You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Autisme adalah kondisi neurobehavioral kompleks yang mencakup gangguan dalam interaksi
sosial, perkembangan bahasa dan keterampilan komunikasi yang dikombinasikan dengan
perilaku berulang yang kaku. Karena berbagai gejala, kondisi ini sekarang disebut gangguan
spektrum autisme (ASD). Ini mencakup spektrum besar gejala, keterampilan, dan tingkat
gangguan. ASD berkisar pada tingkat keparahan dari kecacatan yang membatasi kehidupan
normal yang mungkin memerlukan perawatan institusional.1
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang
psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang mengalami
kelainan sosial yang berat,hambatan komunikasi dan masalah perilaku. Anak-anak ini
menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal),membisu, dengan aktivitas repetitif (berulang-
ulang) dan stereotipik (klise) serta senantiasa memalingkan pandangannya dari orang lain.1
Anak autis termasuk salah satu jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mengalami
gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi syaraf otak yang berhubungan dengan
fungsi komunikasi, motorik sosial dan perhatian. Hambatan yang dialami anak autis merupakan
kombinasi dari beberapa gangguan perkembangan syaraf otak dan perilaku siswa yang muncul
pada tiga tahun pertama usia anak.1.2
Diagnosis sekarang lebih umum di masa kanak-kanak, dan ini berarti bahwa jumlah anak
yang dilaporkan dengan diagnosis autisme lebih tinggi dari pada orang dewasa. Di Australia,
hingga 2,5%, atau 1 dari 40 orang tua dengan anak yang lahir pada tahun 2004-2005 melaporkan
bahwa anak mereka telah menderita autism dan terdiagnosis pada usia 7 tahun, sedangkan 1 dari
67 orang tua dengan anak yang lahir di Indonesia 1999-2000 melaporkan bahwa anak mereka
telah di diagnosis autisme pada usia 7 tahun.3
Beberapa orang dengan autisme mengalami gangguan kognitif sampai tingkat tertentu.
Berbeda dengan gangguan kognitif yang lebih khas, yang ditandai dengan penundaan yang
relatif merata di semua bidang perkembangan, orang dengan autisme menunjukkan
perkembangan keterampilan yang tidak merata. Mereka mungkin memiliki masalah di bidang-
bidang tertentu, terutama kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.

1
Tetapi mereka mungkin memiliki keterampilan yang luar biasa berkembang di bidang lain,
seperti menggambar, menciptakan musik, memecahkan masalah matematika, atau menghafal
fakta. Untuk alasan ini, mereka dapat menguji lebih tinggi - mungkin bahkan dalam kisaran rata-
rata atau di atas rata-rata - pada tes kecerdasan non-verbal. Anak autis sulit berkomunikasi.
Mereka kesulitan memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Ini membuatnya
sangat sulit bagi mereka untuk mengekspresikan diri mereka dengan kata-kata atau melalui
gerakan, ekspresi wajah, dan sentuhan.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang
psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang mengalami
kelainan sosial yang berat,hambatan komunikasi dan masalah perilaku. Anak-anak ini
menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal),membisu, dengan aktivitas repetitif (berulang-
ulang) dan stereotipik (klise) serta senantiasa memalingkan pandangannya dari orang lain.2.3
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti ”sendiri” anak autisme seolah-olah
hidup didunianya sendiri, mereka menghindari/tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih
senang menyendiri. Secara etimologi (ilmu asal kata) : anak autis adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Seperti kita ketahui banyak istilah
yang muncul mengenai gangguan perkembangan. Autism = autisme yaitu nama gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (LeoKanner &
Asperger, 1943).2.3
Menurut DSM V autis adalah gangguan perkembangan yang melibatkan berbagai perilaku
bermasalah termasuk diantaranya masalah berkomunikasi, masalah persepsi, masalah motorik
dan perkembangan social.4
Pada awalnya istilah “autisme” diambilnya dari gangguan schizophrenia, dimana Bleuer
memakai autisme ini untuk menggambarkan perilaku pasien skizofrenia yang menarik diri dari
dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Namun ada perbedaan yang jelas antara
penyebab dari autisme pada penderita skizofrenia dengan penyandang autisme infantile. Pada
skizofrenia, autisme disebabkan dampak area gangguan jiwa yang didalamnya terkandung
halusinasi dan delusi yang berlansung minimal selama 1 bulan, sedangkan pada anak-anak
dengan autisme infantile terdapat kegagalan dalam perkembangan yang tergolong dalam kriteria
Gangguan Pervasif dengan kehidupan autistic yang tidak disertai dengan halusinasi dan delusi.5

