Professional Documents
Culture Documents
Cara terbentuknya
Proses coalification bisa berenti kapan aja , tergantung kondisi geologinya , berpengaruh
terhadap tingkatan dari batubara dan konten gas metananya. Makin lama proses
coalification maka makin tinggi tingkatan batubaranya, hubungannya bisa dilihat pada grafik
ini
- Merupakan proses kimiawi, dimana coal merupakan source dan reservoir rock
- Penyimpanana gas bergantung dengan derajat koalifikasinya dimana bituminous
punya potensi gas metana yang sangat besar biasanya metana hampir murni (95-98 %)
- Gas metana dapat terbentuk pada setiap derajat koalifikasi, dimana pada derajat
kecil gas metana didominasi oleh aktifitas bakteri
- Gas metana derajat besar didominasi oleh proses kimiawi karena tekanan dan suhu
tinggi
- Setelah terbentuk , biasanya metana terardsorbsi / terikat oleh ikatan antar molekul
yang lemah (ikatan van der waals) ke material organic pembentuk batubara
- Saat proses koalifikasi air akan tersedot keluar, volume matrix makin mengecil , dan
rekahan orthoghonal / cleats terbentuk.
- Cleats primer (face cleats) secara umum perpendicular dengan cleats sekunder (butt
cleats). Dimana face cleats umumnya berkelanjutan dan membuat koneksi satu antar yang
lain, sedangkan butt cleats tidak berkelanjutan dan biasanya berhenti di face cleats
Tahapan eksplorasi/eksploitasi
Secara geologi
- Dilakukan mapping ; penentuan derajat batubara ; konten moisture,gas,dll (dari
coring)
Berguna untuk mengetahui apakah coalbed methane sudah terbentuk, apakah terjebak di
lapisan coalnya, ketebalan lapisan, densitas ,volume , cost pengeboran
Secara geofisika
- Remote sensing imagery
Untuk mendeteksi lineament dan set up tektoniknya, data patahan / sesar dapat membantu
penentuan area of interest pengeboran
- Survey seismic detail
Bagus kalua lapanganya masih belom terjamah, buat tau konfigurasi basinya , bentuk
tektoniknya , ketebalan payzone, lateral continuity, estimasi kedalaman lapisan
Drilling
- Desain dan prosedur harus dapat menjaga well supaya tidak merusak formasi
(karena coal lapisanya lunak dan banyak cleats) sehingga cement harus bagus
- Drilling di coal biasanya pake well yang di EOR, dengan cement yang densitasnya
lebih kecil dari cement pada umumnya untuk mencegah masuknya cement pada formasi
- Faktor paling berbahaya adalah gas/water kick karena tekanan yang tinggi saat
pengeboran
- Permeabilitas coal yang tinggi menyebabkan hilangnya sirkulasi fluida
- Kerusakan formasi coal karena gampang tergerus
- Problem saat cementing dimana harus diisolasi dahulu , supaya semen tidak jebol
masuk ke dalam lapisan, menggunakan semen dengan densitas yang lebih rendah
- Prosedur pertama CBM biasanya proses dewatering , berguna untuk mengurangi
tekanan supaya free gas bisa mengalir lewat ruang antar pori batubara ke well
- Dilakukan proses Enchance oil recovery karena banyak CBM memiliki kualitas
reservoir yang buruk berguna untuk meningkatkan laju produksi, biasanya menggunakan
Co2 atau gas inert atau air
- Dilakukan cavitation/ hydraulic fracturing untuk meningkatkan permeabilitas
(menghubungkan antar cleats) dan menaikan laju produksi
Kelebihan
- Cadangan terbilang banyak , karena hampir setiap derajat batu bara punya gas
metana
- Emisi carbon lebih sedikit disbanding pembakaran coal
Kelemahan
- Gampang banget meledak
- Gampang banget rusak formasinya
- Saat EOR terutama saat hydraulic fracturing, kalua tid ada lapisan impermeable
maka fluisa bisa jebol kemana mana bahwan mengkontaminasi akuifer untuk permukiman
- Saat dewatering ,ada kemungkinan bisa menghabiskan 1 akuifer sendiri
- Kedalaman lebih dari 1600 meter cleats mulai menutup dan mulai susah untuk
mengeksploitasi CBM
Cekungan Salawati
Polihistory
Cekungan Salawati di bagian utara dibatasi oleh patahan mendatar besar yaitu Sesar Sorong yang juga
merupakan batas antara Lempeng Benua Australia dengan Lempeng Samudera Pasifik.
