You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker servik merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi
penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian
tersebut terjadi di Negara berkembang. Tanpa penatalaksanaan yang adekuat,
diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam 10 tahun
mendatang. Di perkirakan terdapat 10.370 kasus baru kanker serviks invasive yang
didiagnosis di Amerika Serikat pada tahun 2005. Pada tahun yamg sama, 3.170 pasien
diperkirakan meninggal akibat kanker serviks. Jumlah ini mendekati 1,3% dari kematian
akibat kanker pada wanita dan 13% dari kematian akibat kanker ginekologi.
Bagaimanapun, pada wanita berusia 20 sampai 39 tahun, kanker serviks merupakan
penyebab kematian akibat kanker tertinggi kedua setelah kanker payudara, terhitung
sekitar 10% dari kematian akibat kanker.
Total jumlah wanita yang didiagnosis kanker serviks di Amerika Serikat pada
tahun 1999 adalah 12.900 dengan kematian yang berkaitan dengan kanker sejumlah
4.400, sedangkan jumlah wanita yang mengidap kanker serviks diseluruh dunia sekitar
471.000, dengan angka kematian 215.000. Di banyak negara berkembang , kanker
serviks merupakan penyebab kematian paling umum di usia reproduktif.
Kanker serviks dikenal sebagai kanker pada usia reproduktif. Namun, juga terjadi
pada usia decade lima, enam dan tujuh. Umumnya pada wanita usia tua tidak dilakukan
skrining untuk kanker serviks. Akibatnya, insiden pada populasi ini lebih tinggi dari yang
diperkirakan. Pada konsensus kanker serviks NIH ysng terakhir, insiden kanker serviks
yang lebih tinggi di usia lebih dari 65 tahun didiskusikan dan diputuskan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu perhatian. Rerata umur penderita kanker
serviks di Negara ini 52 tahun.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan
sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan
yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis)
(Wuto, 2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu
penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila,
2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).
B. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
a) Genitalia eksternal

Vulva termasuk alat kelamin bagian luar tempat bermuaranya system


urogenital yang dilingkari oleh labiya mayora, ke belakang menjadi satu dengan
kommisura posterior dan perineum, di bawah kulit terdapat jaringan lemak (mons
pubis). Bagian media dari bibir besar di temukan bibir kecil (labiya minora), ke arah
perineum menjadi satu dan membentuk frenulum labiorum pudenda.
Bagian depan frenulum terdapat fossa navikulare. Pada kiri dan kanan fosa
navikulare terdapat dua buah lubang kecil tempat bermuaranya glandula Bartholini.
Bagian depan labia minora menjadi satu membentuk prepusium klitoris dan di
bawah prepusium klitoris terdapat klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris
terdapat orifisium uretra eksterna (lubang kemih), di kiri dan kanan lubang kemih
terdapat dua lubang kecil dari saluran buntu (duktus skene).
Mons pubis adalah bagian yang menonjol yang melingkar di depan simfisis
pubis, dibentuk oleh jaringan lemak di bawah kulit, meliputi daerah simfisisyang di
tumbuhi rambut pada masa pubertas. Labia mayora (bibir besar) adalah lipatan kulit
yang menonjol secara longitudinal yang memanjang ke bawah dan ke belakang dari
mons pubis dan memebentuk batas lateral yang banyak mengandung saraf. Masing-
masing labium mempunyai dua permukaan, bagian luar mempunyai pigmen dan
ditutupi oleh rambut keriting dan bagian dalamnya licin dikelilingi oleh folikel
sebasea. Di sampingnya terdapat pembuluh darah dan glandula membentuk
kommisura labialis posterior. Labia minora (bibir kecil) adalah lipatan kecil yang
terdapat di antara labia mayora, memanjang dari klitoris secara oblik ke bawah dan
samping belakang sepanjang 4 cm di sisi orifisium vagina. Ujung posterior labia
minora bergabung pada garis median oleh lipatan kulit, disebut frenulum. Masing-
masing labia minora terbagi menjadi :
1. Bagian atas melalui klitoris bertemu dengan yang lain membentuk lipatan
yang menggantung pada glans klitoris.
2. Bagian bawah lewat di bawah klitoris dan membentuk permukaan bawah
saling berhubungan, dinamakan frenulum klitoris.
Klitoris adalah tonjolan kecil yang melingkar berisi jaringan erektil yang
sangat sensitive, terdapat di bawah kommisura labia anterior dan sebgaian
tersembunyi di antara ujung anterior labia minora, banyak mengandung saraf,
terdiri dari :
1. Korpus kavernosus yang mengandung jaringan erektil di tutupi oleh lapisan
padat.
2. Membrane fibrosa bergabung sepanjang permukaan medial oleh septum
pektini formis.

