You are on page 1of 26

.

MODUL UTAMA
ENDOSKOPI BRONKOESOFAGOLOGI

MODUL V.9
TRAUMA ESOFAGUS

EDISI II

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
Modul V.9 – Trauma Esofagus

DAFTAR ISI

A. WAKTU .......................................................................................................... 2
B. PERSIAPAN SESI .......................................................................................... 2
C. REFERENSI ................................................................................................... 2
D. KOMPETENSI ............................................................................................... 3
E. GAMBARAN UMUM.................................................................................... 4
F. CONTOH KASUS & DISKUSI ..................................................................... 4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................... 5
H. METODE PEMBELAJARAN........................................................................ 6
I. EVALUASI ..................................................................................................... 6
J. INSTR PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF & PSIKOMOTOR ......... 7
K. MATERI PRESENTASI .............................................................................. 14
L. MATERI BAKU ............................................................................................ 21

1
Modul V.9 - Trauma Esofagus

A. WAKTU

Proses Pengembangan Kompetensi Alokasi Waktu


Sesi di dalam kelas 7 X 60 menit (classroom session)
Sesi Pratikum 3 X 60 menit (coaching session)
Sesi Praktik dan pencapaian kompetensi - (facilitation and assessment)

B. PERSIAPAN SESI

1. Materi presentasi:
 Slide 1: Anatomi Esofagus dan area penyempitan esofagus
 Slide 2: Mekanisme Kerusakan Jaringan Akibat Trauma Esofagus
 Slide 3: Skematis penatalaksanaan perforasi esofagus
 Slide 4 : Pemeriksaan Penunjang
 Slide 5 : Prosedur esofagoskopi
 Slide 6 : Komplikasi

2. Kasus: Benda asing gigi palsu berkawatdi esofagus

3. Sarana dan Alat Bantu Latih:


 Penuntun Belajar (Learning Guide) terlampir
 Tempat belajar (training setting): Ruang kuliah THT, Poliklinik
THT, Kamar Operasi
 Model Anatomi
 Audio-visual (pemutaran film)
 Kadaver
Alat bantu pembelajaran:
 Instrumen esofagoskopi
 Manikin (Boneka model)

C. REFERENSI

1. Stewart m.G, Penetrating Face and Neck Trauma. In Bailey’s Head and
Neck Otolaryngology. 5th ed. Volume 1. Chapter 76. Philadelpia.
Lippincot Williams & Wilkins;2014 : p 131-40.
2. Taslak S Bilgin B, Durgun Y Early Diagnosis Saves Lives in Esophageal
Perforation.Turk J Med Sci 2013; 43: 939-45.
3. James T, Kenneth L, Matthew J, Wall Jr. Esophageal Perforations: New
Perspectives and Treatment Paradigms. Trauma2007; 63 (5): 1173-83.

2
Modul V.9 - Trauma Esofagus

4. Ellen M.Friedman : Caustic Ingestion and Foreign Bodies.in: Myer CM,


Deskin RW , editors.Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed.
Philadelpia :Lippincot Williams & Wilkins; 2006. P.1157-65.
5. William W, Shockley. Esophageal Disorders. In EiblingD,editor. Head
and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed. Philadelpia. Lippincot
Williams & Wilkins; 2006: p. 768-70.
6. Jon Arne, AsgaustViste. Esophageal Perforation: Diagnostic Work Up
and Clinical Decision-Making in the First 24 Hours. Scandinavian J
Trauma, resuscitation an Emergency Medicine 2011; 19 (66): 1-7.
7. Philip W, Carrot Jr, Donald E, Low. Advances in the Management of
Esophageal Perforation. ThoracSurgClin 2011; 21: 541-55.
8. Lileswar K, Javid I, Byju K, Rakesh K. Management of Esophageal
Perforation in Adults.Gastroenterology Research. 2010; 3 (6): 235-44.
9. Schaefer S.D. Laryngeal and Esophageal Trauma. In Cumming
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th ed. Chapter 92. Philadelpia.
: Elsevier Mosby; 2005. P 2090-2102
10. Latifi R, Abdulrahman H, Ajaj A. Blunt Traumatic Esophageal Injury.
International Journal of Surgery. USA; 2014

D. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanankonservatif trauma


esofagus dan memutuskan tindakan konsultasi dengan bagian disiplin ilmu
lainnya.

Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam:
1. Mengenali gejala dan tanda trauma esofagus
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada trauma esofagus
3. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik akibat komplikasi trauma
esofagus
4. Mengambil keputusan untuk pemeriksaan penunjang, foto polos torak
dan esofagografi (foto kontras esofagus)
5. Membuat diagnosis dan penanganan trauma esofagus
6. Membuat keputusan klinik untuk melakukan konsultasi dengan bagian
lain (disiplin ilmu lain) dalam mengatasi trauma dan komplikasi trauma
esofagus yang tidak bisa dilakukan oleh bagian THT misalnya
servikotomi, torakotomi dan esofagotomi.
7. Mampu memberikan penyuluhan kepada pasien/keluarganya.

3
Modul V.9 - Trauma Esofagus

E. GAMBARAN UMUM

Memberikan penjelasan dan upaya yang akan dilakukan terhadap kasus


trauma esofagus

F. CONTOH KASUS & DISKUSI

1. Contoh Kasus
Seorang laki-laki berumur 59 tahun datang ke UGD dengan keluhan:
sakit menelan dan nyeri di leher. Keluhan sejak 4 jam yang lalu, tidak
disertai sesak nafas. Dari anamnesis ditemukan keluhan muntah bila
menelan makanan atau minuman dan diketahui penderita sebelumnya
memakai gigi palsu. Pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher posisi
PA dan Lateral didapatkan gambaran radioopak berbentuk kawat
melengkung pada lumen esofagus setinggi vertebra servical IV-VI
dengan bagian tajam menghadap ke latero-inferior.

