Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Preseptor :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
dan/atau massa hemogloblin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
mungkin tidak menimbulkan gejala klinis, namun keadaan tersebut dapat berlanjut
ke anemia berat. Gejala klinis yang mungkin timbul adalah lemah letih, takipnea,
napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung.1,2
Penduduk dunia yang mengalami anemia berjumlah sekitar 30% atau 2,20 miliar
anemia secara global sekitar 51%. Prevalensi tertinggi pada anak sebelum usia
jarang ditemukan, diakibatkan oleh autoantibodi yang melawan sel darah merah.
Anemia hemolitik autoimun ditandai adanya produksi antibodi terhadap sel darah
merah. Antigen ini menginisiasi penghancuran sel darah merah melalui sistem
2
Prognosis untuk penderita anemia hemolitik tergantung pada penyebab
anemia hemolitik. Namun, risikonya lebih besar pada pasien yang berusia lebih tua
hemolisis dan gangguan yang mendasarinya, seperti anemia sel sabit atau malaria.7
tentang AIHA.
1.4.Metode Penulisan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
klasifikasi jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan
makrositik. Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan patologis.
Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan
gangguan maturasi eritrosit dan penghancuran eritrosit yang lebih cepat. Kedua
kategori tersebut tidak berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi.3
anemia saat eritrositosis tidak dapat menutupi jumlah eritrosit yang dihancurkan.6
4
Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia = AIHA) suatu
autoantibodi ini akan menimbulkan anemia, akibat masa edar eritrosit dalam
2.2 Epidemiologi
semua anemia. Insiden AIHA berkisar 1-3 kasus per 100.000 orang per tahun,
AIHA8
Menurut cara terjadinya, AIHA dibagi menjadi AIHA primer atau idiopatik
dan AIHA yang didasari oleh penyakit lain yang disebut sebagai AIHA sekunder.
Kejadian AIHA sekunder lebih sering dibandingkan dengan AIHA primer. AIHA
bisa terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada individu setengah baya
dan lebih tua. Perbandingan AIHA pada pria dan wanita memiliki frekuensi yang
tipe hangat, AIHA tipe dingin, dan AIHA tipe campuran. Sekitar 70% kasus AIHA
adalah tipe hangat. AIHA tipe hangat terjadi akibat eritrosit yang dilapisi oleh
molekul IgG mengalami reaksi autoantibodi sel dan difagositosis oleh makrofag
5
secara optimal pada suhu 370C. AIHA tipe dingin eritrosit diselubungi oleh
molekul IgM pada suhu rendah yaitu 0 - 4 C dan mengaktifkan sistem komplemen
2.3 Etiologi
sehingga menimbulkan respon imun terhadap self antigen. Antibodi yang bereaksi
1. Idiopatik
6
2. Sekunder
a. Infeksi
insulin
nokturnal
lainnya.
2.4 Klasifikasi
7
AIHA dibedakan menjadi 2 kelompok menurut karakteristik klinis dan
8
2.5 Patogenesis
keduanya12.
jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe
permukaan sel darah merah dibawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut
aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada
suhu tubuh12,13.
dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik.
9
darah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g dan C3c,C3d,
dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah merah dan merupakan
produk final aktivasi C3. C3b akan membentuk kompleks C4b,2b menjadi
beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel
akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel
Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi
akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian akan
melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb
merupakan suatu protease serin dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb
selanjutnya akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan
berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. selanjutnya
Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan
aktivasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan
10
sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai sel. Imuno
terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan
peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar
lelah, dan dispnea saat beraktifitas atau gejala lainnya yang kurang khas yaitu
demam, perdarahan, batuk, nyeri perut dan penurunan berat badan. Pada pasien
dengan hemolisis hebat, dapat terjadi ikterik, pucat, edema, urin berwarna gelap
mengiringi anemia. Pada kasus yang lebih akut, dapat mengancam nyawa, hal
gejala anemia hemolitik kronis berupa pucat dan lemah. Keadaan lingkungan
11
yang dingin dapat mencetuskan serangan, oleh karena itu episode hemolisis
dingin. Darah lebih mudah terpengaruh suhu pada ekstremitas, sehingga pasien
lebih sering mengalami akrosianosis (warna kebiru-biruan tanpa rasa sakit pada
serologi.11
bervariasi dari normal sampai sangat rendah. Kadar hemoglobin pada AIHA
normal.11
12
Gambar 2.1 Sferosit dan eritrofagositosis11
(LDH)
menjadi heme dan globin oleh lisosom. Globin dihidrolisis menjadi asam
amino. Heme kemudian menjadi besi dan protoporfirin yang terdiri dari
urobilinogen urin.8
13
menimbulkan destruksi pada eritrosit sehingga hemoglobin berikatan
menjadi bilirubin.8
14
D. Pemeriksaan serologi
yang menggunakan Ig G dan C3d. Sel eritrosit pasien AIHA dengan reagen
eritrosit pasien13
yang terbagi atas 2 tipe yaitu didapat dan herediter. Tipe didapat terbagi
15
penyakit dasarnya. Sementara itu, infeksi diperantarai oleh penyakit malaria
darah, apusan darah tepi dan serologi. Pengobatan penyakit ini dengan cara
pemberian antibiotik8,11.
