sisi medis.
5. Khitan memaksimumkan kepuasan seks ketika jima’
6. Dengan khitan kemungkinan terserang penyakit sifilis, kanker penis (penile cancer)
atau kanker leher rahim (cervical cancer) sangat kecil.
7. Khitan berpengaruh pada daya tahan sek.
8. Dengan di khitan akan lebih higinis (sehat). Menurut penelitian medis, infeksi bekas
urine lebih banyak diderita orang yang tidak disunat. Infeksi yang akut pada Usia muda
akan berakibat pada masalah ginjal di kemudian hari.
9. Mengurangi resiko infeksi yang berasal dari transmisi seksual.
10. Mencegah problem terkait dengan penis.
11. Khitan pada perempuan yaitu untuk menyeimbangkan syahwat perempuan.

ABORSI
Aborsi secara teori adalah menggugurkan kandungan (janin) sebelum sempurna masa kehamilan,
baik dengan obat-obatan atau lainnya. Banyak di antara pelaku aborsi adalah mereka yang
melakukan pergaulan bebas atau hamil tanpa didahului akad pernikahan. Namun, ada pula
pasangan yang terpaksa melakukan aborsi karena adanya risiko buruk bagi ibu atau janin.
Merujuk pada surat Al-Maidah ayat 32 yaitu: Al Ma'idah

Artinya: “Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barang siapa
yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia
seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka
rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak
diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi”.

Hukum aborsi menurut ulama

Dalam pandangan Mazhab Hanafi, aborsi hanya dibolehkan sebelum empat bulan usia
kandungan. Akan tetapi, bukan berarti pengguguran tersebut tidak mengakibatkan dosa, tetapi
dosanya tidak sebesar dosa membunuh manusia. Alasan dilakukannya aborsi yang dapat
diterima, antara lain, apabila sang ibu merasa tak kuat mengandung terlebih melahirkan, baik
karena alasan sakit atau lainnya.

Sedangkan, dalam pandangan Mazhab Maliki, aborsi sangat jelas dilarang. Bahkan, mazhab ini
melarang dilakukannya aborsi meski umur janin masih kurang dari 40 hari setelah bertemunya
sperma dan ovum. Berbeda dengan mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi'i memiliki pendapat
yang berbeda-beda tentang boleh tidaknya menggugurkan kandungan setelah pertemuan sperma
dan ovum dalam batas 40 hari.

"Namun, ulama Mazhab Syafi'i sepakat tentang haramnya aborsi setelah empat bulan masa
kandungan," tulis Quraish Shihab dalam bab Aborsi.
Di lain sisi, Mazhab Hanbali menilai, aborsi mubah (dibolehkan) selama kandungan belum
berlaku 40 hari dan dilakukan dengan obat yang dibenarkan. Meski berbeda-beda, seluruh
mazhab sepakat bahwa haram menggugurkan kandungan setelah empat bulan kehamilan. Jika
dilakukan maka yang bersangkutan dinilai berdosa dan wajib membayar diyah (denda) sebesar
seperdua puluh dari diyah pembunuhan.

Walau demikian, ulama juga menyepakati dibolehkannya aborsi jika dokter yang terpercaya
menyatakan bahwa janin yang dikandung dapat membahayakan nyawa sang ibu. Beberapa ulama
bahkan menilai kasus semacam ini wajib hukumnya

You might also like