You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Islam di Korea memang tidak mudah. Didominasi oleh agama Budha
dan Konfusius, juga cepatnya perkembangan agama Nasrani, muslim korea hanya sekitar 40
ribu saja ditambah 100 ribu muslim pendatang. Jumlah itu terlihat sangat kecil jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Korea yang mencapai 40 juta jiwa. Belum lagi
dominasi budaya yang jauh dari nilai-nilai Islam membuat muslim Korea benar-benar harus
berjuang dalam dakwah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah pertalian dan persebaran islam di Korea?


2. Apa dan bagaimana peran organisasi muslim di Korea?
3. Bagaimana aktifitas sehari-hari muslim di Korea?
4. Bagaimana pendidikan muslim di Korea?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui sejarah pertalian dan persebaran islam di Korea?


2. Untuk mengetahui seputar organisasi muslim di Korea?
3. Untuk mengetahui aktifitas sehari-hari muslim di Korea?
4. Untuk mengetahui pendidikan muslim di Korea?

1|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERTALIAN DAN PERSEBARAN ISLAM DI KOREA

1) Sejarah Awal

Selama pertengahan abad ke-7, pedagang Muslim telah melintasi Asia Timur sejak
Dinasti Tang dan membentuk kontak dengan Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan Korea. Pada
tahun 751, seorang jenderal Cina keturunan Goguryeo, Gao Xianzhi, memimpin
Pertempuran Talas untuk Dinasti Tang terhadap kekhalifahan Abbasiyah namun dikalahkan.
Referensi paling awal ke Korea dalam kerja geografis non-Asia Timur muncul dalam General
Survey of Roads and Kingdoms oleh Ibnu Khurdadbih pada pertengahan abad ke-9.

Kehadiran pertama Islam dapat diverifikasi di Korea berawal dari abad ke-9 selama
periode Silla Bersatu dengan kedatangan pedagang dan navigator Persia dan Arab. Menurut
banyak geografer Muslim, termasuk penjelajah dan ahli geografi Muslim Persia abad ke-9
Ibnu Khurdadhbih, banyak dari mereka menetap secara permanen di Korea, mendirikan
desa-desa Muslim. Beberapa catatan menunjukkan bahwa banyak dari pemukim berasal
dari Irak. Catatan lain menunjukkan bahwa sejumlah besar dariSyiah faksi Alawi menetap di
Korea. Selanjutnya yang menunjukkan adanya masyarakat Muslim Timur Tengah di Silla
adalah patung-patung wali kerajaan dengan karakteristik khas Persia. Pada gilirannya, umat
Islam banyak kemudian menikah dengan wanita Korea. Beberapa asimilasi ke Buddhisme
dan Shamanisme terjadi, karena isolasi geografis Korea dari dunia Muslim.

Hubungan perdagangan antara dunia Islam dan semenanjung Korea dilanjutkan


dengan kerajaan Goryeo sampai abad ke-15. Raja Goryeo waktu itu memberi keleluasaan
bagi para pedagang muslim itu untuk tinggal di Korea dan dipersilahkan membangun masjid
yang disebut Ye-Kung dan para imamnya disebut Doro.[1] Akibatnya, sejumlah pedagang
Muslim dari Timur Dekat dan Asia Tengah menetap di Korea dan mendirikan keluarga di
sana. Setidaknya satu klan utama Korea, keluarga Chang keluarga dengan tempatnya di desa
Toksu, mengklaim keturunannya dari keluarga Muslim. Beberapa Muslim Hui dari Cina juga
tampaknya telah tinggal di kerajaan Goryeo. Pada 1154, Korea termasuk dalam atlas dunia
geografer Arab Muhammad al-Idrisi, Tabula Rogeriana. Peta tertua dunia Korea, Kangnido,
menarik pengetahuan dari Kawasan Barat dari karya geografi Islam.

Kontak kecil dengan masyarakat mayoritas Muslim, khususnya Uighur, berjalan terus
dan semakin dekat. Satu kata untuk Islam dalam bahasa Korea, hoegyo (회교, 回敎) berasal
dari huihe (回紇), nama bahasa Tionghoa tua untuk Uyghur. Selama akhir periode Goryeo,
ada masjid di ibukota Gaeseong. Selama kekuasaan Mongol di Korea, Mongol sangat
bergantung pada Uyghur untuk membantu mereka menjalankan kerajaan besar mereka
karena keaksaraan Uighur dan Uighur berpengalaman dalam mengelola jaringan

2|Page
perdagangan yang diperluas. Setidaknya dua orang Uighur duduk di Korea secara permanen
dan menjadi nenek moyang dari dua klan Korea.

