You are on page 1of 26

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Umur : 54 tahun

Alamat : Jl. Talasalapang Perumahan Graha Asri, Makassar

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Pasien masuk ke UGD Jiwa RSKD pada tanggal 8 April 2019 untuk pertama kalinya

diantar oleh adiknya

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari :

Nama : Ny. L

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Pendidikan terakhir : SMA

Alamat : Perumahan cakra hidaya, Gowa

Hubungan dengan pasien: Adik kandung


A. Keluhan Utama:

Mengamuk

B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)

1. Keluhan dan gejala

 Seorang laki-laki datang ke UGD RSKD Dadi pertama kalinya diantar oleh

adik kandung dan polisi dengan keluhan mengamuk. Pasien melemparkan

barang-barang pecah.

 Saat sebelum datang ke RSKD pasien melemparkan polisi asbak rokok.

 Pasien juga sering bilang bahwa ada orang di depan rumahnya. Padahal tidak

ada orang. Dan mengaku selalu melihat dua orang dirumahnya dan bilang

bahwa mereka yang sering menjaganya.

 Pasien juga sering meneriaki orang-orang yang lewat didepan rumahnya.

 Sering main handphone yang ada gambar mata dan tali.

 Dan hampir selalu bilang kalau mau menang undian.

 Pasien juga sering membawa benda-benda tajam dan disimpan didalam

kamarnya. Dia merasa bahwa ada orang yang bakalan serang dia.

 Dan sering mengunci pintu bahkan ibunya pernah dikuncikan dari dalam

rumah.

 Sering juga pasien menyiram air ke ibunya, juga sering berbicara sendiri, dan

merendam rokoknya di air.

 Tidur pasien kurang. Makan dan minum baik. Pasien tidak mandi sudah

hampir 4 hari.
 Awal perubahan perilaku kurang lebih 2 tahun yang lalu. Saat bos pasien

bangkrut dan perekonomian pasien juga makin menurun.

 Pasien kemudian mulai menyendiri dikamar dan tidak mau keluar rumah.

 2 bulan akhir ini pasien sempat melihat orang berada didepan rumahnya dan

meminta kelurganya untuk datang melihat tetapi ternyata tidak ada orang sama

sekali. Dan kemudian pasien menjadi lebih waspada dan sering mengunci

pintu dan membawa benda-benda tajam.

3. Hendaya Fungsi

 Hendaya dalam bidang sosial : ada

 Hendaya dalam aspek pekerjaan : ada

 Hendaya dalam penggunaan waktu senggang : ada

4. Faktor stressor psikososial : Masalah ekonomi

5. Hubungan gangguan sekarang dengan gangguan riwayat penyakit fisik dan psikis

sebelumnya

 Riwayat infeksi : -

 Riwayat trauma : -

 Riwayat kejang : -

 Riwayat merokok: +

 Riwayat alkohol : -

 Riwayart NAPZA: -

C. Riwayat Gangguan Psikiatri sebelumnya

Tidak Ada riwayat penyakit sebelumnya

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir dalam normal dan cukup bulan di RS sentosa pada tanggal 01-12-1965.

Tidak ditemukan cacat lahir ataupun kelainan bawaan.

2. Riwayat Masa Dewasa

- Riwayat Pekerjaan : Pasien pernah bekerja di toko perabotan rumah.

- Riwayat Pernikahan : Pasien belum menikah.

- Riwayat Agama : Pasien memeluk agama katolik

- Aktivitas Sosial : Sebelum perubahan perilaku, termasuk orang yang baik, pergaulan

dengan tetangga dan keluarga yang lain juga baik.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga

Pasien merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara (♂,♂,♀,♀,♂,♂). Pasien belum menikah

Saat ini pasien tinggal bersama ibunya dan adiknya. Tidak ada riwayat penyakit yang

sama di dalam keluarga pasien tetapi adiknya punya riwayat minum obat-obatan.

Genogram
Keterangan :

: Laki-Laki / : Meninggal

: Perempuan : Tinggal serumah

: Menikah

: Pasien

F. Situasi Sekarang :

Pasien tinggal dengan ibu dan adik laki-lakinya dirumah milik ibunya.

