You are on page 1of 18

Tugas Makalah

PROMOSI KESEHATAN PADA SEKOLAH UMUM DAN SEKOLAH


LUAR BIASA DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

Di Susun Oleh :

1. ISHAK
2. RUDI HARTONO
3. DEYSI KEREBUNGU
4. INDHA MEGAFIRA M

PROGRAM STUDY ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


TAHUN 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang ................................................................................. ii
II. Rumusan Masalah ................................................................................. iii
III. Tujuan ................................................................................. iii
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Promosi Kesehatan ....................................................................... 1
B. Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS ........................................... 2
C. Tujuan PHBS ............................................................................................. 2
D. Kegiatan dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah Umum
dan Sekolah Luar Biasa ............................................................................. 3
E. Kondisi Promosi Kesehatan Sekolah Umum .............................................. 5
F. Kondisi Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa ........................................ 7
G. Analisa Pembanding PBHS ......................................................................... 9
1. Sekolah Umum di Negara Maju
2. Sekolah Luar Biasa di Negara Maju
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 12
B. Saran .............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya di dominasi oleh
perorangan, akan tetapi juga harus dimiliki oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat.
Dalam UU Kesehatan RI No.36 Tahun 2009, “ Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Hal ini berarti bahwa kesehatan pada diri
seseorang atau individu itu mencakup aspek fisik, mental, spiritual dan sosial demi
tercapainya keadaan yang sejahtera bagi seseorang baik dengan produkivitasnya dan juga
ekonominya.
Sejalan dengan itu menurut Bloom (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor keturunan dan faktor pelayanan
kesehatan. Dari ke-4 faktor tersebut, faktor ke-2 yaitu faktor perilaku sangat berpengaruh
dalam kesehatan seseorang, terutama dalam penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat) baik dilingkungan pribadi, keluarga, maupun masyarakat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah yang harus dilakukan
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang. Kondisi sehat tidak
serta merta terjadi, tetapi harus senantiasa kita upayakan dari yang tidak sehat menjadi
hidup yang sehat serta menciptakan lingkungan yang sehat. Upaya ini harus dimulai dari
menanamkan pola pikir sehat yang menjadi tanggung jawab kita kepada masyarakat dan
harus dimulai dan diusahakan oleh diri sendiri. Upaya ini adalah untuk mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya sebagai satu investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Dalam mengupayakan perilaku ini
dibutuhkan komitmen bersama-sama saling mendukung dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat khususnya keluarga sehingga pembangunan kesehatan dapat
tercapai maksimal.
PHBS juga merupakan salah satu kondisi yang ingin dicapai pada tahun 2010.
Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan
kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran serta aktif

ii
masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
Adapun tatanan PHBS yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan ada lima antara
lain: Tatanan Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat-
tempat Umum.
Tulisan ini khusus membahas upaya promosi kesehatan di sekolah yang merupakan
salah satu tatanan PHBS. Adapun fokus analisa terletak pada sekolah umum dan sekolah
luar biasa yang diharapkan mampu menjadi agen pembaharuan yang dapat
menyampaikan informasi kesehatan yang diperolehnya di sekolah ke tatanan rumah
tangga mereka.
II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Promosi Kesehatan?
2. Apa Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS?
3. Apa Tujuan PHBS?
4. Bagaimana Kegiatan Kunci dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah?
5. Bagaimana Promosi Kesehatan Sekolah Umum di Negara Maju dan Negara
berkembang
6. Bagaimana Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Negara
Berkembang?
7. Bagaimana Analisa Perbandingan PHBS Tatanan Sekolah Umum di Negara Maju
III. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Promosi Kesehatan
2. Mengetahui Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS.
3. Mengetahui Tujuan PHBS.
4. Mengetahui Kegiatan Kunci dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah.
5. Mengetahui Promosi Kesehatan Sekolah Umum di Negara Maju dan Negara
Berkembang.
6. Mengetahui Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa di Negara maju dan Negara
berkembang.
7. Mengetahui Analisa Perbandingan PHBS Tatanan Sekolah Umum di Negara
berkembang serta PHBS Tatanan Sekolah Luar Biasa di Negara maju dan
berkembang.