Vestibulum vagina (serambi) adalah celah diantara labia minora di belakang


glans klitoris, di dalamnya terdapat orifisium uretra 2,5 cm. bagian belakang glans
klitoris dan vagina merupakan muara duktus vestibularis mayor, liang senggama,
kelenjar bartolini, dan kelenjar skene kiri dan kanan.

Himen (selaput dara) adalah lapisan tipis menutupi sebagian liang senggama.
Di tengahnya berlubang, merupakan tempat keluarnya menstruasi, bentuknya
bervariasi dan bila teregang akan terbentuk cincin.

Orifisium vagina adalah celah yang terdapat di bawah dan di belakang muara
uretra, ukurannya bergantung pada hymen, lipatan tepi dalamnya berkontrak satu
sama lainnya. Orifisium vagina muncul sebagai celah di antara orifisium vagina.
Bulbulus vestibularis (bulbulus vaginalis) terdiri dari dua masa erektil dari
masing-masing sisi orifisium vagina yang disebut pars intermedis, masing-masing
massa lateris panjangnya 2,5 cm. Ujung posterior diperpanjnag dan berkontak
dengan glandula vestibularis mayor. Ujung anterior bergabung satu dengan yang
lain oleh pars intermedia. Permukaan dalam lapisan superfasialis diafragma di
tutupi oleh M. bubokavernosus.

b) Genitalia internal
1. Vagina
Vagina merupakan penghubung antara genitalia eksterna dengan genitalia
interna. Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan di belakang 9,5 cm. Sumbunya
berjalan kira-kira sejajar dengan arah tepi bawah simpisis pubis ke
promonotorium. Arah ini penting diketahui jika memasukkan jari ke dalam vagina
pada pemeriksaan ginekologik. Pada puncak vagina terdapat bagian yang
menonjol dari leher Rahim, disebut porsio.
Epitel vagina merupakan epitel skuamosa dalam beberapa lapisan.
Lapisannya tidak mengandung kelenjar akan tetapi mengadakan transudasi. Pada
anak kecil epitel ini amat tipis sehingga mudah terkena infeksi. Mukosa vagina
berlipat-lipat secara horizontal, lipatan ini dinamakan rugae. Dibawah epitel
vagina terdapat jaringan ikat dan otot yang susunannya seperti usus. Dinding
belakang vagina lebih panjang dan membentuk forniks posterior forniks lateralis
sinistra, dan forniks lateralis dekstra.
2. Uterus (Rahim)
Uterus adalah organ berongga yang berbentuk seperti buah pir dengan
berat sekitar 30 gram, dan tersusun atas lapisan – lapisan otot. Ruang pada rahim
(Uterus) ini berbentuk segitiga dengan bagian atas yang lebih lebar. Fungsinya
adalah sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin. Otot pada uterus
bersifat elastis sehingga dapat menyesuaikan dan menjaga janin ketika proses
kehamilan selama 9 bulan.
Pada bagian uterus terdapat Endometrium ( dinding rahim) yang terdiri
dari sel –sel epitel dan membatasi uterus. Lapisan endometrium ini akan menebal
pada saat ovulasi dan akan meluruh pada saat menstruasi. Untuk mempertahankan
posisinya uterus disangga oleh ligamentum dan jaringan ikat. Uterus memiliki
beberapa bagian:
o Korpus Uteri, yaitu bagian yang berbentuk seperti segitiga pada bagian atas
o Serviks uteri, yaitu bagian yang berbentuk seperti silinder
o Fundus Uteri, yaitu bagian korpus yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi
Pada saat persalinan, rahim merupakan jalan lahir yang penting karena
ototnya mampu mendorong janin untuk keluar, serta otot uterus dapat menutupi
pembuluh darah untuk mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan. Setelah
proses persalinan, rahim akan kembali ke bentuk semula dalam waktu sekitar 6
minggu.
3. Tuba Fallopi (Oviduk)

