You are on page 1of 13

CBM

Cara terbentuknya
Proses coalification bisa berenti kapan aja , tergantung kondisi geologinya , berpengaruh
terhadap tingkatan dari batubara dan konten gas metananya. Makin lama proses
coalification maka makin tinggi tingkatan batubaranya, hubungannya bisa dilihat pada grafik
ini
- Merupakan proses kimiawi, dimana coal merupakan source dan reservoir rock
- Penyimpanana gas bergantung dengan derajat koalifikasinya dimana bituminous
punya potensi gas metana yang sangat besar biasanya metana hampir murni (95-98 %)
- Gas metana dapat terbentuk pada setiap derajat koalifikasi, dimana pada derajat
kecil gas metana didominasi oleh aktifitas bakteri
- Gas metana derajat besar didominasi oleh proses kimiawi karena tekanan dan suhu
tinggi
- Setelah terbentuk , biasanya metana terardsorbsi / terikat oleh ikatan antar molekul
yang lemah (ikatan van der waals) ke material organic pembentuk batubara
- Saat proses koalifikasi air akan tersedot keluar, volume matrix makin mengecil , dan
rekahan orthoghonal / cleats terbentuk.
- Cleats primer (face cleats) secara umum perpendicular dengan cleats sekunder (butt
cleats). Dimana face cleats umumnya berkelanjutan dan membuat koneksi satu antar yang
lain, sedangkan butt cleats tidak berkelanjutan dan biasanya berhenti di face cleats
Tahapan eksplorasi/eksploitasi
Secara geologi
- Dilakukan mapping ; penentuan derajat batubara ; konten moisture,gas,dll (dari
coring)
Berguna untuk mengetahui apakah coalbed methane sudah terbentuk, apakah terjebak di
lapisan coalnya, ketebalan lapisan, densitas ,volume , cost pengeboran

Secara geofisika
- Remote sensing imagery
Untuk mendeteksi lineament dan set up tektoniknya, data patahan / sesar dapat membantu
penentuan area of interest pengeboran
- Survey seismic detail
Bagus kalua lapanganya masih belom terjamah, buat tau konfigurasi basinya , bentuk
tektoniknya , ketebalan payzone, lateral continuity, estimasi kedalaman lapisan

Drilling
- Desain dan prosedur harus dapat menjaga well supaya tidak merusak formasi
(karena coal lapisanya lunak dan banyak cleats) sehingga cement harus bagus
- Drilling di coal biasanya pake well yang di EOR, dengan cement yang densitasnya
lebih kecil dari cement pada umumnya untuk mencegah masuknya cement pada formasi
- Faktor paling berbahaya adalah gas/water kick karena tekanan yang tinggi saat
pengeboran
- Permeabilitas coal yang tinggi menyebabkan hilangnya sirkulasi fluida
- Kerusakan formasi coal karena gampang tergerus
- Problem saat cementing dimana harus diisolasi dahulu , supaya semen tidak jebol
masuk ke dalam lapisan, menggunakan semen dengan densitas yang lebih rendah
- Prosedur pertama CBM biasanya proses dewatering , berguna untuk mengurangi
tekanan supaya free gas bisa mengalir lewat ruang antar pori batubara ke well
- Dilakukan proses Enchance oil recovery karena banyak CBM memiliki kualitas
reservoir yang buruk berguna untuk meningkatkan laju produksi, biasanya menggunakan
Co2 atau gas inert atau air
- Dilakukan cavitation/ hydraulic fracturing untuk meningkatkan permeabilitas
(menghubungkan antar cleats) dan menaikan laju produksi

Bedanya sama Conventional oil


- Punya fracture gradient yang elbih besar
- Penyimpanan hidrokarbon yang berbeda, dimana konvensional hidrokarbon ada di
system pori matriks sedangkan batubara punya moderate intrinsic properties (banyak
microporosity juga, dimana tampungan gasnya bisa 6x lebih banyak dari tampungan gas di
reservoir sandstone pada tekanan yang sama)
- Petroleum systemnya bukan konvensional

Kelebihan
- Cadangan terbilang banyak , karena hampir setiap derajat batu bara punya gas
metana
- Emisi carbon lebih sedikit disbanding pembakaran coal

