Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Pembimbing
Hari :
Tanggal :
Waktu :
Mengetahui,
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan............................................................................................. i
Daftar Isi…………………………………………............................................... ii
Daftar Gambar.………………………………………,………............................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah….……………………............................. 1
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Nutrisi….........................……………………….................. 2
1.2 Menilai Status Nutrisi.................................……………………........ 3
1.3 Kebutuhan Nutrisi Pasien Kritis.………………………………….... 5
1.4 Dukungan Nutrisi.........................................……………….……….. 9
2.5 Rute Pemberian Nutrisi......…..............……………………..………. 11
2.5.1 Nutrisi Enteral...............................……………………………....... 11
2.5.2 Peripheral Parenteral Nutrition (PPN)..................………….…...... 14
2.6.1 Nutrisi pada Berbagai Kondisi dan Penyakit................................... 19
2.6.2 Nutrisi pada Keadaan Trauma........………………..…….………... 19
2.6.3 Nutrisi pada Keadaan Sepsis..……………………………….......... 19
2.6.4 Nutrisi pada Sakit Ginjal Akut.....……………………………….... 19
2.6.5 Nutrisi pada Pankreatitis Akut......................................................... 20
2.6.6 Nutrisi pada Penyakit Hati............................................................... 20
Bab III KESIMPULAN........................................................................................ 21
Bab IV DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 23
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang extensive, hyperglikemia, kehilangan masa tubuh yang progresif, retensi
cairan, dan berkurangnya sintesis protein visceral seperti albumin. Katabolisme
bersamaan dengan malnutrisi bisa mengarah pada kondisi klinis yang tidak
diinginkan seperti gangguan penyembuhan luka, ganguan respon imun, gangguan
koagulasi, dan penurunan fungsi otot – oto pernapasan. [3,5]
Oleh karena itu pemberian nutrisi sangat penting pada pasien kritis yang
dirawat di ICU karena dengan dukungan nutrisi dapat memperlambat laju
katabolisme pada pasien ICU. Dimana ini dapat meningkatkan outcome pasien
dan memperpendek durasi recovery, yang akan mengarahkan pada pengurangan
lama rawat rumah sakit dan menurunkan biaya perawatan. Sokongan nutrisi bagi
pasien kritis dapat secara enteral maupun parenteral. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus melihat dan
mempertimbangkan semua aspek yang ada kasus per kasus. Selain itu jumlah,
perhitungan kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi
keadaan pasien secara keseluruhan. [2,5]
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
lebih.
Sebelum memulai memberikan nutrisi, penilaian gizi harus
mempertimbangkan:
Penurunan berat badan terakhir.
Asupan gizi sebelum masuk.
Tingkat keparahan penyakit.
Kondisi co-morbid.
Fungsi saluran pencernaan. [3,6]
Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa
metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan
nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI),
serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor. Pengukuran
antropometrik termasuk ketebalan lapisan kulit (skin fold) permukaan daerah
trisep (triceps skin fold, TSF) dan pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm
muscle circumference, MAMC), tidak berguna banyak pada pasien sakit kritis
karena ukuran berat badan cenderung untuk berubah. [1,4]
Penilaian status gizi pada pasien sakit kritis dimulai dengan menanyakan
tentang riwayat kehilangan berat badan (melebihi 5% dalam 1 bu atau 10% lebih
dalam 6 bulan) dan pencatatan berat yang masuk. Selain itu, juga harus mencakup
lan penilaian faktor risiko yang berbeda yang mengganggu pencernaan,
pemanfaatan, atau ekskresi seperti operasi bypass lambung atau usus.
Pemeriksaan fisik harus fokus pada tanda-tanda kekurangan gizi terutama
kekurangan protein kalori, tanda-tanda kekurangan mikronutrien tertentu (seperti
anemia, glositis, atau ruam), kondisi hidrasi, dan edema. [3,5]
Bila mungkin, berat saat masuk dan tinggi harus digunakan untuk menghitung
IBW, persentase IBW, dan BMI. BMI dihitung dengan membagi berat dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi dalam meter. BMI yang normal berkisar 19-25,
BMI < 14 pada saat masuk ICU memiliki harpan kelangsungan hidup yang buruk.
Data antropometri (ketebalan lipatan kulit dan trisep-midarm ircumference), dan
indeks tinggi kreatinin (tingkat kreatinin urin sesuai dengan tinggi), meskipun
berguna pada pasien rawat jalan, bukan sebagai langkah yang akurat dalam
menentukan status nutrisi pada pasien sakit kritis. [3,6]
4
Jenis protein yang paling sering diukur adalah albumin serum. Level albumin
yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkan dengan
proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan
síntesa albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular ke interstitial,
dan pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin.