2. Diskusi: (yang harus dikuasai)


 Faktor resiko esofagoskopi pada usia lanjut
 Tahapan penanganan dan ekstraksi benda asing melalui esofagoskopi
 Komplikasi yang terjadi oleh benda asing tersebut.
 Komplikasi yang terjadi oleh tindakan esofagoskopi

Jawaban:

Ax. Usia 59 th, menelan gigi palsu. Keluhan utama : nyeri saat menelan
dan nyeri spontan di daerah leher. Tidak bisa makan dan minum. Riwayat
penyakit lain tidak ada
Px. Vital sign stabil. Nyeri tekan pada daerah supra sternal kiri.
Penunjang :Pemeriksaan foto jaringan lunak leher posisi PA dan Lateral
didapatkan gambaran radioopak berbentuk kawat melengkung pada
lumen esofagussetinggivertebra servical IV-VI dengan bagian tajam
menghadap ke latero-inferior.
Torak foto dalam batas normal.
Karena tidak ada tanda-tanda komplikasi perforasi atau robekan esofagus
maka tidak dilakukan pemeriksaan esofagografi
Dx. Benda Asing gigi palsu di esofagus setinggi CIV-VI

Penatalaksanaan
 Informed consent :
Tentang diagnosis dan kondisi pasien, risiko benda asing dan
komplikasi, rencana tindakan dengan segala risiko dan komplikasinya.
Konsultasi-konsultasi yang akan dilakukan.Sarankan untuk

4
Modul V.9 - Trauma Esofagus

mendapatkan informasi tentang besar perkiraan biaya yang diperlukan


untuk tindakan.
 MRS persiapan tindakan esofagoskopi segera
 IVFD dan pemeriksaan laboratorium lengkap dan elektrokardiografi
 Perlindungan antibiotika karena BA tajam
 Konsul penyakit dalam karena usia lanjut
 Konsul anastesi untuk bantuan pembiusan
 Konsul Bedah torak kardiovaskuler untuk back up karena risiko
kesulitan saat melakukan ekstraksi benda asing yang menyangkut
akibat benda asing yang besar dan tajam atau terjadi perforasi karena
benda tajam dan rupture esofagus akibat tindakan.
 Persiapan peralatan tindakan esofagoskopi
 Persiapan dikamar operasi
 Tindakan esofagoskopi ( kawat tampak menancap pada dinding
esophagus, saat ekstraksi agak susah setelah eksstraksi tampak
bleeding poin pada tempat menancap)
 Pasang NGT
Evaluasi pasien paska tindakan esofagoskop dengan esofagografi.
 Perawatan pasien di ruangandengan monitor vital sign dan tanda-tanda
perforasi esofagus.

G. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan pembelajaran umum:


Setelah mengikuti sesi ini setiap peserta didik diharapkan mampu :
a. Mengenali tanda dan gejala trauma esofagus
b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada trauma esofagus.
c. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik akibat komplikasi
trauma esofagus.
d. Mengambil keputusan untuk pemeriksaan penunjang, foto polos
torak dan esofagografi (foto kontras esophagus)
e. Membuat diagnosis dan penanganan trauma esofagus.
f. Membuat keputusan klinik untuk melakukan tindakan esofagoskopi
dengan bantuan cunam yang sesuai dan mengevaluasi trauma
esofagus paska tindakan esofagoskopi.
g. Membuat keputusan klinik untuk melakukan konsultasi dengan
bagian lain (disiplin ilmu lain) dalam mengatasi komplikasi trauma
esofagus yang tidak bisa dilakukan oleh bagian THT misalnya
servikotomi, torakotomi dan esofagotomi.
h. Mampu memberikan penyuluhan kepada pasien/keluarganya.

2. Tujuan pembelajaran khusus:

5
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Setelah mengikuti sesi ini setiap peserta didik akan memiliki kemampuan
untuk :
a. Menjelaskan definisi, penyebab dan patogenesis trauma esofagus
b. Menjelaskan diagnosis trauma esofagus berdasarkan anamnesisdan
pemeriksaan klinis
c. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis
d. Menjelaskan penanganan trauma esofagus secara cepat dan benar
e. Menjelaskan komplikasi trauma esofagus dan penanganannya.
f. Mempersiapkan pasien untuk dilakukan esofagoskopi maupun
esofagografi
g. Menentukan saat yang tepat dilakukan esofagoskopi dan
esofagografi
h. Menjelaskan teknik esofagoskopi dan komplikasinya
i. Melakukan tindakan esofagoskopi dengan cunam yang sesuai dan
mengevaluasi paska tindakan esofagoskopi.

H. METODE PEMBELAJARAN

1. Literatur Reading
2. Skills Lab
3. Jurnal Reading

I. EVALUASI

2. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test esofagoskopi dalam bentuk


tulisan yang dibuat anak didik dan dilakukan penilaian terhadap
penguasaan tulisan pre-test tersebut. Materi pre-test terdiri atas :
 Anatomi, fisiologi esofagus
 Alat dan teknik esofagoskopi
 Indikasi dan kontra indikasi esofagoskopi
 Komplikasi esofagoskopi
2. Dilaksanakan pre-test tentang trauma esofagus yang bertujuan untuk
menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk
mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre-test terdiri atas :
 Penegakan diagnosis
 Terapi dan komplikasi
 Penanganan komplikasi
 Follow up
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, setiap anak didik diwajibkan
untuk melihat dan memperhatikan kakak kelasnya melakukan
esofagoskopi dan mengaplikasi langkah langkah yang tertera dalam
penuntun belajar dalam bentuk role play dengan teman-temannya
dibawah pengawasan pembimbing.
6
Modul V.9 - Trauma Esofagus

4. Setelah dianggap memadai melalui metode bed site teaching, peserta


didik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model. Kemudian
mengaplikasikan langsung pada pasien. Evaluator melakukan
pengawasan langsung dan mengisi formulir penilaian yang isinya sebagai
berikut :
 Perlu Perbaikan : Pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah
tidak dilaksanakan
 Cukup : Pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misalkan
pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan
kepada pasien
 Baik : Pelaksanaan baik dan benar
5. Setelah selesai pelaksanaan dan penilaian, dilakukan diskusi untuk
memberitahukan hasil penilaian dan hal hal yang tidak boleh dibicarakan
di depan pasien serta memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan
yang ditemukan.
6. Self assesment dan peer assisted evaluationdengan menggunakan
penuntun belajar.