3
B. Epidemiologi

Menurut WHO Diperkirakan 1 dari 160 anak di seluruh dunia memiliki Autisme.
Perkiraan ini mewakili angka rata-rata, dan prevalensi yang dilaporkan bervariasi secara
substansial di seluruh penelitian. Namun, beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik
melaporkan angka yang jauh lebih tinggi. Prevalensi Autis di banyak negara berpenghasilan
rendah dan menengah sejauh ini tidak diketahui. Di Indonesia belum ada angka yang tepat
mengenai angka kejadian autism.3

C. Etiologi
Secara pasti penyebab autisme tidak diketahui namun autisme dapat terjadi dari kombinasi
berbagai faktor,termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Ada berbagai teori yang
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya autisme yaitu :2
1) Teori Biologis
a. Faktor Genetik,
Keluarga yang terdapat anak autis memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan populasi
keluarga normal. Abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel
saraf dan sel otak.
b. Prenatal, natal dan post natal
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan,tangis bayi yang terlambat, gangguan
pernapasan dan anemia merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya autisme.
Kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak
mencukupi karena nutrisi tidak dapat diserap oleh tubuh, hal ini dapat terjadi karena adanya
jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
c. Neuro Anatomi
Gangguan/fungsi pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang mungkin disebabkan
terjadinya gangguan oksigenasi perdarahan atau infeksi dapat memicu terjadinya autisme.
d.Struktur dan Biokimiawi Otak dan Darah
Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang
tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dopamin atau upioid dalam darah.

4
2) Teori Psikososial.
Beberapa ahli (Kanner & Bruno Bettelhem) autism dianggap sebagai akibat hubungan yang
dingin/tidak akrab antara orang tua ibu dan anak. Demikian juga orang yang mengasuh dengan
emosional kaku, obsesif tidak akrab bahkan tidak harmonis dapat menyebabkan anak asuhnya
menjadi autistik.
D. Klasifikasi
Klasifikasi Autisme dapat dibagi berdasarkan berbagai pengelompokan kondisi.6
1. Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainan
a. Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebut anak autis yang kelainannya sudah
nampak sejak lahir
b. Autisme fiksasi; adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda- tanda
autisnya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun
2. Klasifikasi berdasarkan intelektual
a. Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ dibawah 50).Prevalensi 60%
dari anak autistik
b. Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ50-70) Prevalensi 20% dari anak autis
c. Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental (Intelegensi diatas 70) Prevalensi
20% dari anak autis
3. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:
a. Kelompok yang menyendiri; banyak terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak
acuh dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan
perhatian yang tidak hangat
b. Kelompok yang pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain
jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya
c. Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak yang lain, namun
interaksinya tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
4. Klasifikasi berdasarkan prediksi kemandirian:
a. Prognosis buruk, tidak dapat mandiri (2/3 dari penyandang autis)
b. Prognosis sedang, terdapat kemajuan dibidang sosial dan pendidikan walaupun problem
perilaku tetap ada (1/4 dari penyandang autis)

5
c. Prognosis baik; mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir normal dan
berfungsi dengan baik di sekolah ataupun ditempat kerja.(1/10 dari penyandang autis).
E. Karakteristik Anak Autis
1. Karakteristik dalam interaksi social.2
a. Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila
diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak
hangat).
b. Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
c. Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini seringkali
tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
2. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah : 2.4
a. Bergumam
b. Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan kesukaran dalam
mengggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar
c. Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah mereka
dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk berkomunikasi.
d. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti "saya"
menjadi"kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu";
e. Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari iklan tv dan
mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.
f. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam artikiasan, seperti seorang anak berkata
"sembilan"setiap kali ia melihat kereta api.
g. Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan baik,
karena tidak tahu kapan giliran mereka berbicara, memilih topik pembicaraan, atau melihat
kepada lawan bicaranya.
h. Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
i. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara
j. Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya, tetapi
dengan mengambil tangan orangtuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud

