You are on page 1of 19

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Lokio (Allium schoenoprasum L.)

Tanaman lokio (Allium schoenoprasum L.) merupakan salah satu anggota dari suku

Liliaceae, yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam masakan. Bentuk

tanaman lokio seperti bawang, dengan ujung tangkai yang lebih panjang, warna kehijauan.

Jadi mirip bawang daun berbentuk kecil panjang, seperti yang terlihat pada gambar 1

berikut ini.

Gambar

1. Tanaman Lokio (Allium schoenoprasum L.)

Di Indonesia, potensi dan prospek pengembangan komoditas tanaman bawang-

bawangan menunjukkan sisi positif perkembangan, seperti komoditas bawang merah dan

bawang putih, tetapi pertumbuhan budidaya lokio, masih perlu mendapat perhatian untuk

pengembangannya, terutama pemanfaatannya sebagai bahan tambahan dalam masakan dan

sebagai produk pangan untuk meningkatkan kesehatan.


Kedudukan tanaman lokio dalam taksonomi adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Klas : Angiospermae

Sub Klas : Monokotiledon

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : (Allium schoenoprasum L.)

(Syamsiah, dan Tajudin, 2003)

Tanaman lokio merupakan merupakan salah satu anggota dari jenis bawang-

bawangan. Bentuknya mirip daun bawang, hanya saja bongkolnya lebih besar. Beberapa

genus allium yang cukup dikenal selain lokio, yaitu : bawang merah (Allium cepa L.),

bawang putih (Allium sativum L.), bawang perai (ampeloprasum L.), shallots (Allium

ascalonicum L.) dan bawang welsh (Allium fistulosum L.). Komponen utama genus ini

adalah flavonoid dan cytosolic sycteine (alliin) yaitu senyawa sulfur organik. Berdasarkan

genus allium tersebut, bawang putih merupakan tumbuhan yang paling dikenal dan sudah

terdapat di seluruh belahan dunia (Cobas, et al., 2010). Potensi antibakteri pada bawang

putih disebabkan oleh reaksi pertukaran antara senyawa sulfur dengan gugus thiol bebas

dari enzim bakteri seperti alkohol dehidrogenase, tioredoksin reduktase, tripsin, protease

lainnya dan RNA serta DNA polimerase (diperlukan untuk replikasi kromosom bakteri).

Perpecahan ini selanjutnya dapat menghentikan metabolisme sel dan pertumbuhan bakteri.

Antibakteri bawang putih memiliki spektrum yang luas karena efektif melawan bakteri

gram positif dan gram negatif. (Jonkers, et al., 1999; Bakri dan Douglas, 2005).

Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa bawang putih menghambat secara

berbeda antara mikroflora usus yang menguntungkan dengan bakteri usus yang berbahaya
(Rees et al., 1998). Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan diameter zona hambat pada

bakteri Escherichia Coli, dengan daya hambat 10 kali lebih baik daripada Lactobacillus

casei untuk konsentrasi dosis bawang putih yang sama (Skyme, 1997). Sifat ini kurang

jelas, tapi dapat dijelaskan berdasarkan perbedaaan sensitifitas enterobakteria terhadap

allicin karena perbedaan komposisi dan peningkatan permeabilitas terhadap allicin dari

masing-masing membrannya (Miron et al., 2000).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, bawang bombay juga diketahui memiliki daya

aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif, Pseudomonas aeruginosa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bawang bombay memiliki diameter daya hambat

yang tertinggi yaitu pada konsentrasi 100% dengan diameter zona hambat 7,5 mm dan

diameter terendah yaitu 3,5 mm pada konsentrasi 40%. Bawang bombay, selain dikenal

untuk menambah rasa sedap pada jenis masakan tertentu, juga memiliki aktivitas

antimikroba dan dipercaya dapat meningkatkan kesehatan, yaitu untuk melancarkan sistem

peredaran darah. Salah satu zat penting yang terdapat dalam bawang bombay, yakni allisin,

berpotensi mencegah penggumpalan darah sehingga dapat memperlancar

sirkulasi/peredaran darah, diuretik, cocok untuk kasus encok, ginjal dan dapat mencegah

infeksi bakteri pada sistem pernafasan, membantu sistem percernaan, memperlancar kerja

hati, ginjal dan pankreas (Wuryanti, 2009).

