You are on page 1of 48

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen : 1995).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen : 2005).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perlaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowtz, dalam
Harnawati,1993).
Setiap aktiftas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart dan Sudeen,
1998)
Suatu keadaan dimana klien mengalami perlaku yang dapat membahayakan klein
sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis,1998).
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada
kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang
kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb,
2003 dalam Purba, dkk : 2008). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk : 2008).
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri
ataupun orang lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat
merusak lingkungan

2.2 Teori Perilaku Agresi


Perspektif teoritis prilaku agresi (Keliat, 1996) meliputi:
1. Instinct theory
Mengasumsikan bahwa prilaku agresi merupakan suatu insting naluriah setiap
manusia. Menurut teori tersebut, setiap manusia memiliki insting kematian
(tanatos) yang diekspresikan lewat agresivitas pada diri sendiri maupun pada orang
lain. Saat ini teori ini telah banyak ditolak.
2. Drive theory
Menekankan bahwa dorongan agresivitas manusia dipicu oleh factor pencetus
factor eksternal untuk survive dalam mempertahankan eksistensinya. Menurut teori
tersebut, tanpa agresi kita dapat punah atau dipunahkan orang lain, namun teori ini
pun banyak disangkal.
3. Social learning theory
Menyatakan bahwa prilaku agresi merupakan hasil pembelajaran seseorang sejak
masa anak-anak yang kemudian menjadi pola prilaku (learned behavior). Dalam
perkembangan konsep teori ini mengasumsikan juga bahwa pola respon agresi
seseorang memerlukan stimulus (impuls)/ berupa kondisi social lingkungan (factor
psikososial) untuk memunculkan prilaku agresi. Namun, bentuk stimulus yang
sama tidak selalu memunculkan bentuk prilaku agresi yang sama pada setiap orang.
Dengan kata lain, pola prilaku agresi seseorang dibentuk oleh factor pengendalian
diri individu tersebut (internal control) serta berbagai stimulus dari luar (impulses).
Saat keseimbangan antara kemampuan pengendalian diri dan besarnya stimulus
terganggu, maka akan membangkitkan prilaku agresi (Keliat, 1996).

2.2.1 Agresi sendiri dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu:


1. Irritable aggression
Merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah. Biasanya diindikusi
oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek pada proses penerimaan dan
memahami informasi dengan intensitas emosional yang tinggi (directed against an
available target)
2. Instrumental aggression
Suatu tindakan kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu tujua
tertentu (misalnya untuk mencapai suatu tujuan politik tertentu dilakukan tindak
kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan terencana seperti peristiwa
penghancuran menara kembar WTC di New York, tergolong dalam kekerasan
instrumental)
3. Mass aggression
Tindakan agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat kehilangan
individualitas dari masing-masing individu. Pada saat masa berkumpul, selalu
terjadi kecenderungan kehilangan individualitas orang-orang yang membentuk
kelompok masa tersebut. Manakala massa tersebut telah solid, maka bila ada
seseorang memelopori tindak kekerasan, maka secara otomatis semua akan ikut
melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling membangkitkan.
Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan tersebut bisa saja melakukan agresi
instrumental (sebagai provokator) maupun agresi permusuhan karena kemarahan
tidak terkendali (Keliat,1996).

2.3 Tanda dan Gejala


- Fisik

 Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah


memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

- Verbal

 Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras.

- Perilaku
 Menyerang orang lain, melukai dir sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.

- Emosi

 Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, mnyalahkan dan
menuntut.

- Intelektual

 Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang


mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

- Spiritual

 Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
2.4 Pathway

Inefektive Proses Terapi


Koping keluarga tidak efektif

Berduka Disfungsional

Isolasi Sosial

Gangguan Harga Diri


Kronis

Perubahan Persepsi
Sensosi Halusinasi

Perilaku kekerasan

Resiko Mencederai Resiko


Orang Lain Mencederai Diri
Sendiri
2.5 Rentang Respon
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan menganggu
hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu
terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenernya. Oleh karenanya, perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang
dan fungsi positif marah. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun prilaku yang dimanifestasikan
oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang respon adaptif dan maladaptive
(Keliat,1996)

Respon Adaptif
Respon Maldaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kemarahan

Bagan: Rentang Respon Marah (Keliat, 1996)

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri
atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang
maladaptive yaitu agresif -kekerasan. Perilaku yang ditampakkan dimulai dari yang rendah
sampai tinggi. Umumnya klien dengan prilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa, sering tampak diikat secara tidak manusiawi disertai dengan bentakan dan pengawalan oleh
sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluaraga
atau orang lain, merusak alat rumah tangga, dean marah-marah merupakan alasan utama yang
paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum
memadai sehingga selama perawatan klien, seyogyanya keluarga mendapatkan pendidikan
kesehatan tentang cara merawat klien dengan manajemen perilaku kekerasan (Keliat,1996).
Asertif Mengungapkan marah Karakter assertif sebagai berikut:
tanpa menyakiti, melukai
1. Moto dan kepercayaan
perasaan orang lain, tanpa
Yakin bahwa diri sendiri berharga demikian
merendahkan harga diri
juga orang lain. Asertif bukan berarti selalu
orang lain
menang, melainkan dapat menangani situasi
secara efektif. Aku punya hak, demikian juga
orang lain
2. Pola komunikasi
Efektif, pendengar yang aktif. Menetapkan
batasan dan harapan. Mengatakan pendapat
sebagai hasil observasi bukan penilaian.
Mengungkapkan diri secara langsung dan jujur.
Memeperhatikan perasaan orang lain.
3. Karakteristik
Tidak menghakimi. Mengamati sikap daripada
menilainya. Mempercayai diri sendiri dan orang
lain. Percaya diri, memiliki kesadaran diri,
terbuka, fleksibel, dan akomodatif. Selera
humor yang baik, mantap, proaktif, dan inisiatif.
Berorientasi pada tindakan. Realistis dengan
cita-cita mereka. Konsisten, melakukan
tindakan yang sesuai untuk mencapai tujuan
tanpa melanggar hak-hak orang lain.
4. Isyarat bahasa tubuh (Non Verbal cues) terbuka
dan gerak-gerik alami. Atentif, ekspresi wajah
yang menarik. Kontak mata langsung, percaya
diri, volume suara yang sesuai kecepatan bicara
yang beragam.
5. Isyarat Bahasa( Verbal cues)
a. “Aku memilih untuk…..”
b. “Apa opsi-opsi untukku?”
c. “Alternative apa yang kita miliki?”
6. Konfrontasi dan Pemecahan Masalah
a. Bernegosiasi, menawar, menukar, dan
kompromi
b. Mengkonfrontir masalah pada saat terjadi
c. Tidak ada perasaan negative yang muncul
7. Perasaaan yang dimiliki yaitu: antusiame,
mantap, percaya diri, dan harkat diri, terus
termotivasi, tahu dimana mereka berdiri.
(Keliat, 1996)

Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan terhadap orang-orang


orang asertif dengan karakter asertif ini adalah:

1. Hargai mereka dengan mengatakan bahwa


pandangan yang akan kita sampaikan barangkali
telah pernah dimiliki oleh mereka sebelumnya.
2. Sampaikan topic dengan rinci dan jelas karena
mereka adalah pendengar yang baik.
3. Jangan membicarakan sesuatu yang bersifat
penghakiman karena mereka adalah orang yang
sangat menghargai setiap pendapat orang lain.
4. Berikan mereka kesempatan untuk
menyampaikan pokok-pokok pikiran dengan
tenang dan runtun.
5. Gunakan intonasi suara variatif karena mereka
menyukai hal ini.
6. Berikan beberapa alternative jika menawarkan
sesuatu karena mereka tidak suka sesuatu yang
bersifat kaku.
7. Berbicaralah dengan penuh percaya diri agar
dapat mengimbangi mereka.

Frustasi Adalah respon yang timbul Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
akibat gagal mencapai kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
tujuan atau keinginan. menimbulkan kemarahan.

Pasif Sikap permisif/ pasif Sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pendapat,
adalah respon dimana dan kebutuhan kita secara jujur dan wajar. Kemampuan
individu tidak mampu untuk bersikap asertif ini sangat penting dimiliki sejak
mengungkapkan perasaan dini, karena hal ini akan membantu kita untuk bersikap
yang dialami, sifat tidak tepat untuk menghadapi situasi dimana hak-hak kita
berani, mengemukakan dilanggar. Salah satu alasan orang melakukan
keinginan dan pendapat permisif/pasif adalah karena takut atau malas/ tidak
sendiri,tidak ingin terjadi mau terjadi konflik. Lalu apakah konflik itu?. Apakah
konflik karena takut akan konflik adalah sesuatu yang negative? Sekarang tidak
tidak disukai atau jarang kita melihat perusahaan dengan sengaja
menyakiti perasaan orang menciptakan konflik di dalam perusahaannya untuk
lain. meningkatkan motivasi kerja karyawan (manajemen
konflik). Konflik bisa positif bila kita dapat mengatur
konflik itu sendiri.

Agresif Sikp agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat menghukum, kasar,
membela diri sendiri menyalahkan, atau menuntut. Hal ini termasuk
dengan cara melanggar hak mengancam, melakukan kontak fisik, berkata-kata
orang lain. kasar, komentar yang menyakitkan dan juga menjelek-
jelekkan orang lain di belakang. Sikap agresif
merupakan prilaku yang menyertai marah na,un masih
dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya
tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung utnuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengaharapkan perlakuan
yang sama dari orang lain. Agresif memperlihatkan
permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, member kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol
prilaku untuk tidak melukai orang lain.

Kekera Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang
san gelisah atau amuk lain secara menakutkan, member kata-kata ancaman
melukai disertai melukai di tingkat ringan dan yang
paling berat adalah melukai/merusak secara serius.
Klien tidak mampu mengendalikan diri. Mengamuk
adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Pada keadaan ini, individu
dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain (Keliat,2002).
2.6 Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin
terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut dialami oleh individu
(Keliat,1996) adalah:

a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical Theory. Teori ini mendukung bahwa prilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa prilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup yang diekspresikan
dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan
agresivitas.

Frustation- aggression theory. Teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud


ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya
akan memotivasi prilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua, orang melakukan tindakan agresif
mempunyai riwayat prilaku agresif.

Pandangan psikologi lainnya mengenai prilaku agresif, mendukung


pentingnya peran dari perkembangan predisposisi, atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak.

Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:

1. Kerusakan otot organic dan redartasi mental sehingga tidak mampu


untuk menyelesaikan secara efektif.
2. Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk shild
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Social Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal:
orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis
menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut,
seorng anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya,
memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa
bila ia marah, maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh
eksternal : seorang anak menunjukkan prilaku agresif setelah melihat seorang
dewasa mengekspresikan berbagai bentuk prilaku agresif terhadap sebuah
boneka. Cultural dapat pula mempengaruhi prilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan
marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai
dasar biologis. Penelitian neuorobiologi, mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah system limbic)
binatang ternyata menimbulkan prilaku agresif. Perangsangan yang diberikan
terutama pada nucleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri,
menggeram, matanya terbka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkam tikus
atau objek yang ada di sekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan fungsi sitem limbic (untuk
emosi dan prilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal
(untuk interpretasi indera penciuman dan memori). Neurotransmitter yang sering
dikaitkan dengan prilaku agresif., serotonin, dopamine, norepinefrin, asetikolin, dan
asam amino GABA.
Factor-faktor yang mendukung adalah:
a. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b. Sering mengalami kegagalan
c. Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d. Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

d. Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan dan sering


mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi prilaku kekerasan (Keliat, 1996)

2.7 Faktor Prespitasi


Secara umum seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat beberapa luka secara psikis atau lebih dikenal dengan
adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam,
mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya.
Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasinya.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal : serangan
secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari
orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal: merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang di derita. Bila
dilihat dari sudut perawat-klien, maka factor yang mencentuskan terjadinya perilaku
kekerasan terbagi menjadi dua yaitu:

a. Klien
Kelemahan fisik, keputus asaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri
b. Lingkungan
Rebut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi social