6
k.Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal; mereka sering tidak menggunakan
gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan perasaannya atau untuk
merabarasakan perasaan orang lain, misalnya menggelengkan kepala, melambaikan tangan,
mengangkat alis, dan sebagainya.
3. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain2.4
a. Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak kreatif
b. Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai
c. Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru
d. Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang
e. Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif
f. Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motorik terganggu,
kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
4. Karakteristik kognitif2.4
a. Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang.
b. Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukan kemampuan luar
biasa) adalah seorang penyandang autisme.
F. Kriteria Diagnosis
Menurut American Psychiatri Association dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder Fourth Edition Text Revision. Kriteria diagnostic untuk autism adalah sebagai
berikut :9
Kelemahan kualitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari
beberapa gejala berikut ini:
1. Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah,
sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.
2. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
3. Kurangnya kemampuan untuk berbagai perasaan dan empati dengan orang lain.
4. Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional yang timbal balik.
Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
1. Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang dan
anak tidak menari jalan untuk berkomunikasi secara non verbal.

7
2. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi.
3. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang.
4. Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan imitasi sosial
lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.
Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus ada 1 dari gejala
berikut ini:
1. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan intensitas yang
abnormal/berlebihan.
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistic atau rutinitas.
3. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan
tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
4. Sikap tertarik yang sangat kuat/preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari obyek.

G. Diagnosis Banding

1. Sindrom Asperger
Anak yang menderita sindrom Asperger biasanya umur lebih dari 3 th memiliki problem
bahasa. Penderita sindrom ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun
seperti halnya gangguan autistik, mereka kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi.3.6.9
2. Gangguan perkembangan menurun (PDDNOS/Pervasive developmental disorder not
otherwisespecified) . Gejala ini disebut juga non tipikal autisme.Penderita memiliki gejala-gejala
autisme, namun berbeda dengan jenis autisme lainnya. IQ penderita ini rendah. 3.6.9
3. Sindrom Rett
Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan.Mulanya anak tumbuh normal. Pada usia
satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi,dengan pengulangan gerakan
tangan dan pergantian gerakan tangan.
4. Gangguan Disintegrasi Anak
Pada gejala autisme ini, anak tumbuh normal hingga tahun kedua. Selanjutnya anak akan
kehilangan sebagian atau semua kemampuan komunikasi dan keterampilan sosialnya. 3.6.9

8
H. Skrining Dini Autisme
Di Amerika Serikat, dokter anak dianjurkan untuk melakukannya melakukan skrining
autismes rutin pada 18 dan di 24 bulan.Pendekatan penilaian skrining untuk ASD yang dicurigai
meliputi: 2.3.5
Skrining gejala spesifik ASD untuk kriteria DSM di Indonesia perawatan primer atau
pengaturan medis umum (Level 1).Pendekatan skriing ini dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar periksa yang divalidasi dengan baik, seperti Developmental Behavioral Checklist-Parent
(DBCP),The Modified Children’s Autism Test (MCHAT), the Autism Behavior Checklist
(ABC),Atau the Autism Screening Questionnaire (ASQ).2.3.5
Untuk anak-anak yang diidentifikasi berisiko tinggi untuk ASD berdasarkan
skrining awal positif, penilaian lebih mendalam kemudian dilanjutkan skrining (Level 2). Ini
termasuk:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS).
2. Penentuan kemampuan sosial dan keterampilan adaptif. Skala Respons Sosial (SRS),
diselesaikan oleh orang tua, dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan
kemampuan sosial. Timbangan Perilaku Adaptive Vineland

