You are on page 1of 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Psoriasis dikenal sebagai penyakit sistemik berdasarkan pathogenesis

autoimunologik dan genetic yang bermanifestasi pada kulit, sendi serta terkait

sindrom metabolik (Djuanda, 2018) Psoriasis adalah penyakit yang

penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya

bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-

lapis dan transparan; disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner.(Kim,

2017).

Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan

dalam penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko

mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita

psoriasis maka resikonya mencapai 34-39%. (Djuanda, 2018)

Berbagai factor psikologis dan sosial sering dijumpai pasien, antara

lain : Malu karena kulit yang mengelupas dan pecah-pecah, tidak nyaman

karena gatal atau harga obat yang mahal dengan berbagai efek samping.

Berbagai alas an tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup seseorang

bahkan depresi berlebihan (Fitzpatrick, 2017)

Pengobatan psoriasis bertujuan menghambat proses peradangan dan

proliferasi epidermis, karena keterkaitannya dengan sindrom metabolic maka

diperlukan penanganan kegemukan, diabetes mellitus, gangguan pola lipid,


dan hipertensi. (Djuanda, 2018) Pengobatan holistic harus diterapkan dalam

penatalaksanaan psoriasis meliputi gangguan kulit, internal psikologi

1.2.Definisi

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetic yang

kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis

disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh system saraf.

(Djuanda, 2018)

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomen tetesan lilin,

Auspitz, dan Köbner. Psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada

psoriasis yang lain contohnya psoriasis pustulosa. Bagi para klinisi, psoriasis

sangat penting untuk diketahui karena cukup sering ditemukan dan mempunyai

penatalaksanaan yang merawat lesi di kulit (Nestle, 2009).

1.3.Etiologi

Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan dalam

penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapatkan

psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis maka

resikonya mencapai 34-39%.(Djuanda, 2018) Faktor imunologik juga berperan,

defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari 3 sel, yakni

limfosit T, sel penyaji antigen(dermal), atau keratinosit.(Djuanda, 2018)

Berbagai faktor pencetus juga terdapat pada psoriasis, diantaranya

adalah faktor genetik, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, stress psikis, infeksi,
trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium,

obat anti malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker). Stres psikis juga

merupakan faktor pencetus utama, dan faktor endokrin rupanya memiliki peranan

mempengaruhi perjalanan penyakit.

Psoriasis dapat dimulai pada usia berapa pun, tetapi tidak umum pada

usia di bawah usia 10 tahun. Kemungkinan besar muncul antara usia 15 dan 30

tahun. Kepemilikan antigen HLA Kelas I tertentu, khususnya HLA-Cw6,

dikaitkan dengan usia awitan yang lebih dini dan dengan riwayat keluarga positif.

Temuan ini mengarahkan Henseler dan Christophers untuk mengusulkan bahwa

ada dua bentuk berbeda psoriasis: psoriasis tipe I, dengan usia onset sebelum usia

40 tahun dan terkait dengan HLA, dan tipe II, dengan usia onset setelah usia 40

tahun dan kurang asosiasi HLA, meskipun banyak pasien tidak masuk dalam

klasifikasi ini. Tidak ada bukti bahwa psoriasis tipe I dan tipe II merespons

berbeda terhadap pengobatan. (Gudjonsson, 2017)

Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronik, dengan dasar genetik

yang kuat, terkarakterisasi oleh alterasi kompleks dalam pertumbuhan epidermal

dan diferensiasi dan berbagai biokimia, system imun, dan kelainan vaskuler, dan

hubungannya degan fungsi system saraf yang sayangnya kurang dimengerti. Asal

penyebabnya masih belum diketahui. Berdasarkan sejarah, psoriasis diakui secara

luas merupakan gangguan primer dari keratinosit. Semenjak adanya penemuan

bahwa imunosupresan cyclosporine A (CsA) sel T spesifik sangatlah aktif

terhadap psoriasis, penelitian mulai terfokus kepada sel T dan system imun. Tidak

hanya itu, jumlah bukti menunjukkan bahwa keratinosit adalah bagian integral

dari respon imun kutaneus di psoriasis.(Gudjonsson, 2017).


1.4.Patofisiologi

Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks yang melibatkan

berbagai sitokin, kemokin maupun factor pertumbuhan yang mengakibatkan

gangguan regulasi pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi

keratinosit, sel-sel radang dan pembuluh darah sehingga lesi tampak menebal dan

berskuama tebal berlapis. (Djuanda, 2018)

Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag

penangkap antigen (antigen presenting cell/APC) melalui major

histocompatibility complex (MHC) mempresentasikan antigen tersangka dan

diikat oleh sel T naïf. Pengikatan sel T terhadap antigen tersebut selain melalui

reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligand dan reseptor tambahan yang

dikenal dengan kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini berproliferasi menjadi

sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam sirkulasi sistemik dan

bermigrasi ke kulit.

Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai sel Th1 CD4, sel

sitotoksik 1/Tc1CD8 , IFN gamma, TNF alfa, dan IL-12 adalah produk yang

ditemukan pada kelompok penyakit yang diperatarai oleh sel Th1. Pada tahun

2003, dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh sel Th1. IL-23 adalah sitokin yang

dihasilkan oleh sel dendrit bersifat heterodimer bagian dari IL-12, sitoki IL-17 A,

IL-17 F, IL-22, IL 21 dan TNF alfa adalah mediator turunan Th-17. Telah

dibuktikan IL-17 A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang merupakan

karakteristik psoriasis. IL-22 dan IL-17A seperti juga CCR6 dapat menstimulasi

timbulnya reaksi peradangan psoriasis.

Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator

menentukan gambaran klinis antara lain : GMCSF (granulocyte macrophage


colony stimulating factor), EGF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23 dan TNF

alfa akibat banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit normal yaitu

keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal dalam 311 jam menjadi 36 jam

danproduksi harian keratinosit menjadi 28 kali lebih banyak daripada epidermis

normal. Pembuluh arah menjadi berkelok-kelok, angiogenesis dan hipermeabilitas

vaskulaer diperankan oleh VEGF dan Vaskular permeability factor yang

dikeluarkan oleh keratinosit.