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya :

Pasien merasa dirinya tidak sakit apalagi mengalami gangguan jiwa. Dan pasien

mengatakan bahwa dia tidak pantas disini karena dirinya bukanlah orang biasa. Dikenal

oleh semua orang didunia

III. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum :

1. Penampilan : Perawakan kurus, rambutnya lurus dan tidak tersisir serta dipenuhi

dengan keringat, wajah sesuai umur (54 tahun), memakai baju merah dan celana

panjang hitam, perawatan diri kurang

2. Kesadaran : berubah

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Gelisah

4. Pembicaraan : - Spontan

- Lancar dan nada/intonasi sama kadang meninggi

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan dan Empati :

1. Mood : Sulit dinilai


2. Afek : Tumpul

3. Empati : tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif) :

1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : pengetahuan umum dan

kecerdasan sesuai tingkat pendidikan

2. Daya konsentrasi : Tidak terganggu

3. Orientasi :

 Orientasi waktu : Baik

 Orientasi tempat : Baik

 Orientasi orang : Baik

4. Daya Ingat : Tidak terganggu

5. Pikiran abstrak : Tidak terganggu

6. Bakat kreatif : tidak ada

7. Kemampuan menolong diri sendiri : kurang

D. Gangguan Persepsi :

 Halusinasi : Halusinasi visual

 Ilusi : tidak ada

 Depersonalisasi : tidak ada

 Derealisasi : tidak ada

E. Proses Berfikir :

1. Arus pikiran :

 Produktivitas : berlebihan

 Kontinuitas : relevan
 Hendaya Berbahasa : tidak ada.

2. Isi Pikiran :

 Preokupasi : tentang dirinya yang terkenal di seluruh dunia.

 Gangguan isi pikiran : waham kebesaran

F. Pengendalian Impuls : Terganggu.

G. Daya Nilai :

1. Norma Sosial : Terganggu

2. Uji Daya Nilai : Terganggu

3. Penilaian Realitas : Terganggu.

H. Tilikan (Insight) : Tilikan derajat 1 (pasien menyangkal penuh bahwa dirinya sakit)

I. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisik :

 Status Internus : TD 120/80 mmHg, N = 88 x/I, S = 36,4 oC, P = 20x/i. Konjungtiva tidak

anemis, sklera tidak icterus, jantung, paru, abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas

dan bawah tidak ada kelainan.

 Status Neurologis

Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil bulat dan isokor

2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas

dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis. cara berjalan kesan normal,

keseimbangan baik.
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang laki-laki umur 54 tahun datang ke UGD RSKD Dadi dengan keluhan

mengamuk. Pasien dan melemparkan barang-barang pecah dan melemparkan polisi asbak

rokok. Pasien juga sering bilang bahwa ada orang di depan rumahnya, meneriaki orang-

orang yang lewat didepan rumahnya, sering membawa benda-benda tajam. Dan sering

mengunci pintu. Sering juga pasien menyiram air ke ibunya, berbicara sendiri. Tidur

pasien kurangdan tidak mandi sudah hampir 4 hari.

Awal perubahan perilaku kurang lebih 2 tahun yang lalu. Saat bos pasien

bangkrut dan perekonomian. Pasien mulai menyendiri dikamar dan tidak mau keluar

rumah. Pasien sering memainkan handphonenya. 2 bulan akhir ini pasien sempat melihat

orang berada didepan rumahnya dan meminta kelurganya untuk datang melihat tetapi

ternyta tidak ada orang sama sekali. Dan kemudian pasien menjadi lebih waspada dan

sering mengunci pintu dan membawa benda-benda tajam.

Kesadaran berubah, perilaku dan aktivitas psikomotor gelisah, pembicaraan

lancar dan intonasi sama kadang meninggi. Sikap terhadap pemeriksa kooperatif.

Keadaan mood sulit dinilai, afek tumpul, empati tidak dapat diraba rasakan. Gangguan

persepsi ada halusinasi visual. Produktivitas berlebihan, kontinuitas relevan. Ada

prekokupasi, ada gangguan isi pikir yakni waham kebesaran dan . Tilikan derajat 1

(pasien menyangkal penuh bahwa dirinya sakit). Taraf dapat dipercaya.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

 Aksis I

Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan gejala klinis bermakna

yaitu pasien mengamuk dan memgang benda tajam. Keadaan ini menimbulkan rasa tidak
nyaman atau terganggu. Pasien juga jarang mandi sehingga menyebabkan disabilitas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.

Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat dalam menilai realita

dimana pasien sering membawa benda tajam di dalam rumah, mengunci pintu dan

mengamuk. Dan menyatakan bahwa dirinya dikenal oleh seluruh orang di dunia. sehingga

didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan,

sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat disingkirkan dan

berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.