Salah satu imigran Asia Tengah di Korea awalnya datang ke Korea sebagai asisten
seorang putri Mongol yang telah dikirim untuk menikahi Raja Chungnyeol. Dokumen Goryeo
mengatakan bahwa nama aslinya adalah Samga. Tetapi, setelah ia memutuskan untuk
membuat rumah permanen di Korea, raja menganugerahinya nama Korea Jang Sunnyong.
Jang menikah dengan seorang Korea dan menjadi nenek moyang pendiri klan Deoksu Jang.
Klannya menghasilkan banyak pejabat tinggi dan cendekiawan Konfusianisme yang
dihormati selama berabad-abad. Dua puluh lima generasi kemudian, sekitar 30.000 warga
Korea melihat kembali ke belakang Jang Sunnyong sebagai kakek dari klan mereka. Mereka
sadar bahwa ia bukan penduduk asli Korea. Banyak yang percaya bahwa ia adalah seorang
Muslim Arab. Namun, tidak ada bukti pengaruh Islam pada tradisi keluarga Deoksu Jang. Hal
yang sama juga terjadi pada keturunan Asia Tengah lain yang tinggal di Korea. Seorang Asia
Tengah (mungkin Uighur) bernama Seol Son melarikan diri ke Korea ketika Pemberontakan
Serban Merah meletus menjelang akhir dari Dinasti Yuan Mongol. Dia juga menikah dengan
seorang Korea, berasal garis keturunan disebut Seol Gyeongju yang mengklaim sedikitnya
2.000 anggota di Korea saat ini tapi tidak menunjukkan tanda-tanda khusus dari pengaruh
Muslim.

Pada periode awal Joseon, penanggalan Islam berfungsi sebagai dasar untuk
kalender karena reformasi untuk akurasi yang unggul di atas kalender Cina yang sudah ada.
Penerjemahan Korea dari Huihui Lifa, sebuah teks yang menggabungkan astronomi Cina
dengan astronomi Islam, dipelajari di Korea di bawah Dinasti Joseon di masa Sejong yang
Agung pada abad ke-15. Tradisi astronomi Cina-Islam bertahan di Korea sampai awal abad
ke-19.

Namun, karena isolasi politik dan geografis Korea selama periode Joseon, Islam harus
menghilang di Korea yang pada saat itu diperkenalkan kembali pada abad ke-20. Hal ini
diyakini bahwa banyak praktik-praktik keagamaan dan ajaran tidak dapat bertahan.[2]
Namun, pada abad ke-19, pemukim Korea di Manchuria melakukan kontak kembali dengan
Islam, ini menjadi Muslim Korea pertama di zaman modern.

Catatan paling awal dari Muslim asli Korea berawal dari abad ke-19, ketika ada
sebuah komunitas Muslim yang signifikan yang menempatkan dirinya di Manchuria.
Kelompok ini meliputi keturunan pedagang Asia Tengah yang telah menetap di kota-kota
Manchuria. Di sanalah warga Korea asli pertama kali datang untuk menerima Islam sebagai
agama mereka.

Sekitar tahun 1920, Tentara Muslim Turki melarikan diri dari Revolusi Bolshevik di
Rusia ke Korea. Sekitar 200 muslim meminta suaka ke Korea. Mereka di sana membentuk
satu komunitas Mahall-i Islamiye[3] dimana mereka hidup dengan nyaman sebagai satu
masyarakat muslim.

3|Page
Namun, itu hanya setelah Perang Korea bahwa Islam mulai tumbuh secara signifikan
di Korea. Islam diperkenalkan ke Korea oleh Brigade Turki yang datang untuk membantu
Korea selama perang. Sejak itu, Islam telah terus tumbuh di Korea dan diadopsi oleh
kalangan penduduk asli Korea yang cukup signifikan.

2) Pengenalan kembali abad ke-20

Tentara Turki kembali memegang peranan penting dalam perkembangan Islam di


negara ini. Selama Perang Korea (1950-1953), pasukan perdamaian Turki saat itu melakukan
dakwah Islam yang cukup intensif. Dipimpin oleh Abdulgafur Karaismailoglu, tentara Turki
mendakwahkan Islam pada publik Korea dengan melakukan semacam kuliah umum.
Generasi pertama yang tercatat sebagai muslim karena dakwah para tentara Turki itu
adalah Abdullah Kim Yu-do dan Umar Kim Jin-kyu.