Gambar.2.1. Patofisiologi Psoriasis

Perkembangan lesi psoriatik. Angka ini menggambarkan transisi dari

kulit normal menjadi sepenuhnya berkembang lesi yang dijelaskan dalam teks.

Kulit normal dari yang sehat individu (panel A) mengandung sel Langerhans
epidermal, tersebar sel dendritik imatur (D), dan kulit-homing memori sel T (T) di

dalam dermis.

Kulit yang tampak normal dari individu psoriatik (panel B)

memanifestasikan kapiler sedikit dilatasi dan melengkung, dan sedikit adanya

peningkatan jumlah sel mononuklear dermal dan sel mast (M). Biasanya terjadi

sedikit peningkatan ketebalan epidermis. Pada psoriasis plak kronis, intensitas

perubahan ini mungkin tergantung pada jarak dari lesi. Zona transisi dari lesi yang

sedang berkembang (panel C) ditandai oleh peningkatan progresif dilatasi kapiler

dan tortuosity, jumlah sel mast, makrofag (MP), dan Sel T, dan degranulasi sel

mast (panah kecil).

Dalam epidermis, ada peningkatan ketebalan dengan rete semakin

menonjol, pelebaran ruang ekstraseluler, dyskeratosis, hilangnya lapisan granular,

dan parakeratosis. Sel Langerhans (L) mulai keluar dari epidermis, dan sel-sel

epidermis dendritik inflamasi (I) dan CD8 + Sel T (8) mulai memasuki epidermis.

Sepenuhnya berkembang lesi (panel D) ditandai oleh kapiler dilatasi sempurna

dan tortuositas dengan peningkatan sepuluh kali lipat darah mengalir, banyak

makrof, dan peningkatan jumlah sel T dermal (terutama CD4 +) melakukan

kontak dengan sel-sel dendritik dermal yang matang

(D). Epidermis lesi dewasa bermanifestasi secara nyata peningkatan

hiperproliferasi keratinosit (sekitar sepuluh kali lipat) meluas ke lapisan

suprabasal yang lebih rendah, ditandai tetapi tidak harus kehilangan seragam dari

lapisan granular dengan pemadatan stratum korneum dan parakeratosis di atasnya,

peningkatan jumlah sel T CD8 +, dan akumulasi neutrofil dalam stratum korneum

(mikroabses Munro). (Gudjonsson, 2017)


Gambar 2.2. Peran HLA-CW 6 dalam pathogenesis psoriasis (Gudjonsson, 2017)

1.5.Gejala klinis

Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai

titik-titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seukuran jarum sampai

dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit

ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa dan sendi tetapi tidak mengganggu

rambut. Penampilan dapat berupa infiltrate eritematosa, eritema yang muncul

bervariasi dari yang sangat cerah (hot psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai

merah pucat (cold psoriasis).


Terdapat 2 tipe, yang pertama yaitu; eruptif, tipe berinflamasi

dengan berbagai lesi kulit yang kecil (gutata atau nummular) dan tendensi yang

lebih besar terhadap resolusi spontan, secara relatif memang jarang ditemukan

(<2.0% dari semua psoriasis).(Budi, 2018)

Gambar 2.3. Psoriasis vulgaris; lesi primer berbatas tegas, kemerahan

atau papula merah muda-salmon berdinding kendur berbentuk lamellar. (Budi,

2018)
Kedua yaitu psoriasis stabil kronik (plak). Kebanyakan dari pasien dengan

lesi indolen kronik muncul dalam berbulan-bulan bahkan tahunan, dan berubah

secara lambat.(Budi, 2018)

Gambar 2.4 Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapis-

lapis berwarna putih seperti mika.

Pruritus dapat muncul dalam banyak kasus psoriasis, terutama pada kulit

kepala dan area kelamin. Lesi yang sering ditemukan pada psoriasis yang klasik

adalah papul eritema bebatas tegas dengan dinding perak-keputihan. Memiliki

bentuk lamellar, kendur dan mudah diangkat dengan menggaruknya. Apabila

dindingnya diangkat maka akan terlihat penampakan dari Auspitz sign.

Pada psoriasis terdapat fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin

dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah

warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz

sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik
pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang

tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang

merata. Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma

misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan kelainan

psoriasis.

Gambar 2.5 Auspitz sign. Sebelum dinding diangkat(A) dan sesudah

dinding diangkat(B)

Lesi psoriasis vulgaris berupa plak eritematous, berbatas tegas, simetris,

kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh skuama tebal

berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Keluhan yang

dirasakan adalah gatal ringan. Bentuk kelainan dapat bervariasi: lentikuler,

numular atau plakat dapat berkonfluensi (Gudjonsson, 2017)

Psoriasis dapat terbentuk di lokasi trauma fisik (garukan, terbakar sinar

matahari, atau operasi) yang disebut isomorfik atau fenomena Köbner. Terjadinya

pruritus sangat bervariasi, meskipun psoriasis dapat mempengaruhi semua

permukaan kulit tetapi tetap terdapat predileksi pada area tertentu dan harus

diperiksa pada semua pasien yang dicurigai mengalami psoriasis. Daerah tersebut

diantaranya siku, lutut, kulit kepala, gluteal dan kuku. Penyakit ini biasanya lebih
banyak pada bagian ekstensor daripada permukaan fleksor yang mengenai telapak

tangan, telapak kaki, dan wajah (Wolff, 2009)

Gambar 2.5 Predileksi lokasi psoriasis.

Gambar 2.6. Fenomena Köbner.