9
(Vineland-II, edisi ke-2) dapat diberikan oleh dokter atau dilengkapi oleh orang tua untuk
menilai keterampilan adaptif.
3. skrining untuk perilaku maladaptif dan komorbiditas masalah (mis., hiperaktif, lekas
marah, agresi, ledakan kemarahan, cedera diri, suasana hati, gejala kecemasan) dapat
dinilai melalui orang tua atau pengasuh melalui Daftar Periksa Perilaku Aberrant Versi
(ABC-CV).
4. Skrining untuk komorbiditas medis (riwayat eliminasi gangguan, kejang, masalah
pencernaan,kelainan pertumbuhan). Peran pengujian medis dalam penilaian ASD
meningkat, meskipun penuh kurang konsensus tentang tes apa yang dipertimbangkan
sesuai secara universal. Contohnya termasuk mungkin pengujian electroencephalogram,
mengingat tingkat epilepsi komorbiditas dalam ASD bervariasi antara 15-30%. Ketika
epilepsi hadir, penilaian ahli saraf harus ditunjukkan.
5. Skrining untuk indikator sindrom genetik yang terkait dengan autisme (riwayat keluarga,
fitur dysmorphic, ukuran kepala, bintik-bintik, gangguanmetabolisme bawaan). Saat ini,
disarankan jika pasien datang dengan keterbelakangan mental, fisik ringan, fitur anomali
sindrom atau riwayat keluarga,evaluasi genetik harus disarankan. Indikasinya untuk
pengujian genetik molekuler berkembang pesat, dengan banyak spesialis sekarang
merekomendasikan pengujian hibridisasi genomik komparatif atau wholeexome
pengurutan untuk individu dengan dikonfirmasi diagnosis ASD.
I.Penanganan Pada Autisme
1. Prinsip-prinsip penanganganan
Dalam melakukan penanganan terhadap para penyandang autis baik oleh terapis, guru aupun
keluarga harus memperhatikan prinsip secara umum sebagai berikut : 8.10
a) Semua hak azasi manusia khususnya anak juga berlaku pada kelompok anak autis seperti
berhak mendapat pendidikan, bermain, kasih sayang dll.
b) Anak autis tidak persis sama satu sama lainnya, masing masing mempunyai keunikan dan
tingkat gangguannya sendiri-sendiri, oleh karena itu perlu diperhatikan kebutuhannya
serta kekhususan masing-masing.
c) Gangguan spektrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga
terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Terapi harus
dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

10
d) Tujuan utama penanganan anak autis adalah mendorong kemandirian, disamping
peningkatan akademiknya jika memungkinkan.
e) Orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama,bersikap terbuka, selalu komunikasi
untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik untuk anak-anak mereka.
2. Metode-Metode Penanganan
MODEL/ JENIS SEKOLAH YANG TERSEDIA
Intervensi sejak dini terhadap anak berkebutuhan khusus mutlak diperlukan. Intervensi
tersebut diberikan dalam bentuk terapi dan pendidikan yang efektif. Ada bermacam-macam jenis
pendidikan bagi anak autis karena anak autis mempunyai kemampuan serta hambatan yang
berbeda-beda saat belajar. Untuk hal tersebut mari kita bahas jenis sekolah yang tersedia : 2.8
a) Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autis yang telah diterapi dan memerlukan layanan khusus
termasuk anak autis yang terapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin
berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisai dengan anak lain.
Kelas transisi merupakan kelas persiapan dengan acuan kurikulum yang sudah dimodifikasi
sesuai dengan kebutuhan anak.
b) Program Pendidikan Terpadu
Program pendidikan terpadu dilaksanakan di sekolah reguler dalam kasus/waktu tertentu,
anak autis dilayani di kelas khusus untuk remidial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan
anak autis di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
c) Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi
anak autis. Untuk membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
 guru terkait telah siap menerima anak autis.
 tersedia ruang khusus untuk penanganan individual
 tersedia guru pemebimbing khusus dan guru pendamping dalam satu kelas sebaiknya
tidak lebih dari 2(dua) anak autis dan lain-lain yang dianggap perlu.
d) Sekolah Khusus Anak Autistik
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak memungkinkan dapat
mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat

11
berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan
pada program fungsional seperti bina diri, bakat , minat yang sesuai dengan potensi mereka.
e) Program Sekolah Di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak mampu mengikuti pendidikan di
sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak autis non verbal, mental retardasi dan gangguan
motorik serta auditori yang serius dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program
dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama
sekolah,orang tua dan masyarakat.
f) Panti (griya) Rehabilitasi Autis
Anak autis yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti
program di panti(griya) rehabilitasi autistik. Program di panti rehabilitasi difokuskan pada
pengembangan :
 Pengenalan diri
 Sensori motor dan persepsi
 Motorik kasar dan halus
 Kemampuan berbahasa dan komunikasi
 Bina diri kemampuan social
 Kemampuan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensi

J. Terapi
1. Medikametosa
Pengobatan farmakologis pada autisme banyak digunakan sebagai pengobatan pendekatan
tambahan di sebagian besar individu dengan ASD di seluruh umur. tujuan terbaik didirikan
farmakoterapi adalah untuk mengontrol secara teratur terkait gejala, seperti insomnia,
hiperaktif,impulsif, mudah marah, otomatis dan heteroaggresivitas,kurangnya perhatian,
kecemasan, depresi, obsesif,gejala, amarah, upaya kemarahan, perilaku berulang-ulang atau
ritual. Sejumlah penelitian telah dilaporkan peningkatan prevalensi komorbiditas psikiatrik di
Indonesia populasi ini. Simonoff et al. menemukan bahwa 70% dari subyek dengan ASD
memiliki setidaknya satu gangguan psikiatris komorbiditas dan 41% memiliki penyakit dua atau
lebih. Comorbid gejala sering menambah gangguan fungsional pada pasien dengan ASD dan
dapat membatasi efektivitas intervensi nonfarmakologis.Saat ini, tidak ada obat yang tersedia

12
untuk mengobati defisit sosial dan komunikasi inti autisme, meskipun ini adalah subjek yang
intensif upaya penelitian dengan agen seperti arbaclofen, oksitosin,dan antagonis mGluR5
sebagai contoh perawatan potensial memodifikasi gangguan yang diteliti. 2.8
Meskipun tingkat dukungan empiris bervariasi untuk beberapa pilihan obat yang ditargetkan,
perawatan obat untuk anak - anak dan orang dewasa dengan ASD adalah praktik klinis yang
umum. Sekitar 45-75% anak-anak dengan ASD diobati dengan anti-psikotropika.
Obat-obatan yang paling sering diresepkan, secara berurutan frekuensi, adalah antidepresan,
antipsikotik, antikonvulsan,dan stimulan. Perlu dicatat bahwa sebagian besar
penggunaan psikotropika di ASD adalah off-label, seperti yang ada saat ini hanya dua obat
(risperidone dan aripiprazole) disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA),
dan hanya untuk pengobatan perilaku terkait.Berdasarkan laporan orang tua, perilaku paling sulit
anak-anak dengan ASD adalah ambang frustrasi rendah, distractibilitas, lekas marah, kurang
perhatian, hiperaktif, obsesi kompulsif, ketidakstabilan suasana hati, dan stereotip gerakan
tangan.2.8
2. Terapi Perilaku (ABA, LOVAAS, TEACCH,Son-rise)
Anak autis seringkali merasa frustrasi. Temantemannya seringkali tidak memahami mereka,
mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap
suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
terlatih akan mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki
perilakunya.2.8
Terapi perilaku (behavior theraphy) adalah terapi yang dilaksanakan untuk mendidik dan
mengembangkan kemampuan perilaku anak yang terhambat dan untuk mengurangi perilaku-
perilaku yang tidak wajar dan menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima dalam
masyarakat. Terapi perilaku ini merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum patuh (belum
bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program dasar/kunci terapi perilaku adalah melatih
kepatuhan, dan kepatuhan ini sangat dibutuhkan saat anak-anak akan mengikuti terapi-terapi
lainnya seperti terapi wicara, terapi okupasi, fisioterapi, karena tanpa kepatuhan ini, terapi yang
diikuti tidak akan pernah berhasil.2.8
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis (ABA)
yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).

13
Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif
setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman
(punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negative (salah/tidak tepat) atau
tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai
tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif
dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi
yang diberikan. Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C;
yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence).
Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh
seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian
memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi
tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh
Consequence/akibat (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.2.8
Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak
terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara
intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.
Dalam ABA disarankan waktu yang dibutuhkan adalah 40 jam/minggu, tetapi keberhasilan
terapi ini dipengaruhi beberapa faktor :
1) Berat ringannya derajat autisme,
2) Usia anak saat pertama kali ditangani / terapi,
3) Intensitas terapi,
4) Metode terapi,
5) IQ anak,
6) Kemampuan berbahasa,
7) Masalah perilaku,
8) Peran serta orang tua dan lingkungan.
Methode lain dari terapi perilaku ini adalah terapi bermain Son rise. Son rise adalah
program terapi berbasis rumah untuk anak-anak dengan yang mengalami gangguan komunikasi
dan interaksi sosial. Program ini dapat membantu meningkatkan kontak mata, menerima
keberadaan orang lain. Dan yang lebih penting, program ini, tidak memberikan punishment
berupa kekerasan kepada anak. Proses ini dilakukan dengan harapan, anak mereka dapat

