Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar
hukum, penegakan hukum dan HAM, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum
Sejalan dengan arah politik hukum nasional tersebut di atas, maka sistem
hukum pidana nasional perlu untuk dilakukan reevaluasi dan reorientasi dasar-
wawasan; pembaruan hukum pidana materiel, hukum pidana formil dan hukum
bidang hukum yang lain seperti hukum perdata, hukum administrasi dan lain-lain.
kita bahwa perkara pidana yang terjadi di masyarakat yang diselesaikan dengan
menggunakan sarana hukum pidana, secara yuridis formal telah selesai akan
ada perkara yang secara sosial telah selesai akan tetapi untuk menegakkan
tokoh masyarakat.
demi terwujudnya kepastian, keadilan dan kemanfaatan baik bagi pelaku, korban
proses peradilan pada hakikatnya suatu proses penegakan hukum. Jadi pada
merupakan satu kesatuan berbagai subsistem yang terdiri dari substansi hukum
(legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal
culture).2 Sebagai suatu sistem penegakan hukum proses peradilan terkait erat
nilai budaya hukum dalam konteks penegakan hukum adalah nilai filosofis, nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat dan kesadaran atau sikap perilaku hukum,
Dilihat dari aspek substansi hukum (legal substance), sistem peradilan pidana
meliputi hukum pidana materiel, hukum pidana formil dan hukum pelaksanaan
pidana.
Dari aspek struktural (legal structure) sistem peradilan pidana pada dasarnya
hukum pidana atau sistem kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana maka
pidana yang terdiri dari: 1). penyidikan, 2). penuntutan, 3). memeriksa, mengadili
dan memutuskan, dan 4). Pelaksanaan putusan pidana, Ke empat sub sistem di
hukum.
Dari aspek budaya hukum (legal culture) sistem peradilan pidana pada
meliputi filsafat hukum, asas-asas hukum, teori hukum, ilmu hukum, dan
kesadaran hukum atau perilaku hukum. Nilai-nilai budaya hukum tidak terlepas
yang tidak memihak (Impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang
3
Gary Goodfaster, 1993, Negosiation And Mediating: Guide to negosiation and negotiated dispute resolution,
UI, .hal: 11
6
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh seorang mediator. Mediator adalah
pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
sebagai berikut :
dingan.
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam
perundingan.
penyelesaian.
perundingan berlangsung.
dengan kesepakatan pertama melalui mediator yang bersifat netral, dan tidak
membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator
4
Suyud Margono, 2000, Alternative Dispute resolution dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,
Ghalia Indonesia Jakarta, hal 59
7
kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. Dalam mediasi ini
yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga,
kesepakatan.
lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar
3. Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154
RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat
dalam sengketa keperdataan, namun dalam praktek perkara pidana juga sering
lain-lain.
ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi penal sebgai salah satu
pidana menunjukkan bahwa perbedaan antara hukum pidana dan perdata tidak
bertolak dari ide dan prinsip kerja (working principles) sebagai berikut:
hukum dan mendorong mereka terlibat dalam proses komunikasi. Hal ini
Mediasi penal lebih berorientasi pada kualitas proses dari pada hasil,
sebagainya
d. Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autonomous
Participation – Parteiautonomie/Subjectivierung)
Para fihak (pelaku dan korban) tidak dilihat sebagai obyek dari
5
Barda Nawawi arief, 2008, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Pustaka Magister,
Semarang, hal: 4
10
a. Informal mediation
c. Victim-offender Mediation
(criminal justice personel) dalam tugas normalnya, yaitu dapat dilakukan oleh
Model ini ada di beberapa Negara yang kurang maju dan diwilayah pedesaan
masyarakat luas. Model ini telah memberikan inspirasi bagi kebanyakan program
6
IbId
7
Ibid, hal 7
11
pertemuan suku (tribal moots) dalam bentuk yang disesuaikan dengan struktur
Mediasi antara pelaku dan korban dengan melibatkan berbagai fihak yang
bertemu dengan dihadiri mediator yang ditunjuk. Mediator dapat berasal dari
Mediasi ini dapat dilkukan pada setiap tahap proses, baik di kepolisian,
perbaikan material, dimana pelaku dapat dikenakan program kerja agar dapat
mengumpulkan uang untuk membayar ganti rugi ataurestitusi. Model ini semata-
mata untuk menaksir atau menilai kompensasi atau perbaikan yang harus
dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban, biasanya pada saat
pemeriksaan di Pengadilan.
lebih fleksibel dan informal dan sering melibatkan mediasi atau negosiasi.
korban dan pelaku tindak pidana tetapi juga keluarga pelaku,dan warga
masyarakat lainnya, pejabat tertentu (polisi dan hakim anak) dan para
12
pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja menjadi hapus, kalau
dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk
untuk itu oleh aturan-aturan umum dan dalam waktu yang ditetapkan
melalui mediasi antara pelaku dengan korban, tetapi hanya karena telah
Anak. Ditentukan bahwa dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak di
orang tua, wali, atau orang tua asuhnya apabila dipandang masih dapat
dapat lagi dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya.