Tuba Fallopi (Oviduk) adalah organ yang menghubungkan Uterus (Rahim)


dengan Indung Telur (Ovarium). Tuba Fallopi (Oviduk) juga sering disebut
saluran telur karena bentuknya seperti saluran. Organ ini berjumlah dua buah
dengan panjang 8 – 20 cm. Tuba Fallopi berfungsi untuk :
 Sebagai saluran spermatozoa dan ovum
 Penangkap ovum
 Bisa menjadi tempat pembuahan (fertilisasi)
 Sebagai tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu masuk ke
bagian dalam Uterus (Rahim).
Tuba Fallopi (Oviduk) terdiri atas 4 bagian :
1) Infundibulum, yaitu bagian berbentuk seperti corong yang terletak di
pangkal dan memiliki Fimbriae. Fimbriae berfungsi untuk menangkap
ovum
2) Pars ampularis, yaitu bagian agak lebar yang merupakan tempat
bertemunya ovum dengan sperma (Pembuahan/fertilisasi)
3) Pars Ismika, yaitu bagian tengah tuba yang sempit
4) Pars Interstitialis, yaitu bagian tuba yang letaknya dekat dengan uterus
4. Ovarium (Indung Telur)
Ovarium adalah kelenjar reproduksi utama pada wanita yang berfungsi
untuk menghasilkan ovum (Sel telur) dan penghasil hormon seks utama. Ovarium
berbentuk oval, dengan panjang 2,5 – 4 cm. Terdapat sepasang Ovarium yang
terletak di kanan dan kiri, dan dihubungkan dengan rahim oleh tuba fallopi.
Umumnya setiap Ovarium pada wanita yang telah pubertas memiliki 300.000-an,
dan sebagian besar sel telus ini mengalami kegagalan pematangan, rusak atau
mati, sehingga benih sehat yang ada sekitar 300 - 400-an benih telur dan 1 ovum
dikeluarkan setiap 28 hari oleh ovarium kiri dan kanan secara bergantian melalui
proses menstruasi, sehingga saat benih telur habis, terjadilah menopause .
Ovarium juga menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang berperan
dalam proses Menstruasi.
C. Etiologi
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel pada serviks yang mengalami
mutasi sehingga terjafi perubahan perilaku yang abnormal. Keadaan sel yang tumbuh
tidak terkendali dan keadaan abnormal sel yang tidak dapat diperbaiki inilah yang
menyebabkan pertumbuhan menjadi kanker. Ada beberapa kejadian yang erat
hubungannya dengan kejadian kanker serviks yaitu insiden kanker sering terjadi pada
mereka yang sudah menikah dibanding dengan yang belum menikah, dapat juga
dialamipada wanita pada coitus pertama yang dialami pada usia sangat muda,
kejadian meningkat dengan tingginya paritas dan jarak persalinan yang sangat dekat,
selain itu pada golongan dengan sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan
masalah higienis seksual yang kurang bersih, pada mereka yang sering berganti-ganti
pasangan (promiskuitas), perokok dan pada wanita yang terinfeksi Human Papilloma
Virus (HPV) Tope 16 atau 18.
Penyebab utama dari kanker serviks adalah adanya inveksi virus HPV (Human
Papilloma Virus). HPV merupakan penyebab bagi kanker serviks sel skuamosa pada
serviks yang merupakan salah satu jenis kanker serviks yang paling sering terjadi.
Pada tipe skuamosa, 99,7% DNA HPV dapat diisolasi terutama HPV 16 dan
familinya tipe 39, 45, 59, 68, dan tergantung usia.
Onkoprotein E6 dan E7 pada kanker serviks merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat P53 yang menyebabkan Tumor
Supresor Gen (TSG) P53 akan kehilangan fungsinya dan onkoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb sehingga ikatan ini akan menyebabkan terlepasnya E2F yang
membuat siklus sel berjalan tanpa terkontrol.