1. Psoriasis Vulgaris

Psoriasis vulgaris adalah bentuk psoriasis yang paling umum, terlihat pada sekitar

90% pasien. Merah, bersisik, plak yang terdistribusi secara simetris bersifat khas

dilokalisasi ke aspek ekstensor dari ekstremitas, khususnya siku dan lutut,

bersama dengan kulit kepala,lumbosakral bawah, bokong, dan keterlibatan genital

(Gudjonsson, 2017)

Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal

dengan wonoroff ring. Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka

bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kura linier (psoriasis girata), lesi

mirip cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel

pilosebaseous (psoriasis folikularis). Psoriasis hiperkeratotik tebal berdiameter 2-5

cm disebut plak rupioid, sedangkan plak hiperkeratotik tebal berbentuk cembung

menyerupai kulit tiram disebut plak ostraseus. Umumnya dijumpai di scalp, siku,

lutut, punggung, lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal,

rasa terbakar atau nyeri, terutama bila kulit kepala terserang

Psoriasis inversa ditandai dengan letak lesi di daerah intertriginosa,

tampak lembab dan eritematosa. Lesi dijumpai di daerah aksila, fossa antekubital,

popliteal, lipat inguinal, inframammae, dan perineum

2. Psoriasis gutata

Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersiffat swasirna.

Namun pada suatu penelitian epidemiologis 33 % kasus dengan psoriasis gutata

akut pada anak akan berkembang menjadi psoriasis plakat. Bentuk spesifik yang

dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1-10 mm berwarna merah salmon,

menyebar diskret secara sentipetal terutama di badan, dapat mengenai ekstremitas


dan kepala. Infeksi Streptokokus beta hemolitikus dalam bentuk faringitis,

laryngitis, atau tonsillitis sering mengawali munculnya psoriasis gutata.

Gambar 2.7 Psoriasis gutata

3. Psoriasis pustulosa

Bentuk ini merupakan manifestasi psoriasis tetapi dapat pula merupakan

komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteoid sistemik, infeksi,

ataupun pengobatan topical yang bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis von

zumbusch terjadi bila pustule yang muncul sangat parah dan menyerang seluruh

tubuh, sering diikuti dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat sistemik dan

mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah, nyeri, meradang dengan pustule

milier tersebar diatasnya. Pustul terletak non folikuler, putih kekuningan, terasa

nyeri dengan dasar eritematosa.


Gambar 2.8 Psoriasis Pustulosa. Psoriasis pustular. Psoriasis pustular

generalisata tipe A dan B, von Zumbusch. Perhatikan pustula kecil, 1-2

mm dengan diameter, pada kulit yang eritematosa. C dan D, psoriasis

pustular lokal pada tungkai dan kaki. E, menyelesaikan pustular psoriasis,

catat area luas deskuamasi. (Foto C – E digunakan dengan izin dari Drs.

Johann Gudjonsson, Trilokraj Tejasvi, dan Neena Khanna.)

4. Eritroderma

Keadaan ini dapat muncul bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis plakat,

dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi jenis ini harus

dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu psoriasis plakat

(vulgaris) yang luas hamper seluruh tubuh., tidak diikuti dengan gejala demam
atau menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris. Bentuk

kedua adalah bentuk yang lebih akut sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi

generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar, obat atau

putus obat kortikosteroid sistemik. Kulit pasien tampak eritema difus biasanya

disertai demam, menggigil, dan malaise.

Gambar 2.8 Eritroderma

Psoriasis eritrodermik. Pasien ditunjukkan pada panel A yang berkembang dengan

cepat hampir lengkap keterlibatan dan mengeluh kelelahan dan malaise.

Perhatikan pulau hemat. Itu pasien yang ditunjukkan pada panel B dan C memiliki

keterlibatan tubuh total dengan hiperkeratosis yang ditandai dan deskuamasi.

(Foto digunakan dengan izin dari Mr. Harrold Carter dan Dr. Johann Gudjonsson.)
1.6.Diagnosis

Diagnosis psoriasis terutama klinis. Ada berbagai jenis klinis psoriasis,

yang paling umum adalah psoriasis plak kronis, yang memengaruhi 80%

hingga 90% pasien dengan psoriasis. Ciri khas dari psoriasis plak klasik

adalah batas-batas yang terdemarkasi dengan baik, simetris, dan eritematosa

dengan skala keperakan di atasnya. Plak biasanya terletak di kulit kepala,

badan, bokong, dan ekstremitas tetapi dapat terjadi di bagian tubuh mana saja.

Pasien mungkin menunjukkan keterlibatan kuku, yang dapat hadir tanpa plak

bersamaan. Lesi aktif mungkin gatal atau menyakitkan. Psoriasis juga dapat

muncul sebagai respons isomorfik, di mana lesi baru muncul pada kulit yang

sebelumnya normal yang mengalami trauma atau cedera. Tingkat keparahan

penyakit dapat membantu dalam mengarahkan penatalaksanaan dan

diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat (table 1)

Tabel 2.1. Menghitung keparahan psoriasis

Pengukuran keparahan psoriasis yang biasa dilakukan di lapangan antara

lain : Luas permukaan badan (LPB), Psoriasis Area Severity Index (PASI),

dermatology life quality index (DLQI). PASI menilai 4 regio tubuh yaitu kepala
dan leher, tangan dan bahu, dada, perut dan punggung. Masing-masing region

dinilai skornya untuk menunjukan berapa banyak daerah dari region tersebut yang

terkena psoriasis dan skor yang menyatakan tingkat keparahan psoriasis. Skor area

dapat diantara 0 (tanpa psoriasis) sampai 6 (semua kulit terkena efek). Tingkat

kearahan dari setiap region didapatkan dari menambahkan skor kemerahan,

ketebalan dan skuama yang nilainya diantara 0-4, maximum berjumlah 12. Area

dan tingkah keparahan kemudian dikalikan pada setiap region kemudian

dijumlahkan. Pada penggunaan skor PASI maka yang dievaluasi adalah sebagai

berikut :

Gambar 2.9. Skor keparahan psoriasis


Gambar 2.10 Gambaran Histopatologi Psoriasis

Histopatologi psoriasis. A. papula psoriasis. Dalam transisi dari ujung ke

ujung pusat lesi, adanya penebalan progresif epidermis dengan perpanjangan rete

ridge, dilatasi dan tortuositas pembuluh darah, dan peningkatan infiltrat sel

mononuklear. Stratum korneum memadat dengan hilangnya lapisan granular di

tengah lesi. (Biopsi punch 4 mm, hematoxylin dan eosin, bar skala = 100 μM.)