Kelemahan
- Gampang banget meledak
- Gampang banget rusak formasinya
- Saat EOR terutama saat hydraulic fracturing, kalua tid ada lapisan impermeable
maka fluisa bisa jebol kemana mana bahwan mengkontaminasi akuifer untuk permukiman
- Saat dewatering ,ada kemungkinan bisa menghabiskan 1 akuifer sendiri
- Kedalaman lebih dari 1600 meter cleats mulai menutup dan mulai susah untuk
mengeksploitasi CBM

Shale gas/Shale Oil


Terbentuknya
- Dari batuan shale yang mengandung material organic (kerogen) dan sudah
mencapai tahap maturity, karena tertimbun cukup dalam dan sudah terkena tekanan dan
suhu yang cukup sehingga mengandung hidrokarbon (suhu min 65 C, untuk tergolong
dalam oil window), untuk kedalamanya bervariasi tergantung geothermal gradient area
tersebut
- Batuan shale merupakan source sekaligus reservoir, dan dikatakan sebagai
unconventional karena memiliki permeabilitas yang kecil sehingga pengeboran konvensional
tidak efektif
Tahapan eksplorasi/eksploitasi
Secara geologi
- Geological Mapping
Berguna dalam observasi dan interpretasi secara grafis, dimana menggunakan ilmu -
ilmu disiplin seperti
a. petrografi (deskripsi rinci batuan)
b. Stratigrafi (sejarah,umur,komposisi, dan distribusi lapisan/batuan)
c. Sedimentologi (klasifikasi batuan, asal mula batuan, dan interpretasi endapan
sedimen)
d. Structural geology (melihat struktur batuan secara 3 dimensi seperti lipatan,
patahan ,dll)
e. Geochemistry (Analisis kimiawi untuk menjelaskan mekanisme geologi)
f. Analisis data Core (data real bawah permukaan)
Secara Geofisika
a. Metode Gravity (megindentifikasi anomali gravitasi dengan kontras perbedaan
densitas bawah permukaan), bisa tau ketebalan, fault, intrusive pluton , dll
b. Metode magnetometric (mengukur anomali lokal medan magnet bumi / penggunaan
gelombang EM) untuk mengetahui basement , ketebalan, kedalaman, ekstensi
batuan plutonik
c. Metode seismik (menggunakan travel time gelombang akustik untuk melihat
gambaran 2 dimensi dan 3 dimensi bawah permukaan)
d. Well logging (untuk mengetahui batuan secara langsung, bisa juga untuk mencari
Total organic carbon (TOC))
Eksploitasi
- Mengingat permeabilitas yang sangat kecil, diperlukan teknik hydraulic fracturing
untuk mengambil hidrokarbon yang ada. Metode ini menginjeksikan fluida (fracking
fluid) dengan tekanan tinggi dengan harapan membuat rekahan - rekahan baru untuk
mempermudah pengambilan hidrokarbon
- Hydraulic fracturing biasanya dilakukan pada horizontal well, dimana well tersebut di
bor secara horizontal dengan tujuan untuk memperbanyak luas permukaan yang
menyentuh batuan target, sehingga menaikan laju pengambilan hidrokarbon
- untuk membuka rekahan sebagai tahap awal hydraulic fracturing ada yang
dinamakan dengan perforating gun yang dimasukan pada well horizontal. Perforating
gun ini berfungsi untuk meledakan/ membuka celah mulai dari steel casing dan
cement sampai ke batuan target
- Setelah itu mulai diinjeksikan fluida fracturing (fracking fluida) yang memiliki proppant
biasanya “pasir silika” yang berfungsi supaya celah yang terbentuk dari fracking tidak
tertutup
- Kemudian dipasang plug sementara supaya bagian bagian lainya bisa diledakan
dengan perforating guns, proses diulangi terus menerus
- Jika sudah maksimal, plug sementara di bor dan hidrokarbon dapat diambil, awal
pengambilan biasanya mayoritas fracking fluid yang kemudian bisa diinjeksikan
kembali (biasanya 25% total fracking fluid yang kembali ke permukaan)
- Satu well biasanya punya banyak pipa horizontal, menghemat cost dan tempat
- Fracking fluid bisa diolah untuk diinjeksikan / di treatment dulu karena berbahaya
bagi lingkungan
- Fracking fluid mayoritas terdiri dari air , namun banyak zat kimia juga yang
dimasukan
Beda sama conventional oil
- Diperlukan teknik kusus dalam pengeboran seperti fracking dengan hydraulic
fracturing
- 1 Well biasanya punya banyak horizontal well
- Langsung ambil dari sourcenya, dimana shale jadi source dan reservoir
- Permeabilitas batuan reservoir kecil sekali
Kelebihan
- Dapat menjadi jawaban krisis energi
- Meningkatkan lapangan kerja
- Pembangkit listrik dari shale gas Lebih ramah lingkungan dibandingkan pembakaran
batubara
Kekurangan
- Produksi perbarrelnya lebih mahal dibandingkan conventional oil
- Gas metana bisa bocor ke atmosfer menyebabkan efek rumah kaca
- Bisa terjadi kemungkinan microearthquake karena ada rekahan dibawah tanah
- Fracture fluid tidak 100% kembali ke permukaan dimana dalam fracture fluid terdapat
kandungan kimia yang berbahaya
- Bisa menyebabkan polusi ke akuifer yang ada (gas metananya jebol karena ga ada
lapisan impermeabel yang menjadi penghalang), contoh kasus di amerika air
keranya bergas metana (bisa dibakar) karena metana terdissolve di air akuifernya