Di bagian timur, cekungan ini di batasi oleh paparan Ayamaru pada daerah tinggian Kemum
History Activity
Minyak pertama kali ditemukan di Cekungan Salawati pada tahun 1936 melalui penemuan Lapangan
Klamono. Saat itu, lapangan ini ditemukan melalui rembesan minyak pada antiklin permukaan.
Penelitian-penelitian selanjutnya menampakkan bahwa Lapangan Klamono sesungguhnya merupakan
struktur terumbu karbonat yang menyebabkan draping membentuk antiklin pada lapisan silisiklastik
di atasnya. Sejak itu, play type terumbu karbonat menjadi primadona di cekungan ini, dan ini terus
berlanjut sampai sekarang, setelah lebih dari 70 tahun. Karbonat penyusun terumbu ini terkenal
sebagai Formasi Kais berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir
Tektonik Regional
Stratigrafi
- pengendapan daerah Kepala Burung dimulai dengan batuan dasar kontinental,
yang kemudian diikuti dengan pembentukan batulempung dan endapan turbidit
berumur Silurian – Devonian. Kedua jenis litologi ini dikelompokkan sebagai
Formasi Kemum. Formasi Kemum ini juga mengalami intrusi oleh batuan beku
granitik (Granit Anggi) berumur Karboniferous akhir hingga Permian-Trias,
serta oleh dike dengan komposisi basaltik dan andesitik selama kala Pliosen.
- Pada bagian kepala burung, Formasi Tipuma ke arah atas berubah menjadi
kelompok Kembelangan yang berumur Cretaceous akhir (Pigram dan Sukanta,
1982, dalam Charlton, 1996). Di atas Formasi tersebut, diendapkan
batulempung Yefbie secara tidak selaras. Secara vertikal, batulempung Yefbie
berkembang menjadi Formasi Ligu yang beranggotakan shelf carbonate
berumur akhir Jura serta batulempung dari Formasi Lelinta. Secara selaras,
pengendapan
- Stratigrafi Tersier dipelopori oleh Formasi Faumai yang berumur Eosen awal
hingga akhir. Formasi Sirga ditemukan melalui survei bawah permukaan di
Cekungan Salawati, tepatnya pada bagian barat dataran tinggi Ayamaru.
Formasi ini dibentuk oleh proses transgresif dan diendapkan pada lingkungan
laut dangkal, seiring dengan naiknya muka air laut setelah penurunan global
pada akhir Oligosen (Vail dan Mitchem, 1979).
- Bagian tertua dari suksesi cekungan (terdiri dari tiga formasi di atas)
berkembang menjadi litofasies batugamping berumur Miosen awal hingga
tengah, dengan lingkungan pengendapan berkisar antara shelf (paparan) yang
berkembang ke arah laut dalam yang merupakan anggota dari Formasi Kais.
Singkapan dari batugamping Formasi Kais yang berumur Eosen (Visser dan
Hermes, 1962). Secara lateral, formasi ini lazimnya disetarakan dengan Formasi
Klamogun, Sekau, dan Klasafet. Batuan yang terendapkan pada lingkungan laut
dalam ialah anggota dari Formasi Klamogun dengan ketebalan 1.159 meter. Di
atas Formasi Klamogun, pada Miosen tengah hingga akhir diendapkan Formasi
Klasafet yang beranggotakan batupasir karbonatan, napal yang masif maupun
berlapis, batulanau mikaan atau karbonatan, dan sedikit sisipan batugamping.