Factor presipitasi bersumber dari klien, lingkungan interaksi dengan orang


lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri, yang kurang dapat menjadi penyebab prilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan, yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan
merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang profokatif dan konflik dapat
pul pemicu prilaku kekerasan (Keliat,1996)

2.8 Mekanisme Terjadinya Perilaku Agresi


Tindak kekerasan pada agresi pemusuhan timbul sebagai kombinasi antara frustasi
yang intens dengan stimulus, (impuls) dari luar sebagai pemicu. Pada hakekatnya, setiap
orang memiliki potensi untuk melakukan tindak kekerasan. Namun pada kenyataannya,
ada orang-orang yang mampu menghindari kekerasan walau belakangan ini semakin
banyak orang cenderung berespon agresi. Cirri kepribadian (personality trait) seseorang
sejak masa belita, hingga remaja berkembang melalui tahapan perkembangan kognitif
(intelegensia), respon perasaan dan pola prilaku yang terbentuk melalui interaksi factor
herediter, gen, karakter tempramen (nature) dan factor pola asuh, pendidikan, kondisi
social lingkungan (nurture) yang membentuk cirri kepribadiannya di masa dewasa. Pola
kepribadian tersebut yang membentuk reflex respon pikiran dan perasaan seseorang saat
menerima stimulus dari luar, khususnya pada saat kondisi menerima stimulus
“ancaman”. Bila reflex yang telah terpola berupa tindakan kekerasan, maka saat
mengahadapi situasi “ancaman” respon yang muncul adalah tindak kekerasan. Area di
otak manusia yang menjadi pusat emosi adalah pada “sirkuit system limbic” yang
meliputi thalamus hypothalamus amygdale mencetuskan prilaku agresi sedangkan
organ hypothalamus berperan dalam pengendali berita agresi. Setiap stimulus dari luar
yang diterima melalui reseptor panca indra manusia diolah lalu dikirim dalam bentuk
pesan ke thalamus lalu ke hipotalamus, selanjutnya ke amigdala (sirkuit system limbic)
yang menghasilkan respon tindakan. Dalam keadaan darurat, misalnya pada saat panic
atau marah, pesan stimulus yang dating di thalamus terjadi hubungan pendek (short
circuit) sehingga langsung ke amygdale tanpa pengolahan rasional di hipotalamus.
Amygdala mengolah sesuai isi memori yang bisa direkamnya, sebagai contoh bila sejak
kecil, anak-anak diberi input kekerasan, maka amygdala sebagai pusat penyimpanan
memori emosional akan merekam dan menciptakan reaksi pada saat terjadi sirkuit
pendek sesuai pola yang telah direkamnya yakni tindak kekerasan.
Kualitas dan intensitas antara anggota keluarga akan menentukan apakah seseorang
akan mempunyai kecenderungan agresi atau tidak. Bila sejak kecil anak-anak mendapat
perlakuan kekerasan, baik melalui kata-kata (verbal) maupun tindakan (prilaku), maka
akan membentuk pola kekerasan dalam dirinya. Bila dalam lingkungan keluarga dibina
iklim assertiveness yakni keterbukaan, kebersamaan, dialog, sikap empati, maka akan
terbentuk pola reflex yang assertive bukan pola aggressiveness. Kondisi assertive akan
mengurangi terbentuknya sirkuit pedek agresi dan dapat menumbuh kembangkan
kecerdasan rasional, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sebab eksistensi
humanism manusia merupakan hasil interaksi kecerdasan rasional (IQ) aspek fisik
kecerdasan emosional (EQ) yang merupakan aspek mental (psiko-edukatif) kecerdasan
spiritual (Keliat,2002)

2.9 Deteksi Potensi Agresi


Cara melakukan deteksi potensi agresi adalah dengan singkatan POSTAL = profile +
Observable Warning Sign + Shotgun + Triggering Event = Always Lethal
(Keliat,1996) adalah sebagai berikut :

P = Profil Profil seseorang yang 1. Riwayat perilaku kekerasan khususnya pada


potensial melakukan mereka yang rentan seperti pada wanita,
tindak kekerasan anak-anak, hewan.
(potentially violent 2. Penyendiri, pemalu, pendiam, merasa tidak
persons) ada yang peduli pada dirnya (fels nobody
listen to him)
3. Penyalahgunaan narkoba (substance abuser)
alkoholik
4. Frustasi dalam pekerjaannya
5. Hubungan relasi buruk dengan orang lain
O= Tanda-tanda yang 1. Biasa mnyelesaikan konflik dengan cara
Observable dapat diamati kekerasan dan sikap permusuhan (hostility)
warning (observable warning 2. Sering menunjukkan perlaku aneh (strange
signs signs) behavior)
3. Sedang mengalami problem emosional,
stress, depresi tanpa terapi medis
4. Problem interpersonal, hypersensitivity
5. Indikasi kecenderungan ingin bunuh dir
(tentament suicide)
S= Memiliki senjata api Pemilik senjata api (access to and familiarity with
Shothun (shoutgun ) weapons )
T= Paristiwa pencetus 1. Mengalami pemutusan hubungan kerja,
Triggering (triggering event) kehilangan lahan pencarian, kegagalan
event usaha (mengalami kebangrutan)
2. Mengalami tindakan indisipliner, kritik dar
atasan di pekerjan tanpa dapat menerma dan
menyadari alasan kesalahannya
3. Mengalami masalah krisis personal
(perceraian, kematian anggota keluarga)
(Keliat, 1996)

Beberapa kiat pendekatan pada seseorang yang potensial melakukan tindak kekeraan
adalah sebagai berikut :

1. Memahami pola pikiran (the mindset) seseorang dengan hostilitas dan potensi melakukan
tindak kekerasan. Seseorang pada hakekatnya membutuhkan kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya, berkan kesempatan padanya untuk mengutarakan isi pikiran
sekalipun pemahamanya menyimpang.
2. Sikapt empati
3. Hindari konfrontatif mengancam.
4. Alternatif solusi penyelesaian masalah ( merumuskan pemecahan masalah yang menjadi
resolusi).
5. Bergerak ke arah yang win-win resolusi. Mengalihkan fokus dari apa yang tidak dapat
anda melakukan apa yang dapat anda lakukan (keliat, 1996).
2.10 Gejala Gejala Marah
Kemerahan ditanyakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengerusakan,
tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perbahanyang timbuh
pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah :

Perubahan Tekanan meningkat, denyut nadi dan pernafasan meningkat, pupil


fisiologik dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang – kadang konstipasi, refeks tendon tinggi.
Perubahan Mudah tersinggung, tidak sabar, frustasi, eksprsi wajah nampak tegag
emosional bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
Perubahan prilaku Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.
Perilaku Perlaku lain yang berkaitan dengan perlaku kekerasan antara lain.
1. Menyerang atau menghindar (fight or flight). Pada keadaan ini,
respon fisiologis timbbul karena kegiatan sistem saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
tekanan darah eningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
sekresi HCl meningkat, perstaltik gaster menurun, pengeluaran
urne dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku, dan disertai reflek yang
cepat.
2. Menyatakan secara asertif ( assertiveness), perilaku yang sering
ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perlaku pasif, agresif,dan asertif. Perlaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikologis. Di samping itu,
perlaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri klien.
3. Memberontak (acting out), perlaku yang muncul biasanya
disertai akibat konflik perlaku “acting out” untuk
menarikperhatian orang lain.
4. Perlaku kekerasan, tindakan kekerasan atau amukan yang
ditujukan kepada dir sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2.11 Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sundeen, 1998). Kemarahan merpakan
ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme
koping yang dipakai klien marah untuk melindungi diri antara lain (Maramis, 1998).

Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu


dorngan, penyalurannya ke arah lain. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang


tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbaik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya.

Represi Mencegah pikiran yang meyakitkan atau menbahayakan masuk ke alam


sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan uang
diterimanya sejak kecil, membenci orang tua merpakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-
lebihkan sikap dan perlaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

Displacement Melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada obyek yang


tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya krena menggambar di dinding
kamarnya, mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

Biodata Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, status, pekerjaan, jenis kelamin,
No. RM, tanggal pasien MRS, tanggal pengkajian dan rang rawat pasien

2. Alasan Pasien MRS

3. Faktor Predisposisi

1) Apakah pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?

2) Apakah pengobatran sebelumnya berhasil atau tidak?

3) Riwayat trauma pasien seperti aniaya fisik, aniaya seksual, penolaka, kekerasan
dalam keluarga, dan tindakan kriminal

4) Apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?

5) Apa pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan?

4. Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Vital Sign

TD : Tekanan Darah

N : Nadi

S : Suhu

P : Pernafasan
2) Antropometri

Mengkaji BB ( Berat Badan) dan TB (Tinggi Badan) apakah ada kenaikan atau
penurunan

3) Keluhan fisik

Mengkaji adakah keluhan pada fisik pasien

5. Pengkajian Psikososial (Sebelum dan sesudah sakit)

1) Genogram

2) Konsep Diri

a. Citra Tubuh

b. Identitas diri

c. Peran

d. Ideal diri

e. Harga diri

3) Hubungan social

a. Orang yang berari/terdekat

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

c. Hambatan dalam berhubungan social dengan orang lain

4) Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan

b. Kegiatan Ibadah

6. Status Mental
a. Penampilan pasien : Tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai atau cara
berpakaian tidak seperti biasanya

b. Pembicaraan : Cepat, keras, gagap, apatis, lambat, membisu, tidak mampu


memulain pembicaraan, dll.

c. Aktivitas Motorik/Psikomotorn

 Kelambatan : Hipokinesa, hipoaktifitas; katalepsi, sub stupor katatonik,


fleksibilitas serea

 Peningkatan : hyperkinesia, hiperaktifitas; gagap, stereotipi, gaduh gelisah


katatonik, mannerism, katapleksi, tik, ekhopraxia, command automatism,
grimace, otomatisma, negativism, reaksi konversi, tremor, verbigerasi, berjalan
kaku/rigid, kompulsif.

d. Alam Perasaan : Sedih, gembira berlebihan, putus asa, khawatir, ketakutan

e. Afek : Datar, tumpul, labil, tidak sesuai

f. Interaksi selama wawancara : bermusuhan, kontak mata kurang, tidak kooperatif,


defensive, mudah tersinggung dan curiga

g. Persepsi; Halunasi : Pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecap dan penghidu

h. Proses piker : Sirkumstansial, Tangensial, Kehilangan asosisasi, Flight of ideas,


Blocking dan pengulangan pembicaraan/perseverasi

i. Isi pikir : Obsesi, Depersonalisasi, fobia, idea yang terkait, hipokondria, pikiran
magic

 Waham : Agama, Nihilistik, somatic, sisip piker, kebesaran, siar piker, curiga,
control piker

j. Tingkat kesadaran : bingung, sedasi, stupor

 Disoerintasi : waktu, tempat dan orang


k. Memori : gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat saat ini,
gangguan daya ingat jangka pendek, konfabulasi

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi,


tidak mampu berhitung sederhana

m. Kemampuan penilaian : gangguan ringan, gangguan bermakna

n. Daya tilik diri : menghindari penyakit yang diderita, menyalahkan hal-hal diluar
dirinya

7. Kebuthan Persiapan Pulang

1) Makan : bantuan minimal atau bantuan total

2) Defekasi/berkemih: bantuan minimal atau bantuan total

3) Mandi : bantuan minimal atau bantuan total

4) Berpakaian/berhias : bantuan minimal atau bantuan total

5) Isitirahat tidur

a. Lamanya tidur siang

b. Lamanya tidur malam

c. Aktivitas sebelum/sesudah tidur

6) Penggunaan obat : bantuan minimal atau bantuan total

7) Pemeliharaan kesehatan

Pasien membutuhkan perawatan lanjutan dan system pendukung atau tidak

8) Aktivitas di dalam rumah

Apakah pasien dapat mempersiapkan makanan, menjaga kerapian rumah, mencuci


pakaian, dan mengatur keuangan
9) Aktivitas di luar rumah

Apakah pasien mampu belanja, transportasi dll. Dalam melakukan aktivitasnya di


luar rumah

8. Mekanisme koping

1) Adaptif : Bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik


relokasi, aktivitas konstruktif, olahraga, dan lainnya.