Komponen Bioaktif Bawang dan Khasiatnya

Komponen bioaktif dari suatu bahan pangan memiliki peranan penting dalam

memberikan efek kesehatan. Komponen aktif yang terdapat pada bahan tanaman dikenal

dengan istilah fitokimia. Pengertian fitokimia adalah suatu bahan dari tanaman (phytos =

tanaman) yang dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis untuk pencegahan berbagai


penyakit. Bahan yang dimaksud adalah senyawa kimia berupa komponen bioaktif yang

dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit (Sirait, 2007).

Komponen-komponen yang terkandung di dalam suatu bahan pangan dapat

diperoleh dengan cara ekstraksi. Metode ekstraksi serta jenis pelarut, memiliki peranan

penting untuk memperoleh komponen bioaktif dari tanaman. Pada tanaman jenis bawang,

pelarut (solvent) yang sering digunakan adalah etanol, metanol, aseton, etilasetat dan air.

Komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada bawang bekerja secara sinergis satu

sama lain untuk menimbulkan efek kesehatan (Ardiansyah, 2006).

Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada tanaman jenis bawang

adalah senyawa sulfida. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau

dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya,

alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah

antioksidan, antikanker, antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah dan dapat

menurunkan kolesterol darah (Ardiansyah, 2006). Data epidemiologis juga menunjukkan

bahwa terdapat korelasi antara konsumsi bawang putih dengan penurunan penyakit

kardiovaskular, seperti aterosklerosis (penumpukan lemak), jantung koroner dan

hipertensi.

Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungi

patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang bombay

dikarenakan kandungan alisin dan senyawa sulfide lain yang terkandung dalam minyak

atsiri bawang putih dan bawang bombay (Whitmore dan Naidu, 2000).

Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito

dan Bailey pada tahun 1994. Dialil sulfide dan dialil polisulfida (komponen flavor utama

bawang putih) tidak menunjukkan aktivitas antimikroba. Namun alisin menunjukkan


aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif (Hirasa

dan Takemasa 1998).

Penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2004), yaitu meneliti tentang sifat

antibakteri bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa ekstrak bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat

menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 g/ml. Ekstrak etanol

bawang putih mempunyai aktivitas antibakteri lebih lemah dari tetrasiklin terhadap daya

hambat bakteri Salmonella typhimurium. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya hidup sehat dan berkembangnya pemikiran back to nature

maka penggunakan produk-produk alami untuk mendukung kesehatan seseorang semakin

meningkat. Penggunaan bahan-bahan sintetis untuk pengobatan atau pencegahan terhadap

suatu penyakit selain menyebabkan ketergantungan, juga harganya relatif mahal dan

kemungkinan menimbulkan bahaya bagi kesehatan (Suharti, 2004). Keadaan tersebut

mendorong dilakukannya eksplorasi berbagai komponen bioaktif yang berasal dari

tanaman.

Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Komponen bioaktif terdapat dalam

jumlah kecil di dalam suatu bahan pangan. Senyawa tersebut banyak dipelajari secara

intensif untuk menguji khasiatnya terhadap kesehatan. Tanaman bawang-bawangan

mempunyai karakter bau bersulfur yang khas. Bau khas bawang akan muncul bila jaringan

umbi bawang terluka. Penelitian sebelumnya mengenai bawang putih, ditemukan bahwa

aliin (substrat yang terkandung dalam jaringan tanaman akan berubah menjadi alisin

melalui reaksi enzimatis). Enzim yang bekerja pada reaksi ini dinamakan alliinase. Allisin

yang terbentuk bersifat kurang stabil sehingga segera terurai secara kimiawi menjadi

komponen-kompenen volatil yang memberikan bau khas pada bawang putih

(eBookPangan.com, 2006).
Pada bawang merah juga ditemukan adanya alliin dan enzim allinase yang

memungkinkan terjadinya reaksi yang sama dengan bawang putih. Mekanisme

pembentukan senyawa volatil serupa juga terjadi pada jenis bawang-bawangan lainnya.