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang mempunyai dua
sisi, yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dilihat dari sisi seni, yakni praktisi atau aplikasi
pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi program-program kesehatan
lain. Ini artinya bahwa setiap program kesehatan yang telah ada misalnya
pemberantasan penyakit menular/tidak menular, program perbaikan gizi, perbaikan
sanitasi lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan
lain sebagainya sangat perlu ditunjang serta didukung oleh adanya promosi kesehatan.
Promosi kesehatan bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian
dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di
dalamnya terdapat usaha untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku
masyarakat. Dalam hal ini organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu
bentuk definisi mengenai promosi kesehatan : “Health promotion is the process of
enabling people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of
complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must be able
to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope with the
environment“.
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan tersebut diatas bahwa Promosi Kesehatan
adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang
sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta
mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya).
Selanjutnya, Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada
promosi kesehatan sebagai berikut : “Health promotion is programs are design to bring
about “change” within people, organization, communities, and their environment ”.
Artinya bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang
untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun
dalam organisasi dan lingkungannya.

1
Dengan demikian bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan
menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk
perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan
Ottoson,1998).
Promosi kesehatan merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat; Artinya proses pemberdayaan tersebut
dilakukan melalui kelompok-kelompok potensial di masyarakat, bahkan semua
komponen masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut juga dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses pembelajaran tersebut juga
dibarengi dengan upaya mempengaruhi lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk
kebijakan dan peraturan perundangan (Green dan Ottoson,1998).

B. Hubungan Promosi Kesehatan dengan PHBS

Usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah merupakan aspek pokok
pada kesehatan masyarakat. Salah satu aspek yaitu Promotif memiliki sasaran promosi
kesehatan yaitu bagi kelompok orang yang sehat, maksudnya disini agar orang-orang
yang sehat tidak mengalami keadaan yang namanya sakit, karena derajat kesehatan
seseorang itu dinamis, meskipun seseorang sudah dalam kondisi sehat, tetapi perlu
ditingkatkan dan dibina kesehatannya.
Peningkatan dan pembinaan kesehatan bisa dimulai dari diri sendiri, kemudian ke
orang lain (keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar), salah satunya yaitu dengan
Penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang merupakan sekumpulan
perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
PHBS merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan
masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan.merupakan salah satu pilar utama dalam
Indonesia Sehat dan

C. Tujuan PHBS
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) memiliki tujuan yaitu meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan

2
sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha berperan serta aktif
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Adapun tatanan PHBS yang ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan ada lima antara lain: Tatanan Rumah Tangga, Sekolah,
Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat-tempat Umum.
Sekolah sebagai suatu tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup,
bekerja, bermain, berinteraksi dan melakukan aktifitas lainnya. Sebagai tatanan PHBS
indikator yang harus diamati dikelompokkan menjadi 2 yaitu perilaku dan lingkungan. \
Indikator perilaku meliputi:
1. Kebersihan pribadi,
2. Tidak merokok
3. Olah raga teratur dan
4. Tidak menggunakan Napza
Indikator lingkungan meliputi:
1. Ada jamban,
2. Ada air bersih,
3. Ada tempat sampah,
4. Ada saluran pembuangan air limbah (SPAL),
5. Ventilasi,
6. Kepadatan,
7. Ada warung sehat,
8. Ada UKS dan
9. Taman sekolah.

