Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat dengan gangguan Sistem Kardiovaskuler“Henti Jantung (Cardiac Arrest) ”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi semuanya.
Penyusun
Kelompok 1
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI.............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian........................................................................................ 5
B. Etiologi .......................................................................................... 6
C. Insideni........................................................................................... 6
D. Patofisiologi..................................................................................... 7
E. Tanda Gejala................................................................................... 7
F. Pemerikasaan Penunjang................................................................ 8
G. Komplikasi ..................................................................................... 10
H. Prognosis........................................................................................ 10
I. Penatalaksanaan............................................................................ 10
A. Kesimpulan..................................................................................... 21
B. Saran.............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah terhentinya aktivitas
mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanya respon dari perabaan pada denyut nadi
sentral, dan henti nafas. Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh
asfiksia sebagai akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti
jantung pada dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung.
Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung
memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah
dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia.
Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau
bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan
tidak ada darah ke dalam sirkulasi.
Data yang didapatkan menyebutkan bahwa, lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat
di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti
jantung dan nafas pada anak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 %
yang menerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anak dengan usia
kurang dari 1 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan (1975) mendapatkan hasil
bahwa lamanya henti jantung berhubungan dengan insiden kerusakan otak, semakin lama
bayi mengalami henti jantung, semakin berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal
tersebut dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral
Perfusion Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yang
menetap dan infark kecil di suatu bagian otak.
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan komplikasi
yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak. Resusitasi jantung paru
segera yang dilakukan dengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan
kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika jantung berhenti,
oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan kematian sel otak yang tidak akan
dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai beberapa menit .
B. Rumusan Masalah
3
3. Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
C. Tujuan Penulisan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi Henti Jantung
(Cardiac Arrest);
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
3. Henti jantung" adalah istilah yang digunakan untuk kegagalan jantung dalam
mencapai curah jantung yang adekuat akibat terjadinya asistole atau disritmia (biasanya
fibrilasi ventrikel). (Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC)
5. Henti jantung adalah keadaan klinis di mana curah jantung secara efektifadalah nol.
Meskipun biasanya berhubungan dengan fibrilasi ventrikel,asistole atau disosiasi
elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan oleh disritmia yang lain yang kadang-kadang
menghasilkan curah jantung yang sama sekali tidak efektif. (Eliastam Breler, 2000. Penuntun
Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
6. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu
gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010).
7. Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi
normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung
atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan
organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
5
B. Etiologi
Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap usia. Penyebab
terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas, sedangkan pada usia bayi yang
menjadi penyebabnya bisa berupa:
a. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )
b. Penyakit pernafasan
d. Tenggelam
e. Sepsis
f. Penyakit neurologis
Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak yang berumur diatas 1 tahun
adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas, terbakar, cedera senjata api, dan
tenggelam.
Seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan
kondisi:
Aterosklerosis
C. Insidensi
Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak-anak di Amerika Serikat sekitar 16.000
setiap tahunnya. Kejadian lebih didominasi oleh anak berusia lebih kecil, yaitu pada anak
usia dibawah 1 tahun dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 62%. Angka
kejadian henti nafas dan jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 7,5 – 11,2% dari
100.000 orang setiap tahun. Sebuah penelitian di Amerika Utara menunjukkan bahwa,
kejadian henti nafas dan henti jantung lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan
anak dan dewasa yaitu dengan perbandingan 72,7 : 3,7 : 6,3 dari 100.000 orang setiap
tahunnya.
6
Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang terjadi di rumah sakit
berkisar antara 2 – 6% dari pasien yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care). Sekitar 71-88%
terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak adalah penyakit saluran nafas,
jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya hampir sama dengan henti nafas
dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di mana yang terbanyak adalah asfiksia
dan syok.
D. Patofisiologi
Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali listrik di jantung, yaitu tidak
ada lagi irama yang spontan. Henti jantung timbul selama pasien mengalami hipoksia berat
akibat respirasi yang tidak adequat. Hipoksia akan menyebabkan serabut-serabut otot dan
serabut-serabut saraf tidak mampu untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit yang normal
di sekitar membran, sehingga dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan
hilangnya irama normal.
Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah mengalami insufisiensi pernafasan akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis
respiratorik menyebabkan kerusakan dan kematian sel, terutama pada organ yang lebih
sensitif seperti otak, hati, dan ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot
jantung yang cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.
Penyebab henti jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi (syok) karena
kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan distribusi cairan dalam sistem sirkulasi.
Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa akibat dari gastroenteritis, luka bakar, atau trauma,
sementara pada gangguan distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis.
Organ-organ kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan syok
menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernafasan yang menyebabkan
hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi bersamaan.
Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk oksigenasi ke otak. Hal
tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak bisa diperbaiki meskipun
hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8
sampai 10 menit. Oleh karena itu, tindakan resusitasi harus segera mungkin dilakukan.
7
4. Pucat secara umum dan sianosis
6. Hipoksia
7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis
pada bayi)
F. Test Diagnostik
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG,
sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan
kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG
dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang
meningkatkan risiko kematian mendadak.
2. Tes darah
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan
jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel
darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan
jantung.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung,
di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan
cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia,
termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
8
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac
arrest.