Selama Perang Korea, Turki mengirim sejumlah besar pasukannya untuk membantu
Korea Selatan di bawah perintah PBB, yang disebut Brigade Turki. Selain kontribusi mereka
di medan perang, Turki juga membantu dalam pekerjaan kemanusiaan, membantu
mengoperasikan sekolah selama waktu perang untuk anak yatim korban perang. Tak lama
setelah perang, beberapa orang Turki yang bertugas di Korea Selatan sebagai pasukan
penjaga perdamaian PBB mulai mengajar di Korea tentang Islam. Pada awal mengubahnya
mendirikan Korea Muslim Society pada tahun 1955, pada saat di mana masjid pertama di
Korea Selatan didirikan. Korea Muslim Society tumbuh cukup besar untuk menjadi Korea
Muslim Federation pada tahun 1967.

3) Islam Korea Saat Ini

Pada tahun 1962, pemerintah Malaysia menawarkan hibah sebesar US$ 33.000
untuk sebuah masjid yang akan dibangun di Seoul. Namun, rencana itu gagal karena inflasi.
Tidak sampai 1970-an, ketika hubungan ekonomi Korea Selatan dengan banyak negara
Timur Tengah menonjol, menunjukkan bahwa minat terhadap Islam mulai bangkit kembali.
Beberapa warga Korea yang bekerja di Arab Saudi masuk Islam, ketika mereka
menyelesaikan masa tugas kerja mereka dan kembali ke Korea, mereka didukung sejumlah
Muslim penduduk asli. Masjid Pusat Seoul akhirnya dibangun di Seoul lingkungan Itaewon
pada tahun 1976. Saat ini ada juga masjid di Busan, Anyang, Gwangju, Jeonju dan Daegu.
Menurut Lee Hee-Soo (Yi Hui-su), Presiden Korea Islam Institute, ada sekitar 40.000 Muslim
yang terdaftar di Korea Selatan, dan sekitar 10.000 diperkirakan penganut yang sangat aktif.

Korea Muslim Federation (KMF) mengatakan akan membuka sekolah dasar Islam
pertama bernama SD Pangeran Sultan Bin Abdul Aziz pada Maret 2009 dengan tujuan
membantu Muslim di Korea belajar tentang agama mereka melalui kurikulum sekolah resmi.
Rencana sedang dilakukan untuk membuka sebuah pusat budaya, sekolah menengah dan
bahkan universitas. Abdullah Al-Aifan, Duta Besar Arab Saudi di Seoul, menyerahkan
$500.000 untuk KMF atas nama pemerintah Arab Saudi.

4|Page
Jauh sebelum dibentuknya sekolah formal berupa SD, sebuah madrasah bernama
Madrasah Sultan Bin Abdul Aziz, telah berfungsi sejak tahun 1990 dan di situlah anak-anak
diberi kesempatan untuk belajar bahasa Arab, budaya Islam, dan Inggris.

Banyak Muslim Korea yang mengatakan gaya hidup mereka yang berbeda membuat
mereka lebih menonjol daripada yang lain dalam masyarakat. Namun, kekhawatiran
terbesar mereka adalah prasangka yang mereka rasakan setelah serangan 11 September
pada tahun 2001.

Dapat dibayangkan betapa sulitnya menjalankan agama Islam di negeri Kimchi


(sayuran yang diasinkan) ini. Di sana memakai hijab saja sudah menjadi pusat perhatian. Hal
ini tentu berbeda dengan sejumlah negara Eropa atau USA dimana orang berhijab berlalu
lalang pun sudah tidak begitu asing. Singkatnya, masyarakat Korea tidak banyak mengetahui
apa itu Islam dan muslim.

Tak heran jika sejak persitiwa 11 September banyak masyarakat Korea yang mencari
info tentang Islam. “Banyak masyarakat Korea yang mengunjungi masjid kami untuk
memenuhi rasa ingin tahu mereka tentang Islam dan kami mulai memberikan kuliah terbuka
setiap minggu,” kata Abdul Raziq Sohn, Presiden KMF. Masjid yang sering dikunjungi adalah
Seoul Central Mosque, di Seoul.