D. Kegiatan Kunci dan Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah


Dalam melaksanakan gerakan promosi kesehatan, dirumuskan lima kegiatan kunci
yang dapat meningkatkan status kesehatan yang dikutip dari “The Ottawa Charter for
Health Promotion”, yaitu:
1. Pemantapan kegiatan masyarakat.
2. Menciptakan kebijakan yang berwawasan kesehatan.
3. Menciptakan lingkungan yang mendukung hidup sehat.
4. Mengembangkan ketrampilan individu.
5. Melakukan reorientasi pelayanan kesehatan.

3
Strategi yang dilaksanakan guna mendukung kegiatan kunci adalah :
1. Strategi Advokasi dilakukan dengan pengembangan kebijakan yang mendukung
pembangunan kesehatan melalui konsultasi pertemuan-pertemuan dan kegiatan-
kegiatan lain kepada para pengambil keputusan baik kalangan pemerintah, swasta
maupun pemuka masyarakat.
2. Strategi Bina Suasana dilakukan dengan a) Pengembangan potensi budaya
masyarakat dengan mengembangkan kerjasama lintas sektor termasuk organisasi
kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita serta kelompok media massa. b)
Pengembangan penyeleggaraan penyuluhan, mengembangkan media dan sarana,
mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal yang mendukungan
penyelenggaraan penyuluhan.
3. Strategi Gerakan Masyarakat dilakukan dengan a).Pendekatan kepada kelompok
sasaran; b). Kegiatan penyuluhan langsung atau melalui media, baik kepada
perorangan, kelompok maupun masyarakat luas; c). Pengkajian masalah di daerah
binaan PHBS; d).Pelatihan/orientasi bagi petugas kesehatan Lintas sektor,
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kelompok Profesi.

Promosi kesehatan sekolah yang dilakukan mencakup:


1. Peningkatan status kesehatan semua anggota di lingkungan sekolah.
2. Berkaitan dengan apa yang diajar di kelas untuk mencapai status kesehatan sekolah
di luar sekolah.
3. Mengidentifikasi peran penting ruang lingkup pendidikan fisik dan kesehatan
dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
4. Mengidentifikasi pengaruh nilai-nilai budaya sekolah, lingkungan sosial dan fisik
untuk mewujudkan kesehatan siswa dan staf sekolah.
5. Memberi pnghargaan kepada orang tua dan anggota masyarakat lain yang telah
memberi kontribusi untuk kesehatan bagi masyarakat sekolah.

Dalam melaksanakan promosi kesehatan di sekolah tiga komponen penting yang


saling terkait adalah kurikulum kesehatan sekolah (School health curriculum),
lingkungan kesehatan sekolah (school health environment) dan keterlibatan orang tua
dan masyarakat (parent and community involvement).

4
E. Kondisi Promosi Kesehatan Sekolah Umum di Negara Maju dan Negara
Berkembang.
1. Negara Maju
Pemerintah Inggris Raya menyadari betul pentingnya peran sekolah dalam
mencapai tujuan pendidikan kesehatan, sehingga, mereka mengembangkan suatu
program komprehensif yang dikenal sebagai National Healthy Schools Programmes
(NHSP). Untuk mendapatkan status sebagai Sekolah Sehat, sekolah wajib
mengembangkan, mempertahankan sekaligus meningkatkan keberlangsungan empat
kegiatan pokok Sekolah Sehat yaitu:
a). Pendidikan Individu, Sosial dan Kesehatan (PSHE) termasuk didalamnya
pendidikan seks dan reproduksi (SRE, Sexual and Reproductive Education) dan
pendidikan mengenai obat-obat terlarang
b). Kebiasaan Makan Sehat;
c). Aktivitas fisik teratur, dalam hal ini adalah olahraga serta;
d). Kesejahteraan dan Kesehatan mental. Pemerintah menyediakan rambu-rambu,
namun pelaksanaannya di lapangan disarankan menyesuaikan dengan situasi dan
kebutuhan sekolah. Sehingga, program NHSP bervariasi, independen, kreatif
dan fleksibel.