2) Maladaptive : minum alcohol, reaksi lambat, reaksi berlebih, bekerja berlebihan,


menghindar, mencederai diri dan lainnya.

9. Masalah psikoksosial dan lingkungan

1) Uraikan masalah dengan dukungan kelompok

2) Uraikan masalah berhubungan dengan lingkungan

3) Uraika masalah dengan ekonomi

4) Dan uraikan masalah lainnya

10. Kurang Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan pasien mengenai penyakit jiwa, factor presipitasi, koping, system
pendukung, penyakit fisik, obat-obatan dan lainnya.

11. Aspek Medis

1) Diagnosa Medis

2) Terapi Medis yang didapatkan

12. Perumusan Masalah

Data yang perlu dikaji Analisa Masalah Masalah Keperawatan


Data Subjektif Koping keluarga tidak Perilaku kekerasan
efektif
- Klien mengancam

- Klien mengumpat
dengan kata-kata Inefektif proses terapi
kotor

- Klien mengatakan
Berduka disfungsional
dendam dan jengkel

- Klien mengatakan
ingin berkelahi Isolasi social

- Klien menyatahkan
dan menuntut
Gangguan harga diri
- Klien meremehkan kronis

Data Objektif

- Mata
melotot/pandangan
tajam
Perubahan Persepsi
- Tangan mengepal
Sensosi Halusinasi
- Rahang mengatup

- Wajah memerah dan


Perilaku kekerasan
tegang

- Postur tubuh kaku

- Suara keras
Faktor –faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan antara lain adalah
sebagai berikut :

1) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

2) Stimulus lingkungan

3) Konflik interpersonal

4) Status mental

5) Putus obat

6) Penyalahgunaan narkoba/alkohol

13. Masalah Keperawatan

1) Perilaku Kekerasan

2) Rersiko mencederai diri sendiri; orang lain dan lingkungan

3) Perubahan persepsi sensori: halusinasi

4) Harga diri rendah

5) Isolasi social

6) Berduka disfungsional

7) Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif

8) Koping keluarga inefektif

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perilaku kekerasan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria NIC Rasional
hasil

1. Perilaku kekerasan yang Setelah diberikan SP 1


berhubungan dengan asuhan keperawatan
- Bina Hubungan - Agar kita lebih
perubahan persepsi selama 1x15 menit
Saling Percaya mudah
sensori : halusinasi pasien mampu :
mengeksplorasi
- Identifikasi
- Mengidentifkasi perasaan pasien
penyebab, tanda dan
penyebab dan
gejala serta akibat - Agar memudahkan
tanda perilaku
dari perilaku perawat dalam
kekerasan
kekerasan bertindak
- Menyebutkan jenis
- Latih cara fisik 1 :
perilaku kekerasan
tarik nafas dalam
yang pernah - Agar pasien lebih
dilakukan - Masukkan dalam tenang
jadwal harian pasien
- Menyebutkan - Agar menjadi
akibat dari perilaku SP 2 rutinitas pasien
kekerasan yang
- Evaluasi kegiatan
dilakukan
SP 1
- Untuk mengetahui
- Menyebutkan cara
apakah sudah
mengontrol
terlaksana
perilaku kekerasan - Latih cara fisik 2 :
pukul kasur/bantal
- Mengontrol
perilaku - agar pasien mampu
kekerasannya melampiaskan
dengan cara : kemarahannya tidak
pada orang lain, diri
 Fisik
 Social/verbal - Masukkan dalam sendiri atau
jadwal harian lingkungan
 Spiritual
pasien
- Untuk mengetahui
 Terapi
SP 3 apakah sudah
 Psikofarmaka terlaksana
- Evaluasi kegiatan
(obat)
SP 1 dan SP 2

- Melihat
perkembangan dari
- Latih secara
pasien
social/verbal
- Agar hubungan social
pasien membaik
- Menolak dengan
- Agar bisa
baik
mengendalikan
amarah pasien

- Mengungkapkan - Mengontrol perilaku


dengan baik pasien

SP 4

- Evaluasi kegiatan - Melihat


SP 1, SP 2, SP 3 perkembangan dari
pasien

- Agar pasien lebih


- Latih secara
tenang
spiritual : berdoa
atau sholat
- Masukkan dalam
jadwal harian
- Mengontrol perilaku
pasien
pasien
SP 5

- Evaluasi kegiatan
SP 1, SP 2, SP 3,
SP 4 - Melihat
perkembangan pasien
- Latih patuh obat :
minum obat secara - Pengobatan
teratur dan susun membantu
jadwal minum obat penyembuhan pasien
secara teratu
- Mengontrol perilaku
- Masukkan dalam pasien
jadwal harian
pasien

D. IMPLEMENTASI

Dilakukan sesuai dengan intervensi dan diagnose dari pasien tersebut.

E. EVALUASI

Evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dimana evaluasi
formatif digunakan di bagian implementasi dan tidak menyeluruh sedangkan evaluasi sumatif
digunakan di bagian evaluasi dan bersifat menyeluruh dalam mengevaluasi pasien.
CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN

PADA TN. B DI RUANG BRATASENA

RSJ BANGLI

Tanggal 25 Februari 2019

I. PENGKAJIAN

1. Identitas klien Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. G Nama : Ny. T

Jenis kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 54 Tahun Umur : 53Tahun

Alamat : Jalan Putra Yuda no 22 , Susut, Bangli Alamat : Jalan Putra Yuda No. 22 ,
Susut, Bangli
Pendidikan : SD
Pendidikan : SD
Agama : Hindu
Agama : Hindu
Pekerjaan : Buruh
Pekerjaan : Petani
No. RM : 123456

Tanggal MRS : 24 Februari 2019

Tanggal pengkajian : 25 Februari 2019

Ruang Rawat : Bratasena

2. Alasan MRS

Keluarga pasien mengatakan 3 hari sebelum MRS, pasien bertingkah agresif, labil,
gelisah, bingung, marah-marah dan memukul istrinya karena keinginannya tidak
terpenuhi. Kemudian keluarga pasien membawa pasien ke RSJ Bangli untuk dirawat inap
kembali.