B. Perbandingan kulit yang tidak terlibat versus yang terlibat. Empat

biopsi 4 mm diambil dari sampel individu yang sama dalam A pada hari yang

sama. Kulit "tidak terlibat jauh" diambil dari punggung atas 30 cm dari lesi

psoriasis terdekat yang terlihat. Kulit "Uninvolved near edge" diambil 0,5 cm dari

tepi plak 20 cm, yang telah ada selama beberapa tahun, menurut pasien. "Pusat

Kulit plak ”diambil dari area yang relatif tidak aktif (kurang merah dan bersisik)
di bagian tengah plak ini. "Tepi yang terlibat" kulit diambil dari area aktif (lebih

merah dan bersisik) sekitar 1 cm di dalam tepi plak yang sama. Dalam

membandingkan "Kulit tidak terlibat" ke kulit "dekat tepi", perhatikan bahwa

yang terakhir memanifestasikan peningkatan ketebalan dan perpanjangan awal

pasak rete, dilatasi dan tortuositas awal pembuluh darah, dan peningkatan jumlah

sel mononuklear di dermis bagian atas, banyak di antaranya berada di lokasi

perivaskular. Pada pasien ini, kulit "tepi tidak terlibat" juga memanifestasikan

suatu peningkatan frekuensi keratinosit dyskeratotic, sebuah temuan yang telah

dicatat sebelumnya di pinggiran lesi psoriatic. Dalam membandingkan area plak

yang kurang aktif dengan yang lebih aktif, perhatikan bahwa area yang lebih aktif

bermanifestasi meningkat infiltrat mononuklear dermal, peningkatan

hiperkeratosis dan parakeratosis, dan mikroabses Munro. (Punch out 4-mmbiopsi,

hematoxylin, dan eosin, skala bar = 100 μM.)

Tingkat mitosis dari keratinosit basal meningkat bila dibandingkan dengan

kulit normal. Hasil yang Nampak, terlihat penebalan epidermis (akantosis),

dengan rete ridge memanjang; dalam kombinasi dengan infiltrate radang dermis,

berperan dalam ketebalan tesi,yang menghasilkan tebal atau tipisnya plak

psoriasis. Infiltrat radang kebanyakan terdiri atas sel dendritik, makrofag, dan sel

T di dalam dermis dan neutrofil dengan beberapa sel T di epidermis. Warna

kemerahan dari lesi merupakan pengaruh dari peningkatan jumlah kapiler

melengkung yang mencapai permukaan kulit melewati epitelium yang tipis.

Terdapat pula peningkatan mitosis fibroblast, dan sel endotel.

Pada tes serologi terlihat peningkatan titer antistreptolisin di psoriasis

gutata akut dengan infeksi streptococcus. Peningkatan psoriasis dapat dikaitkan

dengan infeksi HIV. Serum asam urat meningkat pada 50% pasien, biasanya
berhubungan dengan perkembangan penyakit; terdapat peningkatan resiko pada

artritis gout. Tingkat asam urat menurun bila terapi efektif. Pada tes kultur

tenggorokan dilakukan pada infeksi streptokokus grup A Betha-hemolitik.

Kelainan laboratorium lain pada psoriasis biasanya tidak spesifik dan

mungkin tidak ditemukan pada semua pasien. Di psoriasis vulgaris berat, psoriasis

pustular menyeluruh, dan eritroderma, keseimbangan nitrogen negatif dapat

terjadi terdeteksi, dimanifestasikan oleh penurunan albumin serum. Pasien

psoriasis memanifestasikan profil lipid yang berubah, bahkan pada awal penyakit

kulit mereka. Pasien menderita 15% tingkat lipoprotein densitas tinggi, dan rasio

kolesterol-trigliserida mereka untuk kepadatan yang sangat rendah. Partikel

lipoprotein adalah 19% lebih tinggi. Selanjutnya, konsentrasi plasma

apolipoprotein-A1 11% lebih tinggi pada pasien psoriasis. Entah perbedaan ini

dalam profil lipid dapat menjelaskan atau berkontribusi untuk peningkatan

kejadian kejadian kardiovaskular di Indonesia psoriasis masih harus dilihat.

Asam urat serum meningkat hingga 50% dari pasien dan terutama

berkorelasi dengan luasnya lesi dan aktivitas penyakit. Ada peningkatan risiko

mengembangkan radang sendi gout. Kadar asam urat serum biasanya normalisasi

setelah terapi.

Penanda peradangan sistemik dapat ditingkatkan, termasuk protein C-

reaktif, α2-makroglobulin, dan laju sedimentasi eritrosit. Namun, peningkatan

tersebut jarang terjadi pada psoriasis plak kronis tanpa komplikasi oleh arthritis.

Meningkatkan imunoglobulin serum (Ig) Tingkat A dan kompleks imun IgA, juga

amiloidosis sekunder, juga telah diamati pada psoriasis, dan yang terakhir

membawa prognosis yang buruk.


Gambar 2.30. Psoeiasis plak

Psoriasis plak ditandai dengan plak berbatas tegas dan eritematosa dengan

skala keperakan: A) Plak psoriasis pada siku; B) Psoriasis pada batang tubuh,

ditandai oleh plak bersisik merah bersatu, berbatas tegas; C) Psoriasis pada

kaki dorsal dan sendi metatarsophalangeal dengan kuku psoriatik yang

menunjukkan distrofi; D) Psoriasis di daerah postauricular, yang merupakan

situs umum keterlibatan


Gambar 231. Pasien dengan psoriasis mungkin memiliki keterlibatan kuku,

yang dapat hadir tanpa plak bersamaan: A) Kuku psoriasis, terdiri dari pitting,

onikolisis distal, hiperkeratosis subungual, dan remuk; B) Leukonychia dan


Perdarahan serpihan; C) Onikolisis distal dan tanda penurunan minyak.

Gambar 2.32 Diagnosis dan algoritma perawatan untuk psoriasis.

1.7.Diagnosis Banding

Karakteristik yang sudah ditentukan biasanya cukup untuk memungkinkan

diagnosis yang akan dibuat, tetapi tak diragukan mungkin timbul dalam kasus

atipikal di lokasi tertentu dimana psoriasis sulit untuk didiagnosis karena

berdampingan dengan penyakit lain.

