You are on page 1of 29

Tugas ICU I

Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis

Disusun Oleh :

Said Reza Pahlevi

PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif

Pembimbing

dr. Eko Setijanto, Sp.An, KIC, Msi.Med.

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD Dr. MOEWARDI/ FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
SURAKARTA
2018
2
3
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas ICU I dengan judul:


Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis

Telah dipresentasikan oleh Said Reza Pahlevi pada :

Hari :

Tanggal :

Waktu :

Tempat : Ruang Ilmiah Intensive Care Unit

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Eko Setijanto, Sp.An. KIC, Msi, Med.

i
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................. i
Daftar Isi…………………………………………............................................... ii
Daftar Gambar.………………………………………,………............................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah….……………………............................. 1
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Nutrisi….........................……………………….................. 2
1.2 Menilai Status Nutrisi.................................……………………........ 3
1.3 Kebutuhan Nutrisi Pasien Kritis.………………………………….... 5
1.4 Dukungan Nutrisi.........................................……………….……….. 9
2.5 Rute Pemberian Nutrisi......…..............……………………..………. 11
2.5.1 Nutrisi Enteral...............................……………………………....... 11
2.5.2 Peripheral Parenteral Nutrition (PPN)..................………….…...... 14
2.6.1 Nutrisi pada Berbagai Kondisi dan Penyakit................................... 19
2.6.2 Nutrisi pada Keadaan Trauma........………………..…….………... 19
2.6.3 Nutrisi pada Keadaan Sepsis..……………………………….......... 19
2.6.4 Nutrisi pada Sakit Ginjal Akut.....……………………………….... 19
2.6.5 Nutrisi pada Pankreatitis Akut......................................................... 20
2.6.6 Nutrisi pada Penyakit Hati............................................................... 20
Bab III KESIMPULAN........................................................................................ 21
Bab IV DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 23

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien
elektif pasca operasi mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau
gagal napas. Kebanyakan dari pasien-pasien tersebut ditemukan malnutrisi
sebelum dimasukkan ke ICU.[1]
Pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali
menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan
kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian
nutrisi. Sangat umum bagi pasien Intensive Care Unit (ICU) untuk membutuhkan
sokongan nutrisi karena sebagian pasien telah mengalami suatu periode sakit
dengan asupan nutrisi yang buruk dan terjadi penurunan berat badan. Pada hampir
semua pasien yang sakit kritis, dijumpai anoreksia atau ketidakmampuan makan
karena kesadaran yang terganggu, sedasi, ataupun karena intubasi jalan nafas
bagian atas.[1,2]
Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien
yang masuk ke rumah sakit. Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi
yang cukup serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan dua
pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama mereka
dirawat di rumah sakit. Malnutrisi adalah perubahan komposisi tubuh dimana
terjadi defisiensi makronutrien dan mikronutrien yang menyebabkan penurunan
yang progresif dari masa sel tubuh, disfungsi organ, dan serum kimia yang
abnormal. Dukungan nutrisi memegang peranan yang penting dalam mencegah
dan mengatasi defisiensi nutrisi pada pasien kritis. Pasien kritis banyak masuk
rumah sakit dengan komorbiditas yang bervariasi seperti penyakit kardiovaskular,
asma, dan kanker dimana itu membutuhkan nutrisi ketika masa pemulihan dari
masalah medis ataupun cedera pasca operasi. [1,3,4]
Pasien dengan penyakit kritis membutuhkan nutrisi yang komplek dan
masukan nutrisi yang intensive. Sebagai bagian dari respon metabolic terhadap
cedera, penggunaan energy istirahat yang meningkat, mengarah pada katabolisme

1
yang extensive, hyperglikemia, kehilangan masa tubuh yang progresif, retensi
cairan, dan berkurangnya sintesis protein visceral seperti albumin. Katabolisme
bersamaan dengan malnutrisi bisa mengarah pada kondisi klinis yang tidak
diinginkan seperti gangguan penyembuhan luka, ganguan respon imun, gangguan
koagulasi, dan penurunan fungsi otot – oto pernapasan. [3,5]
Oleh karena itu pemberian nutrisi sangat penting pada pasien kritis yang
dirawat di ICU karena dengan dukungan nutrisi dapat memperlambat laju
katabolisme pada pasien ICU. Dimana ini dapat meningkatkan outcome pasien
dan memperpendek durasi recovery, yang akan mengarahkan pada pengurangan
lama rawat rumah sakit dan menurunkan biaya perawatan. Sokongan nutrisi bagi
pasien kritis dapat secara enteral maupun parenteral. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus melihat dan
mempertimbangkan semua aspek yang ada kasus per kasus. Selain itu jumlah,
perhitungan kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi
keadaan pasien secara keseluruhan. [2,5]