3. Keluhan Utama

Keluarga pasien mengatakan pasien masih merasa marah dan mengamuk serta memukul
pintu karena keinginannya tidak terpenuhi

4. Faktor Predisposisi

1) Pasien mengalami gangguan jiwa sejak berumur 23 Tahun dan pernah masuk
RSJ Bangli lebih dari 5 kali

2) Pasien control apabila pasien dibujuk dan putus obat selama 1 minggu

3) Pasien memiliki riwayat trauma aniaya fisik dan kekerasan dalam keluarga saat usia
5 tahun dengan pelaku ayah kandung pasien, dan saksi kakak pasien saat usia 7
tahun karena pasien ingin membeli mainan tetapi tidak diperbolehkan oeh ayahnya
dan pasien dipukul oleh ayahnya agar berhenti menangis dan tidak merengek untuk
membeli mainan. Kejadian tersebut berulang kali hingga umur pasien menginjak
18tahun.

4) Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami


gangguan jiwa

5) Pasien mengatakan memiliki pengalamaan yang tidak menyenangkan yaitu pernah


mencuri sapi milik saudara pasien dan menjadi sasaran amukan tetangganya.

5. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-Tanda Vital

TD : 120/70 nmHg N : 80 x/menit

S : 36,5ºC RR : 22 x/menit

2) Antropometri
BB : 57 Kg TB : 169 cm

BB dan TB pasien tidak mengalami perubahan

3) Keluhan fisik

Pasien mengatakan jari-jari tangan kanannya nyeri dan luka karena memukul pintu

Masalah Keperawatan : Kerusakan integritas kulit dan Resiko tinggi terhadap


infeksi
6. PSIKOSOSIAL

1) Genogram

88 th 86 th 88 th 87 th

53 th 45 th
56 th 54 th

24th 19 th
2) Konsep diri

a. Citra tubuh

Pasien mengatakan pasien memandang dirinya istimewa terutama pada


bagian wajah karena pasien merasa dirinya tampan.

b. Identitas diri

Pasien mempersepsikan dirinya sebagai laki-laki dewasa yang sudah


menikah dan mempunyai 2 anak laki-laki dan harus menghidupi dan
menyekolahkan anak-anaknya hingga sukses.

c. Peran

Pasien mengatakan dirinya adalah kepala keluarga yang harus menafkahi


keluarganya dan pasien aktif dalam mengikuti kegiatan di masyarakat
seperti gotong royong, rapat dengan tokoh adat, ngayah di pura, dll.

d. Ideal diri

Pasien mengatakan pasien menerima statusnya menjadi seorang ayah dan


menafkahi istri dan anak-anaknya, dan membantu anak-anaknya dalam
bersekolah dengan baik agar mereka menjadi sukses.

e. Harga diri

Pasien mengatakan pasien takut tidak bisa dan tidak percaya diri untuk
membuat anak anaknya dan istrinya bahagia karena sikap pasien yang
temperamental dan ringan tangan apabila kehendak pasien tidak terpenuhi.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah Kronis

3) Hubungan social

a. Orang terdekat/berarti
Pasien mengatakan mempunyai orang terdekat dan pasien percaya yaitu
kakak kandung pasien dan istri pasien.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat

Pasien mengatakan pasien sering mengikuti kegiatan di banjar pasien,


sering mengikuti gotong royong dan sering bersosialisasi dengan tetangga
pasien. Saat di rumah sakit pasien mengatakan pasien tetap bersosialisasi
dengan pasien lainnya di bangsal tempat pasien dirawat.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Pasien mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang


lain apabila pasien menginginkan sesuatu dilakukan oleh orang lain tetapi
orang lain tidak mau maka pasien akan marah-marah dan mengatakan kata-
kata kasar.

Masalah Keperawatan : Kerusakan Komunikasi Verbal

4) Spiritual

Pasien mengatakan pasien beragama hindu, dan meyakini bahwa apa yang
diberikannya saat ini merupakan suatu anugrah dari Tuhan. Saat di rumah pasien
rajin sembahyang di rumah dan apabila ada upacara di pura pasien, pasien selalu
dating untuk sembahyang. Saat di rumah sakit pasien jarang sembahyang
dikarenakan pasien merasa tidak ada gunanya untuk berdoa karena pasien tidak
sembuh.

Masalah Keperawatan : Distress Spiritual

7. Status mental

1) Penampilan

Penampilan pasien sedikit rapi, rambut pasien menyentuh telinga, gigi kuning, kulit
bersih. Cara berpakaian pasien rapi, baju dan celana pasien tidak terbalik. Pasien
menggunakan sandal.
2) Pembicaraan

Pasien berbicara cepat, keras dan dapat berkomunikasi dengan lancer

3) Aktivitas motoric/psikomotor

Pasien tampak gelisah dan cemas saat berkomunikasi dengan perawat

Masalah Keperawatan : Resiko tinggi kekerasan

4) Alam perasaan

Pasien mengatakan perasaan pasien sesuai dengan keadaan pasien, jika suasana
sedih pasien tampak sedih dan jika suasana senang pasien gembira.

5) Afek

Saat pengkajian suasana emosi pasien datar

Masalah Keperawatan : Resiko tinggi mencederai orang lain atau diri sendiri

6) Interaksi selama wawancara

Saat wawancara pasien kooperatif, mudah tersinggung dan cenderung selalu


memprtahankan pendapat dan kebenaran dirinya

Masalah Keperawatan :

7) Persepsi

Saat pengkajian pasien mengatakan mendengar suara suara untuk memukul pintu
atau orang lain karena dirinya jahat; halusinasi pendengaran

8) Proses pikir

Saat wawancara pasien berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan

9) Isi pikir
Pasien memiliki pikiran obsesif, pemikiran tentang menginginkan sapi tetapi pasien
berusaha untuk menghilangkannya karena takut kejadian masa lalunya terjadi lagi.

Waham

Pasien tidak memiliki waham

10) Tingkat kesadaran

pasien mampu mengorientasikan waktu, tempat dan orang yang disebutkan dengan
benar dan jelas saat wawancara. Pasien sempat bingung tetapi tetap melanjutkan
dan menjawab dengan benar dan jelas.

