You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARI

A. Pengertian
Menurut (Winkjosastro, et.all, 1999) kistoma ovarii merupakan suatu
tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas.
Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering ialah
kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar
dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-
halangi masuknya kepala ke dalam panggul.
Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari
uterus dan umumnya duagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik
(Syamsoehidayat, 2005 : 729)
Tumor jinak ovarium adalah bentuk padat atau kista yang dapat tumbuh
secara alami. Tumor ovarium biasanya asimtomatis sampai mereka besar
yang dapat menyebabkan tekanan pada pelvic ini merupakan deteksi dini dari
keganasan (Jovand : 2009)

B. Etiologi
Menurut etiologinya, kista ovarium dibagi menjadi dua, yaitu
(Ignativicius, Bayne, 1991) :
1. Kista non neoplasma, disebabkan karena ketidakseimbangan hormon
estrogen dan progesteron, diantaranya adalah :
a. Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang
di dalam kortek.
b. Kista fungsional
 Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi
ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler
diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang
menarche kurang dari 12 tahun.
 Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesteron setelah ovulasi.
 Kista tuka lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG
terdapat pada mola hidatidosa.
 Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH
yang menyebabkan hiperstimulasi ovarium.

2. Kista neoplasma (Wiknjosastro, et.all, 1999)


a. Kistoma ovarii simpleks. Adalah suatu jenis kistadenoma serosum
yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
b. Kistadenoma ovarii musinosum. Asal kista ini belum pasti, mungkin
berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhannya satu elemen
mengalahkan elemen yang lain.
c. Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ovarium).
d. Kista endometroid. Belum diketahui penyebabnya dan tidak ada
hubungannya dengan endometrioid.
e. Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.

C. Patofisiologi
1. Kista non neoplasma (Ignativicius, Bayne, 1991 )
a. Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, di dalam kortek yang dalam timbul invaginasi
dari permukaan epitelium yang berkurang. Biasanya tunggal atau
multiple, berbentuk variabel dan terbatas pada cuboidal yang tipis,
endometri atau epitelium tuba. Berukuran 1 cm sampai beberapa cm.
b. Kista fungsional
1). Kista folikel. Kista dibentuk ketika folikel yang matang menjadi
ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler
diantara siklus menstruasi. Bila ruptur menyebabkan nyeri akut
pada pelvis. Evaluasi lebih lanjut dengan USG atau laparaskopi.
Operasi dilakukan pada wanita sebelum pubertal, setelah
menopause atau kista lebih dari 8 cm.
2). Kista korpus luteum. Terjadi setelah ovulasi dikarenakan
meningkatnya hormon progesteron. Ditandai dengan
keterlambatan menstruasi atau menstruasi yang panjang, nyeri
abdomen bawah atau pelvis. Jika ruptur pendarahan
intraperitonial, terapinya adalah operasi oovorektomi.
3). Kista tuka lutein. Ditemui pada kehamilan mola, terjadi pada 50
% dari semua kehamilan. Dibentuk sebagai hasil lamanya
slimulasi ovarium dari berlebihnya HCG. Tindakannya adalah
mengangkat mola.
4). Kista Stein Laventhal. Disebabkan kadar LH yang berlebihan
menyebabkan hiperstimulasi dari ovarium dengan produksi kista
yang banyak. Hiperplasia endometrium atau koriokarsinoma
dapat terjadi. Pengobatan dengan kontrasepsi oral untuk menekan
produksi LH dan oovorektomi.
2. Kish neoplasma jinak (Wiknjosastro, et.all, 1999)
a. Kistoma ovarii simplek. Kista ini bertangkai dan dapat menyebabkan
torsi (putaran tangkai). Di duga kista ini adalah jenis kistadenoma
serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan cairan dalam
kista. Tindakannya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.
b. Kistadenoma ovarii musinosum. Asal tumor belum diketahui secara
pasti, namun diduga berasal dari teratoma yang pertumbuhan satu
elemen mengalahkan elemen yang lain, atau berasal dari epitel
germinativum.
c. Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ovarium). Bila kista terdapat implantasi pada peritonium
disertai asites maka harus dianggap sebagai neoplasma yang ganas,
dan 30% sampai 35% akan mengalami keganasan.
d. Kista endometroid. Kista biasanya unilateral dengan permukaan licin,
pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel yang menyerupai
lapisan epitel endometrium.
e. Kista dermoid adalah suatu teratoma kistik yang jinak dimana struktur-
struktur ektoderma dengan diferensiasi sempurna seperti epitel kulit,
rambut, gigi dan produk glandula sebasea putih menyerupai lemak
nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen ektoderm dan
mesoderm. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.