Komponen flavor bawang-bawangan disamping memberi citarasa yang khas juga

memberikan berbagai manfaat (eBookPangan.com, 2006).

Tanaman bawang-bawangan mampu memperbaiki laju penyerapan vitamin B1

karena komponen yang terkandung di dalamnya yaitu allisin, yang membentuk suatu

senyawa allithiamin dengan vitamin. Secara tradisional bawang juga digunakan sebagai

pengawet. Sifat bawang sebagai pengawet ini juga dikaitkan dengan kemampuan allisin

dan dialil disulfid sebagai antimikroba (eBookPangan.com, 2006).

Bahan yang terkandung dalam beberapa jenis bawang, kadar airnya cukup tinggi,

komponen utamanya berupa protein, karbohidrat dan lemak. Komponen ini merupakan zat

organik yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia serta untuk

kelangsungan hidupnya. Disamping itu, sebagian besar bawang mengandung zat-zat

seperti kalsium, besi serta unsur kimia lainnya, bahkan jenis bawang tertentu mengandung

vitamin A dan serat (eBookPangan.com, 2006).

Menurut Dr. Paavo Airola, seorang peneliti gizi dan pendiri The International

Academy of Biological Medecine, telah berhasil ditemukan dan diisolasikan sejumlah

komponen bioaktif dari bawang putih, yaitu allisin, yang merupakan senyawa aktif yang

memiliki daya hambat terhadap bakteri dan sebagai antiradang (eBookPangan.com, 2006).

Alliin, suatu asam amino yang bersifat antibiotik. Gurwithcrays, (sinar gurwich),

radiasi mitogenetik mampu merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya

peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh. Antihemolytic factor, faktor

antilesu darah atau kekurangan sel darah merah. Antiarthritic factor (faktor antirematik)
yang dibuktikan dalam beberapa penelitian di Jepang, terutama di Rumah Sakit Angkatan

Darat, Jepang. Bawang putih terkenal kaya dengan kandungan sulfurnya. Beberapa

komponen sulfur penting yang terdapat pada bawang putih adalah : aliin (S-alil sistein

trisulfoksida), alisin (dialil tiosulfonat), dialil disulfida, alilpropil disulfida, dialil sulfida,

dimetil disulfida, dimetil disulfida, dimetil trisulfida, dipropil disulfida, alil merkaptan dan

ajone.

Asam amino sistein yang terdapat pada umbi bawang merupakan senyawa penentu

komponen bioaktif bawang putih. Sistein yang teralkilasi dan kemudian mengalami

oksidasi akan menghasilkan protein aliin (S-2-sistein sulfoksida) atau S-alil-L-sistein

sulfoksida. Aliin merupakan prekursor tidak berwarna dan tidak berbau pada bawang putih,

namun bila bawang putih diiris atau dihancurkan maka akan timbul aktivitas suatu enzim

yaitu aliinase. Enzim aliinase ini mengkonversi aliin menjadi alisin, senyawa yang

memberi bau khas pada bawang putih. Alisin bersifat sangat tidak stabil dan di udara bebas

akan berubah menjadi dialil disulfida yang merupakan senyawa sekunder penentu aroma

bawang putih (eBookPangan.com, 2006).

Beberapa produk volatil lainnya dari hasil dekomposisi lanjut komponen sulfur

pada bawang putih adalah dialil sulfida, dimetil trisulfida, metil alil disulfida, 1-propenil

alil disulfida, dimetil sulfida, alil metil disulfida, metil propil disulfida dan viniilditiin

(Amagase, 2006).