Setelah kala Miosen habis, dimulailah pengendapan yang didominasi material
klastik. Pada awal hingga akhir Pliosen, terbentuk Formasi Klasaman yang
beranggotakan interbedding batulempung dan batupasir argilaseous dengan sedikit
sisipan konglomerat dan lignit. Formasi Klasaman diperkirakan berumur akhir Miosen
hingga Pliosen. Di atas Formasi Klasaman, terendapkan secara tidak selaras
Konglomerat Sele yang berumur Kuarter. Lapisan ini diperkirakan berumur lebih
muda dari Pliosen.
Petroleum System
1. Batuan Induk (Source Rock) Batuan klastik halus dari formasi - formasi yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal berupa batuan sedimen batupasir, lanau, serpih gampingan dari Formasi
Sirga dapat bertindak sebagai batuan induk hidrokarbon yang ditemukan dalam fasies batugamping
terumbu Formasi Kais.
2. Batuan Reservoir (Reservoir Rock) Batuan yang berpotensi sebagai batuan reservoir di daerah
telitian adalah batuan karbonat pada reef build up Formasi Kais. Hasil studi fasies batugamping
Formasi Kais di Cekungan Salawati (JOB Pertamina – Santa Fe,2000) terdapat lima fasies utama,
yaitu: Patch Reefs Over Arar High, Lagoonal Mud/Reef Mounds, Ridge Over Salawati, Lagoonal
Pinnacle Reefs dan Patch Reefs Over Walio Bank. Lapangan Klamono dan sekitarnya termasuk
dalam Lagoonal Deeper Carbonates Facies. Secara umum terdiri dari lime mudstone berwarna abu –
abu kecoklatan yang berbutir halus dan wackstone pada beberapa tempat terdapat argillaceous dengan
material skeletal berkisar 8 – 25 % yang terdiri dari foraminifera plankton dan sedikit foraminifera
bentonik.
3. Batuan Penutup (Seal Rock) Batuan yang bertindak sebagai lapisan penutup yang baik pada daerah
telitian adalah sedimen klastik yang terdiri dari batu lempung dengan sisipan tipis batulanau dan
batugamping dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman.
4. Jebakan Hidrokarbon (Trap of Hydrocarbon) Perangkap umum secara regional di daerah telitian
adalah jebakan stratigrafi. Jebakan stratigrafi adalah adanya fasies terumbu dari Formasi Kais yang
porous. Perangkap Formasi Kais pada umumnya didominasi oleh batugamping berumur Miosen Awal
– Miosen Tengah. Batugamping Formasi Kais di daerah Klamono diendapkan di lingkungan lagoonal
hingga carbonate reef bank. Sehingga reservoir pada umumnya terbentuk dari patch reef atau reef
bank. Pola sturktur carbonate build-up pada umumnya mempunyai orientasi Timurlaut - Baratdaya,
sejajar dengan orientasi garis pantai pada saat pengendapan. Perangkap - perangkap tersebut
berkembang sejak awal hingga akhir pembentukan Formasi Kais.
5. Migrasi Hidrokarbon (Migration of Hydrocarbon) Pola migrasi minyak dan gas di daerah telitian,
mengikuti jalur migrasi lateral melewati media batuan porous yang dikontrol oleh slope lapisan ke
arah tinggian serta jalur patahan.
CEKUNGAN BINTUNI
Fase-Fase Tektonik
¡ Stratigrafi Pulau Papua meliputi sikuen batuan-batuan Pra-Kambrium hingga endapan Kuarter yang
masing-masing tersingkap dari bagian Kepala hingga Badan Burung.
¡ Evolusi tektonik yang berlangsung selama Mesozoikum Akhir hingga Kini menyebabkan struktur
geologi yang beragam pada Pulau Papua & beberapa fase magmatisme di sepanjang Pegunungan
Tengah Pulau Papua.
¡ Contohnya adalah Sesar Sorong, Antiklin Misool-Onin Kumawa, dan Jalur Sesar Naik Pegunungan
Tengah.
Basement
Basement Cekungan Bintuni terdiri dari batuserpih, graywackes dan batuan sedimen klastik
berbutir kasar yang berumur Ordo, Silur dan Devon.