Level serum pre-albumin juga dapat menjadi petunjuk yang lebih cepat adanya
suatu stres fisiologik dan sebagai indikator status nutrisi. Level serum hemoglobin
dan trace elements seperti magnesium dan fosfor merupakan tiga indicator
biokimia tambahan. Hemoglobin digunakan sebagai indicator kapasitas angkut
oksigen, sedangkan magnesium atau fosfor sebagai indikator gangguan pada
jantung, saraf dan neuromuskular. [3,4,5]
Tingkat serum albumin dan beberapa protein transportasi lainnya, biasanya
diukur sebagai pengganti status protein viseral. Tingkat sintesis hepatik harian
untuk albumin adalah antara 120 dan 170 mg/kgBB dengan albumin
didistribusikan antara ruang intravaskular dan ekstravaskular spaces. Namun,
kadar serum albumin dan protein transportasi lainnya dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti sintesis dan derajat degradasi di samping kehilangan melalui usus
atau ginjal. Akibatnya, kadarnya turun akibat peradangan, trauma, atau sepsis
dimana tingginya tingkat interleukin-6 merangsang produksi protein fase akut
yang menghambat production protein transport. [2,4]
Oleh karena itu hipoalbuminemia jarang hadir dalam kasus malnutrition.
Sebaliknya, hipoalbuminemia adalah penanda respon inflamasi sistemik dan
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan kematian di antara pasien rumah
sakit. Oleh karena itu, konsentrasi albumin serum dapat digunakan sebagai alat
skrining gizi pada saat masuk ICU. Namun, itu adalah indikator yang buruk
terhadap status gizi pasien sakit kritis karena hanya berfungsi sebagai penanda
cedera dan metabolisme dalam menanggapi stress. [2,3]
5
1. Mengurangi konsekuensi respon berkepanjangan terhadap jejas yaitu
starvation dan infrastruktur.
2. Mengatur respon inflamasi, penentuan status nutrisi pada pasien kritis
hendaknya dilakukan berulang ulang untuk menentukan kecukupan nutrisi dan
untuk menentukan tunjangan nutrisi selanjutnya. Pemeriksaan yang berulang -
ulang ini penting karena 16-20% pasien yang dirawat di ruang Intensif
mengalami defisiensi makronutrien 48jam setelah dirawat. Disamping itu
disfungsi/gagal organ multiple dapat terjadi sesudah trauma, sepsis atau gagal
nafas yang berhubungan dengan hipermetabolisme yang berlangsung lama.
[2,4,6]
AEE = BMR x AF x IF x TF
AF = Activity Factor (faktor aktivitas)
IF = Injury Factor
TF = Termal Factor
Tabel Faktor Koreksi[4]
FAKTOR AKTIFITAS (AF) Koreksi
Istirahat tidur (bed rest) 1,2
6
Mobilisasi 1,3
FAKTOR PEMBEBANAN (IF) Koreksi
Tanpa komplikasi 1,0
Paska bedah 1,1
Patah tulang 1,2
Sepsis 1,3
Peritonitis 1,4
Multi trauma 1,5
Multi trauma + sepsis 1,6
Luka bakar 30 – 50% 1,7
Luka bakar 50 – 70% 1,8
Luka bakar 70 – 90% 2,0
FAKTOR SUHU (TF) Koreksi
38OC 1,1
39OC 1,2
40OC 1,3
41OC 1,4
c. Kebutuhan kalori[1,3,4]
Untuk menentukan kebutuhan kalori perlu mengatahui gambaran fisiologis
dari keadaan hiperkatabolik. Dalam keadaan hiperkatabolik terjadi
peningkatan produksi panas, peningkatan kebutuhan energi (meningkat 25 –
50%), meningkatnya kecepatan nafas, dan meningkatnya kecepatan nadi.
Kebutuhan kalori (kcal/kg BB) : 25 – 30 kcal/kg BB
Glukosa merupakan substrat kalori primer, sedangkan kebutuhan lemak
sekitar 15 – 40%. Dalam menentukan kebutuhan kalori harus dihindari
terjadinya hiperglikemia.
7
dihasilkan menggunakan energy sebesar 100-150 kkal. Nitrogen dibutuhkan
pada penderita-penderita dengan :
hipermetabolik, stress dan penderita yang mengalami trauma.