D. Manifestasi Klinis
a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan
baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi
lambat.
b.Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada
stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi sehingga
cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:

a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh. Terkadang
bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah
dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan
obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam berkemih, nyeri di
daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi pembengkakan
di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan sebagainya.

E. Komplikasi
1. Komplikasi yang terjadi karena radiasi
Waktu fase akut terapi radiasi pelvik, jaringan-jaringan sekitarnya juga
terlibat seperti intestines, kandung kemih, perineum dan kulit. Efek samping
gastrointestinal secara akut termasuk diare, kejang abdominal, rasa tidak enak
pada rektal dan perdarahan pada GI. Diare biasanya dikontrol oleh loperamide
atau atropin sulfate. Sistouretritis bisa terjadi dan menyebabkan disuria, nokturia
dan frekuensi. Antispasmodik bisa mengurangi gejala ini. Pemeriksaan urin harus
dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih. Bila infeksi saluran kemih
didiagnosa, terapi harus dilakukan segera. Kebersihan kulit harus dijaga dan kulit
harus diberi salep dengan pelembap bila terjadi eritema dan desquamasi. Squele
jangka panjang (1 – 4 tahun setelah terapi) seperti : stenosis pada rektal dan
vaginal, obstruksi usus kecil, malabsorpsi dan sistitis kronis.
2. Komplikasi akibat tindakan bedah
Komplikasi yang paling sering akibat bedah histerektomi secara radikal
adalah disfungsi urin akibat denervasi partial otot detrusor. Komplikasi yang lain
seperti vagina dipendekkan, fistula ureterovaginal, pendarahan, infeksi, obstruksi
usus, striktur dan fibrosis intestinal atau kolon rektosigmoid, serta fistula kandung
kemih dan rektovaginal.
F. Patofisiologi
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi.
Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara
1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif
adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada
aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam
jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau
dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada
serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika
urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol
pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks
yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau
kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas
seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum,
sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks,
Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum
ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut.
Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena
trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan
epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut
proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas
metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia
ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang
menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor penyebab
yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus
tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan
terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi
sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ
dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat,1997 dalam
Prawirohardjo,2010).
G. Pathways
H. Penatalaksanaan

1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Histerektomi
adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan
serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium
klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II
B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan menggunakan kemoterapi tergantung jenis kanker dan fase saat
diagnosis. Kemoterapi disebut sebagai pengobatan adjuvant ketika kemoterapi
digunakan untuk mencegah kanker kambuh. Kemoterapi sebagai pengobatan
paliatif ketika kanker sudah menyebar luas dan dalam fase akhir, sehingga dapat
memberikan kualitas hidup yang baik. (Galle, 2000).
Kemoterapi bekerja saat sel aktif membelah, namun kerugian dari
kemoterapi adalah tidak dapat membedakan sel kanker dan sel sehat yang aktif
membelah seperti folikel rambut, sel disaluran pencernaan dan sel batang sumsum
tulang. Pengaruh yang terjadi dari kerja kemoterapi pada sel yang sehat dan aktif
membelah menyebabkan efek samping yang umum terlihat adalah kerontokan
rambut, kerusakan mukosa gastrointestinal dan mielosupresi. Sel normal dapat
pulih kembali dari trauma yang disebabkan oleh kemoterapi, jadi efek samping ini
biasanya terjadi dalam waktu singkat.
Macam-Macam kemoterapi
a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obat golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti
sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja
pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-
sel kanker tersebut.

I. Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC


DAFTAR PUSTAKA

Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks. Maj Kedokteran. Indon,
Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

Arif Mansjoer dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran , Edisi 3 , Jilid 1. EGC : Jakarta

Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester,
Edisi 8. EGC : Jakarta.
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.

Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.

https://www.softilmu.com/2015/05/Fungsi-Alat-Reproduksi-Kelamin-Wanita-adalah.html
diakses pada selasa 2 oktober 2018 pukul 20.00 WIB

http://www.academia.edu/7944506/Patofisiologi_Kanker_Serviks

You might also like