Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsurvital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal
elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi
demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan
segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel
melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus
memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.
II. TUJUAN
II.1. TUJUAN UMUM
Perawat mampu mengetahui indikasi dam metode pemberian terapi oksigen (O2.)
II.2. TUJUAN KHUSUS
a. Perawat mengetahui indikasi pemberian oksigen(O2.)
b. Perawat mengetahui metode pemberian oksigen(O2.)
c. Perawat mengetahui komplikasi pemberian terapi oksigen(O2.)
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Oksigen adalah gas tidak berbau,tidak berwarna yang digunakan dalam mengobati
ataupun mencegah terjadinya hipoksia pada jaringan. (Jamieson et al 2007).
Walaupun sudah umum digunakan dalam pelayanan kesehatan naamun masih sering
dijumpai ketidaktepatan dalam penggunaanya.(Kor and Lim 2000, Wong et al
2000,Thompson et al 2002,Kbar and Campbell 2006)
B. PROSES RESPIRASI
Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui
kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis.
Oksigen di atmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9 % akan masuk ke alveoli
melalui mekanisme ventilasi kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses
difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler
paru dan selanjutnya didistribusikan lewat darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : (1) 1,34 ml
O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut
dengan “Saturasi O2” (SaO2), (2) 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan
parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg.
Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau “Oxygen Content”
(CaO2) dengan formulasi :
CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)
Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan “Oxigen
Delivery” (DO2) dengan rumus :
2
menggunakan parameter “Cardiac Index” (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih
tepat adalah :
DO2 = (10 x CaO2) x CI
Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat
diperoleh dengan perbedaan kandurngan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi
sebagai berikut :
VO2a = (CaO2 – CvO2) x CI
Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam
alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar.
VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar adalah salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat
alveoli inilah yang mengambil bagian dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar
berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara
dalam jalan nafas serta keadaan metabolik.
Banyaknya udara masuk keluar paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai “Volume
Tidal” (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang
dewasa berkisar 500 – 700 ml dengan menggunakan “Wright’s Spirometer”. Volume
nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai
“Dead Space” (VD)(Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 - 180 ml yang terbagi
atas tiga yaitu : (1) Anatomic Dead Space, (2) Alveolar Dead Space, (3) Physiologic
Dead Space.
Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung
dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak
terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai
darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran
darah pada alveoli tersebut.
Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju
nafas dalam 1 menit.
3
VA = (VT – VD) x RR
Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2)
yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO 2 di
arteri (PaCO2).
PaO2 = FiO2 (760 – 47) – (PaCO2 : 0,8)
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja
pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang
terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).
6
b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran
1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
- Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila
klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm,
mengiritasi selaput lendir.
7
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan
konsentrasi O2 40 – 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
8
- Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
9
2. Sistem Aliran Tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang
lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju
ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta
tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih
banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat
dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
- Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain
pada aliran rendah.
10
BAB III
ANALISA PICO
11
positive airway pressure also had a greater increase in the arterial pH
(oxygen alone, from 7.15± to 7.18±0.18; oxygen plus continuous
positive airway pressure, from 7.18±0.08 to 7.28±0.06; P<0.001 ) and
in the ratio of arterial oxygen tension to the fraction of inspired
oxygen (oxygen alone, from 136±44 to 126±47; oxygen plus
continuous positive airway pressure, from 138±32 to 206±126; P =
0.01). After 24 hours, however, there were no significant differences
between the two treatment groups in any of these respiratory indexes.
Seven (35 percent) of the patients who received oxygen alone but none
who received oxygen plus continuous positive airway pressure
required intubation and mechanical ventilation (P = 0.005). However,
no significant difference was found in in-hospital mortality (oxygen
alone, 4 of 20 patients; oxygen plus continuous positive airway
pressure, 2 of 19; P = 0.36) or the length of the hospital stay.
12
oksigenisasi dan rata-rata 49,5 mmHg setelah oksigenisasi dengan
Bag and Mask 10 lpm.
8 Respoden (67%) mengalami penurunan PaCO2, dan 4 responden
(33%) tidak terjadi penurunan PaCO2.
Pada pasien edema paru akut yang ditujukkan dengan hasil analisis
statistic Paired t –Test p = 0,004.
13
COMPARATION PENGARUH PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI MASKER
SEDERHANA DAN POSISI KEPALA 300TERHADAP
PERUBAHANTINGKAT KESADARAN PADA PASIEN
CEDERA KEPALA SEDANG DI RSUD
Hasil :
Ada pengaruh pemberian oksigen melalui masker sederhana dan posisi
kepala 300 terhadap perubahantingkat kesadaran pada pasien cedera
kepala sedang dengan nilai p value 0,009. dengan rerata nilai sebelum
dilakukan intervensi pemberian oksigen melalui masker sederhana dan
posisi kepala 300yaitu 10 dengan standar deviasi 1,145.
Dan setelah dilakukan intervensi pemberian oksigen melalui masker
sederhana dan posisi kepala 300yaitu 11,07 dengan standar deviasi
2,766
OUTCOME Berdasarkan hasil uji analisis dengan menggunakan uji t dependen dan
uji repeated ANOVA :
14
PENGARUH TERAPI OKSIGEN MENGGUNAKAN NON – REBREATING MASK
TERHADAP TEKANAN PARSIAL CO2 DARAH PADA PASIEN KEPALA SEDANG
PROBLEM KLINIK / POPULASI Cedera kepala menpati peringakat tertinggi RS
M.DJAMIL PADANG, yang menyebabkan tinggi angka
keakitan dan kematian. Tekanan parsial CO2 sangat
berpengaruh terhadap aliran darah otak dan tekanan
intracranial.
15
meninhkatkan tekanan pasrsial gastersebut, yang akan
menurunkan tekanan parsial CO2 dalam NRM
1. Nilai PH dan PCO2 darah setelah terapi NRM
sebagian besar dalam batas normal
2. Terjadinya penurunan PCO2 setelah terapi NRM
16
SOEKARJO PURWOKERTO sebagian tidak mengalami yaitu 33
orang (73.3%)
3. Ada hubungan antara pemberian oksigen dengan kejadian
shevering di RSUD PROF.DR.MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO (p Value = 0.000)
17
OUTCOME Hasil pengambilan data tentang pengaruh pemberian
oksigen non-humidifier dengan flow kurang dari 5 liter
per menit (lpm) terhadap pencegahan iritasi mukosa
hidung didapatkan hasil menunjukkan bahwa pemberian
flow oksigen pada responden terbanyak adalah 3 lpm
(14 responden). Pemberian flow oksigen sampai dengan
4 lpm tidak mengakibatkan efek negatif pada mukosa
hidung yaitu tidak adanya tanda iritasi pada daerah
mukosa hidung. Hasil pengambilan data tentang
pengaruh lama pemberian oksigen nasal dengan
menggunakan non humidifier lebih dari 8 jam terhadap
pencegahan iritasi mukosa hidung didapatkan data
menunjukkan bahwa lama pemakaian oksigen nasal
terbanyak 72 jam
18
BAB IV
PENUTUP
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi
keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja
nafas dan meurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol, (2)
Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, (4) efisien
dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan
O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum
terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care,
W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta,2001
…………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung
“Harapan Kita”, Jakarta 1993
©2004 Digitized by USU digital library 6
20