Cekungan Salawati
Polihistory

Cekungan Salawati terbentuk pada kala miosen – pliosen.

Lokasi Cekungan Salawati


luas daerah 1.623 km2. terletak di Kepala Burung, Papua Barat, Pulau Irian Jaya.

Cekungan Salawati di bagian utara dibatasi oleh patahan mendatar besar yaitu Sesar Sorong yang juga
merupakan batas antara Lempeng Benua Australia dengan Lempeng Samudera Pasifik.

Di bagian timur, cekungan ini di batasi oleh paparan Ayamaru pada daerah tinggian Kemum

di bagian selatan di batasi oleh adanya pengangkatan geantiklin.

History Activity
Minyak pertama kali ditemukan di Cekungan Salawati pada tahun 1936 melalui penemuan Lapangan
Klamono. Saat itu, lapangan ini ditemukan melalui rembesan minyak pada antiklin permukaan.
Penelitian-penelitian selanjutnya menampakkan bahwa Lapangan Klamono sesungguhnya merupakan
struktur terumbu karbonat yang menyebabkan draping membentuk antiklin pada lapisan silisiklastik
di atasnya. Sejak itu, play type terumbu karbonat menjadi primadona di cekungan ini, dan ini terus
berlanjut sampai sekarang, setelah lebih dari 70 tahun. Karbonat penyusun terumbu ini terkenal
sebagai Formasi Kais berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir
Tektonik Regional

Stratigrafi
- pengendapan daerah Kepala Burung dimulai dengan batuan dasar kontinental,
yang kemudian diikuti dengan pembentukan batulempung dan endapan turbidit
berumur Silurian – Devonian. Kedua jenis litologi ini dikelompokkan sebagai
Formasi Kemum. Formasi Kemum ini juga mengalami intrusi oleh batuan beku
granitik (Granit Anggi) berumur Karboniferous akhir hingga Permian-Trias,
serta oleh dike dengan komposisi basaltik dan andesitik selama kala Pliosen.

- Setelah Formasi Kemum terbentuk, maka selanjutnya terendapkan sedimen sin-


orogenik yang merupakan bagian dari Formasi Aisajur yang berumur awal
Karbon.
- Selanjutnya terbentuk kelompok Aifam (di dalamnya terdapat Formasi Aimau,
Aifat, dan Ainim) yang memiliki hubungan tidak selaras dengan Formasi
Aisajur di bawahnya. Kelompok Aifam terbentuk selama pertengahan zaman
Karbon hingga akhir Perm. Formasi selanjutnya ialah Formasi Tipuma yang
diwujudkan oleh sikuen red bed yang terbentuk selama Triasik hingga awal
Jura.

- Pada bagian kepala burung, Formasi Tipuma ke arah atas berubah menjadi
kelompok Kembelangan yang berumur Cretaceous akhir (Pigram dan Sukanta,
1982, dalam Charlton, 1996). Di atas Formasi tersebut, diendapkan
batulempung Yefbie secara tidak selaras. Secara vertikal, batulempung Yefbie
berkembang menjadi Formasi Ligu yang beranggotakan shelf carbonate
berumur akhir Jura serta batulempung dari Formasi Lelinta. Secara selaras,
pengendapan

- kemudian dilanjutkan dengan batugamping yang terbentuk pada lingkungan


pengendapan bathyal berumur Cretaceous. Batugamping tersebut merupakan
bagian dari kelompok Batugamping Facet (yang beranggotakan Formasi
Batugamping Gamta dan Waaf). Litologi penyusun stratigrafi yang terakhir
dari Kala Tersier ini ialah batulempung yang merupakan anggota dari Formasi
Fafanlap berumur Cretaceous akhir.