Pada saat bawang putih diproses dengan mengiris atau menghancurkannya,

komponen-komponennya akan diubah menjadi ratusan senyawa organosulfur dalam waktu

yang singkat. Ketika dirusak, misalnya oleh mikroba atau ketika didehidrat dan dilarutkan

dengan air, enzim allinase dengan cepat akan mengubah cytosolic sycteine sulfoxides

(alliin) menjadi bentuk sitotoksik dan odoriferous alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin
(Amagase, 2006). Perubahan senyawa kimia dalam bawang putih secara lengkap terdapat

pada Gambar 2.

γ-glutamylcysteine
NH2 H
γ-glutamyl
N
transpeptidase HOOC SH
(=sprouting reaction) O COOH

S-allylcysteine (SAC) hydrolysis & oxidation


COOH

S
NH2 S-alk(en)ylcysteine sulfoxides

oxidase
S-allylcysteine sulfoxide isoaliin methiin
H 2O 2 =alliin
O
COOH

S
NH2

<60sec allyl sulfenic acid + amino acrylic acid


NH2
SOH

COOH
spontaneous
condensation -2H2O

diallylthiosulfinate + pyruvic acid + NH3


=allicin O
O

S COOH
S
O
instantaneous S S
decomposition S S
of thiosulfinates S
within E-ajoene
S
24 h S O
DAS Z-ajoene

S
2-thioacroleins
DAS2 S
S

S S vinyldithiins
S DAS3 S S
S

S S DAS4 S
S S

Gambar 2. Perubahan senyawa kimia bawang putih (Amagase et al., 2001)

Selain fakta tentang senyawa yang disebutkan di atas berkontribusi dalam sebagian

bioaktivitas bawang putih, bukti dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dua
senyawa organosulfur paling penting dalam umbi bawang putih, yaitu asam amino non-

volatil γ-glutamil-Salk(en)il-L-sistein dan minyak atsiri Salk(en)ilsistein sulfoksida atau

alliin. Dua senyawa di atas menjadi prekursor sebagian besar senyawa organosulfur

lainnya. Kadarnya dapat mencapai 82% dari keseluruhan senyawa organosulfur di dalam

umbi (Zhang, 1999).

Senyawa γ-glutamil-S-alk(en)il-L-sistein merupakan senyawa intermediet

biosintesis pembentukan senyawa organosulfur lainnya, termasuk alliin. Senyawa ini

dibentuk dari jalur biosintesis asam amino. Dari γ-glutamil-Salk(en)il-L-sistein, reaksi

enzimatis yang terjadi akan menghasilkan banyak senyawa turunan, melalui dua cabang

reaksi, yaitu jalur pembentukan thiosulfinat dan S-allil sistein. Pada saat umbi bawang

putih diiris-iris dan dihaluskan dalam proses pembuatan ekstrak atau bumbu masakan,

enzim allinase menjadi aktif dan menghidrolisis alliin menghasilkan senyawa intermediet

asam allil sulfenat (Song dan Milner, 2001). Kondensasi asam tersebut menghasilkan

allicin seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Reaksi pembentukan allicin


Allicin bersifat tidak stabil, sehingga mudah mengalami reaksi lanjut, tergantung

kondisi pengolahan atau faktor eksternal lain seperti penyimpanan dan suhu. Hasil studi di

Jepang telah membuktikan bahwa Allicin menghambat agregasi platelet, pelepasan enzim

lisosomal dan neutrofil terstimulasi serta gerakan vasomotorik (Amagase et al., 2001).

Alisin dan komponen lain dari bawang putih dilaporkan secara tidak langsung berdampak

positif mengatasi kolesterol dan dapat mengatasi infeksi jamur maupun bakteri

(eBookPangan.com, 2006).

Senyawa Antimikroba

Senyawa antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Senyawa antimikroba dapat bersifat menghambat

pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteriostatik atau fungistatik) dan dapat pula bersifat

membunuh (bakterisidal atau fungisidal). Senyawa antimikroba yang ditemukan pada

ekstrak bawang putih mempunyai sifat antibakteri dan antijamur (Purba, 2010).