defisiensi G6PD. Hal ini dapat dipicu oleh adanya infeksi dan pengaruh
G6PD. Penyakit ini dapat diobati dengan hentikan obat-obatan dan obati
DAT negatif. Pengobatan penyakit ini dapat berupa splenektomi pada kasus
penyakit sickle cell. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain dengan
2.9 Tatalaksana
yang diperantarai oleh antibodi IgG disebut sebagai AIHA tipe hangat yang
16
oleh antibodi IgM yang berikatan maksimal pada temperatur dibawah
320C.4 Alur pengobatan terhadap AIHA berbeda tergantung pada tipe AIHA
terlihat efek dari pengobatan yang lain.6 Pasien biasanya ditransfusi dengan
Glukokortikoid
destruksi eritrosit oleh makrofrag di limpa, ini mungkin terjadi melalui penurunan
Dosis yang diberikan dimulai dengan 1 mg/kg/hari. Sekitar 80% pasien respon
terhadap kortikosteroid pada dosis setara dengan prednisolon 60-100 mg / hari dan
sekitar dua pertiga mencapai remisi lengkap (CR). Tidak adanya respon dalam 21
hari harus dianggap sebagai kegagalan steroid. Dalam tatalaksana pasien, teppering
off dapat dimulai ketika Hb > 10 g / dl atau setelah maksimum pemberian selama
dosis prednisolon pada AIHA sebesar 2-4 mg / kg / hari dalam 2-3 dosis terbagi
17
selama 2-4 minggu, dengan tapering off 2-6 minggu. Jika respon hematologi tidak
Jika terapi dihentikan, masih dapat terjadi remisi, sehingga harus dilakukan
pemantauan minimal beberapa tahun setelah terapi. Jika remisi maka diperlukan
Rituximab
Obat imunosupresan
berturut-turut.
melihat respon. Jika berespon, dosis dapat diturunkan. Jika tidak ada
Splenektomi
18
- 2 minggu sebelum operasi, diberikan vaksinasi H. Influenzae type B,
Tatalaksana lain
splenektomi
19
Anemia Hemolitik Autoimun dengan Cold-Antibody1,7
hemoglobin
Klorambusil, siklofosfamid
Plasma exchange
ini. 6
20
2.10 Komplikasi
2.10.1 Tromboemboli
paling sering adalah emboli paru (4 dari 47 pasien). Semua pasien ini
21
serum gammophaty. Perkembangan menjadi keganasan lymphoid
peningkatan sel B limfoma non Hodgkin 2-3 kali lipat, khususnya tipe
2.11 Prognosis
berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang lebih parah dan kronis dengan
mortalitas yang lebih tinggi. Pasien anemia hemolitik autoimun tipe dingin
lebih sering bersifat akut, self-limited (<3 bulan). Anemia hemolitik autoimun
Mycoplasma, CMV, dan EBV)5. Lebih dari 80% anak dengan anemia
22
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. EW
Umur : 30 tahun
Seorang pasien masuk bangsal penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
KELUHAN UTAMA
Mencret dan muntah meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Mencret sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 5x dalam
sehari, konsistensi cair, volume ± 1 gelas, tidak ada lendir, dan tidak ada
darah.
Muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berisi apa yang dimakan
Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus menerus,
Batuk ada, berdahak berwarna putih sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Sesak napas ada, tidak dipengaruhi dengan cuaca, aktivitas, dan makanan
23
Riwayat perdarahan berulang dari hidung, gusi, timbul petekie, memar di
Pasien sudah dikenal menderita AIHA sejak ± 1.5 tahun yang lalu dan
juga sudah dikenal menderita sindrom cushing iatrogenic sejak 1 tahun yang
lalu.