Dari alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental. Keluhan pasien

tidak disebabkan oleh adanya penggunaan zat tertentu maupun kondisi medis tertentu

sehingga memenuhi gejala diagnosis Skizofrenia (F20.). Menurut PPDGJ III pasien

didiagnosis dengan Skizofrenia Paranoid (F20.0).

 Aksis II

Sebelum sakit pasien orangnya ramah, baik tetatapi data ini belum cukup untuk

memasukkan pasien ke salah satu gangguan kepribadian

 Aksis III

Tidak ada.

 Aksis IV

Stressor dalam hal ekonomi.

 Aksis V

GAF Scale saat ini : 50-41 (gejala berat (serious) , disabilitas berat)
VII. DAFTAR MASALAH

 Organobiologik:

Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena terdapat

ketidakseimbangan neurotransmitter maka memerlukan psikofarmaka.

 Psikologik:

Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga memerlukan psikoterapi.

 Sosiologi:

Didapatkan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu

senggang, sehingga memerlukan sosioterapi.

VIII. PROGNOSIS

 Ad Vitam : Bonam

 Ad Functionam : Dubia ad bonam

 Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Faktor Pendukung Faktor Penghambat

- Stressor jelas -Pasien merasa sehat dan tidak sakit

- Adanya dukungan keluarga terhadap

kesembuhan pasien

- Adanya kepercayaan akan agama pasien

- Lingkungan yang membantu pasien teratur

dalam berobat

- Makan dan minum yang teratur

- Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang


sama

IX. RENCANA TERAPI

a. Psikofarmakoterapi

- Haloperidol 5 mg ½ tablet / 8 jam / oral

- Chlorpromazine 100 mg 1 tablet / 24 jam / oral (malam)

b. Psikoterapi

- Suportif

Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam

memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian

mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang

mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum

obat secara teratur.

- Sosioterapi

Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien sehingga bisa menerima

keadaan pasien dan memberikan dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang

kondusif untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan pengobatan.

X. FOLLOW UP

Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya, tanda-tanda vital pasien

dan efektifitas terapi serta kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.

XI.LAMPIRAN WAWANCARA

Dr : Selamat siang pak. Siapa nama ta pak?


R : Tn R
Dr : Berapa umur ta pak?
R : 50an
Dr : Bapak bisa lihat saya?
R : Bisa
Dr : Bapak tau ini dimana?
R : Posko sosial
Dr : Pak, kalau boleh tau kenapa bapak di bawa kesini?
R : Politik
Dr : Katanya bapak mengamuk dirumah dan marah-marah pak?
R : Iya
Dr : Kenapa ki marah-marah? Adakah yang ganggu ki?
R : Mereka rusaki pintu kedua saya
Dr : pintu kedua
R : iya pintu kedua rumah saya
Dr : Kenapa dihancurkan pak?
R : Politik
Dr : katanya seringki bawa-bawa benda tajam?
R : Iya, itu buat jaga diri saya. Saya ini bukan orang biasa. Saya terkenal diseluruh dunia
Dr : adakah yang gangguki ?
R : tidak Cuma jaga diri saja kalau media mau serang saya. Karena mereka mau serang
saya.
Dr : kenapa mau diserang?
R : karena saya kirim iklan tercepat di dunia. Saya ini terkenal di dunia. Bukan orang
sembarang. Orang suci
Dr :kirim iklan apa?
R : itu, iklan di tv. kan saya punya tv kabel jadi sering saya kirim dan tercepat didunia
Dr : terkenalki memang di seluruh dunia pak?
R : iya. Saya ini bukan orang biasa. Saya terkenal diseluruh dunia. Saya juga pemain film.
Saya ini aktor film.
Dr : aktorki juga pak ?
R : iya saya pemain film
Dr : tapi tidak pernah kuliatki di tv ? Film apa ?
R : Saya ini pemain film dokter. Dan terkenal diseluruh dunia.
Dr : tapi saya tidak kenalki
R : dokter berarti belum liat saya. Saya pemain film
Dr : ada biasa kita dengar pak atau biasa bisiki ki?
R : Tidak ada
Dr : kemarin kata keluarga ada kita lihat orang didepan ?
R : iya ada dokter
Dr : siapa itu ?
R : orang dokter
Dr : berapa orang ?
R : dua orang
Dr : apa nabikin ?
R : mereka yang jagai saya dokter
Dr : bagaimana tampakannya ?
R : pakai baju bola dokter
Dr : selaluji kita lihat kah ?
R : iya dokter. Mereka tinggal diatas
Dr : diatas mana ?
R : diatas loteng dokter.
Dr : kita tau darimana ?
R : iya dokter tinggal di atas.
Dr : nda dibisik bisiki sama itu orang?
R : tidakji
Dr : nda adaji kekuatan- kekuatanta ?
R : tidakji dokter. Cuman saya bisa kirim iklan tercepat diseluruh dunia dokter.
Dr : kenapa sering siram ibuta ?
R : begini dokter saya siram karena saya bilang A dia bilang C.
Dr : tapi kan itu ibuta.
R : iya dokter tapi selalu begitu
Dr : oh iya nanti minum obat ya
R : saya tidak sakit dokter
Dr : kenapa pale ada dsni kalau nda sakit ?
R : politik dokter. Adek saya yang
( sambil memiringkan jari didepan kepala)
Dr : jangan begitu sama adekta. Tidak boleh marah sama adekta.
R : tidakji dokter saya tidak pernah simpan dendam nanti ada balasannya kalau orang
berpolitik begitu dokter.
XII. PEMBAHASAN

Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau “pecah”,

dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara

afeksi, kognitif dan perilaku.4

Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang

timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.3

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari

pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).

Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Epidemiologi

Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas

selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal

dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang.

Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk

laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya adalah 25 sampai 35

tahun.6,7

Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya akibat

gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki kemampuan fungsi
sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin

skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.5

Etiologi

Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 7 Namun,

skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai

faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun

faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor Neurobiologis

a. Faktor Genetika

Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia

adalah gangguan bersifat keluarga.Penelitian tentang adanya pengaruh

genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah

membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia

bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama

bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan

kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7

b. Faktor Neuroanatomi Struktural

Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga

daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah

mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.Gangguan pada

sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi.


Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau

keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi

wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan

organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus

temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala.6,7

c. Faktor Neurokimia

Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga

diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling

banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan

karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya

peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral (hipotesis

dopamin). Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan

dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor

dopamin.6

2. Faktor Psikososial

a. Faktor Keluarga dan Lingkungan

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam

menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien skizofrenia

sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti

mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada

keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak

jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar

kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar

untuk kambuh.7,8

b. Faktor Stressor

Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan

kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala

akut.8

Manifestasi Klinis

Skizofrenia Paranoid

Gejala-gejala yang terdapat pada Skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut:

1. Waham (delusion) yang menonjol .misalnya waham kejar, waham kebesaran dan

lain sebagainya,

2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual dan lain

sebagainya,

3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara

relative tidak nyata/tidak menonjol.9

Kriteria Diagnosis

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik Skizofrenia, yaitu:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas), yaitu:
A. Thought

 Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri berulang atau bergema dalam

kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya

berbeda.

 Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke

dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari

luar dirinya (withdrawal)

 Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau

umum dapat mengetahuinya

B. Delusion

 Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar

 Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar

 Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap

suatu kekuatan dari luar (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan

anggota tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)

 Delusion perception = pengalaman tentang dirinya yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya yang bersifat mistik atau mukjizat

C. Halusinasi auditorik

 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien,

atau

 Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara

yang berbicara), atau


 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak

wajar, dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik

tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa misalnya mampu

mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham

yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang

jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau

apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus

menerus.

b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, stupor.

d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan

diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa

semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan

atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari

beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hiduo tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri secara

sosial.

Pedoman skizofrenia paranoid

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

 Sebagai tambahan :

- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),

mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau lain-

lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delution of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”

(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,

adalah yang paling khas.

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif

tidak nyata tidak menonjol.

Berdasarkan DSM V(2)

1. Dua (atau lebih) dari gejala berikut; Setiap gejala muncul dengan waktu yang cukup

signifikan dalam kurun waktu periode 1 bulan (atau kurang, jika berhasil ditangani).

Setidaknya salah satu gejala merupakan (1), (2), atau(3):

1. Delusi

2. Halusinasi
3. Kemampuan berbicara tidak terorganisasi

4. Perilaku tidak terorganisasi dan katatonia

5. Simptom negatif

2. Untuk periode waktu yang signifikan sejak munculnya onset dari gangguan, level

keberfungsian dari kebanyakan area seperti pekerjaan, relasi interpersonal, self-care,

tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum onset.