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Nutrisi


Yang dimaksud zat gizi (nutrien) : adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya , yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan. Nutrisi merupakan suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Tujuan optimal dari
nutrisi adalah bagaimana mengatur komponen nutrisi, bagaimana keadaan saluran
cerna dan enzim pencernaan.[1,4]
Hal-hal yang pelu diperhatikan dalam pemberian nutirisi yaitu :
Biokimia komposisi nutrisi
Proses metabolisme dalam sel
Kapan memulai NPE
Lama pemberian
Cara menghitung kebutuhan
Memilih komposisi cairan
Membuat skema terapi
Monitoring
Mencegah atau mengatasi komplikasi[4]

1.2.Menilai Status Nutrisi


Semua permintaan perawatan ICU, harus diskrining untuk menilai kebutuhan
mereka terhadap pemberian bantuan nutrisi. Bantuan nutrisi dalam waktu 24
hingga 48 jam pertama dari masuk ICU ( atau ketika hemodinamik stabil )
dimaksudkan untuk : [4,5]
Pasien kekurangan gizi atau hypercatabolic
Pasien kritis yang diharapkan untuk tinggal di ICU selama 3 hari atau lebih.
Pasien yang tidak diharapkan untuk memulai diet dalam 5 hari berikutnya atau

3
lebih.
Sebelum memulai memberikan nutrisi, penilaian gizi harus
mempertimbangkan:
 Penurunan berat badan terakhir.
 Asupan gizi sebelum masuk.
 Tingkat keparahan penyakit.
 Kondisi co-morbid.
 Fungsi saluran pencernaan. [3,6]
Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa
metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan
nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI),
serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor. Pengukuran
antropometrik termasuk ketebalan lapisan kulit (skin fold) permukaan daerah
trisep (triceps skin fold, TSF) dan pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm
muscle circumference, MAMC), tidak berguna banyak pada pasien sakit kritis
karena ukuran berat badan cenderung untuk berubah. [1,4]
Penilaian status gizi pada pasien sakit kritis dimulai dengan menanyakan
tentang riwayat kehilangan berat badan (melebihi 5% dalam 1 bu atau 10% lebih
dalam 6 bulan) dan pencatatan berat yang masuk. Selain itu, juga harus mencakup
lan penilaian faktor risiko yang berbeda yang mengganggu pencernaan,
pemanfaatan, atau ekskresi seperti operasi bypass lambung atau usus.
Pemeriksaan fisik harus fokus pada tanda-tanda kekurangan gizi terutama
kekurangan protein kalori, tanda-tanda kekurangan mikronutrien tertentu (seperti
anemia, glositis, atau ruam), kondisi hidrasi, dan edema. [3,5]
Bila mungkin, berat saat masuk dan tinggi harus digunakan untuk menghitung
IBW, persentase IBW, dan BMI. BMI dihitung dengan membagi berat dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi dalam meter. BMI yang normal berkisar 19-25,
BMI < 14 pada saat masuk ICU memiliki harpan kelangsungan hidup yang buruk.
Data antropometri (ketebalan lipatan kulit dan trisep-midarm ircumference), dan
indeks tinggi kreatinin (tingkat kreatinin urin sesuai dengan tinggi), meskipun
berguna pada pasien rawat jalan, bukan sebagai langkah yang akurat dalam
menentukan status nutrisi pada pasien sakit kritis. [3,6]

4
Jenis protein yang paling sering diukur adalah albumin serum. Level albumin
yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkan dengan
proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan
síntesa albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular ke interstitial,
dan pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin.
Level serum pre-albumin juga dapat menjadi petunjuk yang lebih cepat adanya
suatu stres fisiologik dan sebagai indikator status nutrisi. Level serum hemoglobin
dan trace elements seperti magnesium dan fosfor merupakan tiga indicator
biokimia tambahan. Hemoglobin digunakan sebagai indicator kapasitas angkut
oksigen, sedangkan magnesium atau fosfor sebagai indikator gangguan pada
jantung, saraf dan neuromuskular. [3,4,5]
Tingkat serum albumin dan beberapa protein transportasi lainnya, biasanya
diukur sebagai pengganti status protein viseral. Tingkat sintesis hepatik harian
untuk albumin adalah antara 120 dan 170 mg/kgBB dengan albumin
didistribusikan antara ruang intravaskular dan ekstravaskular spaces. Namun,
kadar serum albumin dan protein transportasi lainnya dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti sintesis dan derajat degradasi di samping kehilangan melalui usus
atau ginjal. Akibatnya, kadarnya turun akibat peradangan, trauma, atau sepsis
dimana tingginya tingkat interleukin-6 merangsang produksi protein fase akut
yang menghambat production protein transport. [2,4]
Oleh karena itu hipoalbuminemia jarang hadir dalam kasus malnutrition.
Sebaliknya, hipoalbuminemia adalah penanda respon inflamasi sistemik dan
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan kematian di antara pasien rumah
sakit. Oleh karena itu, konsentrasi albumin serum dapat digunakan sebagai alat
skrining gizi pada saat masuk ICU. Namun, itu adalah indikator yang buruk
terhadap status gizi pasien sakit kritis karena hanya berfungsi sebagai penanda
cedera dan metabolisme dalam menanggapi stress. [2,3]