D. Gambaran Klinis Kistadenoma Oovarii Serosum


Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukkan adanya gejala
sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit
ovarium berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosis sering ditemukan
pada waktu pasien dalam keadaan stadium lanjut. Sampai pada waktunya
klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah,
rasa sebah pada perut, dan timbul benjolan pada perut.
Pada umumnya kista jenis ini tak mempunyai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya
licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena kista ovariumpun dapat
berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih
keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam
rongga kista sebesar 50 %; dan keluar pada permukaan kista sebesar 5 %. Isi
kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak
jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan
pertumbuhan papiler (solid papiloma).

E. Proses Penyembuhan Luka


Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama,
perbedaan terjadi menurut waktu pada tlap-tiap fase penyembuhan dan waktu
granulasi jaringan. (Long, 1996), fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1. Fase I
Pada fase ini leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak, terbentuk
fibrin yang bertumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan tipis dari
sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka. Kekuatan
luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Setelah
besar pasien akan merasa sakit pada fase ini dan berlangsung selama 3
hari.
2. Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang
dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Semua lapisan sel
epitel beregenerasi dalam 1 minggu, jaringan ikat kemerahan karena
banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan
baik dalam 6 sampai 7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung
pada tempat dan luasnya bedah.
3. Fase III
Kolagen terus tertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus
darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu
yang luas, terjadi pada minggu ke dua hingga enam post bedah, pasien
harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
4. Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah bedah, pasien akan mengeluh gatal di
seputar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini luka menciut
dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur
karena penciutan luka akan terjadi ceruk yang berlapis putih.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor
itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga
perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam
tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan
bubur barium dalam colon disebut di atas.

4. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites.
Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan cavum
peritonei dengan kista bila dinding kista tertusuk. (Wiknjosastro, et.all,
1999)

G. Penatalaksanaan
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi,
perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan
tuba (Salpingo-oovorektomi). (Wiknjosastro, et.all, 1999)
Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau infeksi.
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan
keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik
biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,
perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan
emosional Ibu. (Hlamylton, 1995).
Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-
tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus
mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak
boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat
benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti
darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah
operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran. (Long,
1996)

H. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan
keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya
meliputi :
a. Biodata
Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan identitas masuk.
b. Riwayat kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga.
c. Status Obstetrikus, meliputi :
1). Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
2). Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
3). Riwayat persalinan
Anak Usia BB lahir Penolong Proses Lahir

4). Riwayat KB
d. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999)
1). Kaji tingkat kesadaran
2). Ukur tanda-tanda vital
3). Auskultasi bunyi nafas
4). Kaji turgor kulit
5). Pengkajian abdomen
 Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
 Auskultasi bising usus
 Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
 Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
 Kaji status balutan
6). Kaji terhadap nyeri atau mual
7). Palpasi nadi pedalis secara bilateral
8). Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan
lamanya waktu di bawah anestesi.
9). Kaji status psikologis pasien setelah operasi
e. Data penunjang
1). pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
2). terapi: terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun
peroral

b. Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi


a. Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
(Carpenito, 2001)
Tujuan: Tidak terjadi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Kriteria hasil: Tidak mengalami aspirasi, pasien dapat mengungkapkan
tindakan untuk menghindari aspirasi.
Intervensi :
1). Pertahankan posisi baring miring jika tidak ada kontra indikasi karena
cidera.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak (jatuh kebelakang,
menyumbat jalan nafas).
3). Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada kontra
indikasi.
4). Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorok dengan tissu atau penghisap
dengan perlahan-lahan.
5). Kaji kembali dengan sering adanya obstruksi benda-benda dalam mulut
dan tenggorok.

b. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran (Carpenito, 1995)


Tujuan: Tidak terjadi injuri yang berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Kriteria hasil: GCS normal (E4, V5, M6)
Intervensi:
1). Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman yang
terpasang.
2). Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan keluarga
untuk menemani pasien.

c. Gangguan rasa nyaman: nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada


abdomen (Long,1996)
Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil: skala nyeri 0, pasien mengungkapkan berkurangnya rasa
nyeri, tanda-tanda vital normal.
Intervensi :
1). Jelaskan penyebab nyeri pada pasien.
2). Kaji skala nyeri pasien.
3). Ajarkan tehnik distraksi selama nyeri.
4). Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.
5). Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik
sesuai program dokter.
6). 30 menit setclah pemberian obat pengurang rasa sakit, evaluasi kembali
efektifitasnya.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan (Carpenito, 1995)
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada
peningkatan leukosit).
Intervensi :
1). Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV
2). Gunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien
3). Isolasikan dan instruksikan individu dan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum mendekati pasien
4). Tingkatkan asupan makanan yang bergizi
5). Berikan terapi antibiotik sesuai program dokter

e. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal (Doenges,


2000)
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil : Peristaltik usus normal (5-35 kali per menit), pasien akan
menunjukkan pola climinasi biasanya.
Intervensi :
1). Monitor peristaltik usus, karakteristik feses dan frekuensinya
2). Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah bila pemasukan
peroral dimulai.
3). Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

f. Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, bak, bab


berpakaian) berhubungan dengan keletihan pasca operatif dan nyeri
(Carpenito,2001)
Tujuan : Kebersihan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat berpartisipasi secara fisik Imaupun verbal
dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya
Intervensi :
1). Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaai tentang kurangnya
kemampuan perawatan diri dan berikan bantun dalam mernenuhi
kebutuhan pasien.
2). Berikan pujian alas kemampuan pasien dan mclibatkan keluarga dalam
perawatan pasien.

g. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2000)


Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing dari operasinya.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya.
Intervensi :
1). Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa
dating.
2). Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa
penyembuhan.
3). Diskusikan melakukan kembali aktifitas
4). Identifikasi keterbatasan individu
5). Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual
6). Identifikasi kebutuhan diet
7). Dorong minum obat yang diberikan secara rutin
8). Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medis.
Daftar pustaka

Sylvia Anderson. (2000). Patofisiologo penyakit, edisi 4, penerbit EGC buku


kedokteran, Jakarta.

Marylynn. E.Doengus. (2000). Rencana Asuhan keperawatan, edisi 3, penerbit


buku kedokteran, Jakarta.

Sarwono P. ( 1999). Ilmu Kandungan, Yayasan bina pustaka, edisi 2, Jakarta.


PATHWAYS
Degenerasi Ovarium Infeksi Ovarium

Histerektomi Cistoma Ovarii Pembesaran Ruptur


Ovarium Ovarium
Resiko perdarahan

Oovorektomi Hari ke V
Gangguan
perfusi jaringan
Kurang Komplikasi Luka Operasi
informasi peritonia

Diskontinuitas Pembatasan Perubahan


Kurang Peritonis jaringan nutrisi nutrisi
pengetahuan Resti injuri

Nyeri Penurunan Anestasi


Cemas Resiko Nyeri metabolisme
Perdarahan Nervus vagus
Penurunan
Hipolisis peristaltik usus Reflek
Port d’entri menelan
Penaikan asam laktat Absorbsi air menurun
Resiko terjadi di kolon
infeksi Keletihan Resti aspirasi
Resiko konstipasi

Ggn mobilisasi

Self care defisit

You might also like