3. Imaging tes
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga
dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran
darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke
dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.
c. Ekokardiogram
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika
penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin
mencoba untuk menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia
dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui
pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat
memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat
menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab
yang mungkin memicu atau menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati
lokasi aritmia.
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa baik
jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan kapasitas pompa jantung dengan
mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55
sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac
arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram,
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
9
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau penyumbatan.
Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor
penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati
Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki,
untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-
ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan
memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
G. Komplikasi
2. Hipoksia Cerebral
3. Kematian
H. Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8
sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti. Kondisi tersebut dapat
dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum
melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat
mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang
diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan
memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di
tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan
untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan
kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%.
I. Terapi
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,sehingga pengobatan
dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan prognosis;30-45 detik. Sesudah henti
jantung terjadi akan terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa:
1. sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung oksigen dngan
melakukan :
a. Masase jantung.
10
Anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras,kemudian dengan telapak tangan di
tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang terdapat di antara sternum dan tulang
belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis da aorta. Masase jantungyang baik
terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-atreri besar sedangkan pulihnya sirkulasi
ke otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.
b. Pernapasan buatan.
b. Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di sebabkan nekrosis
kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan pemberian ion exchange resins, dialisis
peritoneal serta pemberian cairan yang di batasi.kerusakan otak di atasi dngan pemberian
obat hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak serta pemberian oksigen yang
adekuat.
1. Periksa Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat apakah korban
bergerak atau memberikan respon.Jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan
menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak.
Setelah tindakan identifikasi kesadaran, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan
adanya cedera dan pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban
tidak sadar, maka segera panggil bantuan.
11
2. Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang datar dankeras dengan
posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang keras. Jika harus membalikkan posisi,
maka lakukan seminial mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh
karena itu penolong harus segera membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik berikut:
a. Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas dengan
teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu
karena akan menyebabkan sumbatan.
Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan
secara simultan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas
terbuka.
Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika
sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika
sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat
sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back
blows (back slaps) di interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat
dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae
(seperti melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia< 1 tahun).
Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu
korban di depan penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan
2 kepalan tangan di antara prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat
dapat dikeluarkan,
5. Periksa nafas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau tidak, lakukan
dalam waktu < 10 detik, dengan cara:
12
Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal atau nafas yang tidak
efektif) , maka korban tersebut dinyatakan tidak bernafas.
Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali nafas efektif. Hal itu dapat dilihat
dengan adanya pengembangan dinding dada. Bila dada tidak mengembang reposisikan kepala
korban agar jalan nafas dalam keadaan terbuka.Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak
berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau tanpa
alat, yaitu pada bayi dilakukan teknikmouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada anak
menggunakan teknik mouth-to-mouth.
7. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri brakialis sedangkan
pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun femoralis. Pemeriksaan nadi ini
dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi > 60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan
atau nafas tidak efektif, maka lakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit,
sekali nafas buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif akan
tampak dada korban akan mengembang.
Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat maka lakukan kompresi
jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu pada bayi dapat dilakukan
teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two finger chest compression technique ). Selain
itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah
garis imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan dua penolong.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa,
agama,pendidikan,alamat, lingkungan tempat tinggal.
b. Keluhan utama
c. Riwayat Penyakit
13
c) Mekanisme atau biomekanik
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit jantung.
d. Pengkajian Primer
1) Airway/Jalan Napas
d) Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
14
2). Breathing/Pernapasan
a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan tidakterlihat adanya
pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan
abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.
c) Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo tracheal
tube (ETT) jika perlu.
3). Circulation/Sirkulasi
1. Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya
3) tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara
4) jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak bernapas
jangan menguncang-guncangkan bayi.
5) Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.
15
7) Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan tangan
anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-
hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala
kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
9) Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada 1,25 cm
sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.
3. Disability
d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
“cara pengkajian”
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
16
Diagnosa Perencanaan
7. Distensi vena
leher tidak ada
8. Edema perifer
tidak ada
17
Diagnosa Perencanaan
18
Diagnosa Perencanaan
normal
2. Tidak ada
distress
pernafasan
5. Pasien mungkin
5. Bantu pasien nyaman dengan kepala
memilih posisi tinggi,tidur dikursi /
nyaman untuk istirahat menunduk kedepan
/tidur. meja / bantal
4.Implementasi
19
5.Evaluasi
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung secara tiba-
tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas
yang merupakan akibat terbanyak henti jantung pada bayi dan anak.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena sirkulasi
oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang
menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin
untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik yang
digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman, menilai
kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
B. Saran
Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti jantung sebaiknya dapat
diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwaresusitasi dapat memberikan
pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat jika waktu datangnya
pertolongan semakin lama.
21
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association.Pediatric Basic Life Support : 2010 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency cardiovascular care.
Circulation 2010
Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke 18,
Volume ke 1, Jakarta: EGC,
Guyton AC, Hall JE2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta: EGC,2008.
h. 163.
Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat(Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan
Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAI
Tress, Erika E et al. Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies, Trauma, and
Shock 2010; 3(III), 267-77
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Jakarta. 2003AHA Guidelines For CPR and ECC.
22