You are on page 1of 17

PANDUAN

PASIEN TAHAP TERMINAL


RUMAH SAKIT UMUM BAITUL HIKMAH KENDAL

RSU BAITUL HIKMAH KENDAL


JC. Raya Soekarno Hatta Km. 12 Gemuh - Kendal
Jawa Tengah
2018
RSU. BAITUL HIKMAH KENDAL
Jl. Raya Soekarno Hatta Km. 12 Gemuh Kendal - Jawa Tengah
Telp. (0294) 3690 666 Fax. (0294) 3690 688 Email : rsbaitulhikmahwgmail .com
Website : www.rsbaitulhikmah.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU BAITUL HIKMAH KENDAL


NOMOR : 0343/SK/DIR7RSBH/III/2018
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN

DIREKTUR RSU BAITUL HIItMAH KENDAL

Menimbang : a. Bahwa untuk menjamin dan mewujudkan ketertiban dan


keselamatan dalam penyelenggaraan pelayanan pasien yang baik,
maka perlu dibuat Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal;
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perlu
ditetapkan Pemberlakuan Panduan Pelayanan Pasien Tahap
Terminal di Rumah Sakit Umum Baitul Hikmah Kendal;
c. Bahwa Pemberlakuan Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal
di Rumah Sakit Umum Baitul Hikmah Kendal sebagaimana
tersebut pada huruf b, perlu ditetapkan dan diatur dengan
Keputusan Direktur.

Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 1441 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
2. Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tanggal 6 oktober 2009
tentang Praktik Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang
Rekam Medis;
Keputusan Direktur RSU Baltul Hikmah Nomor
0017/SK/DIR/RSBH/1/2018 Tahun 2018 tentang Kebijakan
Pelayanan Asuhan Pasien.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Baitul Hikmah Kendal tentang
Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal;
KEDUA : Pedoman Pelayanan Pasien Tahap Terminal sebagaimana dimaksud
dalam diktum kesatu, sebagaimana tercantum dalam peraturan ini;
KETIGA : Pedoman Pelayanan Pasien Tahap Terminal sebagimana dimaksud
dalam diktum kedua, agar digunakan sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan di Rumah Sakit Umum Baitul Hikmah Kendal;
KEEMPAT Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dilakukan evaluasi
setiap 3 tahun;
KELIMA : Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
keputusan ini, maka akan diadakan pebaikan atau perubahan
sebagaimana mestinya.
öl Aütî 4 « *‘* ü
Ditetapkan di : Kendal
Pada tanggal : 19 Maret 2018

DIREKTUR
RSU BAITUL HIKMAH KENDAL

HAKIEM
NIK. 1 .06.14
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI....................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................ 2
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................. 3
BAB IV DOKUMENTASI ............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

iv
BAB I
DEFINISI

Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung / heart failure,
penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV / AIDS yang memerlukan perawatan
lebih lanjut, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan
pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium
lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga
perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut
suatu penyakit tidak hanya pemenuhan / pengobatan gejala fisik, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
dilakukan dengan pendekatan interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi
perawatan lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan
baik.
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan
lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami /
menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan
suatu kehilangan.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang linkup Penerapan Panduan


1. Pelayanan akhir hidup pasien rawat inap
2. Pelayanan akhir hidup pasien IGD
B. Penerima informasi Pelayanan Akhir kehidupan
1.Pasien Dn Keluarga
C. Profesi Terkait
1. Dokter
2. Perawat
3. Bidan
D. Jenis- jenis penyakit Terminal
1.Ca stadium akhir
2.Mati batang otak
3.Stroke Hemoragic
4.Gagal ginjal kronik
5.Asistole
6. AIDS
7. Cidera Kepala Berat

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. MASALAH DI AKHIR KEHIDUPAN


Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien yang
sekarat sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang,
percobaan mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara
medis. Di antara hal-ha lyang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti
memulai atau menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup,
perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal serta kelayakan dan
penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut.
Dua masalah yang pantas mendapat perhatian khusus: euthanasia dan bantuan
bunuh diri.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas di
maksudkan untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-
elemen berikut:
 subjek tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit
yang tidak dapat disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya
diakhiri.
 Mengetahui tentang kondisi pasien dan menginginkan kematian dan
melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup orang tersebut,
dan
 Tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.

2. Bantuan Bunuh Diri


Berari tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau
alat atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk
konseling mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal, atau
memberikannnya. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering dianggap
sama secara moral, walaupun antara keduanya ada perbedaan yang jauh secara
praktek maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan
bantuan secara definisi harus dibedakan dengan menunda atau menghentikan
perawatan medis yang tidak diinginkan, sia-sia atau tidak tepat at ketentuan
perawatan paliatif, bahkan jika tindakan-tindakan tersebut dapat
memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa
sakit atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih
memilih mati dari pada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh

3
lagi, banyak pasien menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan
hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai instrumen
kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai pengetahuan medis dan
akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat
dan tanpa rasa sakit. Tentunya dokter akan merasa enggan memenuhi
permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang ilegal di sebagian besar
negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik kedokteran. Larangan
tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telah dinyatakan
kembali oleh WMA dalam Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri
hidup seorang pasien dengan segera, tetaplah tidak etik bahkan jika pasien
sendiri atau keluarga dekatnya yangmemintanya. Hal ini tetap saja tidak
mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan pasien untuk
membiarkan proses kematian alami dalamkeadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter
tidak dapatmelakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam
jiwa pada stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-
tahun terakhir telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif
untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas
hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak
dengan penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek
dala pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa
sakit. Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka
mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini, dan jika mungkin juga
memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan
di atas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun
tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak
mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada
pasien, wakil pasein dalam mengambil keputusan, dan juga dokter.
Kemungkinan memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan,
intervensi resusitasi, prosedur radiologi, dan perawatan intensif memerlukan
keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan
menghentikannya jika tidak berhasil.
Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien
yang kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun
walaupun jika penolakan itu dapat ”dokter tidak boleh membiarkan pasien
sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika
sudah tidak mungkin disembuhkan” menyebabkan kematian. Setiap orang

4
berbeda dalam menanggapi kematian, beberapa akan melakukan apapun untuk
memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya,
sedang yang lain sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan yang
sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti antibiotik untuk
pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha untuk
memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada
serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan
pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten
memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas
mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup
lanjut, keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang
sangat samar-samar dan harus di interpretasikan berdasarkan kondisi aktual
pasien. Jika pasien tidak menyatakan keinginannnya dengan jelas, wakil pasien
dalam mengambil keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk
keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

B. TAHAP-TAHAP MENJELANG AJAL


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan / membagi tahap-tahap menjelang ajal
(dying) dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak / Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti “Seharusnya
tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”. Beberapa orang
bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya
orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).
2. Marah / Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul
pemikiran pada diri pasien, seperti “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku”
kemarahan-kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek
yang dekat dengan pasien, seperti keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang
merawatnya.
3. Menawar / bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali
klien berkata “Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak
saya lulus jadi sarjana”.

5
4. Kemurungan / Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima / Pasrah / Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase
ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau
rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya ingin
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.

C. TIPE-TIPE PERJALANAN MENJELANG KEMATIAN


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan
yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama.

D. TANDA-TANDA KLINIS MENJELANG KEMATIAN


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital, ditandai :
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.

6
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori, ditandai :
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-
kadang pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori
terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.

E. TANDA-TANDA KLINIS SAAT MENINGGAL


1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

F. TANDA-TANDA MENINGGAL SECARA KLINIS


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.

G. MACAM TINGKAT KESADARAN / PENGERTIAN PASIEN DAN KELUARGANYA


TERHADAP KEMATIAN
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness / Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi
perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan
sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.
2. Matual Pretense / Kesadaran / Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala
sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

7
3. Open Awareness / Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya
ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun
dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua
orang dapat melaksanaan hal tersebut.

H. BANTUAN YANG DAPAT DIBERIKAN


1. Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial / Menolak
Dokter / perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Dokter / Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa
masih merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan
menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada
perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan
akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter / perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter / perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara
non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-
reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.

8
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Pasien menejelang ahir hayat biasanya mengalami rasa nyeri. Untuk itu
perlu di lakukan pengkajian atas rasa nyeri yang dialami dan di berikan
tatalaksana yang tepat. Tatalaksana nyeri pada ahir hayat mengikuti
pedoman manajemen yang berlaku di rumah sakit. Beberapa obat untuk
mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit terminal, seperti
morphin, pethidin, dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan
tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik
diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular / Subcutan, karena
kondisi sistem sirkulasi sudah menurun
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan)
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot
sudah menurun
e. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin.
Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu
menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu
diberikan makanan cair atau Intra Vena / Infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau

9
dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya menolak /
menghadapkan kepala kearah lampu / tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat / mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan PsikoSosial


untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya teman-teman dekat,
atau anggota keluarga lain serta kelayakan perumahan dan pemeliharaan
lingkungan.
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya.
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara / teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila
pasien mampu membacanya.

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


a. Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
c. Membantudan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah
sesuai dengan keyakinanya / ritual harus diberi dukungan. Petugas
kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus
sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian,
sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
d. Menghindari perasaan putus asa, bersalah, penderitaan terhadap pasien dan
keluarga.

10
5. Kebutuhan bantuan atau penundaan pelayanan untuk pasien dan
keluarganya.
Misal pasien yang dengan harapan hidup yang rendah keluarga menolak untuk
diberikan tindakan dan memasrahkan semua perawatan sesuai dengan
kemampuan rumah sakit.

6. Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan.


Misal keluaraga memutuskan untuk mencari alternatif pengobatan lainnya
seperti herbal atau keluarga memustuskan untuk mencari rumah sakit dengan
fasilitas yang lebih memadai.

11
BAB IV
DOKUMENTASI

Pasien terminal di dokumentasikan di form asesmen ulang dan awal pasien tahap
terminal

12
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Direktur RSU Baitul Hikmah, 2018, Nomor: 0017/SK/DIR/RSBH/I/2018


Tahun 2018 tentang Kebijakan Pelayanan Asuhan Pasien. Rumah Sakit Umum Baitul
Hikmah Kendal.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Nomor 269 Tahun 2008
Tentang Rekam Medis, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Undang – Undang Republik Indonesia, 2009, Nomor 36 Tahun 2009 tentang :


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1441 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).

Undang – Undang Republik Indonesia, 2009, Nomor 44 Tahun 2009 tentang :


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072).

13

You might also like