Penderita yang mengalami ekskresi urea sebesar 85% dari protein tubuh
yang mengalami pemecahan.
Idealnya pemberian nitrogen harus :
1. seminimal mungkin sesuai dengan yang hilang
2. cukup untuk mempertahankan masa tubuh
3. nitrogen cukup untuk penyembuhan
4. cukup adekwat untuk penyembuhan
5. rata-rata kebutuhan nitrogen 14 - 16 gm/hari (90 – 100 g r protein)
(1 gr nitrogen = 6.25 gr protein = 30 gr jaringan)
Na 1 – 2 mEq / kg / hari
K 1mEq/kg/hari
3-5
Glukosa
g/kg
Lemak 0.7-1.5g/kg.
8
0.8-1g/kg in
sepsis/SIRS.
9
Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang
rendah sampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula ,semuanya
dimulai dan diakhiri dengan perlahan- lahan. [1]
Bentuk pemberian kalori yaitu :
a. Karbohidrat
karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diit
sebaiknya berkisar 50%-60% dari kebutuhan kalori. [1,2]
b. Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun
parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 20% -40%
dari total kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki
fungsi antara lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang
larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial, membantu dan
melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi
jaringan-jaringan tubuh. [1,2]
c. Protein (Asam Amino)
Kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total
kebutuhan kalori. Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat
menjadi 1,2-1,5 gr/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein
harus dikontrol, misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan
protein dibatasi sebesar 0,5 gr/kgbb/hari. Kebutuhan micro nutrient juga harus
dipertimbangkan, biasanya diberikan natrium, kalium 1 mmol/kgbb, dapat
ditingkatkan jika terdapat kehilangan yang berlebihan. Elektrolit lain seperti
magnesium, besi, tembaga, seng dan selenium, juga dibutuhkan dalam jumlah
yang lebih sedikit. Pasien dengan suplementasi nutrisi yang lama
membutuhkan pengecekan kadar elektrolit-elektrolit ini secara periodik.
Elektrolit yang sering terlupakan adalah fosfat, kelemahan otot yang
berhubungan dengan penggunaan ventilator yang lama dan kegagalan lepas
dari ventilator, dapat disebabkan oleh hipofosfatemia.[1,2,4]
Pasien kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3
(niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih
10
banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. [1,5]
Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses
penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 - 200 mg/dL.3,15 Hiperglisemia
tak terkontrol dapat menyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan resiko
terjadinya sepsis, yang mempunyai angka mortalitas sebesar 40%.[4,5]
Hipofosfatemia merupakan satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yang
serius akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan
dengan komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi,
abnormalitas jantung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan
kesulitan untuk menghentikan penggunaan respirator. [1,5]
Pada pasien sakit kritis yang menderita kurang gizi dan tidak menerima
makanan melalui oral, enteral atau parenteral, maka nutrisi harus dimulai sedini
mungkin. Keuntungan pemberian dini, menyebabkan hemodinamik pasien
menjadi stabil, yang telah ditunjukkan dengan penurunan permeabilitas intestinal
dan penurunan disfungsi organ multipel.[3,6]
11
antara 14-18 kkal/kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang hendak dicapai. [2,4]
Larutan nutrisi enteral yang tersedia dipasaran memiliki komposisi yang
bervariasi. Nutrisi polimer mengandung protein utuh (berasal dari whey, daging,
isolat kedelai dan kasein), karbohidrat dalam bentuk oligosakarida atau
polisakarida. Formula demikian memerlukan enzim pancreas saat absorbsinya. [4]
Nutrisi elemental dengan sumber nitrogen (asam amino maupun peptida)
tidaklah menguntungkan bila digunakan secara rutin, namun dapat membantu bila
absorbsi usus halus terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas atau setelah
kelaparan dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati yang
mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida rantai
sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori dari non protein seperti
karbohidrat biasanya dua pertiga dari total kebutuhan kalori. Serat diberikan untuk
menurunkan insiden diare. Serat dimetabolisme oleh bakteri menjadi asam lemak
rantai pendek, yang digunakan oleh koloni untuk pengambilan air dan
elektrolit.[3,4]
Suplementasi glutamin enteral telah menunjukkan manfaat terhadap hasil
ada pasien luka bakar dan trauma. Ada rekomendasi bertentangan mengenai
penggunaan glutamin enteral dalam patients kritis lainnya. Glutamine dicampur
dengan air dapat diberikan secara enteral terbagi dalam 2-3 dosis untuk
memberikan 0,3 - 0.5g/kg/hari. [2,5]
Bukti menunjukkan nutrisi enteral membantu untuk menjaga integritas
usus, mencegah stasis usus, mempertahankan massa usus, menjaga usus terkait
jaringan limfoid, dan mencegah stres ulserasi. Nutrisi enteral yang dini ( dalam
waktu 24-48 jam dari ICU ) menguntungkan bagi patients ICU. Penderita yang
tidak mendapat nutrisi enteral dapat mengalami atrofi mukosa usus, karena tidak
ada bahan nutrien untuk enterosit dan colonosit. Bila pemberian nuitrisi enteral
tidak cukup , maka fungsi barier usus mengalami kegagalan dan mengakibatkan
translokasi endotoksin dan bakteri dan ini sangat membahayakan penderita. [2,6]
Nutrisi enteral adalah faktor resiko independent pnemoni nosokomial yang
berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin dan
benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi
enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel pencernaan,
12
mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi
kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko
regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di Intensif Care Unit yang
mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk therapy antibiotic,
infeksi clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit
kritis. Komplikasi metabolik yang paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan
hiperglikemi. [1,2,4]
Indikasi pemberian nutrisi enteral yaitu : [2]
1. Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna
bagian bawah.
2. Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor
elektif saluran cerna bagian atas.
3. Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada
pasien malnutrisi, >7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.
Kontraindikasi pemberian nutrisi enteral yaitu : [2,3]
1. Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7
hari.
2. Obstruksi usus.
3. Pankreatitis akut berat.
4. Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas.
5. Muntah atau diare berat.
6. Instabilitas hemodinamik.
7. Ileus paralitik.
Keuntungan pemberian nutrisi enteral yaitu : [2,5]
1. Peningkatan berat badan dan retensi nitrogen yang lebih baik
2. Mengurangi frekuensi steatosis hepatic
3. Mengurangi insiden perdarahan gastrik dan intestinal
4. Membantu mempertahankan integritas barier mukosa usus, struktur mukosa
serta fungsi dan pelepasan hormon-hormon trofik usus.
5. Mengurangi risiko sepsis
6. Beberapa zat gizi tidak dapat diberikan parenteral, seperti: glutamin, arginin,
nukleotida, serat (dan asam lemak rantai pendek yang dihasilkannya melalui
13
proses degradasi usus), dan mungkin juga peptida.
7. Meningkatkan angka ketahanan hidup.
Para dokter sering terlalu berhati-hati dalam menentukan saat pemberian
nutrisi enteral. Banyak yang mengatakan bahwa saat yang tepat untuk
memberikan nutrisi enteral adalah jika bising usus telah terdengar, hal ini tidak
tepat karena fungsi usus dapat cukup normal walaupun bising usus tidak
terdengar. Kehadiran bising usus bukan merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk memulai makanan enteral di ICU. Nutrisi enteral dapat dimulai pada pasien
bedah tanpa menunggu flatus atau motion usus. [4,5]
Pada nutrisi enteral, hindari kalori yang berlebihan, makanan yang hanya
tinggal diserap (predigested food) dan overfeeding. Selain itu berikan makanan
yang mengandung serat dan banyak vitamin. Tidak ada bukti yang menyokong
bahwa pemberian nutrisi enteral hendaknya dimulai dari jumlah kecil, kecuali
pada pasien yang telah kelaparan dalam waktu lama, karena risiko sindrom
refeeding. Secara umum, pemberian nutrisi enteral harus cukup sejak awal. Diare
dapat timbul pada pemberian makanan yang berlebihan, selain karena terapi
antibiotika multipel, berkepanjangan dan tidak sesuai. Diare bukan indikasi untuk
menghentikan nutrisi enteral dan sering akan hilang jika pemberian nutrisi enteral
diteruskan. [3,5]
Anggapan bahwa pada pankreatitis akut tidak boleh diberi nutrisi enteral
untuk mengistirahatkan pankreas juga akhir-akhir ini dianggap tidak benar,
bahkan pasien akan lebih baik jika diberi nutrisi secara enteral. Kekurangan
nutrisi enteral selama sakit kritis juga berhubungan dengan penurunan besar
dalam konsentrasi lipid bilier yang akan berangsur-angsur menjadi normal
kembali setelah nutrisi enteral selama 5 hari. Kemungkinan hilangnya stimulasi
enteral pada pasien ICU menyebabka n metabolism lipid pada hati terganggu. [3,4]
Top of Form
14
bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa
melalui saluran pencernakan. Nutrisi parenteral diberikan apabila usus tidak
dipakai karena suatu hal misalnya: malformasi congenital intestinal, enterokolitis
nekrotikans, dan distress respirasi berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan
apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk
pemeliharaan dan pertumbuhan.[1,7]
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat
dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral
walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk
dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Hal yang paling ditakutkan pada
pemberian nutrisi parenteral total (TPN) melalui vena sentral adalah infeksi.[4,7]
Penemuan metode kanulasi intravena memberikan jalan bagi
perkembangan nutrisi parenteral yang kita kenal sekarang. Berbagai teknik insersi
vena sentral mengalami perkembangan seperti metode kanulasi subklavia melalui
supraklavikula, vena subklavia, vena jugularis interna dan eksterna, vena basilica,
vena femoralis dan kateterisasi atrium kanan.[7]
Indikasi nutrisi parenteral yaitu: [2,7]
1. Hemodinamik tidak stabil
2. Gangguan absorbsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
intestinal, colitis infeksiosa, obstruksi usus halus.
3. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status
pre operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.
4. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.
5. Makan, muntah terus menerus, hiperemisis gravidarum.
6. Suplemen parsial untuk nutrisi enteral.
Pertimbangkan nutrisi parenteral ketika makanan enteral tidak mungkin
atau adequate. Beberapa merekomendasikan memulai Parenteral Nutrition dalam
pasien kritis jika nutrisi enteral tidak dapat dimulai dalam waktu 24 sampai 48 jam
dari sejak masuk ICU. Digunakan untuk melengkapi nutrisi ketika secara enteral
tidak mencukupi, akhir nutrisi parenteral (hari 8) dikaitkan dengan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan awal PN inisiasi dalam satu study. Study lain
15
menemukan bahwa tambahan PN pada hari 4 dari nutrisi enteral tidak memadai,
untuk mencapai 100 % dari nutrisi kebutuhan, memiliki hasil yang
menguntungkan secara signifikan. Sebuah pemicu waktu yang wajar dari 72 jam
untuk dimulai PN di ICU, dapat digunakan di mana EN telah gagal atau
merupakan kontraindikasi. [3,4,7]
Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas: [7]
1. Nutrisi parenteral sentral
Indikasi jalur vena sentral pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral:
1. nutrisi parenteral dalam jangka waktu yang lama.
2. jalur vena perifer tidak adekuat.
3. membutuhkan nutrisi spesifik tertentu.
4. akses vena sentral telah tersedia. Misalnya pada pasien sakit berat yang
dirawat di ICU dengan monitorin tekanan vena sentral.
5. jalur vena perifer diperkirakan sulit untuk diakses dan dipertahankan.
6. gagal melakukan akses vena perifer.
7. membutuhkan volume nutrisi yang besar. Misalnya pada penderita fistula
enterokutaneus dengan output tinggi.
Tempat kanulasi vena sentral yang paling sering adalah pada vena
subklavia. Ada 2 metode utama dalam mengakses vena ini yaitu melalui:
a. Infraklavikula
Vena subklavia melengkung di belakang klavikula diatas segmen
anterior iga pertama. Pada titik inilah tempat yang paling aman untuk
mengakses vena subklavia. Landmark tempat insersi vena subklavia adalah
pada daerah insersi muskulus skalenus anterior pada tuberositas iga pertama,
yang terletak di posterior klavikula.
16
b. Supraklavikula
Landmark pada kanulasi venasubklavia jalur supraklavikula serupa
dengan jalur infraklavikula, kecuali tempat insersinya pada sudut antara sisi
lateral muskulus sterkleidomastoideus dengan klavikula.
Peripeherally Inserted Central Catheter (PICC) adalah kanulasi vena
sentral melalui vena perifer, biasanya di daerah fosa kubiti yakni pada vena
sefalika atau vena basilika, menggunakan kateter diameter kecil, namun
fleksibel dan cukup panjang (hingga 90 cm). Untuk mencegah komplikasi
perlu diperhatikan visibilitas dan ukuran vena-vena di lengan, keadaan
klinis, mobilitas dan kenyamanan pasien, pemakaian jangka lama tidak ideal
untuk metode ini. PICC tidak cocok bagi pasien yang harus duduk di kursi
roda atau memakai tongkat sebab dapat menimbulkan gesekan antara kateter
dengan tunika intima sehingga timbul phlebitis.
17
4. Mencegah penundaan nutrisi parenteral oleh keterbatasan kemampun
pemakaian akses vena sentral.