Tinea corporis

Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut

(glabrous skin). Kebanyakan disebabkan oleh T.rubrum. Kelainan yang dilihat

dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema,
skuama, kadang-kadang vesikel dan papul di tepi, serta daerah tengahnya

biasanya lebih tenang. Terdapat lesi annular ‘ring worm’ atau serpiginous plaque

dengan berbatas eritema aktif. Terdapat juga tinea crporis dengan gambaran lesi

polisiklik, dimana menunjukkan beberapa plak eritema polisiklik merah dengan

batas yang meninggi. Sedangkan ada juga bentuk psoriasiform, yang mirip dengan

psoriasis. Muncul terutama pada penderita yang mengalami imunosupresif.

Gambar 2.33. Tinea corporis. (A) Anular ‘ring worm’. (B) Polisiklik. (C)

Psoriasiform.

Pitiriasis Rubra Pilaris

Gejala klinis yang muncul eritema dan skuama pada wajah dan kulit

kepala umumnya terlihat lebih dahulu. Kemudian terjadi penebebalan di telapak

tangan dan kaki. Papul folikular keratotik dikelilingi oleh eritema umumnya

terdapat dibagian dorsum jari tangan, siku, dan pergelangan tangan. Kelainan
tersebut menyerang kebagian lain termasuk badan. Kelainan kuliot berbatas tegas

seling terlihat pulau-pulau kulit normal. Eritema dan skuama meluas ke seluruh

permukaan kulit. Hyperkeratosis, parakeratosis disekeliling folikel, akantosis yang

tidak teratur lapisan basal mengalami degenerasi mencair.

Gambar 2.34 Pitiriasis rubra pilaris generalisata (A) merah-oranye, scaling

dermatitis, pulau-pulau kulit normal lebih terlihat pada gambar (B).

Dermatitis numularis

Gambaran klinis yang khas berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau

agak lonjong berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel. Biasanya

mudah pecah sehingga basah (oozing). Pada penyakit ini biasanya penderita

mengeluh sangat gatal pada lesi. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-

1,0cm) kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke samping,

membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam, eritematosa, sedikit

edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecahterjadi eksudasi,

kemudian mongering menjadi krusta kekuningan. Ukuran garis tengah lesi dapat

mencapai 5 cm. Penyembuhan lesi dimulai dari tengah sehingga terkesan

menyerupai dermatomikosis. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama.


Dermatitis numularis cenderung hilang timbul, adapula yang terus

menerus, kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi kambuhan umumnya

timbul pada tempat semula. Lesi dapat pula terjadi pada tempat yang mengalami

trauma (fenomena Kobner).

Gambar 2.35 Dermatitis


numularis
Gambar 2.36 Dermatitis
numularis menunjukkan erosi
pinpoint dan crusting
Dermatitis seboroik

Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang

berminyak dan kekuningan atau macula kering berwarna putih, papula

denganukuran yang bervariasi (5-20mm) dan berlokasi di tempat-tempat yang

seboroik. Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama

yang berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai tanda tetesan lilin dan

Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Dermatitis seboroik biasanya pada

alis, sudut nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksor. Sedangkan psoriasis

banyak terdapat pada daerah-daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan scalp.
Gambar 2.37 Dermatitis seboroik, eritema dan kuning-oranye scaling anular di

dahi, pipi, lipatan nasolabial.

1.8.Penatalaksanaan

Topikal

Terapi-terapi topikal yang digunakan untuk penatalaksanaan psoriasis

meliputi preparat ter, kortikosteroid topikal, antralin, calcipotriol, derivat vitamin

D topikal dan analog vitamin A, imunomodulator topikal (takrolimus dan

pimekrolimus), dan keratolitik (seperti asam salisilat). Terapi-terapi tersebut

merupakan pilihan untuk penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas

atau menyerang kurang dari 20% luas permukaan tubuh.Terapi topikal digunakan

secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan fototerapi.

a) Preparat ter
Obat topical yang biasa digunakan adalah preparat ter, memiliki efek

sebagai antiradang. Preparat ter dibagi menjadi 3 yaitui; fosil (misalnya iktiol),

kayu (misalnya oleum kadini dan oleum ruski), dan batubara (misalnya liantral

dan likuor karbonis detergens). Preparat fosil dinilai kurang efektif dan yang

dinilai efektif adalah preparat ter dari kayu dan batubara. Ter dari batubara lebih

efektif dibandingkan ter dari kayu dengan kemungkinan memberikan iritasi yang

lebih besar.

Pada psoriasis yang menahun digunakan ter dari batubara karena lebih kuat

dan memberikan iritasi sedikit. Ter dari kayu digunakan pada psoriasis akut dan

tidak diberikan ter dari batubara karena di khawatirkan akan menjadi iritasi dan

eritriderma.

b) Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid topikal memberikan hasil yang baik. Potensi dan

vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah lipatan

digunakan krim, di tempat lain digunakan salep kortikosteroid potensi kuat. Pada

daerah muka, lipatan, dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila diberikan

potensi kuat pada muka dapat member efek samping di antaranya teleangiektasis,

sedangkan dilipatan berupa striae atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas

digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung lama penyakit.

Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.(Setiawan,

2012)

c) Antralin
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan

pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap, atau

krim. Lama pemakaian hanya ¼-½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi.

Penyembuhan dalam 3 minggu. Antralin sebagai antimitotic dan menghambat

enzim proliferasi. Sediaan ini juga data dipakai sebagai kombinasi dengan

fototerapi.

d) Kalsipotriol

Kalsipotriol merupakan sintetik dari vitamin D, yang mempengaruhi

proses diffensiasi keratinosit pada saat regulasi epidermal beresponsif terhadap

kalsium. Preparatnya berupa salep atau krim. Sangat efektif pada penanganan tipe

plak dan skalp psosiaris. Sedangkan kombinasi terapi dengan steroid potensi

tinggi dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dan lebih sedikit efek samping.

e) Tazaroten

Tazaroten merupakan molekul retinoid asetelinik topical generasi ketiga,

efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi dari differensiasi keratinosit dan

menghambat inflamasi. Indikasinya diberikan pada psoriasis sedang sampai berat,

dan terutama diberikan pada daerah badan. Pemikiran yang diketahui adalah untuk

mengikatkan asam retinoic ke target molekul yang sebenarnya tidak diketahui.