1.3.Kebutuhan Nutrisi Pasien Kritis


Tunjangan nutrisi yang tepat dan akurat pada pasien sakit kritis dapat
menurunkan angka kematian. Terdapat dua tujuan dasar dari tunjangan nutrisi
yaitu:

5
1. Mengurangi konsekuensi respon berkepanjangan terhadap jejas yaitu
starvation dan infrastruktur.
2. Mengatur respon inflamasi, penentuan status nutrisi pada pasien kritis
hendaknya dilakukan berulang ulang untuk menentukan kecukupan nutrisi dan
untuk menentukan tunjangan nutrisi selanjutnya. Pemeriksaan yang berulang -
ulang ini penting karena 16-20% pasien yang dirawat di ruang Intensif
mengalami defisiensi makronutrien 48jam setelah dirawat. Disamping itu
disfungsi/gagal organ multiple dapat terjadi sesudah trauma, sepsis atau gagal
nafas yang berhubungan dengan hipermetabolisme yang berlangsung lama.
[2,4,6]

Para klinisi perlu mengetahui bagaimana cara menghitung energi (kalori),


protein, lemak, elektrolit, vitamin, trace- elemen dan air. Berikut ini beberapa cara
menghitung kebutuhan nutrisi. [4]
a. Metabolic Chart- Indirect Calorimetry Resting Energy Expenditur (REE).
[(konsentrasi O2)(0,39) + (produksi CO2)(1,11)] x 1440.
Rumus ini kurang akurat pada pasien-pasien dengan FiO2 lebih dari
40%.[1,4]
b. Rumus Harris & Benedict : [3,4]
 Kebutuhan energi dasar (BMR)

BMR pria = 66.0 + 13.7 x BB + 5 x T – 6.8 x U Kcal/hari


BMR wanita = 655 + 9.6 x BB + 1.7 x T – 4.7 x U Kacl/hari
BB = Berat badan (Kg)
T = Tinggi (cm)
U = Usia (tahun)
 Kebutuhan energi aktual (AEE) [3,4]

AEE = BMR x AF x IF x TF
AF = Activity Factor (faktor aktivitas)
IF = Injury Factor
TF = Termal Factor
Tabel Faktor Koreksi[4]
FAKTOR AKTIFITAS (AF) Koreksi
 Istirahat tidur (bed rest) 1,2

6
 Mobilisasi 1,3
FAKTOR PEMBEBANAN (IF) Koreksi
 Tanpa komplikasi 1,0
 Paska bedah 1,1
 Patah tulang 1,2
 Sepsis 1,3
 Peritonitis 1,4
 Multi trauma 1,5
 Multi trauma + sepsis 1,6
 Luka bakar 30 – 50% 1,7
 Luka bakar 50 – 70% 1,8
 Luka bakar 70 – 90% 2,0
FAKTOR SUHU (TF) Koreksi
 38OC 1,1
 39OC 1,2
 40OC 1,3
 41OC 1,4

c. Kebutuhan kalori[1,3,4]
Untuk menentukan kebutuhan kalori perlu mengatahui gambaran fisiologis
dari keadaan hiperkatabolik. Dalam keadaan hiperkatabolik terjadi
peningkatan produksi panas, peningkatan kebutuhan energi (meningkat 25 –
50%), meningkatnya kecepatan nafas, dan meningkatnya kecepatan nadi.
Kebutuhan kalori (kcal/kg BB) : 25 – 30 kcal/kg BB
Glukosa merupakan substrat kalori primer, sedangkan kebutuhan lemak
sekitar 15 – 40%. Dalam menentukan kebutuhan kalori harus dihindari
terjadinya hiperglikemia.

d. Kebutuhan nitrogen [3,4]


Menghitung balance nitrogen dengan menggunakan urea urine 24 jam dan
dalam hubungannya dengan urea darah dan Albumin. Tiap gram nitrogen yang

7
dihasilkan menggunakan energy sebesar 100-150 kkal. Nitrogen dibutuhkan
pada penderita-penderita dengan :
hipermetabolik, stress dan penderita yang mengalami trauma.
Penderita yang mengalami ekskresi urea sebesar 85% dari protein tubuh
yang mengalami pemecahan.
Idealnya pemberian nitrogen harus :
1. seminimal mungkin sesuai dengan yang hilang
2. cukup untuk mempertahankan masa tubuh
3. nitrogen cukup untuk penyembuhan
4. cukup adekwat untuk penyembuhan
5. rata-rata kebutuhan nitrogen 14 - 16 gm/hari (90 – 100 g r protein)
(1 gr nitrogen = 6.25 gr protein = 30 gr jaringan)

Tabel Ringkasan Rekomendasi Kebutuhan Macronutrien Untuk Pasien ICU

Substrat Nutrisi Jumlah

20 – 25 cc/kg/hari fase kritis


Air
30 – 50 cc/kg/hari fase recovery
20 – 25 kcal/kg/hari fase akut dari sakit kritis
Energi
30 – 50 kcal/kg/hari fase recovery
1,2 – 1,5 g/kg/hari
1.2-2.0g protein/kg (BMI<30kg/m2)
2g/kg ideal weight (BMI 30-
Protein / asam amino
40kg/m2)
2.5g/kg ideal weight (BMI
>40kg/m2)

Na 1 – 2 mEq / kg / hari

K 1mEq/kg/hari

3-5
Glukosa
g/kg
Lemak 0.7-1.5g/kg.