- Stratigrafi Tersier dipelopori oleh Formasi Faumai yang berumur Eosen awal
hingga akhir. Formasi Sirga ditemukan melalui survei bawah permukaan di
Cekungan Salawati, tepatnya pada bagian barat dataran tinggi Ayamaru.
Formasi ini dibentuk oleh proses transgresif dan diendapkan pada lingkungan
laut dangkal, seiring dengan naiknya muka air laut setelah penurunan global
pada akhir Oligosen (Vail dan Mitchem, 1979).

- Bagian tertua dari suksesi cekungan (terdiri dari tiga formasi di atas)
berkembang menjadi litofasies batugamping berumur Miosen awal hingga
tengah, dengan lingkungan pengendapan berkisar antara shelf (paparan) yang
berkembang ke arah laut dalam yang merupakan anggota dari Formasi Kais.
Singkapan dari batugamping Formasi Kais yang berumur Eosen (Visser dan
Hermes, 1962). Secara lateral, formasi ini lazimnya disetarakan dengan Formasi
Klamogun, Sekau, dan Klasafet. Batuan yang terendapkan pada lingkungan laut
dalam ialah anggota dari Formasi Klamogun dengan ketebalan 1.159 meter. Di
atas Formasi Klamogun, pada Miosen tengah hingga akhir diendapkan Formasi
Klasafet yang beranggotakan batupasir karbonatan, napal yang masif maupun
berlapis, batulanau mikaan atau karbonatan, dan sedikit sisipan batugamping.
Setelah kala Miosen habis, dimulailah pengendapan yang didominasi material
klastik. Pada awal hingga akhir Pliosen, terbentuk Formasi Klasaman yang
beranggotakan interbedding batulempung dan batupasir argilaseous dengan sedikit
sisipan konglomerat dan lignit. Formasi Klasaman diperkirakan berumur akhir Miosen
hingga Pliosen. Di atas Formasi Klasaman, terendapkan secara tidak selaras
Konglomerat Sele yang berumur Kuarter. Lapisan ini diperkirakan berumur lebih
muda dari Pliosen.

Petroleum System

1. Batuan Induk (Source Rock) Batuan klastik halus dari formasi - formasi yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal berupa batuan sedimen batupasir, lanau, serpih gampingan dari Formasi
Sirga dapat bertindak sebagai batuan induk hidrokarbon yang ditemukan dalam fasies batugamping
terumbu Formasi Kais.

2. Batuan Reservoir (Reservoir Rock) Batuan yang berpotensi sebagai batuan reservoir di daerah
telitian adalah batuan karbonat pada reef build up Formasi Kais. Hasil studi fasies batugamping
Formasi Kais di Cekungan Salawati (JOB Pertamina – Santa Fe,2000) terdapat lima fasies utama,
yaitu: Patch Reefs Over Arar High, Lagoonal Mud/Reef Mounds, Ridge Over Salawati, Lagoonal
Pinnacle Reefs dan Patch Reefs Over Walio Bank. Lapangan Klamono dan sekitarnya termasuk
dalam Lagoonal Deeper Carbonates Facies. Secara umum terdiri dari lime mudstone berwarna abu –
abu kecoklatan yang berbutir halus dan wackstone pada beberapa tempat terdapat argillaceous dengan
material skeletal berkisar 8 – 25 % yang terdiri dari foraminifera plankton dan sedikit foraminifera
bentonik.

3. Batuan Penutup (Seal Rock) Batuan yang bertindak sebagai lapisan penutup yang baik pada daerah
telitian adalah sedimen klastik yang terdiri dari batu lempung dengan sisipan tipis batulanau dan
batugamping dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman.