Tersedia gel 0,05% dan 0,1% juga krim. Bila digunakan secara monoterapi akan

muncul iritasi local. Pengobatan lebih baik bila menyertakan pengobatan dengan

glukokortikoid atau fototerapi UVB.

f) Emolien
Efek emolien adalah melembutkan permukaan tubuh selain lipatan, juga

pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya digunakan salep dengan bahan dasar

vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya

penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain adalah lanolin dan minyak mineral. Jadi

emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.

Sistemik

a. Metotreksat

Metotreksat adalah antagonis asam folat yang menghambat dihydrofolat

reductase. Sintesis DNA terhambat setelah pemakaian metotreksat akibat

penurunan tiamin dan purin. Metotreksat menekan reproduksi sel epidermal,

sebagai anti inflamasi dan immunosupresif sehingga kontraindikasi pada pasien

dengan infeksi sistemik. Metrotreksat sangat efektif untuk pengobatan penyakit

psoriasis plak kronik dan juga mengindikasikan untuk penatalaksanaan jangka

panjang dari keadaan psoriasis yang berat, termasuk psoriasis eritroderma dan

pustular psoiriasis. Metotreksat biasanya dipakai bila pengobatan topikal dan

fototerapi tidak berhasil.

b. Etretinat dan Asitretin

Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar

disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Cara kerjanya

belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel

epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.

Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama diberikan 1mg/kgBB, jika belum

terjadi perbaikan dosisnya dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgBB. Efek


sampingnya sangat banyak diantaranya pada kulit; selaput lendir pada mulut,

mata, hidung kering: peninggian lipid darah; gangguan fungsi hepar; hyperostosis;

dan terotogenik.

Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat utama. Efek samping dan

manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya

hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari. Dosis

penggunaan dilaporkan 25mg perhari dengan dosis penggunaan rata-rata 20-50mg

perhari.

c. Siklosporin

Efeknya ialah imunosupresif. Dosis umumnya adalah 6 mg/kg/hari untuk

pasien dengan keadaan stabil tanpa faktor komorbid. Bersifat nefrotoksik dan

hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat

dihentikan dapat terjadi kekambuhan.

Fototerapi

Seperti diketahui bahwa sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat

mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik

untuk mengobati psoriasis ialah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang

tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah psoriasis. Karena

itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang disebut UVA.

Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri maupun dikombinasikan dengan

psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersamaan

dengan preparat ter yang dikenal dengan pengobatan cara Goeckerman.


Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek

yang sinergik. Mula-mula 10-20mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian

dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, diantaranya 4x

seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3-4 minggu, setelah

itu dilakukan terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu sekali atau dijarangkan

untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatic

dan psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaian yang

lama kemungkinan terjadi kanker kulit.

Terdapat juga penggunaan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak,

gutata, pustular, dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata dikombinasi dengan

salep likuor karbonis detergens 5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum

disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-23m J menurut tipe kulit, kemudian

dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis

sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan adalah

pengurangan 75% skor PASI (psoriasis area and severity index). Hasil baik yang

dicapai pada 73,3% kasus, terutama tipe plak.

Pengobatan cara Goeckerman awalnya pada tahun 1925 menggunakan

kombinasi ter berasal dari batu bara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat

banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan

adalah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4-6 minggu,

penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata ditemukan bahwa UVB lebih

efektif daripada UVA.

1.9.Prognosis
Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka

kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang

dilaporkan kematian pada kasus ini. Meskipun tidak menyebabkan kematian,

psoriasis bersifat kronis dan residif


BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

 Nama : Ny. M

 Umur : 60 tahun

 Jenis kelamin : Perempuan

 Alamat : Sepanjang, Sidoarjo

 Pekerjaan : Ibu rumah tangga

 Pendidikan : SMP

 Agama : Islam

 Suku : Jawa

 Bangsa : Indonesia

 Tanggal pemeriksaan : 21 Maret 2019

 Status : Menikah

2.2 Anamnesis

- Keluhan Utama :

Kulit menebal dan mengelupas

- Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kulit menebal dan mengelupas,

keluhan ini dirasakan sejak 4 tahun. Kulit menebal dan kering juga

terasa gatal, sehingga pasien sering menggaruknya yang menyebabkan

kulit yang digaruk mengelupas. Gatal hanya kadang-kadang, tidak

memberat ketika malam atau sedang berkeringat. Untuk kulit


keringnya pasien menggunakan minyak dari China, keluhan kulit

kering dan gatal sedikit berkurang. Awalnya keluhan ini dimulai

dengan gatal di kepala yang dianggap pasien sebagai ketombe,

kemudian muncul lesi-lesi baru di sekujur tubuh. Munculnya lesi

diawali kemerahan yang gatal dan lama kelamaan menjadi gatal.

- Riwayat Penyakit Dahulu :

DM (-), HT(-) .

- Riwayat Penyakit Keluarga :

DM (-), HT (-), Alergi (-)

- Riwayat penyakit Sosial :

Pasien sehari-hari tinggal di rumah mengurus cucu dan merawat

rumah. Sebelumnya pasien bekerja aktif yaitu mengurus catering

makanan, namun ketika penyakit ini muncul pasien berhenti dan

memilih tidak bekerja lagi. Pasien makan-makanan teratur karena

dihimbau untuk menjaga kadar gulanya. Pasienpun mengaku malu

akan penyakitnya sehingga jarang keluar rumah. Sebelum terkena

penyakit, pasien tidak mempunyai fikiran yang berat, karena beliau

memaparkan anak-anaknya semua sudah sukses dan menikah.