3. Munculnya gejala yang berkelanjutan dari gangguan, setidaknya selama 6 bulan. Dalam 6

bulan ini, setidaknya terdapat 1 bulan dimana muncul gejala yang memenuhi Kriteria A,

dan dimungkinkan juga munculnya gejala prodromal maupun residual.

4. Gangguan schizoaffective dan depressive maupun bipolar dengan fitur psychotic telah

dikesampingkan.

5. Gangguan tidak disebabkan karena efek psikologis dari penggunaan obat-obatan maupun

terkait kondisi medis lainnya.

6. Jika ada riwayat onset dari gangguan autism maupun gangguan bicara saat kecil, maka

diagnosa tambahan dari schizophrenia hanya dibuat jika delusi dan halusinasinya

menonjol.

Pengobatan

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok,

berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor antagonis (DRA) atau antipsikotika

generasi I (APG-I) misalnya fenotiazine, tioxantine, butirofenon dan serotonin-dopamine

antagonist (SDA) atau antipsikotika generasi II (APG-II) misalnya clozapine, risperidone,

olanzapine. (10)
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau

antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara serotonin dan

dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih

rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II

adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan

reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2).

Obat Anti-Psikotik Tipikal (Typical Anti Psychotics)

1. Phenothiazine

 Rantai Aliphatic :

- Chlorpromazine (Chlorpromazine): Tab. 25-100mg. Dosis anjuran 300-1000

mg/h.

 Rantai Piperazine :

- Perphenazine (Trilafon)

- Trifluoperazine (Stelazine): Tab. 1-5 mg. Dosis anjuran 15-50 mg/h

- Fluphenazine (Stelazine): Tab.1-5 mg. Dosis anjuran 15-50 mg/h

 Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)

2. Butyrophenone : Haloperidol (Haloperidol): Tab 0,5, 1,5, 5mg. Dosis

anjuran 5-20 mg/h

3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide.

Pasien diberikan Haloperidol 5 mg 3x1 dan Chlorpromazin 0-0-1 yang merupakan

antipsikotik tipikal. Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang

mengalami eksitasi. Efek sedative haloperidol kurang kuat disbanding dengan CPZ.(10)
Pasien juga diberikan Trihexyphenidil 2 mg 1x1 yang merupakan antikolinergik.

Mekanisme kerja dasar obat ini ialah mengurangi aktivitas kolinergik yang berlebihan di ganglia

basal.(10)

Diagnosis banding

1. Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan

2. Keadaan paranoid involusional

3. Paranoia

Prognosis

Sebagian gejala skizofrenia akut dan gejala yang lebih dramatif hilang dengan

berjalannya waktu, tetapi pasien secara kronik membutuhkan perlindungan atau menghabiskan

waktunya bertahun-tahun di dalam rumah sakit jiwa. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien

menyalahgunakan zat atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis.

KESIMPULAN

Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan

persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan

halusinasi.

Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Five Edition Text

Revised (DSM-V-TR) Tipe skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe, Dari semua tipe tersebut

yang paling sering terjadi adalah tipe paranoid.


Diagnosis Skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala yang amat jelas, yaitu :

 Thought

 Delusion

 Halusinasi auditorik

 Waham-waham menetap jenis lainnya

atau sedikitnya dua gejala secara jelas, yaitu :

 Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja

 Arus pikiran yang terputus

 Perilaku katatonik

 Gejala-gejala “negatif

sesuai kriteria diagnosis PPDGJ III.

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). yaitu dopamine receptor antagonis (DRA)

atau antipsikotika generasi I (APG-I) seperti Clorpromazine dan Halopridol dan serotonin-

dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotika generasi II (APG-II) seperti Clobazine dan

Risperidone.

Prognosis penyakit tergantung dari cepat lambatnya pengobatan dan pengawasan dalam

pelaksanaan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan & Sadock’s

Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition. Philadhelpia : Lippincott Williams &

Wilkins, 2009.p. 1434

2. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III(PPDGJ

III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.

3. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor :

Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary

Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.

4. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.

5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku

Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:147-68.

6. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher.

2010:699-744

7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri.

Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.


8. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor :

Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary

Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.

9. Muhyi, A. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala Depresi di RSJ. FK

UIN Syarif Hidayatullah. 2011

10. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 Bagian Farmakologi

FK-UI. Jakarta: 2007

You might also like