J. INSTR PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF & PSIKOMOTOR

1. Instrumen Penilaian Kompetensi Kognitif , Kuesioner meliputi :


1.1 Kuesioner Sebelum Pembelajaran
1 Untuk memperkirakan struktur dan organ vital yang dapat terkena
pada trauma leher, lokasi luka dibagi menjadi :
a. Zona I dan Zona II
b. Zona I, Zona II, Zona III
c. Zona IA, Zona IB dan Zona II
d. Zona I, Zona IIA, Zona IIB, Zona III
e. Zona I, Zona II, Zona III dan Zona IV
Jawaban: B
2 Berdasarkan letak anatomi, esofagus dibagi menjadi :
a. Bagian Servikal, bagian Thorakal dan bagian Abdominal
b. Bagian Servikal dan bagian Abdominal
c. Bagian Thorakal dan bagian Abdominal
d. Bagian Bagian Servikal, bagian Thorakal, bagian Abdominal dan
bagian Diafragma
e. Bagian Bagian Servikal, bagian Thorakal, dan bagian Diafragma
Jawaban: A
3 Penyempitan esofagus ketiga adalah :
a. Penyempitan krikofaring
b. Penyempitan diafragma
c. Persilangan esofagus dengan arcus aorta
d. Persilangan esofagus dengan bronkus utama kanan
e. Persilangan esofagus dengan bronkus utama kiri
7
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Jawaban: E
4 Lapisan dinding esofagus adalah :
a. Membran mukosa, submukosa, otot esofagus
b. Mukosa dan otot esofagus
c. Lapisan otot dan fibrosa
d. Membran mukosa, submukosa, otot esofagus, fibrosa
e. Epitel kolumner bersilia, Membran mukosa, submukosa, otot
esofagus, fibrosa
Jawaban: D

5 Tindakan dibawah ini yang tidak membantu identifikasi lokasi


lukapenetrasi faring dan esofagus pada intra operatif adalah :
a. Penentuan letak luka penetrasi
b. Pemberian secara berangsur-angsur cairan saline
c. Pemberian secara berangsur-angsur methylene blue
d. Pemberian secara berangsur-angsur udara
e. Pemberian secara berangsur-angsur cairan perak nitrat
Jawaban: E
6 Kapan sebaiknya tindakan eksplorasi dan repair dilakukan pada luka
trauma esofagus ?
a. Sesegera mungkin (< 24 jam)
b. Dilakukan dalam waktu 2x24 jam
c. Setelahdilakukanpemeriksaanfotopolosthoraksdanesofagogram
d. Dalamwaktu 3x24 jam setelahkejadianataubila ada keluhan nyeri
dan sulit menelan
e. Tidak perlu dilakukan eksplorasi dan repair
Jawaban: C
7 Pasien trauma esofagus dengan keluhan asimtomatik dapat dideteksi
paling baik dengan :
a. Esofagogram
b. Foto polos Thoraks dan Abdomen
c. Operasi untuk eksplorasi
d. Kombinasi esofagoskopi dan esofagografi dengan kontras
e. Esofagoskopi saja
Jawaban: A
8 Komplikasi di bawah ini yang bukan merupakan komplikasi trauma
esofagus adalah :
a. Abses Leher
b. Diplopia
c. Fistula faringokuteneus
d. Obstruksi jalan nafas
e. Mediastinitis
f. Cervical spine osteomyelitis
Jawaban: B
8
Modul V.9 - Trauma Esofagus

1.2 Kuesioner Tengah Pembelajaran


1 Seorang laki-laki berusia 17 tahundatang ke IGD dengan keluhan
nyeri dan muntah saat menelan selama satu minggu setelah terjatuh
dari sepeda, posisi badan terkelungkup dengan leher terbentur benda
keras, pasien juga mengeluhkan nyeri dada, muntah, sesak dan
ditemukan emfisema subkutan pada pemeriksaan, dari tanda yang
ditemukan, pasien diperkirakan mengalami
a. Boerhaave syndrome
b. Tumor esofagus
c. Perforasi esofagus (Mackler Triad)
d. GERD
e. Esofagitis korosif
Jawaban: C
2 Seorang laki-laki berusia 67 tahun datang ke IGD dengan keluhan
nyeri dada bagian bawah yang semakin bertambah parah, pasien juga
merasakan sulit menelan. Riwayat tulang ikan tertelan sejak 2
minggu yang lalu. Pemeriksaan penunjang yang tidak perlu
dilakukan pada kasus ini adalah :
a. Foto polos dada
b. FEES
c. Esofagografi dengan kontras
d. CT Scan dada
e. Pemeriksaan laboratorium
Jawaban: B
3 Seorang perempuan berusia 65 tahun datang ke UGD dengan
keluhan gigi palsu tanpa kawat tertelan sejak 4 jam yang lalu.
Penderita mengeluh rasa mengganjal pada tenggorokan dan tidak
bisa menelan makanan padat. Komplikasi awalapa yang
kemungkinantidak terjadi pada kasus ini ?
a. Laserasi mukosa esofagus
b. Perdarahan
c. Fistula trakeoesofagus
d. Striktur esofagus
e. Mediastinitis
Jawaban: D
4 Seorang perempuan berusia 42 tahun datang ke IGD dengan keluhan
nyeri menelan dan luka bakar pada mulut. Riwayat tertelan cairan
asam keras tanpa sengaja sejak 2 jam yang lalu. Pada pemeriksaan
foto polos dada, terlihat adanya tanda perforasi pada esofagus. Di
bawah ini yang bukan merupakan tanda perforasi esofagus adalah :
a. Pneumothoraks
b. Aspirasi pneumonia
c. Mediastinitis
d. Bronkiektasis
9
Modul V.9 - Trauma Esofagus

e. Piothoraks
Jawaban: D
5 Seorang laki-laki berusia 62 tahun datang ke IGD dengan keluhan
tertelan tulang ikan sejak 1 hari yang lalu. Penderita mengeluh rasa
mengganjal pada dada. Dilakukan pemeriksaan xeroradiografi pada
pasien. Hasil apa yang mungkin terlihat pada pemeriksaan tersebut?
a. Gambaran inflamasi jaringan lunak dan abses
b. Filling defect persisten
c. Gambaran enhancement pada daerah pinggir benda asing
d. Gambaran enhancement pada benda asing
e. Inflamasi pada hipofaring dan bagian proksimal esofagus
Jawaban: B

1.3 Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatif


Seorang laki-kali berusia 28 tahun dengan keluhan nyeri dada hebat pada
bagian tengah dada setelah dada dan perut pasien tertimpa batangan besi
dari ketinggian, muntah darah tidak ada. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran kompos mentis, tanda vital tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 90x/menit, RR 20x/menit, temperatur 36,8oC.