4.3.Pemeriksaan fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis 4/5/6

Kepala : Lihat Status Dermatologis

Leher : Lihat Status Dermatologis

Thorax : Lihat Status Dermatologis


Abdomen : Lihat Stasus Dermatologis

Ekstermitas : Lihat Status Dermatologis

b. Status Lokalis ( Dermatologis)

Efloresensi :

Tampak plak eritematosa batas tegas disertai skuama dan ekskoriasi e/r

generalisata.

2.4 Diagnosis Kerja

Psoriasis vulgaris

2.5 Diagnosis Banding

 Tinea corporis

 Pitriasis Rubra Pilaris

2.6 Planning

1. Planning diagnosis :

Melakukan pemeriksaan Auspitz sign dan fenomena tetesan lilin.

2. Planning terapi :

- Non Medikamentosa

o Kompres lesi kulit dengan NaCl 0,9%

- Medikamentosa

Racikan

R/ Pehachlor 3 mg

R/ Loratadin ½ mg

Mfla pulf da in caps dtd No X

S 2dd 1 caps (pagi dan malam)

R/ Inerson 7.5 gr

R/ Sagestam 2.5 gr
Mfla cream

S ue pagi sore

Non Racikan

R/ Carmed urea 10%

S ue ( Siang, Malam)

2.7 Edukasi

- Menjelaskan diagnosis dan rencana terapi yang akan diberikan, serta

bagaimana cara menghindari faktor penyebab penyakit agar tidak

bertambah parah .

- Mengedukasi pasien tentang pemilihan rencana terapi agar lbih kritis

menilai pengobatan sehingga ia mendapatkan informasi yang sesuai

dengan perkembangan penyakit terakhir karena efek samping pengobatan

lebih berbahaya dibandingkan penyakitnya.

- Menjelaskan bahwa penyakit ini dapat timbul lesi yang baru dan terasa

gatal jika factor pencetus tidak dihindari

- Menganjurkan pasien untuk tidak menggaruk, menjaga pola makan, dan

mengontrol emosi agar kulit tidak semakin parah dan tidak terbentuk lesi

baru

2.8 Prognosis

Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka

kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang

dilaporkan kematian pada kasus ini. Meskipun tidak menyebabkan kematian,

psoriasis bersifat kronis dan residif.


2.9. Foto Kasus
BAB 3
PEMBAHASAN
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar

genetic yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan

diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga

adanya pengaruh system saraf. Pada pasien ini terdapat gejala klinis

yaitu adanya kelinan pada kulit yang bersifat kronis karena pasien

mengalami penyakit ini sejak 4 tahun. Pasien datang dengan keluhan

kulit menebal dan mengelupas, keluhan ini dirasakan sejak 4 tahun.

Penebalan pada kulit ini disebabkan karena proses keratinisasi pada

psoriasis meningkat, pada orang normal keratinisasi berjalan 311 jam

sedangkan pada psoriasis menjadi 36 jam dan produksi harian

keratinosit meningkat menjadi 28 kali lebih banyak daripada epidermis

normal. Proses ini mengakibatkan kulit menjadi tebal dan berskuama.

Plak psoriasis adalah kejadian paling umum pada penyakit

psoriasis. Manifestasi awal yang terjadi adalah muncul infiltrate

kemerahan yang ditutupi oleh skuama, kemerahan ini muncul di

kepala, lutut, siku dan punggung belakang. Keluhan ini disertai gatal

dan nyeri dan bisa pecah dan berdarah. Pada pasien dapat dijumpai

fenomena koebner yaitu munculnya lesi psoriasis setelah terjadi

trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien.

Kulit menebal dan kering juga terasa gatal, sehingga pasien

sering menggaruknya yang menyebabkan kulit yang digaruk

mengelupas sampai berdarah. Hal ini merupakan autspits sign, Auspitz

sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-
bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis

yang memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan

tampak pendarahan yang merata.

Gatal hanya kadang-kadang, tidak memberat ketika malam

atau sedang berkeringat. Oleh karena itu dapat menyingkirkan

diagnose banding dari tinea corporis

Untuk kulit keringnya pasien menggunakan minyak dari China,

keluhan kulit kering dan gatal sedikit berkurang. Awalnya keluhan ini

dimulai dengan gatal di kepala yang dianggap pasien sebagai ketombe,

kemudian muncul lesi-lesi baru di sekujur tubuh. Munculnya lesi

diawali kemerahan yang gatal dan lama kelamaan menjadi gatal.

Umumnya psoriasis plakat diawali munculya lesi di scalp, siku, lutut,

unggung, lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh

gatal, rasa terbakar atau nyeri, terutama bila kulit kepala terkena.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah :

Racikan

R/ Pehachlor 3 mg

R/ Loratadin ½ mg

Mfla pulf da in caps dtd No X

S 2dd 1 caps (pagi dan malam)

R/ Inerson 7.5 gr

R/ Sagestam 2.5 gr

Mfla cream

S ue pagi sore
Non Racikan

R/ Carmed urea 10%

S ue ( Siang, Malam)

Pehachlor (Chlorpeniramine maleate 4mg/tab) merupakan turunan

alkilamin dan obat golongan antihistamin yang menghambat reseptor H1.

Klorferamin maleat bekerja menghambat efek histamine pada pembuluh darah,

bronkus dan bermacam-macam otot polos, selain itu klorferamin maleat dapat

merangsang maupun menghambat susunan syaraf pusat. Obat antihistamin ini

bertujuan sebagai mengurangi rasa gatal pada pasien psoriasis karena adanya

aktifitas histamine pada pembuluh darah pasien psoriasis.

Inerson adalah obat yang mengandung desoximetasone, merupakan

termasuk gologan kortikosteroid. Inerson biasanya digunakan untuk mengobati

berbagai tipe dermatitis, eksim, dan psoriasis yang peka terhadap kortikosteroid.

Glukokortikoid topikal merupakan terapi lini pertama pada psoriasis ringan

sampai sedang dan biasanya psoriasis pada daerah seperti fleksura dan genitalia,

di mana lainnya perawatan topikal dapat menyebabkan iritasi. Perbaikan biasanya

dicapai dalam 2-4 minggu, dengan pemeliharaan pengobatan yang terdiri dari

aplikasi intermiten (sering terbatas pada akhir pecan. Jangka panjang

kortikosteroid topikal dapat menyebabkan atrofi kulit, telangiectasia, striae dan

supresi adrenal.