Tidak seperti di Indonesia, salah satu syarat mendapatkan pengakuan Sekolah


Sehat, adalah terselenggaranya pendidikan kesehatan sebagai salah satu mata
pelajaran di SD di Inggris Raya yang dikenal sebagai PSHE. PSHE sudah menjadi
bagian dari kurikulum nasional Sekolah Dasar di Inggris Raya selama lebih dari 10
tahun, walaupun saat ini tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib. PSHE
didefinisikan sebagai suatu program terstruktur yang mencakup pengalaman dan
kesempatan belajar yang akan membantu anak-anak dan generasi muda tumbuh dan
berkembang sebagai individu, anggota keluarga, serta bagian dari komunitas social
dan ekonomi (PSHE Education Strategic Partners Group dalam Thorpe et
al., 2006).

2. Negara Berkembang
Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk menciptakan
sekolah menjadi suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat sekolah melalui 3 kegiatan utama (a). penciptaan lingkungan sekolah
yang sehat, (b). pemeliharaan dan pelayanan di sekolah, dan (c) upaya pendidikan

5
yang berkesinambungan. Ketiga kegiatan tersebut dikenal dengan istilah TRIAS
UKS. Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan
kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam
jangka waktu cukup lama. Jumlah usia 7-12 berjumlah 25.409.200 jiwa dan
sebanyak 25.267.914 anak (99.4%) aktif dalam proses belajar. Untuk kelompok
umur 13-15 thn berjumlah 12.070.200 jiwa dan sebanyak 10.438.667 anak (86,5%)
aktif dalam sekolah. Dari segi populasi, promosi kesehatan di sekolah dapat
menjangkau 2 jenis populasi, yaitu populasi anak sekolah dan masyarakat umum
ataupun keluarga (Depdiknas, 2008).
Apabila promosi kesehatan ditujukan pada usia sampai dengan 12 tahun saja,
yang berjumlah sekitar 25 juta, maka mereka akan mampu menyebarluaskan
informasi kesehatan kepada hampir 100 juta populasi masyarakat umum yang
terpajan promosi kesehatan.
Sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah seorang anak,
sebab di sekolah seorang anak dapat mempelajari berbagai pengetahuan termasuk
kesehatan. Promosi kesehatan di sekolah membantu meningkatkan kesehatan siswa,
guru, karyawan, keluarga serta masyarakat sekitar, sehingga proses belajar mengajar
berlangsung lebih produktif.
Dalam promosi kesehatan sekolah, keluarga anak sekolah dapat dipandang
sebagai 2 aspek yaitu:
a). Sebagai pendukung keberhasilan program promosi kesehatan di sekolah
(support side).
b). Sebagai pihak yang juga memperoleh manfaat atas berlangsungnya promosi
kesehatan di sekolah itu sendiri (impact side).

Pada segi pendukung keberhasilan, promosi kesehatan di sekolah seringkali


akan lebih berhasil jika mendapat dukungan yang memadai dari keluarga si murid.
Hal terkait dengan intensitas hubungan antara anak dan keluarga, dimana sebagian
besar waktu berinteraksi dengan keluaraga lebih banyak. Pada segi pihak yang turut
memperoleh manfaat, peran orang tua yang memadai, hangat, membantu serta
berpartisipasi aktif akan lebih menjamin keberhasilan program promosi kesehatan.
Sebagai contoh bila di sekolah dilakukan kampanye perilaku Cuci Tangan Pakai
Sabun kemudian dirumah orang tua juga menyediakan fasilitas CTPS, maka perilaku

6
anak akan lebih lestari (sustainable). Bentuk dukungan orang tua ini meyakinkan
bahwa tindakan cuci tangan pakai sabun merupakan tindakan yang benar, baik di
sekolah maupun di rumah.