24
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CMC
Nadi : 82 kali/menit
Pernapasan : 30 kali/menit
Suhu : 39,10 C
Edema : -/-
Anemis :+
Ikterus :+
Daldiyono score :3
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri tekan
submandibula.
25
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran tiroid (-), deviasi
septum (-)
ginggiva (-)
26
Paru
Jantung
Perkusi :
Abdomen
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien S2, nyeri tekan (-), nyeri
Perkusi : Timpani
27
28
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
28 Maret 2019
Leukosit : 7.720/mm3
Trombosit : 141.000/mm3
Hematokrit : 17%
Retikulosit : 5.98%
MCV/MCH/MCHC : 85fl/29pg/34%
Natrium : 133
Kalium : 3,4
Klorida : 107
Calsium : 7,5
Ureum : 87 mg/dl
29
DIAGNOSIS
TINDAKAN PENGOBATAN
Bed rest
IVFD RL 8 jam/kolf
Cefixime 2 x 200 mg
Lansoprazol 1 x 30 mg i.v
Paracetamol 3 x 500 mg
Sandimun 2 x 50 mg
Metilprednisolon 2 x 16 mg
Osteocal 1 x 1000 mg
30
PEMERIKSAAN ANJURAN
Urinalisa
Rontgen Toraks
PROGNOSIS
31
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berusia 30 tahun tahun datang ke RSUP M. Djamil Padang pada
tanggal 28 Maret 2019 dengan diagnosis GEA dengan dehidrasi ringan, Anemia berat normositik
Pada saat anamnesis, pasien datang dengan keluhan utama mencret dan muntah sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan tampak semakin pucat dan lemah sejak 3
hari yang lalu. Pucat dan lemah merupakan gejala yang paling umum muncul pada pasien dengan
anemia. Timbulnya pucat diakibatkan kurangnya perfusi jaringan akibat kurangnya oksigen yang
dibawa oleh eritrosit. Kurangnya perfusi jaringan bisa dipengaruhi kurangnya volume darah
ataupun ketidakmampuan darah untuk berikatan dengan oksigen. Anemia merupakan suatu
keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb)
tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh. Anemia dapat disebabkan oleh beberapa
kondisi seperti perdarahan, keganasan, defisiensi besi, maupun hemolitik. Pasien juga
mengeluhkan tampak semakin kuning 3 hari sebelum masuk rumah sakit, ikterik/jaundice dapat
Sehingga pada pasien ini, anemia yang terjadi cenderung dicurigai akibat proses hemolitik. Pasien
pernah didiagnosis dengan anemia hemolitik autoimun 1.5 tahun yang lalu dan mendapat terapi
Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan seluruh kulit
pasien tampak kuning, serta demam dengan suhu badan 39,1oC dan juga pada pemeriksaan fisik
32
abdomen ditemukan pembesaran lien sebesar S2. Gejala klinis yang muncul pada pasien sesuai
dengan gambaran klinis pasien dengan anemia hemolitik. Splenomegali terjadi akibat peningkatan
aktivitas limpa untuk mendegradasi sel darah merah seperti yang terjadi pada anemia hemolitik.
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan tanda cushing syndrome berupa moon face,
bullneck, atrofi otot dan striae yang terjadi akibat paparan hormone kortisol jangka panjang
iatrogenik, pasien diketahui mengonsumsi kortikosteroid 1.5 tahun terakhir sebagai terapi dari
yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit dan jaringan subkutan menjadi tipis,
pembuluh-pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak sebagai striae berwarna ungu di daerah
abdomen, paha, bokong, dan lengan atas. Otot-otot menjadi lemah dan sukar berkembang sehingga
terjadi atrofi otot. Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan
enzim lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom Cushing ini
terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa dijumpai adalah obesitas dengan redistribusi
lemak sentripetal. Lemak terkumpul di dalam dinding abdomen, punggung bagian atas yang
membentuk buffalo hump, dan wajah sehingga tampak bulat seperti bulan (moon face).