4. Jebakan Hidrokarbon (Trap of Hydrocarbon) Perangkap umum secara regional di daerah telitian
adalah jebakan stratigrafi. Jebakan stratigrafi adalah adanya fasies terumbu dari Formasi Kais yang
porous. Perangkap Formasi Kais pada umumnya didominasi oleh batugamping berumur Miosen Awal
– Miosen Tengah. Batugamping Formasi Kais di daerah Klamono diendapkan di lingkungan lagoonal
hingga carbonate reef bank. Sehingga reservoir pada umumnya terbentuk dari patch reef atau reef
bank. Pola sturktur carbonate build-up pada umumnya mempunyai orientasi Timurlaut - Baratdaya,
sejajar dengan orientasi garis pantai pada saat pengendapan. Perangkap - perangkap tersebut
berkembang sejak awal hingga akhir pembentukan Formasi Kais.

5. Migrasi Hidrokarbon (Migration of Hydrocarbon) Pola migrasi minyak dan gas di daerah telitian,
mengikuti jalur migrasi lateral melewati media batuan porous yang dikontrol oleh slope lapisan ke
arah tinggian serta jalur patahan.

CEKUNGAN BINTUNI

Fase-Fase Tektonik
¡ Stratigrafi Pulau Papua meliputi sikuen batuan-batuan Pra-Kambrium hingga endapan Kuarter yang
masing-masing tersingkap dari bagian Kepala hingga Badan Burung.
¡ Evolusi tektonik yang berlangsung selama Mesozoikum Akhir hingga Kini menyebabkan struktur
geologi yang beragam pada Pulau Papua & beberapa fase magmatisme di sepanjang Pegunungan
Tengah Pulau Papua.
¡ Contohnya adalah Sesar Sorong, Antiklin Misool-Onin Kumawa, dan Jalur Sesar Naik Pegunungan
Tengah.

Basement

Basement Cekungan Bintuni terdiri dari batuserpih, graywackes dan batuan sedimen klastik
berbutir kasar yang berumur Ordo, Silur dan Devon.
Pre-Rifting

Diantara Karbon dan Devon, terdapat ketidakselarasan akibat subsidence. Lalu terendapkan
batuan sedimen berupa batupasir, batuserpih hingga batubara. Pada umur Permian terdapat
kembali ketidakselarasan akibat regresi.

Syn-Rift
Pada fase ini, terdapat kembali ketidakselarasan akibat naiknya muka air laut sehingga
terendapkan batupasir dan batuan sedimen teroksidasi.

Drifting

Pada fase ini, kembali lagi terjadi transgresi yang menyebabkan lingkungannya menjadi
lingkungan laut dangkal.
Obduksi

Obduksi terjadi pada fase ini, dimana ketidakselarasan terjadi akibat pengangkatan dan
terendapkan batuserpih dan pasir serta batugamping.
Progressive Filling Of The Basin

Pada umur Pleistosen, terendapkan dengan tidak selaras batukonglomerat, pasir dan lempung
akibat terjadi kembali pengangkatan.

Berdasarkan stratigrafi Cekungan Bintuni, dapat dibagi evolusi cekungan Bituni dalam beberapa
tahapan yaitu :
1. Tahapan Pemisahan Gondwana dan Asia
Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia berlangsung pada umur Paleozoikum Akhir, dibagi menjadi
3 periode pengendapan pre-rift, syn-rift, post-rift.
a. Pre- Rift(Paleozoikum)
- Batuan dasar Kerak Benua terdiri dari sedimen umur Silur–Devon yang kemudian terlipat dan
mengalami metamorfisme. berlangsung sampai umur Karbon-Permian diendapkan Kelompok Aifam
yang terdiri dari 3 formasi dari tua–muda yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainin.
- Kelompok ini tersebar luas pada bagian Kerak Benua, tetapi tidak terlihat dipengaruhi oleh
metamorfisme melainkan lebih terdeformasi. Pada bagian Tubuh Burung Kelompok Aifam
ini setara dengan Formasi Aiduna yang berumur Karbon Akhir-Permian. Kelompok Aifam ini
dapat dikelompokan dalam tahap Pre-riftingyakni proses pengendapan yang tejadi sebelum
tahap tektonik (rifting) pada masa Mezosoikum.