8
0.8-1g/kg in
sepsis/SIRS.

Penetapan Resting Energy Expenditure (REE) harus dilakukan sebelum


memberikan nutrisi. REE adalah pengukuran jumlah energy yang dikeluarkan
untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12 - 18 jam setelah
makan. REE sering juga disebut Basal Metabolic Rate (BMR), Basal Energy
Requirement (BER), atau Basal Energy Expenditure (BEE). Perkiraan REE yang
akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian
nutrisi (overviding) seperti infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary
compromise.[1,3,5]

1.4. Dukungan Nutrisi


Bantuan nutrisi merupakan bagian rutine dari terapi pasien di ICU. Tujuan
pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi
menghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding
syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas
hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia
Adapun tujuan pemberian bantuan nutrisi penderita di ICU yaitu :
1. Memperoleh bantuan nutrisi yang sesuai dengan kondisi medik penderita,
status nutrisi dan cara pemberiannya.
2. Mencegah atau mengobati kekurangan atau defisiensi makro nutrien dan
mikro nutrien.
3. Memperoleh nutrien yang layak dengan adanya metabolisme
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan tehnik pemberian diet
5. Memperbaiki pengeluaran penderita dari rumah sakit yang ada berhubungan
dengan penyakitnya. [3,4]
Sedangkan indikasi pemberian dukungan nutrisi pada penderita di ICU adalah :
1. Penderita tidak dapat makan
2. Penderita harus puasa
3. Penderita tidak mau makan
4. Pemderita tidak cukup makan[4]

9
Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang
rendah sampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula ,semuanya
dimulai dan diakhiri dengan perlahan- lahan. [1]
Bentuk pemberian kalori yaitu :
a. Karbohidrat
karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diit
sebaiknya berkisar 50%-60% dari kebutuhan kalori. [1,2]
b. Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun
parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 20% -40%
dari total kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki
fungsi antara lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang
larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial, membantu dan
melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi
jaringan-jaringan tubuh. [1,2]
c. Protein (Asam Amino)
Kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total
kebutuhan kalori. Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat
menjadi 1,2-1,5 gr/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein
harus dikontrol, misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan
protein dibatasi sebesar 0,5 gr/kgbb/hari. Kebutuhan micro nutrient juga harus
dipertimbangkan, biasanya diberikan natrium, kalium 1 mmol/kgbb, dapat
ditingkatkan jika terdapat kehilangan yang berlebihan. Elektrolit lain seperti
magnesium, besi, tembaga, seng dan selenium, juga dibutuhkan dalam jumlah
yang lebih sedikit. Pasien dengan suplementasi nutrisi yang lama
membutuhkan pengecekan kadar elektrolit-elektrolit ini secara periodik.
Elektrolit yang sering terlupakan adalah fosfat, kelemahan otot yang
berhubungan dengan penggunaan ventilator yang lama dan kegagalan lepas
dari ventilator, dapat disebabkan oleh hipofosfatemia.[1,2,4]
Pasien kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3
(niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih

10
banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. [1,5]
Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses
penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 - 200 mg/dL.3,15 Hiperglisemia
tak terkontrol dapat menyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan resiko
terjadinya sepsis, yang mempunyai angka mortalitas sebesar 40%.[4,5]
Hipofosfatemia merupakan satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yang
serius akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan
dengan komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi,
abnormalitas jantung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan
kesulitan untuk menghentikan penggunaan respirator. [1,5]
Pada pasien sakit kritis yang menderita kurang gizi dan tidak menerima
makanan melalui oral, enteral atau parenteral, maka nutrisi harus dimulai sedini
mungkin. Keuntungan pemberian dini, menyebabkan hemodinamik pasien
menjadi stabil, yang telah ditunjukkan dengan penurunan permeabilitas intestinal
dan penurunan disfungsi organ multipel.[3,6]

2.5 Rute Pemberian Nutrisi


Idealnya rute pemberian nutrisi adalah yang mampu menyalurkan nutrisi
dengan morbiditas minimal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan dan
kerugian tersendiri, dan pemilihan harus tergantung pada penegakkan klinis dari
pasien. Meskipun rute pemberian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih
dibandingkan parenteral, namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia, dan untuk
kasus tertentu kurang dapat diandalkan atau kurang aman. Dalam perawatan
terhadap penderita sakit kritis, nutrisi enteral selalu menjadi pilihan pertama dan
nutrisi parenteral menjadi alternatif berikutnya. [1,2]

2.5.1. Nutrisi Enteral


Pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute
oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (Gastric tube/G-
tube, Nasogastric Tube/NGT) atau duodenum, atau jejunum. Dapat secara manual
maupun dengan bantuan pompa mesin. Dosis nutrisi enteral biasanya berkisar