Pertanyaan :
a. Jelaskan secara singkat, menurut anda apa yang terjadi pada pasien
ini ?
b. Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
c. Penatalaksanaan awal apa yang dapat diberikan pada pasien ini ?
d. Tindakan selanjutnya apa yang akan dilakukan ?
e. Komplikasi apa yang mungkin terjadi pada pasien ini ?

Jawaban: (nilai maksimal 100)


Pertanyaan Jawaban Nilai Nilai
Maksimal Peserta
Pertanyaan 1 Trauma tumpul dada dan 20
Dugaan penyakit abdomen yang mungkin
menyebabkan trauma
esofagus
Pertanyaan 2 Foto toraks AP/lateral 20
Pemeriksaan Foto polos abdomen
penunjang (BOF)
Pertanyaan 3 MRS 20
Tatalaksana awal Pasien masih stabil,
airway baik, pernafasan
baik, sirkulasi baik
Pasang IV line
Pengobatan simptomatis
mengatasi nyeri
10
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Pertanyaan 4 Observasi vital sign dan 20


Tindakan lanjutan gejala klinis bila terjadi
kelainan dilakukan
esofagografi. Bila
diperlukan esofagoskopi
Pertanyaan 5 Ruptur esofagus yang 20
Komplikasi mungkin menyebabkan
mediastinitis,
pneumothorax, sepsis,
pneumonia

2. Instrumen Penilaian Kompetensi Psikomotor

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR ESOFAGOSKOPI KAKU

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan : langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2. Mampu : langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika
harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau
membantu untuk kondisi di luar normal
3. Mahir : langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang
sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)

NAMA PESERTA: ............................... TANGGAL: .................................

KEGIATAN KASUS

I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR


 Nama
 Diagnosis
 Informed Choice&Informed Consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
 Laboratorium
 Pemeriksaan penunjang

II. PERSIAPAN PROSEDUR


1. Pastikan kelengkapan peralatan esofagoskopi telah tersedia dan
lengkap, yaitu:
11
Modul V.9 - Trauma Esofagus

KEGIATAN KASUS
a. Esofagoskop berbagai ukuran
b. Teleskop 0°
c. Forsep ekstraksi sesuai dengan jenis benda asing
d. Kanul suction
e. Sumber cahaya + kabel sumber cahaya
f. Camera system, monitor dan lumina jika tersedia
2. Persiapan Pasien
a. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum esofagoskopi
b. Anestesi umum
c. Penderita berbaring terlentang dengan posisi kepala
ditinggikan 15 cm dari meja operasi sehingga leher fleksi
dan kepala ekstensi maksimal
d. Asisten duduk sebelah kiri pasien memegang kepala

III. TAHAPAN PROSEDUR TINDAKAN


1. Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan di bagian
proksimal dan tangan kiri di bagian distal seperti memegang
pensil
2. Jari tengah dan jari manis tangan kiri membuka bibir atas dan
mengait gigi insisivus
3. Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri memegang bagian distal
esofagoskop serta menarik bibir agar tidak terjepit di antara
esofagoskop dengan gigi
4. Tangan kanan memegang bagian proksimal esofagoskop
dengan menjepit di antara jari telunjuk dan jari tengah
5. Esofagoskop didorong perlahan dengan menggerakkan ibu jari
tangan kiri menyusuri sisi bawah esofagoskop dan tangan
kanan berfungsi untuk mengarahkan esofagoskop dengan
memegangnya seperti memegang pensil pada leher pegangan
6. Esofagoskop dimasukkan secara vertikal ke dalam mulut pada
garis tengah lidah
7. Identifikasi uvula dan dinding faring posterior
8. Esofagoskop didorong menyusuri dinding posterior faring
sampai terlihat adanya aritenoid kanan dan kiri
9. Esofagoskop disusupkan ke bawah aritenoid. Suatu gerakan
ringan ibu jari tangan kiri diberikan pada ujung esofagoskop
sehingga tampak lumen introitus esofagus
10. Skope didorong memasuki lumen esofagus dengan hati-hati
dengan menggerakan ibu jari tangan kiri secara perlahan.
Dilakukan evaluasi introitus kearah atas, bawah, kanan dan kiri
11. Selanjutnya esofagoskop didorong menyusuri lumen esofagus
dengan gerakan ibu jari tangan kiri
12. Melalui esofagus segmen torakal. Kepala penderita harus
diturunkan sampai mendatar untuk menyesuaikan sumbu
12
Modul V.9 - Trauma Esofagus

KEGIATAN KASUS
esofagus sehingga lumen tetap tampak.Bila posisi penderita
benar maka esofagoskop biasanya akan menyusup masuk
dengan mudah. Pada waktu esofagoskop mencapai
penyempitan aorta dan bronkus kiri, lumen akan menyempit di
anterior.
13. Melalui penyempitan pada hiatus diafragma. Kepala penderita
direndahkan lagi, kemudian leher dan kepala digeser agak ke
kanan untuk menjaga agar sumbu pipa sesuai dengan sumbu
sepertiga bagian bawah esofagus. Operator mengarahkan
esofagoskop ke spina iliaka anterior superior kiri. Hiatus
esofagus dapat dilihat seperti celah yang miring antara jam 10
dan jam 4
14. Setelah melewati diafragma, kepala penderita harus diturunkan
sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan visualisasi
lumen esofagus
15. Selama melakukan tahapan tersebut, dilakukan identifikasi dan
posisi benda asing, dilakukan evakuasi menggunakan forcep
yang sesuai
16. Pada saat mengeluarkan esofagoskop, posisi penderita dan arah
gerakan esofagoskop dilakukan dengan cara yang berlawanan
17. Evaluasi dinding esofagus untuk melihat tanda perforasi

IV. PASCA TINDAKAN


1. Lakukan evaluasi daerah diatas lokasi inkarserasi, bekas tempat
asing dan di bawah lokasi impaksi sampai gaster
2. Evaluasi tanda-tanda perforasi

13
Modul V.9 - Trauma Esofagus

K. MATERI PRESENTASI
1. Slide 1: Anatomi Esofagus dan area penyempitan fisiologis dari
esofagus

Gambar 1. Lokasi penyempitan esofagus

Gambar 2. Penyempitan pada spingter esofagus bagian atas.(t=trachea,


ues=upper esophageal sphincter, pr=piriform recess, ce=cervical
esophagus, sc=spinal column)