33
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar Hb pasien 5,9 g/dL. Kadar Hb normal
pada wanita dewasa yang tidak hamil menurut WHO adalah >12 g/dL, dan menurut severitas,
pasien tergolong dalam anemia berat. Nilai MCV pada pasien ini adalah 85 fl , MCH 29 pg, MCHC
34 % dengan kesan anemia normositik normokrom. Ada banyak kondisi yang dapat menyebabkan
anemia normositik normokrom, seperti perdarahan akut, penyakit kronik, anemia aplastik
keganasan, maupun anemia hemolitik. Ditemukan peningkatan retikulosit pada pasien, retikulosit
pada pasien ini sebesar 5.98%. Peningkatan retikulosit menandakan adanya peningkatan aktivitas
34
Pada pemeriksaan gula darah sewaktu pada pasien juga ditemukan keadaan hiperglikemia,
glukoneogenesis dan aminotransferase di dalam hati. Asam-asam amino yang dihasilkan dari
katabolisme protein diubah menjadi glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta penurunan
pemakaian glukosa perifer, sehingga bisa menyebabkan diabetes yang resisten terhadap insulin.
Pemeriksaan yang paling penting dalam menentukan apakah anemia hemolitik pada pasien
disebabkan oleh karena proses autoimun adalah dengan melakukan uji Coomb’s test, dari hasil
pemeriksaan DCT pada pasien didapatkan positif. Direct antiglobulin test (DAT) atau Coomb’s
test yang positif merupakan penanda hemolitik autoimun dimana terdapat immunoglobulin (IgG)
atau komponen (c3d) yang menyelubungi permukaan eritrosit. Jika terjadi aglutinasi dari sel darah
merah dengan anti-IgG serum pada suhu tubuh itu merupakan penanda warm AIHA.
Tatalaksana pada pasien ini meliputi pemberian diet lambung 2 1700 KK, IVFD
RL 8 jam/kolf, antibiotic berupa Cefixime 2 x 200 mg, Lansoprazol 1 x 30 mg i.v,
Paracetamol 3 x 500 mg, Sucralfat syr 3 x 10 cth, Sandimmun 2 x 50 mg, Metilprednisolon
35
2 x 16 mg, Osteocal 1 x 1000 mg, New diatab 2-1-1. Terapi lini pertama pada pasien AIHA
adalah pemberian Prednisolon sebesar 1 – 1.5 mg / kg / hari dalam 2-3 dosis terbagi selama
2-3 minggu, jika pasien tampak memberikan respon klinis baik, dosis dapat di tapering off
setiap minggu 10-20mg/hari, terapi steroid <30mg/hari diberikan secara selang hari.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Made IB., 2006. Hematologi Klinik Dasar. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
2. Irawan H. Pendekatan diagnosis anemia pada anak. 2013; vol 40(6): 422-4.
3. Priyanto LD. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik Santriwati Husada
Dengan Anemia. 2018; vol. 6(2): 139-46.
4. Pasricha SR. Anemia: a comprehensive global estimate. 2014; 123(5): 611-2.
5. Zanella Alberto dan Wilma Barcellini. 2014. Treatment of Autoimmune Hemolytic
Anemias. Hematologica. 99(10): 1547-54.
6. Ware, Russel E., Donald H. Mahony and Stephen A. Landlaw. 2012. Autoimmune
Hemolytic Anemia in Children.
7. Alwi I, Salim S, Hidayat S, Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015. Hal 461-9
8. Zanella A, Barcellini W. Treatment of autoimmune hemolytic anemias. Haematologica.
2014. 99(10):1547-1554.
9. Michel M. Warm autoimmune hemolytic anemia: advances in pathophysiology and
treatment. 2014. Presse Med, 43(4 Pt 2):e97-e104
10. De Loughery TG). Hematology board review manual : Autoimmune hemolytic anemia.
2013 Hematology, 8 (1): 2-9.
11. Hill, Q., Stamps, R., Massey, E., Grainger, J., Provan, D. and Hill, A. 2019. The
diagnosis and management of primary autoimmune haemolytic anaemia.
12. Allard S, Hill QA. Autoimmune haemolytic anaemia. ISBT science series 2016; 1: 85 –
92
13. Luzatto L. Hemolytic anemias and anemia due to acute blood loss. In: Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Faucy AS, Longo DL, Loscalzo J, eds. Harrison’s hematology
and oncology 3rd edition. New York: Mc Graw Hill; 2017. Pp 111 – 30
14. Leibman HA, Weitz IC. Autoimmune hemolytic anemia. Med Clin N Am 2016; 9(7): 1 –
9
15. Allard S, Hill QA. Autoimmune haemolytic anaemia. ISBT science series 2016; 1: 85 –
92
37
38