11
antara 14-18 kkal/kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang hendak dicapai. [2,4]
Larutan nutrisi enteral yang tersedia dipasaran memiliki komposisi yang
bervariasi. Nutrisi polimer mengandung protein utuh (berasal dari whey, daging,
isolat kedelai dan kasein), karbohidrat dalam bentuk oligosakarida atau
polisakarida. Formula demikian memerlukan enzim pancreas saat absorbsinya. [4]
Nutrisi elemental dengan sumber nitrogen (asam amino maupun peptida)
tidaklah menguntungkan bila digunakan secara rutin, namun dapat membantu bila
absorbsi usus halus terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas atau setelah
kelaparan dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati yang
mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida rantai
sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori dari non protein seperti
karbohidrat biasanya dua pertiga dari total kebutuhan kalori. Serat diberikan untuk
menurunkan insiden diare. Serat dimetabolisme oleh bakteri menjadi asam lemak
rantai pendek, yang digunakan oleh koloni untuk pengambilan air dan
elektrolit.[3,4]
Suplementasi glutamin enteral telah menunjukkan manfaat terhadap hasil
ada pasien luka bakar dan trauma. Ada rekomendasi bertentangan mengenai
penggunaan glutamin enteral dalam patients kritis lainnya. Glutamine dicampur
dengan air dapat diberikan secara enteral terbagi dalam 2-3 dosis untuk
memberikan 0,3 - 0.5g/kg/hari. [2,5]
Bukti menunjukkan nutrisi enteral membantu untuk menjaga integritas
usus, mencegah stasis usus, mempertahankan massa usus, menjaga usus terkait
jaringan limfoid, dan mencegah stres ulserasi. Nutrisi enteral yang dini ( dalam
waktu 24-48 jam dari ICU ) menguntungkan bagi patients ICU. Penderita yang
tidak mendapat nutrisi enteral dapat mengalami atrofi mukosa usus, karena tidak
ada bahan nutrien untuk enterosit dan colonosit. Bila pemberian nuitrisi enteral
tidak cukup , maka fungsi barier usus mengalami kegagalan dan mengakibatkan
translokasi endotoksin dan bakteri dan ini sangat membahayakan penderita. [2,6]
Nutrisi enteral adalah faktor resiko independent pnemoni nosokomial yang
berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin dan
benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi
enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel pencernaan,

12
mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi
kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko
regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di Intensif Care Unit yang
mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk therapy antibiotic,
infeksi clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit
kritis. Komplikasi metabolik yang paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan
hiperglikemi. [1,2,4]
Indikasi pemberian nutrisi enteral yaitu : [2]
1. Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna
bagian bawah.
2. Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor
elektif saluran cerna bagian atas.
3. Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada
pasien malnutrisi, >7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.
Kontraindikasi pemberian nutrisi enteral yaitu : [2,3]
1. Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7
hari.
2. Obstruksi usus.
3. Pankreatitis akut berat.
4. Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas.
5. Muntah atau diare berat.
6. Instabilitas hemodinamik.
7. Ileus paralitik.
Keuntungan pemberian nutrisi enteral yaitu : [2,5]
1. Peningkatan berat badan dan retensi nitrogen yang lebih baik
2. Mengurangi frekuensi steatosis hepatic
3. Mengurangi insiden perdarahan gastrik dan intestinal
4. Membantu mempertahankan integritas barier mukosa usus, struktur mukosa
serta fungsi dan pelepasan hormon-hormon trofik usus.
5. Mengurangi risiko sepsis
6. Beberapa zat gizi tidak dapat diberikan parenteral, seperti: glutamin, arginin,
nukleotida, serat (dan asam lemak rantai pendek yang dihasilkannya melalui

13
proses degradasi usus), dan mungkin juga peptida.
7. Meningkatkan angka ketahanan hidup.
Para dokter sering terlalu berhati-hati dalam menentukan saat pemberian
nutrisi enteral. Banyak yang mengatakan bahwa saat yang tepat untuk
memberikan nutrisi enteral adalah jika bising usus telah terdengar, hal ini tidak
tepat karena fungsi usus dapat cukup normal walaupun bising usus tidak
terdengar. Kehadiran bising usus bukan merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk memulai makanan enteral di ICU. Nutrisi enteral dapat dimulai pada pasien
bedah tanpa menunggu flatus atau motion usus. [4,5]
Pada nutrisi enteral, hindari kalori yang berlebihan, makanan yang hanya
tinggal diserap (predigested food) dan overfeeding. Selain itu berikan makanan
yang mengandung serat dan banyak vitamin. Tidak ada bukti yang menyokong
bahwa pemberian nutrisi enteral hendaknya dimulai dari jumlah kecil, kecuali
pada pasien yang telah kelaparan dalam waktu lama, karena risiko sindrom
refeeding. Secara umum, pemberian nutrisi enteral harus cukup sejak awal. Diare
dapat timbul pada pemberian makanan yang berlebihan, selain karena terapi
antibiotika multipel, berkepanjangan dan tidak sesuai. Diare bukan indikasi untuk
menghentikan nutrisi enteral dan sering akan hilang jika pemberian nutrisi enteral
diteruskan. [3,5]
Anggapan bahwa pada pankreatitis akut tidak boleh diberi nutrisi enteral
untuk mengistirahatkan pankreas juga akhir-akhir ini dianggap tidak benar,
bahkan pasien akan lebih baik jika diberi nutrisi secara enteral. Kekurangan
nutrisi enteral selama sakit kritis juga berhubungan dengan penurunan besar
dalam konsentrasi lipid bilier yang akan berangsur-angsur menjadi normal
kembali setelah nutrisi enteral selama 5 hari. Kemungkinan hilangnya stimulasi
enteral pada pasien ICU menyebabka n metabolism lipid pada hati terganggu. [3,4]
Top of Form