14
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Gambar 3. Penyempitan esofagus di daerah servikal.( sc=spinal column,


ce=cervical esophagus, a=aorta, mc=midesophageal constriction,
t=trachea)

Gambar 4.Penyempitan pada bagian tengah esofagus, saat menyilang


dengan aorta dan bronkus kiri (a=aorta, re= retrocardial esophagus, lmb=
left main bronchus, rmb= right main bronchus)

15
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Gambar 5.Penyempitan pada tepat diatas spingter esofagus bagian


bawah (di= diaphragm, c= cardia, f= fundus, a= antrum, d= duodenum)

2. Slide 2: Mekanisme Kerusakan Jaringan Akibat Trauma Esofagus


a. Trauma eksternal
Trauma tembus esofagus terjadi terutama pada esofagus bagian
servikal dan morbiditasnya berkaitan dengan cedera vaskuler, trekea
dan sumsum tulang. Lebih sering terjadi oleh karena luka tembak,
luka tusuk. Perforasi esophagus akibat trauma tumpul eksternal
sangat jarang terjadi. Penyebab yang paling sering berkaitan dengan
kecelakaan kendaraan bermotor berkecepatan tinggi. Hasil klinis dari
pasien-pasien tersebut dipengaruhi oleh keterlambatan diagnosis,
komplikasi dari perforasi esophagus dan cedera terkait. Karena tanda
dan gejala awal perforasi esophagus tidak mudah dikenali,
diagnosisyang cepat dan akurat merupakan tantangan ada pasien
dengan trauma tumpul multiple. Sehingga kecurigaan yang tinggi
diperlukan dalam menangani pasien trauma dengan tekanan yang
kuat pada leher atau dada.

b. Ruptur spontan esofagus.


Terjadi akibat peningkatan tekanan intralumen esofagus secara
cepat melalui spingter esofagus bagian bawah saat muntah.
Peningkatan tekanan intralumen yang bersifat mendadak ini
merupakan akibat dari kegagalan relaksasi otot krikofarng. Sehingga
rupture transmural dari dinding esofagus terjadi, umumnya pada
dinding posterolateral kiri dari sepertiga bawah esofagus yang
berlokasi 2 cm hingga 3 cm di proksimal gastroesofageal junction.
Daerah ini secara struktural bersifat lemah, serabut otot longitudinal
mulai menipis sebelum melewati dinding lambung.

16
Modul V.9 - Trauma Esofagus

c. Benda Asing
Pada beberapa kejadian, benda asing tajam atau bergigi merobek
sebagian atau seluruh dinding. Robekan atau perforasi ini paling
sering terjadi pada daerah penyempitan yang fisiologis secara
anatomis pada esofagus.Benda asing dapat menimbulkan laserasi
mukosa, perdarahan, perforasi lokal selulitis lokal, fistel
trakeoesofagus dan abses leher atau mediastinitis. Benda asing bulat
atau tumpul juga menimbulkan perforasi sebagai akibat sekunder
dari inflamasi kronik dan erosi.
Bila benda asing ireguler menyebabkan perforasi akut.

d. Perforasi esofagus Iatrogenik


Beberapa tahun terakhir, kontribusi diagnosis dan prosedur terapi
endoskopi telah membuat instrumentasi sebagai penyebab paling
umum dari perforasi esofagus. Perforasi paling sering terjadi pada
hipofaring atau esofagus bagian servikal akibat pengerahan tenaga
dengan tujuan agar endoskopi dapat melalui krikofaring. Risiko
cedera esofagus juga meningkat ketika manipulasi terapi dilakukan
saat intervensi endoskopi. Perforasi esofagus distal paling sering
berkaitan dengan dilatasi esofagus yang dilakukan pada kasus
striktur esofagus atau akalasia. Skleroterapi endoskopi pada varises
esofagus juga dapat menimbulkan perforasi esofagus. Tindakan
intubasi esofagus yang berkaitan dengan perforasi esofagus termasuk
diantaranya echocardiography transesofagus, pipa nasogaster, pipa
endotrakea, endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan
intervensi endoscopic ultrasound-guide.
Prosedur operasi yang berkaitan dengan cedera esofagus termasuk
diantaranya fundoplikasi, vagotomi, repair hiatal hernia,
transplantasi paru, pneumonektomi, reseksi tiriod, trakeostomi,
repair aneurisma torakal, enukleasi leimnyoma esofagus,
mediastinoskopi dan operasi tulang servikal. Ketika cedera pada
esofagus diketahui saat intra operasi, repair primer yang dilakukan
langsung hampir selalu berhasil dengan morbiditas yang rendah.

e. Perforasi esofagus akibat bahan kimia


Sebagaian besar cedera esofagus akibat bahan kimia terjadi
karena tertelannya bahan korosif secara tidak sengaja oleh anak-
anak, biasanya anak usia dibawah 5 tahun. Sesekali orang dewasa
menelan bahan kimia tersebut dengan maksud untuk bunuh diri.
Derajat keparahan dan sisi esofagus yang cedera karena korosif tidak
hanya bergantung pada jenis, jumlah dan konsentrasi substansi yang
tertelan, tetapi juga pada waktu lamanya kontak dengan mukosa,
karena adanya keterlambatan saat mencari pengobatan. Penyempitan
yang fisiologis secara anatomis pada esofagus merupakan daerah
yang paling rentan mengalami luka bakar korosif. Tertelannya basa
17
Modul V.9 - Trauma Esofagus

menyebabkan kerusakan yang lebih berat pada esofagus


dibandingkan lambung, berlawanan dengan asam. Basa
menyebabkan nekrosis likuifaksi, mengakibatkan luka bakar yang
dalam, sedangkan asam menyebabkan nekrosis koagulasi,
membentuk jaringan mati yang membatasi penetrasi substansi ke
jaringan. Tertelannya basa menimbulkan spasme pada pylorus
sehingga terjadi regurgitasi bahan korosif ke dalam esofagus, diikuti
oleh spasme otot krikofaring dan bergerak kembali ke arah lambung,
menimbulkan luka bakar pada esofagus dan lambung. Di sisi lain
asam melewati esofagus lebih cepat dari basa. Di dalam lambung
asam juga memicu spasme pylorus yang bersifat segera,
menyebabkan asam terkumpul di distal antrum dan menimbulkan
gastritis berat yang dapat kerkembang dalam 24 sampai 48 jam
hingga menjadi nekrosis dan perforasi. Cedera korosif pada esofagus
dibagi dalam 3 fase. Fase awal ditandai dengan inflamasi, edema dan
nekrosis selama beberapa hari awal setalah cedera. Hal ini diikuti
oleh pengelupasan debris esofagus dan ulserasi mukosa, disertai
dengan perkembangan jaringan granulasi dan deposisi kolagen dan
berikutnya reepitelialisasi berlangsung selama 3 hingga 4 minggu.
Selama fase kedua dinding esofagus sangat lemah dan cenderung
perforasi. Pada fase ketiga pembentukan sikatriks dan striktur dapat
berlangsung selama beberapa minggu, saat submukosa esofagus dan
jaringan otot yang rusak digantikan oleh jaringan parut.