F. Kondisi Promosi Kesehatan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Negara
Berkembang.

1. Negara Maju
Jepang merupakan salah satu negara maju yang dimana penyandang disabilitas
bukanlah sesuatu yang asing atau diasingkan. Berbagai fasilitas pendukung dibangun
untuk para penyandang disabilitas, mulai fasilitas di transportasi publik, jalanan,
sekolah, bahkan lapangan pekerjaan juga disiapkan untuk mereka yang berkebutuhan
khusus. Jepang termasuk negara dengan jumlah penyandang disabilitas yang cukup
banyak di Asia. Di tahun 1999 sekitar 5,9% dari total penduduk Jepang merupakan
penyandang disabilitas. Dalam data terbaru yang dilansir pemerintah Jepang,
disebutkan bahwa sekiranya 1 dari 20 orang di Jepang menyandang disabilitas baik
fisik ataupun mental. Mungkin juga hal ini yang mendasari pemerintah dan warga
negara ini menjadi sangat concern dengan nasib para penyandang disabilitas.
Berbagai fasilitas publik disiapkan, sekolah-sekolah luar biasa dibangun
dengan sistem dan fasilitas memadai, para pengajar khusus dilatih dan diberdayakan
untuk mengajar para siswa luar biasa tersebut, teknologi dibuat khusus untuk
memfasilitasi mereka, dan yang paling penting mental warga dibentuk untuk
menerima keberadaan mereka tanpa adanya diskriminasi ataupun pandangan negatif
lainnya pada para penyandang disabilitas. Kesiapan sistem dan pola pikir masyarakat
tersebutlah yang mendukung para penyandang disabilitas disini dapat menjalani
kehidupan yang nyaris sama dengan warga normal pada umumnya. Bahkan cukup
banyak penyandang disabilitas fisik dan mental yang dapat menjalani keseharian dan
kehidupannya tanpa bantuan dari orang lain (Ayuningtyas, 2014).

2. Negara Berkembang
Keberadaan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat secara
nasional maupun sebarannya pada masing-masing provinsi belum memiliki data
yang pasti. Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah
sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 pada tahun
2007. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah

7
penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar
211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau
361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016
anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia
sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) ini terdaftar
di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat
(85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan
keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan
sebagaimana mestinya.
Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat
menjadi 85.645 dengan rincian di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif
sebanyak 15.144 anak. Anak penyandang cacat dapat digolongkan menjadi beberapa
kelompok antara lain: tunanetra, Tunarungu/Tunawicara, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD), autisme dan
tunaganda, yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan
memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda pula.
UKS di SLB merupakan bagian dari UKS secara keseluruhan yang harus
dikembangkan sejajar dengan UKS di sekolah-sekolah umum seperti TK dan RA,
SD dan MI, SMP dan MTs serta SMA dan MA, SMK dan MAK, namun
kenyataannya sebagian besar SLB di Indonesia saat ini belum memiliki sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan UKS yang memadai. Pelaksanaan kegiatan UKS di
SLB juga masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaksanaan UKS di sekolah-
sekolah umum.
Sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
kesehatan di SLB masih terbatas, sehinggaharus mendapat perhatian dari pemerintah
(Dinas terkait). Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberdayaan guru
dan siswa yang “mampu” di sekolah, misalnya dengan memberikan pelatihan
tentang kesehatan dan UKS, menyediakan buku-buku pedoman, poster dan leaflet.
Kegiatan ini menjadi tanggung jawab Dinas terkait sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
Pembinaan kesehatan anak dalam program pembangunan kesehatan difokuskan
untuk menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas hidup anak.
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak, dikembangkan dan dilaksanakan
berbagai program kesehatan anak tanpa adanya diskriminasi, yang berarti

8
memberikan pelayanan kesehatan kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan
khusus atau anak penyandang cacat, baik yang berada di Sekolah Luar Biasa atau di
institusi lainnya, maupun yang ada di masyarakat.

G. Analisa Perbandingan PHBS Tatanan Sekolah Umum di Negara Maju dan


Berkembang serta PHBS Tatanan Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan
Berkembang.