Hal ini diiyakan oleh Raja Saifull Ridzuwan, Sekretaris Kedutaan Malaysia di Seoul.
“Kadang saya dihidangkan daging babi padahal orang Korea itu tahu saya muslim, “sesalnya.
Ridzuwan menyatakan banyak orang Korea yang tidak tahu mengenai hal ini. Mereka juga
sulit memahami budaya dan agama dari negara lain, tambahnya.

Hal lain yang cukup serius adalah sulitnya bagi anak muslim untuk sekolah.”Anak
muslim menemui kesulitan untuk masuk ke sekolah dasar dan menengah karena mereka
diperlakukan seperti mahluk asing hanya karena mereka muslim,” ujar Kim Hwan-yoon,
Direktur Audit dan Pengawasan KMF.

Di sekolah Korea makanan halal menjadi hal yang aneh. Akhirnya, murid-murid
muslim dikucilkan dari pergaulan sekolah. “Jika muslim masuk ke sekolah internasional,
masalahnya tetap ada karena kebanyakan sekolah didirikan oleh Yayasan Kristen,” ucapnya.
Hal ini membuat muslim Korea semakin teguh memegang agamanya dan berusaha
membuat sekolah Islam agar muslim bisa bersekolah dengan tenang. Perlunya sekolah Islam
ini sudah menjadi perhatian KMF. Kini mereka tengah bergiat mewujudkan rencana
tersebut.

Dakwah semakin gencar dilancarkan tahun 2004. Saat itu keadaan sempat memanas
tatkala penerjemah Korea Kim Sun-il tewas dibunuh di Irak. Saat itu di Seoul Central
Mosque, banyak mendapat ancaman lewat telepon dan beberapa orang sempat datang
mengintimidasi sehingga terpaksa pengurus masjid minta penjagaan dari polisi. Semangat
dan doa dari muslim Korea akan membuktikannya.

5|Page
B. ORGANISASI MUSLIM DI KOREA

Agar pembelajaran Islami lebih mudah, para mualaf tersebut membentuk Masyarakat
Islami Korea (KIS) tahun 1955. Hampir tiap pekan mereka mengadakan diskusi mengenai
Islam dan mengundang tokoh-tokoh Islam. Setahun kemudian berdirilah Madrasah Chung
Jin yakni sekolah di tenda-tenda militer untuk anak-anak tak mampu. Tahun 1959 Umar Kim
dan Sabri Suh Jung–kil berkeliling ke negara-negara muslim untuk meminta dukungan
terhadap perkembangan dakwah di Korea Selatan. Sehingga berdirilah Federasi Muslim
Korea (KMF)[10] tahun 1965 dengan ketuanya yang pertama Haji Sabri Su jung kil.

KMF sebagai lembaga dakwah

Pendirian KMF sebagai lembaga dakwah adalah untuk membangun pondasi Islam di
Korea. Kegiatan dakwah yang dilakukan KMF antara lain kursus Bahasa Arab dan Inggris,
juga beberapa bahasa negara Islam lain seperti Malaysia, Indonesia, Iran dan Turki.
Kemudian Sekolah Al Qur’an tiap minggu untuk anak muslim. Serta mengadakan seminar
tentang isu-isu hangat yang terjadi di dunia Islam. KMF juga menyediakan jasa konsultasi
dan kesehatan pada para pekerja imigran muslim serta memberi informasi masjid atau
mushala terdekat di seluruh Korea.

Ada beberapa sub komite dalam KMF. Misalnya:

1. Asosiasi Muslim Korea (KMA). Kegiatan di bawah KMA berupa Klub Remaja, Klub
Pelajar, Klub Muslimah dan Klub Senior yakni lebih pada saling mempererat
silaturahmi antar sesama muslim.
2. Asosiasi Pelajar Muslim Korea (KMSA). Organisasi yang masih di bawah KMF ini
mendakwahkan Islam lewat seminar, Kemah Pelajar, dan Kemah Kepemimpinan
untuk Pelajar. Pada Desember 1976, sekitar 53 orang muda Korea muslim
memperoleh pendidikan Islam di Indonesia, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Mesir,
Libya, dan Maroko.
3. Institut Budaya Islam Korea (KIIC) yang dibangun pada tahun 1997. Lembaga ini
berfungsi sebagai tempat untuk meluruskan pemahaman yang salah terhadap Islam
serta aktif membuat buku-buku Islam ke dalam bahasa Korea agar mudah diterima
masyarakat negeri ini.