Komponen antimikroba aktif mayor pada bawang putih adalah thiosulfinate

terutama allisin. Komponen allisin dibentuk ketika bawang dipotong, dihancurkan dan

dikunyah. Pada saat itu enzim allinase dilepaskan dan mengkatalisis pembentukan asam

sulfenik dari cysteine sulfoxide. Asam sulfenik ini secara spontan saling bereaksi dan

membentuk senyawa yang tidak stabil yaitu thiosulfinate yang dikenal sebagai allisin

(eBookPangan.com, 2006). Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa umbi

bawang sabrang (Eleutherine palmifolia Merr) memiliki senyawa antimikroba yaitu

alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, glikosida, tannin, fenolik, antarkinon yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Purba, 2010). Pada ekstrak bawang putih

diketahui mempunyai kandungan senyawa antimikroba, yaitu saponin dan flavonoid,

disamping allisin yang juga berfungsi sebagai antibakteri. Saponin adalah senyawa aktif

yang kuat dan mempunyai kemampuan sebagai antibakteri. Saponin memiliki molekul
yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik dan memiliki molekul yang dapat menarik air

atau hidrofilik sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya dapat

menyebabkan kehancuran sel bakteri (Griffiths, et al.,2002).

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bersifat desinfektan yang bekerja dengan

cara mendenaturasi protein, yang menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri menjadi

terhenti, sehingga mengakibatkan kematian sel bakteri. Flavonoid juga bersifat

bakteriostatik yang bekerja melalui penghambatan sintesis dinding sel bakteri (Robinson,

1995).

Senyawa antimikroba yang terdapat pada tanaman jenis bawang telah menunjukkan

adanya penghambatan terhadap pertumbuhan beberapa bakteri yaitu Staphylococcus

aureus, Klebsiella pneumonia, Vibrio cholerae, Pseudomonas, Salmonella entereditis

(bakteri yang menyebabkan keracunan makanan), Mycobacterium, Clostridium dan

Micrococcus, beberapa jenis bakteri uji ini secara efektif, pertumbuhannya dapat dihambat

oleh bawang putih. Bawang putih juga telah menunjukkan adanya daya hambat terhadap

pertumbuhan bakteri Bacillus (meliputi B. typhosus, B. dysenteriae, B. enteriditis, B.

substilis, B. megaterium, B. pumitus, B. mycoides dan B. thurigiensis), Sarcina lutea,

Serratiamarcescens dan Escherichia coli (yang memproduksi toksin secara umum)

(Cavallito dan Bailley, 1994; Jhonson dan Vaughn, 1969; Delaha dan Garagusi, 1985;

Tsao, et al.,2003).

Bakteri Penyebab Diare

Menurut Navaneethan dan Ralph (2011), diare secara umum didefinisikan sebagai

peningkatan frekuensi dari buang air besar yang tidak normal atau cair, sehingga penderita

yang mengalami diare banyak kehilangan cairan dari dalam tubuhnya. Secara normal

makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian

diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi
resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar

dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri yang biasanya selalu berada di kolon

mencerna kembali sisa-sisa serat tersebut, sehingga sebagian besarnya dapat diserap

selama perjalanan melalui usus besar dan airnya direabsorpsi kembali, sehingga isi usus

menjadi lebih padat.

Tetapi apabila terjadi peristaltik usus yang meningkat dimana pelintasan chymus

menjadi dipercepat dan masih mengandung banyak air, maka akan menyebabkan

terjadinya diare (Priece dan Lorraine, 2005). Menurut Depkes (2007), berdasarkan ada atau

tidaknya infeksi, diare dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu : diare infeksi spesifik

dan non spesifik. Diare infeksi spesifik disebabkan oleh infeksi seperti virus, bakteri,

parasit dan enterotoksin. Sedangkan diare non spesifik tidak disebabkan oleh adanya

infeksi (diare dietetik), yang dapat disebabkan oleh alergi makanan atau minuman

(intoleransi), gangguan gizi serta efek samping dari obat. Cara pengobatannya, khusus

untuk diare jenis infeksi spesifik maka digunakan kemoterapeutik untuk terapi kausal yaitu

memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan

furazolidon. Antibiotik dapat diberikan apabila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan

bakteri patogen, karena pemeriksaan terhadap bakteri ini kadang-kadang sulit dilakukan

atau hasil pemeriksaan datang terlambat. Antibiotik dapat diberikan dengan memperhatikan

umur penderita, perjalanan/riwayat penyakit, sifat tinja dan faktor pendukung lainnya