11) Memori

Pasien mengingat kejadian dimana dia dipukul oleh ayahnya saat ingin membeli
mainan di pasar.

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Pasien mampu berhitung dengan baik dengan menghitung perjumlahan 5+5=10 dan
konsentrasi pasien mudah beralih oleh keadaan sekitar dan pertanyaan yang
mengecoh.

13) Kemampuan penilaian

Saat wawancara pasien diberikan stimulus untuk memilih 2 pilihan sederhana yaitu
memilih makan atau tidur saat marah, pasien mampu mengambil pilihan tersebut
tanpa bantuan orang lain.

14) Daya tilik diri

Saat wawancara pasien mengatakan jika dirinya mengalami gangguan jiwa dan
kambuh apabila keinginan pasien tidak terpenuhi

8. Kebutuhan Persiapan Pulang

1) Makan
Pasien mengatakan saat di rumah pasien makan 3 x/sehari dengan cara yang baik
dan seperti biasanya tanpa bantuan orang lain dan pasien minum air sebanyak
kurang lebih 8 gelas/hari tanpa bantuan orang lain.

2) BAB/BAK

Pasien mengatakan saat di rumah pasien BAB 1x/sehari dengan konsistensi


lembek, bau khas feses tanpa bantuan orang lain. Pasien mengatakan saat dirumah
pasien BAK 5x/sehari dengan warna kuning jernih dan bau khas urin dan tanpa
bantuan orang lain.

3) Mandi

Pasien mengatakan pasien saat di rumah mandi 2x/sehari dan tanpa bantuan orang
lain

4) Berpakaian/berhias

Pasien mengatakan pasien saat dirumah mampu menggunakan pakaian sendiri


dengan baik dan tidak dibantu dengan orang lain.

5) Istirahat tidur

Pasien mengatakan tidur siang selama 2 jam, tidur malam selama 7 jam dari jam
22.00 s.d 05.00 dengan berdoa sebelum tidur dan bercengkrama dengan istrinya
sebelum tidur.

6) Penggunaan obat

Dalam penggunaan obat pasien mengatakan jika pasien sakit, pasien dibantu untuk
minum obat oleh istri atau anak-anaknya.

7) Pemeliharaan kesehatan

Tidak membutuhkan perawatan lanjutan apabila pasien tidak melakukan tindak


kekerasan

8) Aktivitas di dalam rumah


Pasien mengatakan mampu mempersiapkan makanan, menjaga kerapian rumah,
mencuci pakaian dan mengatur keuangan di rumah.

9) Aktivitas di luar rumah

Pasien mengatakan mampu belanja, menggunakan alat transportasi saat di luar


rumah sendiri

9. Mekanisme koping

 Pasien mampu berbicara dengan orang lain

 Reaksi pasien berlebih apabila keinginan dan pendapatnya tidak terpenuhi

10. Masalah psikososial dan lingkungan

1) Masalah dengan dukungan kelompok

Pasien tidak terjadi masalah dengan dengan kelompok

2) Masalah berhubungan dengan lingkungan

Pasien agak menarik diri dengan lingkungan karena pasien merasa jika sikapnya
akan membuat dia dijauhi oleh lingkungannya

3) Masalah pekerjaan

Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pekerjaannya

4) Masalah dengan ekonomi

Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan ekonomi keluarganya

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

11. Kurang pengetahuan

Pasien mengatakan kurang pengetahuan tentang koping

12. Aspek medic


1) Diagnose medic

Bipolar

2) Terapi medic

 Inj. Lodomer : 1amp IM extra

 Haloperidol : 3 x 5 mg

 Risperidone : 2 x 2 mg

13. Perumusan masalah

Data yang perlu dikaji Analisa Masalah Masalah Keperawatan

Data Subjektif Koping keluarga tidak Perilaku kekerasan


efektif
- Pasien mengumpat
dengan kata-kata
kotor
Inefektif proses terapi
- Klien mengatakan
dendam dan jengkel
Berduka disfungsional
- Klien mengatakan
ingin berkelahi

- Klien meremehkan Isolasi social


orang lain

Data Objektif
Gangguan harga diri
- pandangan pasien kronis
tajam

- Tangan pasien
tampak mengepal
- Postur tubuh pasien Perubahan Persepsi
kaku Sensosi Halusinasi

- Suara pasien keras

Perilaku kekerasan

14. Daftar masalah keperawatan

1) Perilaku Kekerasan

2) Resiko mencederai diri sendiri; orang lain dan lingkungan

3) Distress spiritual

4) Harga diri rendah

5) Kerusakan komunikasi verbal

6) Kerusakan integritas kulit

7) Resiko infeksi

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perilaku kekerasan yang berhubungan dengan perubahan persepsi sensori ditandai dengan
pasien mengumpat dengan kata-kata kotor, pasien mengatakan dirinya jengkel dan
dendam, pasien mengatakan pasien ingin berkelahi, pasien meremehkan orang lain,
pandangan pasien tampak tajam, tangan pasien tampak mengepal, postur tubuh pasien
kaku, suara pasien keras.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria NIC Rasional
hasil

1. Perilaku kekerasan yang Setelah diberikan - Bina hubungan - Agar memudahkan


berhubungan dengan asuhan keperawatan saling percaya mengeksplorasi
perubahan persepsi selama 1x20 menit perasaan pasien
- Identifikasi
sensori : halusinasi pasien mampu :
penyebab, tanda dan - Agar memudahkan
- Mengidentifkasi gejala serta akibat perawat dalam
penyebab dan dari perilaku bertindak
tanda perilaku kekerasan
kekerasan
- Latih cara fisik 1 :
- Agar pasien lebih
- Menyebutkan jenis tarik nafas dalam
tenang
perilaku kekerasan
- Masukkan dalam
yang pernah - Agar menjadi
jadwal harian pasien
dilakukan rutinitas pasien
- Evaluasi kegiatan
- Menyebutkan - Untuk mengetahui
SP 1
akibat dari perilaku apakah sudah
kekerasan yang terlaksana
dilakukan