3. Slide 3: Skematis penatalaksanaan perforasi esofagus.

Gejala dan tanda perforasi esofagus

CURIGA PERFORASI ESOFAGUS

-Stabilisasi hemodinamik pasien


-Monitor kardiopulmonari
-Oksigenasi
-AB spektrum luas
-Puasakan pasien
-NGT,
-Analgetik kuat

18
Modul V.9 - Trauma Esofagus

X-ray torak
Esofagografi
Atau CT Scan

-Robekan kecil/terbatas pd -Robekan besar dan luas


dinding esofagus -Gejala berat diluar
-Gejala di luar esofagus Esofagus
Minimal -Ada tanda sepsis
-Tidak ada tanda sepsis

BTKV
-Servikotomi/
Konservatif Rawat intensif -Torakotomi/
-Esofagotomi

4. Slide 4 : Pemeriksaan Penunjang


a. X-ray torak: untuk melihat adanya tanda perforasi esofagus dengan
empisema servikalis, emfisema mediastinum, pneumotorak,
piotorak, mediastinitis serta aspirasi pneumonia.
b. Esofagografi dengan menggunakan gastrografin atau water
solublecontrast untuk menentukan lokasi dan menunjukkan adanya
perforasi dari esofagus berupa ekstravasasi dari kontras. Jika
menggunakan barium sulfatterjadi ektravasasi yang menyebabkan
proses infamasi pada mediastinum dan terjadi fibrosis mediastinum
disamping itu juga akan menyulitkan untuk interpretasi gambaran
mediastinum saat evaluasi selanjutnya karena barium sulfat diserap
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan water soluble
contrast.
c. CT Scan esofagus: dapat menunjukkan inflamasi jaringan lunak dan
abses. CT Scan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis
atau tidak memungkinkan dilakukan esofagografi atau pada
pemeriksaan esofagorafi tidak menunjukkan adanya perforasi
esofagus tetapi secara klinis menunjukkan adanya tanda-tanda
perforasi yang nyata.
d. MRI: dapat menunjukkan gambaran semua keadaan patologik
esofagus.

5. Slide 5: Prosedur Esofagoskopi


a. Persiapan prosedur
Pastikan kelengkapan peralatan esofagoskopi telah tersedia dan
lengkap, yaitu:
19
Modul V.9 - Trauma Esofagus

 Esofagoskop berbagai ukuran


 Teleskop 0°
 Forsep ekstraksi sesuai dengan jenis benda asing
 Kanul suction
 Sumber cahaya + kabel sumber cahaya
 Camera system, monitor dan lumina jika tersedia

b. Persiapan Pasien
 Penderita puasa minimal 6 jam sebelum esofagoskopi
 Anestesi umum
 Penderita berbaring terlentang dengan posisi kepala ditinggikan
15 cm dari meja operasi sehingga leher fleksi dan kepala
ekstensi maksimal
 Asisten duduk sebelah kiri pasien memegang kepala

c. Tahapan prosedur Tindakan


 Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan di bagian proksimal
dan tangan kiri di bagian distal seperti memegang pensil
 Jari tengah dan jari manis tangan kiri membuka bibir atas dan
mengait gigi insisivus
 Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri memegang bagian distal
esofagoskop serta menarik bibir agar tidak terjepit di antara
esofagoskop dengan gigi
 Tangan kanan memegang bagian proksimal esofagoskop dengan
menjepit di antara jari telunjuk dan jari tengah
 Esofagoskop didorong perlahan dengan menggerakkan ibu jari
tangan kiri menyusuri sisi bawah esofagoskop dan tangan kanan
berfungsi untuk mengarahkan esofagoskop dengan
memegangnya seperti memegang pensil pada leher pegangan
 Esofagoskop dimasukkan secara vertikal ke dalam mulut pada
garis tengah lidah
 Identifikasi uvula dan dinding faring posterior
 Esofagoskop didorong menyusuri dinding posterior faring
sampai terlihat adanya aritenoid kanan dan kiri
 Esofagoskop disusupkan ke bawah aritenoid. Suatu gerakan
ringan ibu jari tangan kiri diberikan pada ujung esofagoskop
sehingga tampak lumen introitus esofagus
 Skope didorong memasuki lumen esofagus dengan hati-hati
dengan menggerakan ibu jari tangan kiri secara perlahan.
Dilakukan evaluasi introitus kearah atas, bawah, kanan dan kiri
 Selanjutnya esofagoskop didorong menyusuri lumen esofagus
dengan gerakan ibu jari tangan kiri
 Melalui esofagus segmen torakal. Kepala penderita harus
diturunkan sampai mendatar untuk menyesuaikan sumbu
20
Modul V.9 - Trauma Esofagus

esofagus sehingga lumen tetap tampak.Bila posisi penderita


benar maka esofagoskop biasanya akan menyusup masuk
dengan mudah. Pada waktu esofagoskop mencapai penyempitan
aorta dan bronkus kiri, lumen akan menyempit di anterior.
 Melalui penyempitan pada hiatus diafragma. Kepala penderita
direndahkan lagi, kemudian leher dan kepala digeser agak ke
kanan untuk menjaga agar sumbu pipa sesuai dengan sumbu
sepertiga bagian bawah esofagus. Operator mengarahkan
esofagoskop ke spina iliaka anterior superior kiri. Hiatus
esofagus dapat dilihat seperti celah yang miring antara jam 10
dan jam 4
 Setelah melewati diafragma, kepala penderita harus diturunkan
sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan visualisasi
lumen esofagus
 Selama melakukan tahapan tersebut, dilakukan identifikasi dan
posisi benda asing, dilakukan evakuasi menggunakan forcep
yang sesuai
 Pada saat mengeluarkan esofagoskop, posisi penderita dan arah
gerakan esofagoskop dilakukan dengan cara yang berlawanan
 Untuk evaluasi (adanya sisa benda asing, laserasi mukosa,
perdarahan, perforasi dan kemungkinan adanya kelainan
esofagus yang lain) dilakukan esofagoskopi ulangan sampai
sfingter esofagus bawah