Keterbatasan pemakaian jalur ini dapat diatasi dengan penjelasan
berikut: Mayoritas pasien yang memerlukan nutrisi parenteral hanya
membutuhkan kurang dari 0,25 gram Nitrogen/kgBB/hari atau 30
Kcal/kgBB/hari yang dapat dicukupi dalam 3 liter cairan/hari dapat
menggunakan jalur perifer. 75% penderita yang membutuhkan nutrisi
parenteral hanya memerlukan nutrisi ini selama kurang dari 14 hari dan
bahkan 50% penderita hanya perlu TPN selama kurang dari 10 hari. Dengan
kurun waktu demikian maka kebanyakan pemakaian PPN bukan merupakan
halangan karena PPN aman dipakai hingga 3 minggu.[3,5]
Keterbatasan PPN yang sering adalah akses vena perifer yang
inadekuat, khususnya penderita yang sakit serius dan kasus darurat bedah.
Namun suatu penelitian dijumpai 56% pasien yang diberikan PPN dapat
menyelesaikan TPN hingga sembuh. Hal ini membuktikan bahwa PPN
harus dipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral.
Lagipula akses vena perifer dapat dilakukan melalui venous cut down. [5,7]
Pada praktek klinis, pemberian makanan enteral dini dimulai dalam 24
hingga 48 jam setelah trauma. Moore dkk mengamati adanya penurunan
pada komplikasi klinis pasien dengan cedera abdomen yang menerima
makanan melalui NGT dibandingkan grup kontrol yang menerima Total
Parenteral Nutrition yang dimulai pada hari ke-6 setelah operasi. Peneliti
yang lain juga mengkonfirmasikan hasil yang sama yang mendukung
keuntungan pemberian nutrisi secara dini. [1,4,5]
Tinjauan literatur baru-baru ini menemukan bahwa Total Parenteral
Nutrition yang diberikan pada penderita kurang gizi pada periode
preoperatif akan menurunkan komplikasi post operasi hampir 10%. Namun
jika diberikan ketika periode post operasi, maka resiko komplikasi post
operasi, terutama komplikasi infeksi akan meningkat.[4,5]
18
• Mengalami hipermetabolisme yang persisten meningkatkan
kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan dengan infeksi
nosokomial.
• Nutrisi enteral total (TEN/Total Enteral Nutrition) lebih dipilih dari
pada TPN karena alasan keamanan, murah, fisiologis dan tidak
membuat hiperglisemia
• Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali pasien
mengalami malnutisi berat.
19
2.6.5 Nutrisi pada Pankreatitis Akut
• Nutrisi enteral masih kontroversial, sedangkan nutrisi parenteral
sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi.
• Pada pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik
maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein.
• Pemberian energi hipokalorik sebesar 15-20 kkal/kg/hari lebih
sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah
dengan MOF.
• Pemberian nutrisi peroral diberikan saat nyeri sudah teratasi dan
enzim pankreas telah kembali normal. Diawali diet karbohidrat dan
protein dalam jumlah kecil dan naik bertahap.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
sakit kritis di ICU, nutrisi enteral selalu menjadi pilihan pertama dan nutrisi
parenteral menjadi alternatif berikutnya. Pemberian nutrisi enteral dini dimulai
dalam 24 hingga 48 jam setelah trauma.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Made Wiryana. Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. J Peny Dalam, Volume 8
No. 2 Mei 2007
2. Yuliana. Nutrisi Enteral di Intensive Care Unit (ICU). RSUP Dr. Hasan
Sadikin, Bandung. CDK 168/vol.36 no.2/Maret - April 2009
3. Elamin M. Elamin, Enrico Camporesi. Evidence-based Nutritional Support in
the Intensive Care Unit. University of Florida. Volume 47, Number 1, 121–
138
4. Soenarjo. Pemberian Nutrisi Pada Pasien di ICU. Bag. Anestesiologi. SMF.
Anestesi FK.UNDIP.RS.Dr.Kariadi Semarang.
5. Anonim. Critical Care Programme Reference Document for Nutrition Support
Guideline 2012 (Adults). Intensive Care society of irlend. 2012
6. Charles Weissman.Nutrition in the intensive care unit., Department of
Anesthesiology and Critical Care Medicine, Hebrew UniversityVol 3 No 1.
1999
7. Bachtiar Surya. Jalur Nutrisi Parenteral.Departemen Ilmu Bedah/Sub Bagian
Bedah Digestif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Volume 39 No. 3.
September 2006
23