(Noerasid, 1988). Keracunan makanan oleh beberapa bakteri juga dapat menyebabkan

diare. Bakteri tersebut umumnya merupakan gram negatif, seperti yang tercantum dalam

Tabel 1 berikut ini.


Tabel 1. Bakteri penyebab keracunan pada makanan
Kuman Sumber Gejala Pemulihan
Bacillus cereus Makanan Muntaber, dehidrasi Cepat
Clostridium
Makanan Diare, nyeri, kejang 2-3 hari
perfingens.
Escherichia coli Daging sapi, susu Diare darah 10-12 hari

Campylobacterium Daging sapi/unggas, Diare darah dan


3-5 hari
jejuni susu demam, nyeri perut
Clostridium Makanan di kaleng/ Diare dan gangguan
10-14 hari
botulium botol saraf
Daging sapi/
Salmonella Muntaber, demam 3- 14 hari
unggas, susu
Shigella Makanan/air Diare dengan darah 7-10 hari
Staphylococcus Kurang
Makanan/air Muntaber, dehidrasi
aureus dari 24 jam
Sumber: Tjay dan Rahardja, (2007); Kohanski, et al., (2010).

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila

diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau

membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Staphylococcus

merupakan bakteri gram positif. Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus

adalah 35-37o C, dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,5o C. Bakteri ini

dapat tumbuh pada pH 4,0 sampai 9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,5 (Fardiaz dan

Jenie, 1989).

Hampir semua orang pernah mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang

hidupnya dan penyebabnya bervariasi, mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit

ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Bakteri S. aureus merupakan bakeri
patogen pada manusia. Bakteri ini bersifat gram positif dan hampir setiap orang pernah

mengalami infeksi yang disebabkan oleh spesies ini. Bakteri S. aureus merupakan bakteri

yang dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit akibat

keracunan makanan. Bakteri Staphylococcus aureus umumnya membentuk pigmen kuning

keemasan. Bakteri ini bersifat anaerobik, berbentuk bulat berukuran diameter 0,5-1,5 µm

dan tidak membentuk spora (Supardi dan Sukamto, 1999).

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan

keracunan tipe intoksikasi. Gejala keracunan disebabkan oleh tertelannya suatu toksin yang

disebut enterotoksin yang mungkin terdapat di dalam makanan setelah diproduksi oleh

galur tertentu dari Staphylococcus aureus yang mengkontaminasi makanan tersebut.

Toksin ini disebut enterotoksin karena dapat menyebabkan gastroenteritis atau inflamasi

pada saluran usus (Fardiaz dan Jenie, 1989). Bakteri Staphylococcus aureus merupakan

bakteri penghasil enterotoksin bersifat koagulase positif (dapat menggumpalkan plasma

darah). Gejala umum penyakitnya adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah,

kejang perut (kram), diare berdarah dan mengandung mucus, sakit kepala, kejang otot,

berkeringat dingin, lemas, nafas pendek dan suhu tubuh di bawah normal. Produk pangan

yang sering tercemar oleh Staphylococcus aureus adalah daging unggas, daging merah dan

produknya, ikan dan produknya serta susu dan produknya (Nurwantoro dan Djarijah,

1997). Staphylococcus aureus dapat mengkontaminasi makanan selama proses pengolahan

pangan, selama pemasakan dan penyiapannya. Staphylococci mudah dibunuh dengan

panas tetapi eksotoksin yang dilepaskan ke dalam pangan lebih tahan terhadap panas dan

dapat bertahan sampai 30 menit pada titik didih air (Gardjito, et al., 1992).

Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri yang temasuk kedalam grup Enterobacteriaceae,

berbentuk batang dengan panjang 1-3 µm dan lebar 0,4-0,7 µm. Bersifat gram negatif,

tidak berkapsula dan dapat bergerak aktif. Escherichia coli biasanya digunakan sebagai

indikator terhadap kontaminasi kotoran pada air dan susu. Bakteri ini dapat tumbuh pada

suhu 10-40o C, dengan suhu optimum 37o C. Pertumbuhan optimum terjadi pada pH 7,0-

7,5 dengan kisaran antara 4,0 dan 9,0. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan

dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan

(Fardiaz dan Jenie, 1989).

Jenis Escherichia hanya mempunyai satu spesies yaitu Escherichia coli, dan

disebut koliform fekal karena ditemukan di dalam saluran usus hewan dan manusia,

sehingga sering terdapat di dalam feses. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator

kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992). Escherichia coli umumnya diketahui terdapat secara

normal dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Escherichia coli yang menyebabkan

penyakit pada manusia disebut Entero Pathogenic Escherichia coli (EPEC). Terdapat dua

golongan Escherichia coli penyebab penyakit pada manusia. Golongan pertama disebut

Entero Toxigenic Escherichia coli (ETEC) yang mampu menghasilkan enterotoksin dalam

usus kecil dan menyebabkan penyakit seperti kolera. Waktu inkubasi penyakit ini 8-24 jam

dengan gejala diare, muntah-muntah dan dehidrasi serupa dengan kolera. Golongan kedua

disebut Entero Invasive Escherichia coli (EIEC), dimana sel-sel Escherichia coli mampu

menembus dinding usus dan menimbulkan kolitis (radang usus besar) atau gejala seperti

disentri (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).

Waktu inkubasi 8-44 jam (rata-rata 26 jam), dengan gejala demam, sakit kepala,

kejang perut dan diare berdarah. Walaupun Escherichia coli adalah bagian flora normal

saluran usus, Escherichia coli bertahun-tahun dicurigai sebagai penyebab diare tipe sedang

sampai gawat yang kadang-kadang timbul pada manusia dan hewan. Infeksi dengan
Escherichia coli mungkin menyebabkan infeksi gawat dan sering fatal pada anak-anak

yang baru dilahirkan (Volk dan Wheeler, 1989).

Shigella dysenteriae

Shigella adalah suatu bakteri patogen yang dapat menyebabkan gejala penyakit

yang disebut shigellosis atau sering disebut disentri basiler. Shigella merupakan bakteri

gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri

Shigella yang berbahaya misalnya Shigella dysenteriae. Bakteri ini dapat dipindahkan dari

satu penderita atau pembawa ke orang lainya melalui makanan dan air, kadang-kadang

dibawa melalui lalat (Fardiaz, 1992).

Shigella dapat tumbuh pada suhu antara 10-40o C dengan suhu optimum 37o C.

Bakteri ini sensitif terhadap panas dan tahan terhadap konsentrasi garam 5-6 %. Bakteri

Shigella bersifat gram negatif dan berbentuk batang. Bakteri ini menyerupai genus

Escherichia, perbedaannya bakteri Shigella bersifat nonmotile. Kontaminasi Shigella pada

makanan lebih banyak berasal dari air yang digunakan untuk mengolah makanan tersebut.

Shigella tidak tahan terhadap panas dan akan mati pada suhu pasteurisasi makanan

(Supardi dan Sukamto, 1999).

Wabah penyakit yang disebabkan oleh Shigella disebut shigellosis. Masa inkubasi

penyakit ini adalah 1-7 hari (rata-rata kurang dari 4 hari) dengan gejala demam (sampai 40o

C), kejang perut, diare campur darah dan nanah serta lendir. Manusia dapat terinfeksi

Shigella melalui makanan yang terkontaminasi. Shigella tetap terlokalisasi dalam usus dan

akibatnya shigellosis akan melemahkan sebagian besar usus disebabkan oleh kehilangan

cairan dan elektrolit. (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).