d. Paska tindakan
 Observasi tanda perdarahan akibat laserasi atau adanya perforasi
 Bila terdapat laserasi dalam sampai lapisan muskularis atau
perforasi, maka dilakukan penanganan konservatif berupa
pemasangan NGT dalam 3 jam pertama dan dipertahankan
selama 10 hari dengan pemantauan klinis yang ketat, CT scan
dan atau esofagoskopi fleksibel bila diperlukan

6. Slide 6 : Komplikasi
Pada perforasi yang luas atau perforasi kecil dan terbatas dengan
kontaminasi dapat menyebabkan Pneumoni, Mediastinitis, Empiyema,
Polimikrobial sepsis dan Multi-organ failure

L. MATERI BAKU
1. Pendahuluan
Trauma esofagus merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
suatulesipada esofagus dapat berupa laserasi, ulserasi, perforasi ataupun
ruptur.

21
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Trauma berupa laserasi dan ulserasi biasanya tidak memerlukan tindakan


pembedahan segera, berbeda dengan perforasi dan ruptur esofagus
apapun sebabnya adalah keadaan yang gawat, dapat dipastikan akan
menimbulkan kematian apabila tidak tertangani dengan baik, sehingga
perforasi esofagus merupakan kejadian yang paling berbahaya dari
perforasi bagian-bagian lain dari traktus digestivus (yang selanjutnya
akan dibahas). Dengan demikian diperlukan suatu ketrampilan yang baik
dalam menentukan diagnosis dan membuat keputusan untuk penanganan
serta melakukan konsultasi dengan bagian lain atau disiplin ilmu yang
terkait dengan segera.

2. Etiologi dan Klasifikasi


Secara garis besar etiologi trauma esofagus ini dapat digolongkan
kedalam 3 katagori:
 Trauma Iatrogenik, meliputi: perforasi akibat tindakan endoskopi,
ruptur saat melakukan dilatasi, perforasi akibat pemasangan NGT,
perforasi akibat pembedahan torak dan abdomen. Perforasi akibat
pemberian radiasi.
 Trauma yang berasal dari dalam esofagus, meliputi: Benda asing,
bahan korosif, rupture spontan akibat muntah yang hebat.
 Trauma langsung dari luar esofagus, meliputi: akibat tusukan dan
benturan dada.

3. Gambaran klinis:
Nyeri dada dianggap sebagai keluhan utama dari perforasi esofagus
dan ditemukan pada lebih dari 70% pasien dengan perforasi esofagus
intratorak. Nyeri yang timbul bersifat akut dengan onset yang tiba-tiba
menjalar ke punggung atau bahu. Pada 25% pasien, rasa nyeri ini diikuti
oleh muntah dan sesak nafas. Gejala lain yang dapat timbul adalah
disfonia, suara serak, disfagia dan emfisema subkutan. Gejala akut
abdomen atau nyeri epigastrium terjadi pada pasien dengan perforasi di
daerah gastroesofageal junction. Pada perforasi esofagus jarang terjadi
gejala hematemesis dan tanda-tanda perdarahan gastrointestinal lainnya
seperti melena.
Pada pemeriksaan fisikdidapatkan gejala antara lain takikardi ,
takipnea, febris (panas badan lebih dari 38,5̊C). Pada perabaan terdapat
emfisema subkutis dengan krepitasi kulit didaerah leher atau dada serta
pembengkakan leher. Respon inflamasi sistemik biasanya berkembang
dengan cepat setelah perforasi, pada umumnya terjadi dalam waktu 24-48
jam dan adanya mediastinitis bakteri dapat menyebabkan terjadinya
kolap kardiopulmonal dan multi organ failure dalam waktu yang singkat.

4. Pemeriksaan penunjang:
Foto polos torak dengan posisi posteroantrior dan lateral : untuk
melihat adanya tanda perforasi esofagus dengan empisema servikalis,
22
Modul V.9 - Trauma Esofagus

emfisema mediastinum, pneumotorak, piotorak, mediastinitis serta


aspirasi pneumonia.
Esofagografi dengan menggunakan gastrografin atau water
solublecontrast untuk menentukan lokasi dan menunjukkan adanya
perforasi dari esofagus berupa ekstravasasi dari kontras. Jika
menggunakan barium sulfat akan terjadi ektravasasi yang menyebabkan
proses infamasi dan fibrosis di mediastinum, disamping itu juga akan
menyulitkan untuk interpretasi gambaran mediastinum saat evaluasi
selanjutnya karena barium sulfat diserap dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan water soluble contrast.
CT Scan esofagus : dapat menunjukkan inflamasi jaringan lunak
dan abses. CT Scan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis
atau tidak memungkinkan dilakukan esofagografi atau pada pemeriksaan
esofagorafi tidak menunjukan adanya perforasi esofagus tetapi secara
klinis menunjukkan adanya tanda-tanda perforasi yang nyata.
MRI : dapat menunjukkan gambaran semua keadaan patologik esofagus.