Pre-Rifting
Diantara Karbon dan Devon, terdapat ketidakselarasan akibat subsidence. Lalu terendapkan
batuan sedimen berupa batupasir, batuserpih hingga batubara. Pada umur Permian terdapat
kembali ketidakselarasan akibat regresi.
Syn-Rift
Pada fase ini, terdapat kembali ketidakselarasan akibat naiknya muka air laut sehingga
terendapkan batupasir dan batuan sedimen teroksidasi.
Drifting
Pada fase ini, kembali lagi terjadi transgresi yang menyebabkan lingkungannya menjadi
lingkungan laut dangkal.
Obduksi
Obduksi terjadi pada fase ini, dimana ketidakselarasan terjadi akibat pengangkatan dan
terendapkan batuserpih dan pasir serta batugamping.
Progressive Filling Of The Basin
Pada umur Pleistosen, terendapkan dengan tidak selaras batukonglomerat, pasir dan lempung
akibat terjadi kembali pengangkatan.
Berdasarkan stratigrafi Cekungan Bintuni, dapat dibagi evolusi cekungan Bituni dalam beberapa
tahapan yaitu :
1. Tahapan Pemisahan Gondwana dan Asia
Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia berlangsung pada umur Paleozoikum Akhir, dibagi menjadi
3 periode pengendapan pre-rift, syn-rift, post-rift.
a. Pre- Rift(Paleozoikum)
- Batuan dasar Kerak Benua terdiri dari sedimen umur Silur–Devon yang kemudian terlipat dan
mengalami metamorfisme. berlangsung sampai umur Karbon-Permian diendapkan Kelompok Aifam
yang terdiri dari 3 formasi dari tua–muda yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainin.
- Kelompok ini tersebar luas pada bagian Kerak Benua, tetapi tidak terlihat dipengaruhi oleh
metamorfisme melainkan lebih terdeformasi. Pada bagian Tubuh Burung Kelompok Aifam
ini setara dengan Formasi Aiduna yang berumur Karbon Akhir-Permian. Kelompok Aifam ini
dapat dikelompokan dalam tahap Pre-riftingyakni proses pengendapan yang tejadi sebelum
tahap tektonik (rifting) pada masa Mezosoikum.
b. Syn-Rift(Mezosoikum)
- Pada Triasik, daerah kerak benua ditemukan adanya red–beds yang menandakan sebagian
area terekspos atau terangkat ke permukaaan sehingga mengalami oksidasi pada lingkungan
yang kering. Sebagian daerah yang terangkat ini mengakibatkan Cekungan Bintuni
mengalami ketidakselarasan (unconformity) antara Permian Akhir dengan Jurasik, dengan
demikian selama umur Triasik Cekungan Bintuni tidak terjadi proses sedimentasi (Perkins &
Livesey, 1993).
- Sementara pada beberapa bagian, terendapkan Formasi Tipuma pada umur Triasik Awal–Akhir.
Periode rifting itu sendiri dimulai pada umur Jurasik, sedangkan Formasi Tipuma berumur Triasik
Awal–Akhir, disimpulkan bahwa endapan ini merupakan endapan pertama pada periode rifting.
Rifting pada bagian utara diperkirakan dibatasi oleh batas yang kompleks berupa Palung New Guinea,
Fold Belt Papua dan Sorong Koor Suture. Sementara rifting yang terjadi pada bagian baratlaut dapat
diperkirakan dibatasi oleh Timor Trough hingga Aru Trough.
Titik terang: amplitudo terlokalisir lebih besar daripada nilai amplitudo latar belakang. Peralatan
sebelum tahun 1970 memiliki titik terang yang dikaburkan karena kontrol penguatan otomatis. [1]
Titik-titik datar: hampir reflektor horizontal yang melintasi stratigrafi yang ada, mungkin
menunjukkan tingkat cairan hidrokarbon dalam reservoir minyak atau gas.
Titik redup: anomali amplitudo rendah. [2]
Pembalikan polaritas dapat terjadi di mana batuan capping memiliki kecepatan seismik yang sedikit
lebih rendah daripada reservoir dan refleksi memiliki tanda terbalik. [1]