14
”berubah” dan menjadi kondisi yang lebih baik. Metode ini tidak bias
diterapkan/diimplementasikan pada semua kasus, terutama kasus autis yang masih berada pada
tahap kurikulum awal. Kemampuan perkembangan bermain, merupakan hal yang penting dalam
program ini, selain juga kemampuan komunikasi dan sosialisasi. Program son rise, menyatakan
bahwa, jika kita mengadakan pendekatan ke anak secara positif, dengan rasa cinta, akan
membuat anak menjalin interaksi dengan kita, dibandingan bila kita mengedepankan sikap marah
dll. Ide dasar teori ini adalah bahwa setiap anak termasuk autisme, lebih menyukai suasana
belajar yang menyenangkan. Banyak orang tua berusaha menerima keberadaan anak mereka
yang terdiagnosa autis, son rise menekankan bahwa peran serta orang tua dapat memberikan
support yang positif bagi perkembangan / kemajuan anak mereka. 2.8
Dengan program terapi yang lain seperti Metode DIR / floortime, memiliki kesamaaan
dalam hal kebutuhan arti cinta dan ”penerimaaan”. Dengan asumsi bahwa anak-anak autis,
memiliki rasa dan mengerti tentang, keberadaan kita, bahasa tubuh, dan bahasa verbal lainnya.
Son-rise digunakan sesuai dengan kondisi anaknya, anak diberi tujuan untuk mengikuti,
(mengikuti anak sesuai dengan tugas yang diberikan) sedangkan floor-time murni bermain
dengan tugas yang diberikan/bermain bebas saja.2.8
TEACCH (Treatment and Education of Austistic and Related Communication Handicapped
Children and Adults). Kemampuan berbicara dan sosial seseorang menentukan tingkat
perkembangan sosialnya, atau tingkat penguasaan kemampuan untuk bertingkah laku sesuai
dengan tuntutan masyarakat serta menentukan kemandirian dan kesiapan anak dalam mengikuti
proses belajar di sekolah. Kekuatan dasar ini sangat menentukan kemampuan perilaku adaptif
anak, yang dalam pengertian lebih sempit diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan
kebiasaan yang dapat diterima secara sosial. Penekanan pada aspek sosial ini
sangat penting mengingat manusia, termasuk anak autis adalah makhluk sosial dan mempunyai
kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial. Oleh karena itu perlu dikembangkan kemampuan
psikososialnya dengan menggunakan metode ini.2.8

3. Terapi Wicara
Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena anak autis mempunyai
keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa. Tujuannya adalah untuk melancarkan otot-otot
mulut agar dapat berbicara lebih baik. Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan

15
dalam bicara dan berbahasa.
Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autis yang non-verbal atau
kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang,
namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan
orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.2.4
4. Terapi okupasi
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi
dan keterampilan otot pada anak autis dengan kata lain untuk melatih motorik halus anak.
Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-
geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar,
kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot
halusnya dengan benar. Contohnya Floortime.2.4

16
DAFTAR PUSTAKA

1.https://www.autismspeaks.org/science-news/cdc-increases-estimate-autisms-prevalence-15-
percent-1-59-children (di akses pada tanggal 2 february 2019)
2. Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC.2013
3.https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/autism-spectrum-disorders (di akses pada
tanggal 2 february 2019)
4.Kaplan,shadock.buku ajar psikiatri klinis.Ed 2. 2014
5. American Psychiatric Association. Manual diagno´ stico e estati´stico de transtornos mentais:
texto revisado (DSM-IV-TR). Porto Alegre: Artmed; 2013.
6.https://www.autismspectrum.org.au/sites/default/files/Factsheet_What%20is%20autism_20170
30 .pdf (di akses pada tanggal 2 february 2019)
7.https://www.nimh.nih.gov/health/publications/autism-spectrum-disorder/qf-15-
5511_152236.pdf (di akses pada tanggal 2 february 2019)
8. Brentani Helena,Portolese Joana .Autism spectrum disorders: an overview on diagnosis and
treatment. 2015
9.https://www.webmd.com/brain/autism/understanding-autism-basics#1 (di akses pada tanggal 2
february 2019)
10. https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/Autism/Pages/Autism-
Spectrum-Disorder.aspx (di akses tanggal 10 februari 2019)

17

You might also like