b. Syn-Rift(Mezosoikum)
- Pada Triasik, daerah kerak benua ditemukan adanya red–beds yang menandakan sebagian
area terekspos atau terangkat ke permukaaan sehingga mengalami oksidasi pada lingkungan
yang kering. Sebagian daerah yang terangkat ini mengakibatkan Cekungan Bintuni
mengalami ketidakselarasan (unconformity) antara Permian Akhir dengan Jurasik, dengan
demikian selama umur Triasik Cekungan Bintuni tidak terjadi proses sedimentasi (Perkins &
Livesey, 1993).
- Sementara pada beberapa bagian, terendapkan Formasi Tipuma pada umur Triasik Awal–Akhir.
Periode rifting itu sendiri dimulai pada umur Jurasik, sedangkan Formasi Tipuma berumur Triasik
Awal–Akhir, disimpulkan bahwa endapan ini merupakan endapan pertama pada periode rifting.
Rifting pada bagian utara diperkirakan dibatasi oleh batas yang kompleks berupa Palung New Guinea,
Fold Belt Papua dan Sorong Koor Suture. Sementara rifting yang terjadi pada bagian baratlaut dapat
diperkirakan dibatasi oleh Timor Trough hingga Aru Trough.

c. Post-Rift/ Passive Margin (Mesozoikum)


- Pada Jurasik Tengah-Akhir terjadi suatu proses transgresi. Pada proses ini diendapkan
Kelompok Kambelangan Bawah yang berumur Jurasik Awal–Akhir. Disamping itu, pada umur
Jurasik merupakan tahapan post–rift / passive margin hal ini ditandai dengan adanya seafloor
spreading pada umur Jurasik, hingga terpecahnya Kontinental Australia pada bagian timur laut
menjadi lempeng-lempeng kontinen berukuran kecil (mikro kontinen).
- Pada masa ini bagian timurlaut Kontinen Australia masih bertindak sebagai passive margin.
Kelompok Kambelangan Bawah yang menindih secara tidak selaras sekuen rift(syn-rift) yakni
Formasi Tipuma. Kemudian terjadi proses pengangkatan yang terjadi sepanjang zaman Kapur Awal
membentuk apa yang dikenal dengan intra–cretaceous uncorformity (Perkins danLivsey,1993)
sehingga tidak ada proses sedimen pada Kapur Awal pada Cekungan Bintuni.
- Pada umur Kapur Akhir diperkiran terjadi proses extensional rift, sehingga memisahkan
Kepala Burung dengan wilayah Kontinental Australia. Dengan adanya aktivitas ini Formasi Tipuma
dan Kelompok Kembelangan mengalami pengangkatan sehingga menghasilkan erosional pada
sedimen yang lebih tua atau malah tidak terjadinya proses pengendapan. Kelompok ini diendapakan
hingga terjadi pengurangan suplai sedimen pada umur Kapur Akhir sehingga memberikan jalan untuk
berkembangnya batuan karbonat (Batugamping New Guinea) pada umur Eosen–Miosen Akhir.
*Catatan Batugamping New Guinea terdiri atas: (1) Formasi Waripi (Paleosen), (2) Formasi Faumai
(Eosen-Oligosen), (3) Formasi Sirga (Miosen Awal), (3) Formasi Kais (Miosen Tengah).

2. Tahap Tumbukan Lempeng Australia dengan Pasifik (Kenozoikum)


- Kenozoikum adalah waktu tektonik aktif di daerah Kepala Burung, sehingga membentuk
geografi, struktur geologi dan stratigrafi KB. Pada Kenozoikum Awal (Paleosen–Eosen),
kemungkinan bahwa Lempeng KB menjadi terlepas dari Lempeng Australia–New Guinea.
- Pada umur Eosen-Oligosen ditandai oleh kemunculan batuan transgresi karbonat Formasi
Faumai. Sebuah ketidakselarasan muncul pada kolom stratigrafi dari lapangan Wariagar, Bintuni yang
berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan menandakan terjadinya peristiwa kompresi, yang membagi
Formasi Faumai dengan Formasi di atasnya (Formasi Sirga dan Kais). Fase kompresi ini terjadi akibat
adanya tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik pada umur Eosen.
- Pada umur Eosen Akhir Lempeng Australia bergerak ke arah utara dan menyusup sebagai
subduksi terhadap Kerak Samudra dari Lempeng Pasifik dan kemudian membentuk busur-busur
kepulauan (island arc). Kompresi ini mengakibatkan pembentukan antiklin yang berarah NW-SE dan
merupakan pusat berkembangnya kelompok BNG dalam Cekungan Bintuni. Proses subduksi ini terus
berlanjut ke arah utara hingga akhirnya kerak samudera dari Lempeng Australia termakan habis
(overriding plate) oleh Lempeng Samudra Pasifik. Proses ini berlanjut terus hingga terjadinya
tumbukan (collision) pada umur Oligosen antara Lempeng Australia dan busur kepulauan Samudera
Pasifik.