2.5.2 Nutrisi parenteral


Jalur nutrisi enteral merupakan pilihan pertama bagi setiap penderita yang
memngkinkan penggunaan jalur ini, namun bila dijumpai kontraindikasi, barulah
dipertimbangkan penggunaan jalur parenteral. Nutrisi parenteral adalah suatu

14
bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa
melalui saluran pencernakan. Nutrisi parenteral diberikan apabila usus tidak
dipakai karena suatu hal misalnya: malformasi congenital intestinal, enterokolitis
nekrotikans, dan distress respirasi berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan
apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk
pemeliharaan dan pertumbuhan.[1,7]
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat
dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral
walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk
dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Hal yang paling ditakutkan pada
pemberian nutrisi parenteral total (TPN) melalui vena sentral adalah infeksi.[4,7]
Penemuan metode kanulasi intravena memberikan jalan bagi
perkembangan nutrisi parenteral yang kita kenal sekarang. Berbagai teknik insersi
vena sentral mengalami perkembangan seperti metode kanulasi subklavia melalui
supraklavikula, vena subklavia, vena jugularis interna dan eksterna, vena basilica,
vena femoralis dan kateterisasi atrium kanan.[7]
Indikasi nutrisi parenteral yaitu: [2,7]
1. Hemodinamik tidak stabil
2. Gangguan absorbsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
intestinal, colitis infeksiosa, obstruksi usus halus.
3. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status
pre operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.
4. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.
5. Makan, muntah terus menerus, hiperemisis gravidarum.
6. Suplemen parsial untuk nutrisi enteral.
Pertimbangkan nutrisi parenteral ketika makanan enteral tidak mungkin
atau adequate. Beberapa merekomendasikan memulai Parenteral Nutrition dalam
pasien kritis jika nutrisi enteral tidak dapat dimulai dalam waktu 24 sampai 48 jam
dari sejak masuk ICU. Digunakan untuk melengkapi nutrisi ketika secara enteral
tidak mencukupi, akhir nutrisi parenteral (hari 8) dikaitkan dengan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan awal PN inisiasi dalam satu study. Study lain

15
menemukan bahwa tambahan PN pada hari 4 dari nutrisi enteral tidak memadai,
untuk mencapai 100 % dari nutrisi kebutuhan, memiliki hasil yang
menguntungkan secara signifikan. Sebuah pemicu waktu yang wajar dari 72 jam
untuk dimulai PN di ICU, dapat digunakan di mana EN telah gagal atau
merupakan kontraindikasi. [3,4,7]
Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas: [7]
1. Nutrisi parenteral sentral
Indikasi jalur vena sentral pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral:
1. nutrisi parenteral dalam jangka waktu yang lama.
2. jalur vena perifer tidak adekuat.
3. membutuhkan nutrisi spesifik tertentu.
4. akses vena sentral telah tersedia. Misalnya pada pasien sakit berat yang
dirawat di ICU dengan monitorin tekanan vena sentral.
5. jalur vena perifer diperkirakan sulit untuk diakses dan dipertahankan.
6. gagal melakukan akses vena perifer.
7. membutuhkan volume nutrisi yang besar. Misalnya pada penderita fistula
enterokutaneus dengan output tinggi.

Kontarindikasi nutrisi parenteral sentral yaitu :


1. Riwatar trombosis pada vena sentral
2. telah mengalami komplikasi akibat kateterisasi vena sentral.
3. Secara teknis, kanulasi pada vena sentral diperkirakan sulit atau berbahaya.

Tempat kanulasi vena sentral yang paling sering adalah pada vena
subklavia. Ada 2 metode utama dalam mengakses vena ini yaitu melalui:
a. Infraklavikula
Vena subklavia melengkung di belakang klavikula diatas segmen
anterior iga pertama. Pada titik inilah tempat yang paling aman untuk
mengakses vena subklavia. Landmark tempat insersi vena subklavia adalah
pada daerah insersi muskulus skalenus anterior pada tuberositas iga pertama,
yang terletak di posterior klavikula.