pelanggaran HAM.
bertolak dari pemikiran perluasan makna asas Legalitas secara materiel yaitu
dengan mengakui sumber-sumber hukum tidak tertulis atau hukum yang hidup
perdamaian juga dikenal dalam hukum yang hidup dalam masyarakat yang
ayat Al-Qur’an dan Hadits. Dalam Al Qu’ran banyak ayat-ayat suci yang
upaya perdamaian seperti antara lain dalam surat Al Hujurat ayat 9 atau surat An
Dalam hadis juga terlihat, misalnya ketika Nabi Muhammad SAW. ditunjuk
yaitu ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, perwasitan dalam penyelesaian
dengan hukum keluarga dan perniagaan saja, tetapi juga sudah merambah
melalui sulh adalah perkara yang di dalamnya mengandung hak manusia dan
bukan perkara yang menyangkut hak Allah. Pada sulh ini dapat dikembangkan
arbitrase.8
8
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syari;ah, Hukum Adat dan Hukum Nasiona, Kencana
Media Group, Jakarta, hal: 152
15
literatur dinyatakan bahwa sulh baru bisa terjadi bila memenuhi sejumlah rukun
c. Adanya ijab kabul, yaitu serah terima untuk diselesaikan dengan sulh; dan
musyawarah (mediasi). Dalam hal ini para pemuka masyarakat atau tokoh adat
sengketa yang sering dipraktikkan oleh masyarakat Aceh seperti: Di’iet, Sayam,
a. Di’iet.
Kata di’iet berasal dari istilah Arab, yaitu diyat, yang bermakna pengganti jiwa
atau mengganti anggota tubuh yang hilang atau rusak. Penggantian ini dapat
dengan di’iet bertujuan untuk menghilangkan rasa dendam dan rasa permusuhan
kekerasan atau pembunuhan. Dalam hal ini mediator mengajak dan mendengar
pada adat dan agama. Jika para pihak sepakat untuk berdamai dan bersedia
9
I b I d, hal : 252
16
b. Sayam.
Sayam adalah suatu bentuk konpensasi berupa harta yang diberikan oleh
pelaku tindak pidana kepada ahli waris korban, khsusnya yang berkaitan dengan
rusak atau tidak berfungsinya anggota tubuh si korban. Sama dengan di’iet,
syayam juga difasilitasi oleh Keuchik dan Teungku Meunasah guna melakukan
negosiasi dengan para pihak yang berselisih, yaitu pelaku tindak pidana ringan
c. Suloh.
Suloh artinya perdamaian. Jadi suloh adalah upaya perdamaian antara pihak
diselesaikan dengan suloh ini berkaitan dengan perebutan batas tanah, air
d. Peumat Jaroe.
Pada dasarnya Peumat Jaroe (berjabat tangan) ini merupakan suatu bentuk
aktivitas adat dan budaya yang melekat pada di’iet, sayam dan suloh, yang harus
Peusijue dan Peumat Jaroe. Peusijue dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk
perselisihan tersebut telah dapat diselesaikan. Karena itu setelah acara Peusijue
selesai baru dilanjutkan dengan Peumat Jaroe (berjabat tangan) antara para
pihak yang tadinya berselisih. Peumat Jaroe (berjabat tangan) ini umumnya
17
difasilitasi oleh Keuchik, Teungku Imuem dan Tetua Adat. Peumat Jaroe
(berjabat tangan) merupakan simbol perbaikan hubungan antara para pihak yang
tadi berselisih dengan harapan konflik antara mereka akan segera dan
selamanya berakhir.
perdamaian), Di Papua kita kenal dengan istilah Upacara Bakar Batu. Demikian
juga dalam Kerapatan Adat Negeri di Minangkabau, ada suatu lembaga adat
10
Kotaragama Sumber Adat Sasak Daerah Lombok, Terjemahan lepas oleh H. Lalu Jelenge
18
atau nasehat, dan jika peringatan tidak diindahkan maka diselesaikan melalui
Krama Adat sesuai tingkat dan kompetensinya. Untuk tingkat lingkungan atau
lingkungan tersebut. Karma Gubuk terdiri dari Kepala Lingkungan (kelian) selaku
terdiri dari Kepala Desa selaku Kepala Adat, Juru Tulis, Penghulu Desa, Pemuka
adatnya
Apabila perselisihan tidak bias diselesaikan melalui siding Krama Desa, maka
proses (di luar pengadilan, pen). Ketentuan tersebut masih belum memberikan
kejelasan tentang mediasi penal yang dikehendaki, oleh karena itu untuk
pengaturan lebih lanjut harus dirumuskan secara tegas baik dalam RKUHP atau
di dalam Rancangan KUHAP mengenai bentuk mediasi penal, dan prosedur atau
mekanisme pelaksanaannya.
D. Penutup
Sebagai akhir dari pembahasan ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
DAFTAR PUSTAKA