Shigella dysenteriae mengekskresi neurotoksin dan enterotoksin yang kuat.

Neurotoksin ditandai oleh kelumpuhan dan kematian yang ditimbulkan apabila

diinjeksikan ke dalam hewan percobaan. Enterotoksin Shigella dysenteriae kelihatannya


tidak merangsang sintesis dan mekanisme kerjanya tidak diketahui Shigella merupakan

penyebab dari penyakit shigellosis pada manusia, bakteri ini juga dapat menyebabkan

penyakit pada primata lainnya, tetapi tidak pada mamalia lainnya (Volk dan Wheeler,

1989).

Lactobacillus acidophilus

Lactobacillus acidophilus adalah salah satu dari delapan genera umum dari bakteri

asam laktat. Tiap genus dan spesiesnya mempunyai karakteristik yang berbeda. Namun,

secara umum mereka merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus atau batang, bersifat

nonmotil dan nonspora yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama dari

metabolisme fermentasi dan menggunakan laktosa sebagai sumber karbon utama dalam

memproduksi energi (Rahayu dan Djaafar, 2009).

Lactobacillus acidophilus dapat tumbuh baik dengan oksigen ataupun tanpa

oksigen dan bakteri ini dapat hidup pada lingkungan yang sangat asam sekalipun, seperti

pada pH 4-5 atau di bawahnya dan bakteri ini merupakan bakteri homofermentatif yaitu

bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai satu-satunya produk akhir. Pada umumnya

bakteri ini ditemukan di dalam gastro intestinal manusia dan hewan (Rahayu dan Djaafar,

2009).

Bakteri asam laktat (BAL) dikenal memiliki peran penting pada kehidupan

manusia, karena terlibatnya dalam berbagai makanan fermentasi maupun keberadaanya di

jalur intestin. Kemampuan bakteri ini untuk tumbuh di jalur intestin dapat digunakan untuk

menjaga keseimbangan mikroflora intestin. Sehingga tubuh tidak mudah terserang infeksi

patogen interik. Potensi inilah yang menjadi alasan bakteri asam laktat, khususnya

Lactobacillus digunakan sebagai agensi probiotik (Rahayu dan Djaafar, 2009).

Metode Ekstraksi
Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, antara lain

(Voight, 1995) :

Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang

dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-terpotong atau berupa

serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut

disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau

perubahan warna) dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu lamanya

maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Secara

teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin

besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil

yang diperoleh (Voight, 1995).

Perkolasi

Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkulator) yang

memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang dialirkan secara

kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya

berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi

proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi

sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan

dalam seldengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui simplisia bahan

pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi

total secara teoritis dimungkinkan dan jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95 %

(Voight, 1995).

Sokletasi
Pada metode ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi

digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang relatif stabil dan tahan terhadap

pemanasan. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau

mempunyai titik didih yang rendah. Cara kerja sokletasi yaitu serbuk kering yang akan

diekstraksi berada di dalam kantong sampel yang diletakkan pada alat ekstraksi (tabung

soklet). Tabung soklet yang berisi kantong sampel diletakkan diantara labu destilasi dan

pendingin, di sebelah bawah dipasang pemanas, setelah pelarut ditambahkan melalui

bagian atas alat soklet dan pemanas dihidupkan, pelarut dalam labu didih menguap dan

mencapai pendingin, berkondensasi dan menetes ke atas kantong sampel sampai mencapai

tinggi tertentu/maksimal, pelarut beserta zat yang tersari di dalamnya akan turun ke labu

didih melalui pipa kapiler. Pelarut beserta zat yang tersari pada labu didih akan menguap

lagi dan peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang sampai seluruh zat yang ada dalam

sampel tersari sempurna (ditandai dengan pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak

berwarna dan dapat diperiksa dengan pereaksi yang cocok). Larutan berkumpul di dalam

wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan

kedalam labu, sehingga zat yang terekstraksi terakumulasi melaui penguapan bahan pelarut

murni berikutnya. (Voight, 1995).

You might also like