16
b. Supraklavikula
Landmark pada kanulasi venasubklavia jalur supraklavikula serupa
dengan jalur infraklavikula, kecuali tempat insersinya pada sudut antara sisi
lateral muskulus sterkleidomastoideus dengan klavikula.
Peripeherally Inserted Central Catheter (PICC) adalah kanulasi vena
sentral melalui vena perifer, biasanya di daerah fosa kubiti yakni pada vena
sefalika atau vena basilika, menggunakan kateter diameter kecil, namun
fleksibel dan cukup panjang (hingga 90 cm). Untuk mencegah komplikasi
perlu diperhatikan visibilitas dan ukuran vena-vena di lengan, keadaan
klinis, mobilitas dan kenyamanan pasien, pemakaian jangka lama tidak ideal
untuk metode ini. PICC tidak cocok bagi pasien yang harus duduk di kursi
roda atau memakai tongkat sebab dapat menimbulkan gesekan antara kateter
dengan tunika intima sehingga timbul phlebitis.

2.5.2 Peripheral Parenteral Nutrition (PPN) [7]


Indikasi PPN yaitu :
1. suplementasi terhadap nutrisi enteral yang tidak adekuat
2. pemenuhan kebutuhan basal pada penderita nin-deplesi dan dapat
mentolernsi 3 liter cairan perhari
3. penderita dengan akses vena sentral dikontraindikasikan
Kontraindikasi PPN yaitu :
1. Penderita hiperkatabolisme seperti luka bakar dan trauma berat
2. Penderita dengan kebutuhan cairan substansial tertentu, misalnya pada
pasien fistula enterokutaneus dengan output tinggi
3. Penderita yang telah memakai akses vena sentral untuk tujuan lain
dimana nutrisi parenteral dapat menggunakan kateter yang telah ada
4. Akses vena perifer tidak dapat dilakukan
5. Pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral jangka lama (>1 bulan).
Keuntungan PPN yaitu :
1. Terhindar dari komplikasi kanulasi vena sentral
2. Perawatan kateter yang lebih mudah
3. Mengurangi biaya

17
4. Mencegah penundaan nutrisi parenteral oleh keterbatasan kemampun
pemakaian akses vena sentral.
Keterbatasan pemakaian jalur ini dapat diatasi dengan penjelasan
berikut: Mayoritas pasien yang memerlukan nutrisi parenteral hanya
membutuhkan kurang dari 0,25 gram Nitrogen/kgBB/hari atau 30
Kcal/kgBB/hari yang dapat dicukupi dalam 3 liter cairan/hari dapat
menggunakan jalur perifer. 75% penderita yang membutuhkan nutrisi
parenteral hanya memerlukan nutrisi ini selama kurang dari 14 hari dan
bahkan 50% penderita hanya perlu TPN selama kurang dari 10 hari. Dengan
kurun waktu demikian maka kebanyakan pemakaian PPN bukan merupakan
halangan karena PPN aman dipakai hingga 3 minggu.[3,5]
Keterbatasan PPN yang sering adalah akses vena perifer yang
inadekuat, khususnya penderita yang sakit serius dan kasus darurat bedah.
Namun suatu penelitian dijumpai 56% pasien yang diberikan PPN dapat
menyelesaikan TPN hingga sembuh. Hal ini membuktikan bahwa PPN
harus dipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral.
Lagipula akses vena perifer dapat dilakukan melalui venous cut down. [5,7]
Pada praktek klinis, pemberian makanan enteral dini dimulai dalam 24
hingga 48 jam setelah trauma. Moore dkk mengamati adanya penurunan
pada komplikasi klinis pasien dengan cedera abdomen yang menerima
makanan melalui NGT dibandingkan grup kontrol yang menerima Total
Parenteral Nutrition yang dimulai pada hari ke-6 setelah operasi. Peneliti
yang lain juga mengkonfirmasikan hasil yang sama yang mendukung
keuntungan pemberian nutrisi secara dini. [1,4,5]
Tinjauan literatur baru-baru ini menemukan bahwa Total Parenteral
Nutrition yang diberikan pada penderita kurang gizi pada periode
preoperatif akan menurunkan komplikasi post operasi hampir 10%. Namun
jika diberikan ketika periode post operasi, maka resiko komplikasi post
operasi, terutama komplikasi infeksi akan meningkat.[4,5]

2.6.1 Nutrisi pada Berbagai Kondisi dan Penyakit


2.6.2 Nutrisi pada Keadaan Trauma1

18
• Mengalami hipermetabolisme yang persisten meningkatkan
kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan dengan infeksi
nosokomial.
• Nutrisi enteral total (TEN/Total Enteral Nutrition) lebih dipilih dari
pada TPN karena alasan keamanan, murah, fisiologis dan tidak
membuat hiperglisemia
• Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali pasien
mengalami malnutisi berat.

2.6.3 Nutrisi pada Keadaan Sepsis1


• TEE minggu pertama ± 25 kcal/kg/ hari hingga minggu kedua
meningkat
• Glukosa : 4-5 mg/kg/menit,
• CEGAH hipertrigliseridemia, hiperglikemia, diuresis osmotik,
dehidrasi, peningkatan produksi CO2, steatosis hepatis, dan
kolestasis.
• CEGAH Kelebihan lemak karena dapat menghalangi sistem
fagositik mononuklear, merangsang hipoksemia, steatosis hepatik,
dan meningkatkan sintesis PGE2.
• Protein otot dan viseral dipergunakan sebagai energi di dalam otot
dan untuk glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin).