Kelahiran komunitas muslim kelihatannya diterima dengan baik penduduk Korea.


Komunitas muslim diperlakukan oleh pemerintah atas dasar yang sama dengan kelompok-
kelompok agama lain. Korea sendiri menjadi lebih dekat dengan dunia Islam dengan adanya
komunitas ini. Komunitas ini tampaknya berada dalam keadaan pertumbuhan yang terus-
menerus terjamin.

6|Page
C. AKTIFITAS SEHARI-HARI MUSLIM DI KOREA

1. Makan
2. Kerja
3. Beribadah

Sejak awal 1960-an, orang-orang muslim Korea telah berusaha membangun masjid
mereka yang pertama. Usaha mereka bersama pemerintah Korea dimulai pada 1961 dan
mencapai puncaknya pada 1969 ketika presiden Park Chung Hee secara resmi memberikan
5.000 meter persegi tanah di kota Seoul untuk membangun masjid dan pusat komunitas
Islam. Perencanaan untuk pembangunan kompleks dimulai pada oktober 1972 dan
pembangunannya selesai pada 1976. Biayanya sekitar 400.000 dolar AS yang sebagian
besarnya dipikul oleh orang-orang muslim setempat dan sisanya ditutup dengan bantuan
orang-orang muslim luar negeri. Luas seluruh lantai masjid dan pusat komunitas 2.900
meter persegi. Ini meliputi ruang sholat utama, dan ruang konferensi, dua ruang kantor,
Institut Bahasa Arab, kantor Yayasan Islam Korea, kamar petugas dakwah, dan lain
sebagainya.

Masjid yang lain, masjid Al-Fellagh dibuka pada 1980 di Pusan. Pada 1980 seluruh desa
Sang Yong, dekat kota kecil Kwangju, pindah agama ke Islam. Mereka membangun masjid
Korea yang ketiga pada 1981.

7|Page
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kehadiran pertama Islam dapat diverifikasi di Korea berawal dari abad ke-9 selama
periode Silla Bersatu dengan kedatangan pedagang dan navigator Persia dan Arab. Menurut
banyak geografer Muslim, termasuk penjelajah dan ahli geografi Muslim Persia abad ke-9
Ibnu Khurdadhbih, banyak dari mereka menetap secara permanen di Korea, mendirikan
desa-desa Muslim. Catatan paling awal dari Muslim asli Korea berawal dari abad ke-19,
ketika ada sebuah komunitas Muslim yang signifikan yang menempatkan dirinya di
Manchuria. Kelompok ini meliputi keturunan pedagang Asia Tengah yang telah menetap di
kota-kota Manchuria. Di sanalah warga Korea asli pertama kali datang untuk menerima
Islam sebagai agama mereka.

Dapat dibayangkan betapa sulitnya menjalankan agama Islam di negeri Kimchi


(sayuran yang diasinkan) ini. Di sana memakai hijab saja sudah menjadi pusat perhatian. Hal
ini tentu berbeda dengan sejumlah negara Eropa atau USA dimana orang berhijab berlalu
lalang pun sudah tidak begitu asing. Singkatnya, masyarakat Korea tidak banyak mengetahui
apa itu Islam dan muslim.

Tak heran jika sejak persitiwa 11 September banyak masyarakat Korea yang mencari
info tentang Islam. “Banyak masyarakat Korea yang mengunjungi masjid kami untuk
memenuhi rasa ingin tahu mereka tentang Islam dan kami mulai memberikan kuliah terbuka
setiap minggu,” kata Abdul Raziq Sohn, Presiden KMF. Masjid yang sering dikunjungi adalah
Seoul Central Mosque, di Seoul.

8|Page
DAFTAR PUSTAKA

Yukhoon, Kim (2007). Korean History for International CitizensNortheast Asian


History Foundation, Seoul, Republic of Korea. hlm. 8–11.

According to Oral Tradition,History of Korean Moslem in South Korean,

Savada, Andrea Matles. South Korea: A Country Study. Area handbook series.
Federal Research Division, Library of Congress. Washington, D.C.:1992.

Yang, Sung Chul (1999). The North and South Korean political systems: A
comparative analysis (rev. ed.). Seoul: Hollym.

Yonhap News Agency (2004). Korea Annual 2004. Seoul: Author.

Dennis Hart (2003). From Tradition to Consumption: Constructing a Capitalist


Culture in South Korea. Seoul: Author.

9|Page

You might also like