3. Tahap Pembalikan Zona Subduksi (Neogen)


- Pada Neogen telah terjadi pembalikan arah subduksi. Pada mulanya Lempeng Australia
menunjam ke dalam Lempeng Pasifik ke arah utara, tetapi setelah terjadi tumbukan terjadi perubahan
arah subduksi, dimana Lempeng Pasifik menunjam ke dalam Lempeng Australia ke arah selatan yang
kini dikenal sebagai Palung New Guinea. Berdasarkan tektonik Kepala Burung, umur penunjaman
Palung New Guinea ke arah selatan ini berumur Miosen. Hal ini diperkuat oleh kemunculan pertama
sedimen klastik tebal setelah pengendapan BNG Formasi Kais, formasi silisiklastik ini dikenal dengan
Formasi Klasafet.
- Tahap tektonik tumbukan umur ini menghasilkan New Guinea Mobile Belt dan Lengguru
Fold Belt, sesar–sesar aktif (Sesar Sorong, Terera dan sebagainya) dan cekungan–cekungan foreland
seperti Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni di wilayah Kepala Burung. Pada Miosen Akhir–
Pleistosen diendapkan sedimen klastik, disebut dengan Formasi Steenkool. Rangkaian formasi ini
merupakan tudung (seal) dari Formasi Kais yang merupakan batugamping reservoir. Kemudian terjadi
penurunan cekungan, sedimentasi yang cepat dengan kedalaman yang sangat dalam sehingga baik
untuk “Kitchen area“ sebagai syarat pembentukan hidrokarbon dari Permian Akhir–Awal Jurasik
yang sebelumnya telah terendapkan pada Cekungan Bintuni.

Petroleum System Bintuni Basin


Terdapat lima bagian penting dari suatu petroleum system pada suatu cekungan yang
dipengaruhi dengan kondisi geologi regional antara lain :
1. Batuan Induk (Source Rock)
Terdapat dua batuan induk pada cekungan bintuni berupa black shale dan coal seams pada
formasi Ainim (Upper Permian) dan red shale pada formasi Tipuma (Lower Jurassic)
2. Batuan Reservoar (Reservoir Rock)
Batuan reservoar yang terdapat pada cekungan Bintuni berupa batupasir pada formasi Lower
Kembelangan (Upper Jurassic) dan batugamping pada formasi Kais dan Klasafet (Middle
Miocene)
3. Migrasi
Terjadi migrasi hidrokarbon berupa migrasi primer dari source rock ke carrier bed dan
migrasi sekunder dari carrier bed ke reservoir dan trap. Migrasi bergerak secara lateral
melalui lapisan permeable batupasir dan pergerakan vertical migrasi dipengaruhi oleh adanya
patahan atau rekahan.
4. Perangkap (Trap)
Perangkap yang terdapat pada cekungan Bintuni berupa perangkap struktur berupa antiklin
NW-SE dan strike slip faults, sesar yang berarah E-W
5. Batuan Penudung (Seal)
Batuan penudung pada petroleum sistem cekungan Bintuni berupa lapisan impermeable yaitu
batulempung pada formasi Klasafet dan Lower Kambelangan

Interpretasi Seismik Dengan Direct Hydrocarbon Indicator


DHI sangat berguna dalam eksplorasi hidrokarbon untuk mengurangi risiko geologis dari sumur
eksplorasi. Secara luas, ahli geofisika mengenali beberapa jenis DHI:

Titik terang: amplitudo terlokalisir lebih besar daripada nilai amplitudo latar belakang. Peralatan
sebelum tahun 1970 memiliki titik terang yang dikaburkan karena kontrol penguatan otomatis. [1]
Titik-titik datar: hampir reflektor horizontal yang melintasi stratigrafi yang ada, mungkin
menunjukkan tingkat cairan hidrokarbon dalam reservoir minyak atau gas.
Titik redup: anomali amplitudo rendah. [2]
Pembalikan polaritas dapat terjadi di mana batuan capping memiliki kecepatan seismik yang sedikit
lebih rendah daripada reservoir dan refleksi memiliki tanda terbalik. [1]

You might also like