- Menyebutkan cara
- Latih cara fisik 2 : - agar pasien mampu
mengontrol
pukul kasur/bantal melampiaskan
perilaku kekerasan
kemarahannya tidak
- Mengontrol pada orang lain, diri
perilaku sendiri atau
kekerasannya lingkungan
dengan cara :
- Untuk mengetahui
 Fisik apakah sudah
terlaksana
 Social/verbal - Masukkan dalam
jadwal harian
 Spiritual - Melihat
pasien
perkembangan dari
 Terapi
pasien
 Psikofarmaka
- Agar hubungan social
(obat)
pasien membaik
- Evaluasi kegiatan
SP 1 dan SP 2

- Mengontrol perilaku
pasien
- Latih secara
social/verbal

- Melihat
- Mengungkapkan perkembangan dari
dengan baik pasien

- Agar pasien lebih


tenang
- Evaluasi kegiatan
SP 1, SP 2, SP 3

- Latih secara
spiritual : berdoa
- Mengontrol perilaku
atau sholat
pasien

- Masukkan dalam
- Melihat
jadwal harian
perkembangan pasien
pasien
- Evaluasi kegiatan - Pengobatan
SP 1, SP 2, SP 3, membantu
SP 4 penyembuhan pasien

- Latih patuh obat : - Mengontrol perilaku


minum obat secara pasien
teratur dan susun
jadwal minum obat
secara teratu

- Masukkan dalam
jadwal harian
pasien

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

ORIENTASI

Perawat : “Selamat pagi Pak, Perkenalkan nama saya ayu , saya perawat yang. Bertugas
diruang Bratasena pada pagi hari ini. Hari ini saya yang akan merawat bapak dari
pukul 07.00 – 14.00. jika boleh saya tau, nama bapak siapa?”

Pasien : ”nama saya gede"

Perawat :“Bagaimana perasaan bapak saat ini?

Pasien :"saya sedang kesal dan marah sekarang"

Perawa :"Bapak dapat menceritakan penyebab bapak marah dan kesal kepada saya.
Apakah bapak bersedia?"

Pasien : "Saya bersedia"

Perawat :”Berapa lama Bapakmau kita berbincang-bincang?Bagaimana jika 10 menit?”


Pasien :"Baik, 10 menit

KERJA

Perawat : “Baiklah pak, sekarang bapak bisa menceritakan alas an bapak merasa marah Apa
yang menyebabkan Bapak marah?”

Pasien : "Saya kesal dan marah karena jika saya pulang ke rumah setelah dari kantor, saya
tidak melihat istri di rumah, rumah dalam keadaan berantakan, belum lagi saya
lapar dan istri tidak menyiapakan makanan. Saat itulah saya merasa marah ingin
sekali memarahi dan memukul istri saya".

Perawat : “ Pada saat penyebab kemarahan seperti ketika Bapak pulang ke rumah namun
istri belum menyediakan makanan, apa yang bapak rasakan ?”

Perawat : “ apakah bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar – debar , mata
melotot, rahang terkatup dan tangan mengepal?”

Pasien : “ iya “

Perawat : “Begini pak, kalau tanda – tanda marah tadi sudah bapak rasakan, bapak dapat
mengontrol emosi dengan beberapa cara. Cara 1 yaitu dengan bapak berdiri lalu
tarik nafas dari hidung , kemudian tahan sebentar lalu keluarkan secara perlahan
– lahan melalui mulut , lakukan sebanyak 5 kali . Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukanya. Cara 2 bapak dapat mengontrol marah dengan kegiatan fisik yaitu
dengan memukul bantal atau kasur. Nah, sekarang coba lakukan pukul kasur dan
Bantalnya. Ya bagus sekali.

TERMINASI

Perawat : “ Sekarang bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi
?”
Pasien : "iya saya sekarang merasa lebih baik"

Perawat : “Cobabapaksebutkancara – cara yang sudahkitalatihtadi!"

Pasien : "Cara 1 dengan berdiri kemuadian tarik nafas kemudian hembuskan secara perlahan
sebanyak 5 kali. Kemudian cara 2 yaitu dengan kegiatan fisik yaitu dengan.
Memukul kasur atau bantal."

Perawat : "Ya bagus sekali, bapak sudah dapat menyebutkan cara mengontrol emosi dengan
baik dan benar. Bagaimana, ada lagi yang ingin bapak tanyakan?"

Pasien : "Tidak, sudah cukup"

Perawat : “Jika bapak merasakan keinginan untuk marah, gunakan kedua cara tadi ya pak.
Baiklah untuk hari ini sudah cukup. Besok pagi saya akan kembali datang untuk
berbincang – bincang kembali. Terimakasih dan sampai jumpa .

Pasien : "Terima kasih kembali.


V. EVALUASI

No Tanggal Dx SP EVALUASI

1 25 Februari 2019 1 SP 1 S : pasien senang disapa oleh perawat dan diajak


mengobrol

O : pasien tampak tenang dan kooperatif , mau


menceritakan masalahnya

A : Tujuan tercapai

P : Lanjutkan SP 1

1 SP 2
S : Pasien bernafas cepat dan jengkel

O : pasien tampak mencoba melatih nafas dalam

A : Tujuan belum tercapai

P : Lanjutkan SP 2

1 SP 3
S : pasien mengatakan marah dan jengkel dan ingin
memukul pintu

O : pasien tampak berusaha untuk mengalihkan


benda yang akan dipukul dengan bantal, wajah
pasien tampak emmerah

A : Tujuan belum tercapai

P : Lanjutkan SP 3

1 SP 4
S : pasien mengatakan tidak ada gunanya untuk
sembahyang karena penyakit pasien tidak kunjung
sembuh

O : pasien btampak berusaha untuk emncoba


kembali percaya dan berharap kepada Tuhan tentang
kesembuhan penyakitnya, pasien tampak sedih

A : tujuan belum tercapai


1 SP 5
P : lanjutkan SP 4

S : pasien mengatakan pasien taat minum obat dan


berharap untuk cepat sembuh

O : Pasien tampak mengerti tentang obat yang ia


minum

A : Tujuan tercapai

P : Lanjutkan SP 5

You might also like