5. Diagnosis
a. Diagnosis berdasarkan
 Anamnesis: dimana pada perforasi esofagus dikeluhkan nyeri
hebat daerah leher atau dada, sesak nafas, dan muntah.
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan: takikardi, takipnea, febris,
pada perabaan daerah leher atau dada terasa adanya krepitasi,
yang menandakan terjadi empisema kutis
 Penunjang: foto polos dada dan esofagografi. Bila diperlukan
dilakukan pemeriksaan CT Scan.

b. Diagnosis banding:
Gejala perforasi esofagus harus dibedakan dengan beberapa kelainan
yang lain diantaranya:
 Myokard infark akut, pada sindrom coroner akut ditandai
dengan nyeri dada retrosternal seperti memeras, terbakar atau
bahkan tajam yang menjalar ke leher, bahu, lengan kiri maupun
sudut rahang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya S4
gallop, takikardi, takipnea dan hipotensi. Pada penunjang
radiologis ditemukan edema dan kongesti pulmonal dan pada
pemeriksaan EKG terdapat gelombang T inversi, gelombang Q
patologis dan perubahan gelombang ST.
 Perforasi ulkus peptikum, gejala yang muncul berupa nyeri
seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau
punggung. Nyeri biasanya timbul saat perut kosong dan hilang
dengan makan. Selain itu terdapat juga gejala mual, bersendawa,
perut kembung yang hilang timbul dan sering disertai dengan

23
Modul V.9 - Trauma Esofagus

gejala perdarahan saluran cerna seperti hematemesis dan


melena.
 Pankreatitis akut, apabila pada pemeriksaan rontgen dada
ditemukan adanya pneumotorak dengan ataupun tanpa adanya
efusi pleura (hidropneumotorak) maka hal ini harus dibedakan
dengan pankreatitis akut. Pada pankreatitis akut, nyeri seperti
disayat-sayat di epigastrium kuadran kiri atas dengan penjalaran
ke daerah punggung. Nyeri akan berkurang bila membungkuk
ke depan atau duduk. Gejala lain berupa mual, muntah serta
demam. Pada kasus yang sangat berat terdapat perubahan warna
kulit yang menjadi pucat, kebiruan atau kuning kecoklatan pada
daerah umbilicus atau pinggang. Pada pemeriksaan laboratorium
terjadi peningkatan enzim pankreas yaitu amilase dan lipase.

6. Penanganan:
Penanganan perforasi esofagus tergantung dari lokasi, besar
perforasi, dan kelainan esofagus yang terjadi sebelumnya. Perforasi yang
terjadi di daerah esofagus bagian servikal dan disebabkan oleh alat pada
waktu tindakan dan hanya berupa robekan kecil atau laserasi atau
ekskoriasi dapat ditangani secara non operatif. Sedangkan tindakan
drainase pada perforasi esofagus hanya diperlukan bila telah terbentuk
abses di leher dan mediastinum superior. Sebaliknya bila terjadi perforasi
esofagus di daerah torakal atau abdominal maka tindakan operatif sangat
diperlukan karena umumnya perforasi di daerah ini sangat fatal.
Langkah awal adalah secepatnya menetapkan kecurigaan adanya
perforasi esofagus, kemudian mengatasi stabilitas hemodinamik pasien
dengan memasang intra venus line, memberikan oksigen dan melakukan
monitor terhadap kardiopulmonari. Selanjutnya diberikan antibiotika
spektrum luas dan pasien dipuasakan dan dipasang pipa nasogaster untuk
membersihkan isi lambung sehingga mengurangi risiko kontaminasi isi
lambung terhadap perforasi. Pasien biasanya sangat kesakitan dan tidak
nyaman maka dapat diberikan analgetik kuat.
Kemudian dilakukan penilaian terhadap lokasi dan luasnya
perforasi dengan melakukan pemeriksaan penunjang baik berupa foto
polos torak maupun esofagografi. Bila dari hasil pemeriksaan penunjang
menunjukkan contained perforation: perforasi kecil dan ekstravasasi
kontras terbatas pada dinding esofagus serta efek diluar esofagus tidak
berat atau tidak terjadi sepsis, maka dilakukan observasi ketat di ruang
perawatan intensif.Bila dalam 24-48 jam terjadi gejala sistemik yang
berat dan sepsis maka segera dilakukan kosultasi bedah.
Bila dari hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan free perforation:
perforasi besar dan ekstravasasi kontras luas di luar esofagus serta efek
diluar esofagus berat atau terjadi sepsis dengan gejala sistemik yang
berat, maka dilakukan konsultasi ke bagian Bedah.

24
Modul V.9 - Trauma Esofagus

Bila perforasi besar diketahui saat melakukan tindakan sebaiknya segera


dilakukan penutupan primer.

7. Komplikasi
Pada perforasi yang luas atau perforasi kecil dan terbatas dengan
kontaminasi dapat menyebabkan Pneumoni, Mediastinitis, Empiyema,
Polimikrobial sepsis dan Multi-organ failure

8. Prognosis
Sangat bervariasi tergantung dari penyebab dan lokasi perforasi serta
kecepatan penentuan diagnosis dan terapi.

9. KEPUSTAKAAN MATERI BAKU


a. Stewart m.G, Penetrating Face and Neck Trauma. In Bailey’s Head
and Neck Otolaryngology. 5th ed. Volume 1. Chapter 76. Philadelpia.
Lippincot Williams & Wilkins;2014 : p 131-40.
b. Taslak S Bilgin B, Durgun Y Early Diagnosis Saves Lives in
Esophageal Perforation.Turk J Med Sci 2013; 43: 939-45.
c. James T, Kenneth L, Matthew J, Wall Jr. Esophageal Perforations:
New Perspectives and Treatment Paradigms. Trauma2007; 63 (5):
1173-83.
d. Ellen M.Friedman : Caustic Ingestion and Foreign Bodies.in: Myer
CM, Deskin RW , editors.Head and Neck Surgery-Otolaryngology.
4th ed. Philadelpia :Lippincot Williams & Wilkins; 2006. P.1157-65.
e. William W, Shockley. Esophageal Disorders. In EiblingD,editor.
Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed. Philadelpia.
Lippincot Williams & Wilkins; 2006: p. 768-70.
f. Jon Arne, AsgaustViste. Esophageal Perforation: Diagnostic Work
Up and Clinical Decision-Making in the First 24 Hours.
Scandinavian J Trauma, resuscitation an Emergency Medicine 2011;
19 (66): 1-7.
g. Philip W, Carrot Jr, Donald E, Low. Advances in the Management of
Esophageal Perforation. ThoracSurgClin 2011; 21: 541-55.
h. Lileswar K, Javid I, Byju K, Rakesh K. Management of Esophageal
Perforation in Adults.Gastroenterology Research. 2010; 3 (6): 235-
44.
i. Schaefer S.D. Laryngeal and Esophageal Trauma. In Cumming
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th ed. Chapter 92.
Philadelpia. : Elsevier Mosby; 2005. P 2090-2102
j. Latifi R, Abdulrahman H, Ajaj A. Blunt Traumatic Esophageal
Injury. International Journal of Surgery. USA; 2014

25

You might also like