Sagestam merupakan antibiotic gentamicin golongan aminoglikosida.

Obat ini bisa digunakan jika ada infeksi ringan pada kulit. Pada kasus psoriasis

pemberian antibiotic tidak ada dalam guidline namun ditujukan agar menghindari

terjadinya infeksi pada kulit pasien akibat garukan yang dilakukan pasien.
Carmed urea 10% 40 g mengandung zat aktif urea 10%. Carmed urea

digunakan untuk mengatasi hyperkeratosis, kekeringan pada iktiosis (kelainan

kulit berupa hyperkeratosis sehingga kulit menjadi kasar, kering, bersisik). Urea

bersifat keratolitik dan menambah kelembaban kulit dengan menghaluskan atau

menghancurkan zat keratin pada lapisan kulit teratas.

Tingkat keparahan pada pasien merupakan yang berat/severe karena lesi

kulit sudah > 10% BSA (Body surface area). Pada pasien ini tidak didapatkan

hasil yang signifikan setelah penggunaan kortikosteroid topical selama 3 minggu.

Pada pengobatan steroid topical jika dalam 4-6 minggu lesi tidak membaik,

pengobatan sebaiknya dihentikan dan diganti terapi lain, sedangkan kortikosteroid

super poten hanya diperbolehkan 2 minggu. Oleh karena itu pasien ini

memerlukan terapi yang lebih adekuat.

Untuk psoriasis sedang sampai berat dapat diobati dengan fototerapi UVB.

Fototerapi memiliki kemampuan menginduksi apoptosis, imunosupresan,

mengubah profil sitokin dan mekanisme lainnya. Psoriasis sedang sampai berat

dapat diobati dengan UVB yang dikombinasikan dengan ter dapat meningkatkan

efektivitas terapi. Efek samping PUVB berupa sunburn, eritema, vesikulasi dan

kulit kering. Efek jangka panjang berupa penuaan kulit dan keganasan kulit yang

belum bisa dijelaskan. Pada uji klinik, kombinasi PUVB dengan ter dan antralin

memiliki masa remisi berlangsung lama pada 55% pasien.

Selain itu bisa dipertimbangkan terapi sistemik. Pengobatan sistemik

ditujukan pada psoriasis berat termasuk psoriasis plakat luas, eritroderma atau

psoriasis pustulosa generalisata. Pngobatan sistemik menggunakan obat

metotreksat. Mekanisme kerjanya adalah kompetisi antagonis dari enzim


dehidrofolat reduktase. Metotreksat memiliki struktur mirip dengan asam folat

yang merupakan substrat dasar enzim tersebut. Enzim dehidrofolat dapat

mengkatalis asam folat menjadi berbagai kofaktor yang diperlukan oleh beragam

reaksi biokimia termasuk sintesis DNA. Metotreksat mampu menekan proliferasi

limfosit dan sitokin, oleh karena itu bersifat imunosupresif. Penggunaannya

terbukti sangat berkhasiat untuk psoriasis tipe plakat berat, dan juga merupakan

indikasi untuk penanganan jangka panjang pada psoriasis berat seperti psoriasis

pustulosa dan eritroderma.

Selain itu pada psoriasis berat dapat diberikan agen biologic. Obat ini

bekerja dengan menghambat biomolekuler yang berperan dalam tahapan

pathogenesis psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang beredar di pasaran yaitu

recombinant human cytokine, fusi protein, monoclonal anibodi. Perkembangan

agen biologic ini sangat pesat dan yang dikenal adalah alefacept, efalizumab,

infliximab dan ustekinumab.


SOAP
Tanggal S O A P
Pasien datang
dengan keluhan
kulit menebal dan
mengelupas,
keluhan ini
dirasakan sejak 4
tahun. Kulit
menebal dan
kering juga terasa
gatal, sehingga
pasien sering
menggaruknya
yang
menyebabkan
kulit yang
digaruk
mengelupas.
Gatal hanya
kadang-kadang,
tidak memberat
ketika malam
atau sedang
berkeringat.
Untuk kulit
keringnya pasien
menggunakan
minyak dari
China, keluhan
kulit kering dan
gatal sedikit
berkurang.
Awalnya keluhan
ini dimulai
dengan gatal di
kepala yang
dianggap pasien
sebagai ketombe,
kemudian muncul
lesi-lesi baru di
sekujur tubuh.
Munculnya lesi
diawali
kemerahan yang
gatal dan lama
kelamaan
menjadi gatal.
BAB 4

KESIMPULAN

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomen tetesan lilin,

Auspitz, dan Köbner. Psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada

psoriasis yang lain contohnya psoriasis pustulosa. Bagi para klinisi, psoriasis

sangat penting untuk diketahui karena cukup sering ditemukan dan mempunyai

penatalaksanaan yang merawat lesi di kulit.

Gambaran klasik beupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai

titik titik perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari ujung jarum sampai

plakat menutupi sebagian besar area tubuh. Bentuk lesi psoriasis ini bermacam

macam sesuai dengan lesi kulit yaitu : Psoriasis plakat, gutata, pustulosa,

eritoderma, kuku, dan artritis. Pada pasien ini termasuk psoriasis vulgaris, yang

pada umumnya 90% pasien psoriasis termasuk psoriasis vulgaris.

Penentuan tingkat keparahan psoriasis ditentukan dengan seberapa besar

luas area lesi psoriasis pada tubuh. Untuk derajat ringan <3% BSA, sedang 3-10%

BSA, dan berat >10% BSA. Tingkat keparahan psoriasis berguna untuk

menetukan pemberian terapi pada pasien. Untuk kasus ringan : bisa diberikan

kortikosteroid topical 4-6 minggu, penggunaan kasipotriol. Untuk kasus sedang-

berat bisa diberikan terapi fototerapi (PUVA/PUVB) dan pemberian obat sistemik

(metotrexat), untuk kasus berat bisa diberikan agen biologic.

You might also like