2.6.4 Nutrisi pada Sakit Ginjal Akut1


• ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan energi
• Toleransi glukosa menurun dan resistensi insulin akan
menimbulkan uremia akut, asidosis atau peningkatan
glukoneogenesis.
• Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20- 25% dari energi total.
• Protein atau asamamino diberikan 1,0- 1,5 g/kg/hari tergantung dari
beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5- 2,5
g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat.

19
2.6.5 Nutrisi pada Pankreatitis Akut
• Nutrisi enteral masih kontroversial, sedangkan nutrisi parenteral
sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi.
• Pada pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik
maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein.
• Pemberian energi hipokalorik sebesar 15-20 kkal/kg/hari lebih
sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah
dengan MOF.
• Pemberian nutrisi peroral diberikan saat nyeri sudah teratasi dan
enzim pankreas telah kembali normal. Diawali diet karbohidrat dan
protein dalam jumlah kecil dan naik bertahap.

2.6.6 Nutrisi pada Penyakit Hati


• Terjadi penigkatan lipolisis karena itu harus diberikan dengan hati-
hati untuk mencegah hipertrigliseridemia tidak lebih dari 1 g/kg
perhari.
• Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis,
mulai dari 0,5 g/kg perhari
• Pada intoleransi protein pemberian nutrisi yang diperkaya dengan
BCAAs
• Kegagalan fungsi hati fulminan akan menurunkan glukoneogenesis
akan menimbulkan hipoglikemia
• Lipid dapat diberikan

20
BAB III
KESIMPULAN

Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan


fungsinya, yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Tujuan optimal dari nutrisi adalah bagaimana mengatur
komponen nutrisi, bagaimana keadaan saluran cerna dan enzim pencernaan.
Tujuan pemberian bantuan nutrisi penderita di ICU yaitu memperoleh bantuan
nutrisi, mencegah atau mengobati kekurangan atau defisiensi makro nutrien dan
mikro nutrient, memperoleh nutrien yang layak dengan adanya metabolism.
Dengan dukungan nutrisi dapat memperlambat laju katabolisme pada pasien ICU
yang dapat meningkatkan outcome pasien dan memperpendek durasi recovery.
Semua perawatan pasien di ICU, harus diskrining untuk menilai
kebutuhan mereka terhadap pemberian bantuan nutrisi. Status nutrisi dinilai
dengan beberapa metode, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan
nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI),
serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor.
Para klinisi perlu mengetahui bagaimana cara menghitung energi (kalori),
protein, lemak, elektrolit, vitamin, trace- elemen dan air. Penetapan Resting
Energy Expenditure (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi.
Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat
kelebihan pemberian nutrisi (overviding).
Cara pemberian nutrisi pada penderita dapat dimulai dengan energi yang
rendah sampai maksimal, kemudian diturunkan sampai semula, semuanya
dimulai dan diakhiri dengan perlahan- lahan.
Sokongan nutrisi bagi pasien kritis dapat secara enteral maupun parenteral.
Idealnya rute pemberian nutrisi adalah yang mampu menyalurkan nutrisi dengan
morbiditas minimal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan dan kerugian
tersendiri, dan pemilihan harus tergantung pada penegakkan klinis dari pasien.
Rute pemberian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih dibandingkan parenteral,
namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia. Dalam perawatan terhadap penderita

21
sakit kritis di ICU, nutrisi enteral selalu menjadi pilihan pertama dan nutrisi
parenteral menjadi alternatif berikutnya. Pemberian nutrisi enteral dini dimulai
dalam 24 hingga 48 jam setelah trauma.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Made Wiryana. Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. J Peny Dalam, Volume 8
No. 2 Mei 2007
2. Yuliana. Nutrisi Enteral di Intensive Care Unit (ICU). RSUP Dr. Hasan
Sadikin, Bandung. CDK 168/vol.36 no.2/Maret - April 2009
3. Elamin M. Elamin, Enrico Camporesi. Evidence-based Nutritional Support in
the Intensive Care Unit. University of Florida. Volume 47, Number 1, 121–
138
4. Soenarjo. Pemberian Nutrisi Pada Pasien di ICU. Bag. Anestesiologi. SMF.
Anestesi FK.UNDIP.RS.Dr.Kariadi Semarang.
5. Anonim. Critical Care Programme Reference Document for Nutrition Support
Guideline 2012 (Adults). Intensive Care society of irlend. 2012
6. Charles Weissman.Nutrition in the intensive care unit., Department of
Anesthesiology and Critical Care Medicine, Hebrew UniversityVol 3 No 1.
1999
7. Bachtiar Surya. Jalur Nutrisi Parenteral.Departemen Ilmu Bedah/Sub Bagian
Bedah Digestif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Volume 39 No. 3.
September 2006

23

You might also like