1. Sekolah Umum di Negara Maju dan Berkembang


Keberadaan PSHE dalam Kurikulum merupakan salah satu program National
Healthy School yang bertujuan untuk mendukung anak dan generasi muda
mengeampai akhir tahun 2011, lebih dari 97% sekolah di Inggris telah mengikuti
NHSP dan lebih dari 70% diantaranya berhasil mencapai penghargaan yang dikenal
sebagai Healthy Schools Status/HSS (Thorpe et al., 2002 and Thurston, 2006).
Dengan meraih gelar sekolah sehat, sekolah tersebut telah memenuhi kriteria
mampu menyelenggarakan kurikulum Pendidikan Kesehatan yang terkelola dengan
baik. Sekolah dengan gelar HSS juga pada akhrinya mampu membawa anak didik
mereka meraih hasil belajar yang optimal dan tim pengajar yang professional.
Seperti di Grafton dan Cheddington Primary Schools yang telah mendapat gelar
Sekolah Sehat, laporan Badan Akreditasi Sekolah Inggris (OFSTED) memberikan
mereka akreditasi sempurna dan menunjukkan hasil belajar anak didik yang baik.
Selain itu, di kedua sekolah tersebut juga melaporkan dengan program Sekolah
Sehat, manfaat yang lain yang bisa diambil yaitu terjalinnya ikatan kuat saling
menguntungkan antara sekolah, orang tua dan komunitas masyarakat sekitar. Lebih
jauh lagi, mereka merasakan keberhasilan Sekolah Sehat membantu peningkatan
kinerja manajemen sekolah. Jadi, penerapan PSHE dalam kurikulum Sekolah Dasar
penting karena bukan hanya berkontribusi besar pada kesehatan dan pencapaian
prestasi anak didik, namun juga bermanfaat pada kesejahteraan dan keselamatan
anak, membekali anak dengan membangun karakter individu, keterampilan sosial
yang berguna untuk masa depannya, serta membentuk nilai-nilai kemandirian dan
tanggung jawab. Kesemua manfaat tersebut memberikan mereka pondasi untuk
menjadi orang tua, pekerja bahkan pemimpin di masa depan.
Melirik sekolah-sekolah di negara tetangga Indonesia, sebut saja di Singapura,
Malaysia, atau Australia, tentunya Indonesia sudah ketinggalan jauh dengan proses
pembelajaran, fasilitas dan lingkungan sekolah mereka yang nyaman. Terlebih,

9
siswa di sana juga mendapatkan kewajiban yang mengikat untuk sama-sama
merawat lingkungan di sekitar sekolah. Mungkin itu sebabnya siswa-siswi di negara-
negara tetangga lebih berkualitas secara rata-rata daripada di Indonesia.
Jika mencari korelasi antara lingkungan sekolah yang nyaman dengan prestasi
siswa di sekolah, maka didapatlah fakta bahwa proses belajar mengajar itu
memerlukan ruang dan lingkungan pendukung untuk dapat membantu siswa dan
guru agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Hal tersebut dikarenakan belajar
memerlukan kondisi psikologi yang mendukung. Jika para siswa belajar dalam
kondisi yang menyenangkan dengan kelas yang bersih, udara yang bersih, dan
sedikit polusi suara, niscaya tingkat prestasi para siswa juga akan naik.

Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pembinaan dan pengembangan


program promosikesehatan di sekolah ialah:
1) Perilaku hidup bersih dan sehat belum mencapai pada tingkat yang diharapkan,
disamping itu ancaman sakit terhadap murid sekolah masih cukup tinggi dengan
adanya penyakit endemis dan kekuarangan gizi.
2) Masalah kesehatan anak usia sekolah yang masih banyak terjadi di Indonesia
antara lain: Sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan seperti jamban sehat
dan air.
3) Bersih.
- Meningkatnya pecandu narkoba dan remaja yang merokok
- Kesehatan reproduksi remaja
4) Peningkatan sumberdaya manusia.
- Kurangnya guru yang menangani program promosi kesehatan di sekolah
- Kader kesehatan sekolah perlu dilatih dalam bidang pendidikan dan
pelayanan.
5) Kesehatan
6) Terbatasnya sarana dan prasarana program promosi kesehatan di sekolah.
7) Pencatatan dan pelaporan yang masih lemah.
8) Kurang lancarnya koordinasi, informasi, sinkronisasi dan sosialisasi.
9) Dukungan kelembagaan dan program terutama dalam hal perlunya institusi yang
jelas menangani program kesehatan di sekolah dan pentingnya penetapan
standar pelayanan minimum.

10
2. Sekolah Luar Biasa di Negara Maju dan Berkembang
Sama halnya dengan permasalahan-permasalahan promosi kesehatan di
sekolah umum. Sekolah penyandang cacat atau SLB memiliki sarana-prasarana yang
tidak memadai untuk memfasilitasi penyandang cacat yang membutuhkan, ditambah
lagi dengan sumber daya manusia yang bekerja disektor kesehatan yang terbatas
untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Belum lagi adanya diskriminasi
terhadap anak penyandang cacat dari masyarakat. Hal ini semakin sulit untuk
meningkatkan promosi kesehatan pada sektor pendidikan luar biasa (SLB). Padahal
jelas, Undang–Undang Republik Indonesia No.4 tahun 1997, tentang Penyandang
Cacat, menyatakan bahwa penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang
sama dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Hak tersebut diperjelas
dalam Undang–Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang
menegaskan bahwa semua anak termasuk anak penyandang cacat mempunyai hak
untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi serta hak untuk didengar pendapatnya.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan
bahwa upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan untuk
menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis dan
bermartabat. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis. Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-
tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yang diselenggarakan
melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain. Oleh
karena itu pelayanan kesehatan terhadap anak penyandang cacat yang ada di Sekolah
Luar Biasa (SLB) harus dilaksanakan sama dan setara seperti yang diberikan pada
anak-anak lainnya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengenai analisa promosi kesehatan pada tatanan sekolah umum serta


sekolah luar biasa di Indonesia dengan beberapa negara maju, Indonesia sudah

ketinggalan jauh dengan proses pembelajaran, fasilitas, permasalahan sumber


daya manusia yang tidak kompeten dalam mendukung kesehatan anak

penyandang disabilitas, adanya diskriminasi masyarakat terhadap penyandang


disabilitas dan lingkungan sekolah yang nyaman yang dimiliki oleh negara-

negara maju. Terlebih, siswa di sana juga mendapatkan kewajiban yang mengikat
untuk sama-sama merawat lingkungan di sekitar sekolah. Mungkin itu sebabnya

siswa-siswi di negara-negara tetangga lebih berkualitas secara rata-rata dari


pada di Indonesia.

B. Saran

Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan


memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif
secara sosial dan ekonomis. Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup

sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara
harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,

yang diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga
pendidikan lain.

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas 2014. Disabilitas Antara Jepang dan Indonesia.


(http://www.kompasiana.com/ipit.ayuningtyas/disabilitas-antara-jepang-dan-
indonesia). Diakses tanggal, 30 November 2015.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pusat Promosi Kesehatan, Promosi Kesehatan Sekolah.
Jakarta.
Morrison, M. et al. 2002. Joined-up thinking in theory and practice: the case of healthy
schools. Curriculum Journal. 13(3):313-337.
Schagen, S. Blenkinsop, S. Schagen, I., Scott, E., Eggers, M., Warwick, I., Chase, E. &
Aggleton, P. 2005. Evaluating the impact of the National Healthy School
Standard: using national datasets. Health Education Research. 20(6): 688-696.
Thorpe, G., Kirk, S., Whitcombe, D. 2002. The impact of the National Healthy School
Standard on school effectiveness and improvement. Research Brief RBX09-02,
London: DfES.

You might also like